Dosen pembimbing:
Rosdiana Triulan T.S., S.Pd, SKM, M.Kes
Disusun oleh :
Nim : P07539020021
Kelas : A Tingkat 1
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
ibuk Dosen [Rosdiana Triulan T.S., S.Pd, SKM, M. Kes] pada pertemuan mata
kuliah pancasila. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang [Hubungan/ kaitan pancasila dengan pembangunan dalam
Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu [Rosdiana Triulan T.S., S.Pd,
SKM, M. Kes], selaku dosen [pancasila] yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
Daftar isi
Kata Pengantar………………………………………………………………………..(i)
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan
- Kesimpulan………………………………………………………………….(11)
- Daftar Pustaka………………………………………………………………(12)
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam makalah ini saya akan memulai dari pengertian judul besar dari judul
makalah yaitu pancasila dan pembangunan ekonomi.
Pancasila adalah pilar ideologis negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata
dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi
seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan pembangunan dalam bidang ekonomi adalah
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan
pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk
dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara
dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu Negara. Sedangkan tujuan
pembangunan nasional adalah meningkatkat harkat dan martabat manusia yang
meliputi aspek jiwa dan raga, pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan.
Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi
disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II
No.7 bersama-sama batang tubuh UUD 1945. Sebagai dasar filsafat negara
Republik Indonesia, Pancasila mengalami berbagai macam interpretasi dan
manipulasi politik. Karena hal tersebut Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar
filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi,
dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu.
Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai
acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir; atau jelasnya sebagaisistem
nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka
arah/tujuan bagi ‘yang menyandangnya. Yang menyandangnya itu di antaranya:
(a) bidang politik,
(b) bidang ekonomi,
(c) bidang sosial budaya,
(d) bidang hukum,
(e) bidang kehidupan antar umat beragama,
Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara (LPPKB) telah
berhasil menyusun Pedoman Umum Implementasi Pancasila Dalam Kehidupan
Bernegara, namun masih perlu dirumuskan ke dalam Paradigma yang secara
operasional dapat digunakan sebagai pedoman dan model baik dalam merumuskan
kebijakan publik maupun sebagai acuan kritik, untuk menentukan mana yang
sesuai atau yang tidak sesuai dengan Pancasila.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Paradigma secara luas?
2. Apa pengertian dari reformasi?
3. Apa pengertian pancasila dan ekonomi?
4. Bagaimana hubungan pancasila dengan ekonomi?
5. Apa yang dimaksud system ekonomi pancasila?
6. Bagaimanakah peran Pancasila Sebagai Pembangunan Ekonomi?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengrtian Paradigma secara luas
2. Untuk mengetahui Pancasila sebagai paradigma pembangunan
3. Untuk mengetahui Pancasila Sebagai Pembangunan Ekonomi
4. Untuk mengetahui Paradigma Kehidupan Bangsa Indonesia
BAB II
Pembahasan
1. Pengertian Paradigma
Istilah ‘Paradigma’ pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama dalam
kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis tokoh yang mengembangkan
istilah tersebut dalam dunia imu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang
berjudul The Structure of Scientific Revolution (1970:49). Inti sari pengertian paradigma adalah
suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoretis yang umum (merupakan suatu sumber
nilai), sehingga merupakan suatu sumber hokum-hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu
pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, cirri, serta karakter ilmu pengetahuan itu
sendiri.[1]
Ilmu pengetahuan sifatnya sangat dinamis hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya hasil-
hasil penelitian manusia, sehingga dalam perkembangannya terdapat suatu kemungkinan yang
sangat besar ditemukannya kelemahan-kelemahan pada teori yang telah ada, dan jikalau
demikian maka ilmuwan akan kembali pada asumsi-asumsi dasar serta asumsi teoritis
sehingga dengan demikian perkembangan ilmu pengetahuan kembali mengkaji paradigma dari
ilmu pengetahuan tersebut atau dengan lain perkataan ilmu pengetahuan harus mengkaji dasar
ontologism dari ilmu itu sendiri. Misalnya dalam ilmu-ilmu social manakala suatu teori yang
didasarkan pada suatu hasil penelitian ilmiah yang mendasarkan pada metode kuantitatif yang
mengkaji manusia dan masyarakat berdasarkan pada sifat-sifat yang persial, terukur, korelatif,
dan positivistic maka ternyata hasil dari ilmu pengetahuan tersebut secara epistemologis hanya
mengkaji satu aspek saja dari objek ilmu pengetahuan yaitu manusia. Oleh karena itu kalangan
ilmuwan social kembali mengkaji paradigma ilmu tersebut yaitu manusia. Berdasarkan
hakikatnya manusia dalam kenyataan objektifnya bersifat ganda bahkan multidimensi. Atas
dasar kajian paradigma ilmu pengetahuan social tersebut kemudian dikembangkanlah metod
baru berdasarkan hakikat dan sifat paradigma ilmu tersebut yaitu manusia, yaitu metode
kualitatif.
Istilah ilmiah tersebut kemudian berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia serta
ilmu pengetahuan lain misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya, serta bidang-bidang lainya.
Dalam masalah yang popular ini istilah paradigma berkembang menjadi terminology yang
mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas
serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang
tertentu termasuk dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam pendidikan.
Pertumbuhan ekonomi yang telah telah terjadi pada masa Orba ternyata tidak berkelanjutan
karena terjadinya berbagai ketimpangan ekonomi yang besar, baik antar golongan, antara
daerah, dan antara sector akhirnya melahirkan krisis ekonomi. Krisis ini semula berawal dari
perubahan kurs dolar yang begitu tinggi, kemudian menjalar ke krisis ekonomi, dan akhirnya
krisis kepercayaan pada segenap sector tidak hanya ekonomi.[2]
Kegagalan ekonomi ini disebabkan antara lain oleh tidak diterapkannya prinsip-prinsip ekonomi
dalam kelembagaan, ketidak merataan ekonomi, dan lain-lain yang juga dipicu dengan
maraknya praktek monopoli, kolusi, korupsi, dan nepotisme oleh para penyelanggaraan
Negara.
Sistem ekonomi Indonesia yang mendasarkan diri pada filsafat pancasila serta konstitusi UUD
1945, dan landasan operasionalnya GBHN sering disebut Sistem Ekonomi Pancasila. Prinsip-
prinsip yang dikembangkan dalam sistem ekonomi pancasila antara lain:
Sistem ekonomi pancasila dibangun di atas landasan konstitusional UUD 1945, pasal 33 yang
mengandung ajaran bahwa:
2) Seluruh warga masyarakat bertekad untuk mewujudkan kemerataan social yaitu tidak
membiarkan adanya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan social.
3) Seluruh pelaku ekonomi yaitu produsen, konsumen, dan pemerintah selalu bersemangat
nasionalistik, yaitu dalam setiap putusan-putusan ekonominya menomorsatukan tujuan
terwujudnya perekonomian nasional yang kuat dan tangguh.
4) Koperasi dan bekerja secara kooperatif selalu menjiwai pelaku ekonomi warga
masyarakat. Demokrasi ekonomi atau ekonomi kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam pemusyawaratan perwakilan.
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan
pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem
ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan
kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam
humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi
yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi
maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang
hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi
demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui
kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena
itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang
bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar
pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi
Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat
Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem
Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi
Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi
Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan
akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi
daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan
pembangunan daerah.
Sistem Ekonomi Pancasila (SEP) merupakan sistem ekonomi yang digali dan dibangun
dari nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat Indonesia. Beberapa prinsip dasar yang ada
dalam SEP tersebut antara lain berkaitan dengan prinsip kemanusiaan, nasionalisme ekonomi,
demokrasi ekonomi yang diwujudkan dalam ekonomi kerakyatan, dan keadilan.
Sebagaimana teori ekonomi Neoklasik yang dibangun atas dasar faham liberal dengan
mengedepankan nilai individualisme dan kebebasan pasar (Mubyarto, 2002:68), SEP juga
dibangun atas dasar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, yang bisa berasal dari
nlai-nilai agama, kebudayaan, adat-istiadat, atau norma-norma, yang membentuk perilaku
ekonomi masyarakat Indonesia.
Teori ekonomi yang berkembang lahir pada abad 18 dalam suasana keinginan adanya
kebebasan (liberalisme) di dunia barat (Mubyarto,1980). Menafikan peran agama dan
mengabaikan peran ilmu sosial lainnya.
Indikasi kegagalan ekonomi neoklasik diantaranya terlihat dari relevansi teorinya yang
hanya sesuai dengan sebagian kecil perekonomian dan untuk konteks Indonesia teori ekonomi
klasik lebih berkembang sebagai seni daripada sebagai ilmu (Mubyarto, 1979). Teori ekonomi
sosialis sebagai altermatif pun terbukti tidak berdaya melawan dominasi perkembangan terori
ekonomi neoklasik ini.
Semangat beliau untuk membangun teori ekonomi yang lebih realistik, manusiawi tanpa
meninggalkan nilai lokal bangsa Indonesia kemudian tertuang dalam konsep Ekonomi
Pancasila. Konsep ini lahir di bumi Indonesia, digali dari filsafat bangsa Indonesia dan
kemudian dianggap paling tepat mengarahkan perjalanan bangsa Indonesia menuju masarakat
adil dan makmur (Mubyarto,1980). Ekonomi pancasila di definisikan sebagai sistem ekonomi
yang dijiwai ideologi Pancasila yang merupakan usaha bersama yang berasaskan kekeluagaan
dan kegotong-royongan nasional.
Keberadaan Ekonomi Pancasila ini pun tidak perlu dibatasi hanya oleh dua kutub saja
tetapi dapat diluarnya. Sistem Ekonomi Pancasila merupakan sistem ekonomi campuran yang
mengandung pada dirinya ciri-ciri positif dari kedua sistem ekstrim yang dikenal yaitu kapitalis-
liberalis dan sosialis-komunis (Mubyarto, 1980). Berbeda dengan ekonomi peraturan yang jelas
antitetikal dengan makna Ekonomi Pancasila sebagai wadah berkembangnya manusia
Indonesia seutuhnya. Dalam Ekonomi Pancasila, satu sumber legitimasi diambilnya tindakan
pengaturan dalam pembatasan kebebasan usaha adalah adanya ekses negatif dari setiap
tindakan (Mubyarto, 1981). Peranan unsur agama sangat kuat dalam konsep Ekonomi
Pancasila. Karena unsur moral dapat menjadi salah satu pembimbing utama pemikian dan
kegiatan ekonomi. Kalau moralitas ekonomi Smith adalah kebebasan (liberalisme) dan ekonomi
Marx adalah diktator mayoritas (oleh kaum proletar) maka moralitas Ekonomi Pancasila
mencakup ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Sehingga
pelaku Ekonomi Pancasila tidak hanya sebagai homo economicus tapi juga homo metafisikus
dan homo mysticus (Mubyarto, 1986). Pelaku-pelaku ekonomi inilah yang secara agregatif
menciptakan masyarakat yang berkeadilan social dan besifat sosialistik yaitu adanya perhatian
yang besar pada mereka yang tertinggal (Mubyarto, 1981). Ditambah dengan semangat
nasionalistis dan kesungguhan dalam implementasi, Ekonomi pancasila akan mampu
menciutkan kesenjangan kaya-miskin atau mampu mencapai tujuan pemerataan (Mubyarto,
1986).
Sistem Ekonomi Pancasila (SEP) merupakan sistem ekonomi yang digali dan dibangun
dari nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat Indonesia. Beberapa prinsip dasar yang ada
dalam SEP tersebut antara lain berkaitan dengan prinsip kemanusiaan, nasionalisme ekonomi,
demokrasi ekonomi yang diwujudkan dalam ekonomi kerakyatan, dan keadilan. Sebagaimana
teori ekonomi Neoklasik yang dibangun atas dasar faham liberal dengan mengedepankan nilai
individualisme dan kebebasan pasar, Sistem Ekonomi Pancasila juga dibangun atas dasar nilai-
nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, yang bisa berasal dari nlai-nilai agama,
kebudayaan, adat-istiadat, atau norma-norma, yang membentuk perilaku ekonomi masyarakat
Indonesia.
Dikalangan para pelopor sistem ekonomi pancasila terdapat dua cara pandang.
Pertama, jalur yuridis formal, yang berangkat dari keyakinan bahwa landasan hukum Sistem
Ekonomi Pancasila adalah pasal 33 UUD 1945, yang dilatar belakangi oleh jiwa Pembukaan
UUD 1945 dan diengkapi oleh pasa 2 UUD 1945. Jalur kedua adalah jalur orientasi, yang
menghubungkan sila-sila dalam Pancasila. Pada dasarnya para pelopor tersebut menafsirkan
SEP sebagai sistem ekonomi yang berorientasi pada sila I, II, III, IV, dan V.
· Cabang-cabang yang penting bagi negara dan menguasai asas hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.
· Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan dikuasai oleh negara serta
dipergunakan sebaik-baiknya atau sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.
· Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta
mempunyai hak dalam kepentingan masyarakat.
· Hak milik perorangan di akui dan di manfaatkannya serta tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan masyarakat.
· Potensi, inisiatif, dan daya kreasi warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-
batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
· Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara (UUD 1945 Pasal 34).
a. Kelebihan
· Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan mengusasi hajat hidup rakyat
banyak dikuasai oleh negara.
· Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
· Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta
mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
· Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan masyarakat.
· Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara diperkembangkan sepenuhnya
dalam batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
b. Kekurangan
Adapun ciri negatif yang harus dihindari dalam sistem perekonomian kita karena bersifat
kontradiktif dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia adalah sebagai berikut.
-Sistem ”Free Fight Liberalism”, yang menumbuhkan eksploitasi manusia dan bangsa lain.
-Sistem ”Etatisme”, negara sangat dominan serta mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit
ekonomi di luar sektor negara.
-Pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan
masyarakat.
5. Pembangunan Ekonomi
Struktur ekonomi yang seimbang di mana terdapat kemauan dan kekuatan industry yang maju
yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh. Dengan prinsip bahwa
repelita terdahului mempunyai sasaran untuk menaikkan tingkat hidup dan kesejahteraanrakyat
banyak serta untuk menciptakan landasan bagi repelita berikutnya, maka struktur ekonomi yang
seimbang itu akan dicapai secara bertahap melalui pelaksanaan serangkaian repelita ialah:
1) Repelita pertama: meletakkan titik berat pada sector pertanian dan industry yang
mendukung sector pertanian.
2) Repelita kedua: meletakkan titik berat pada sector pertanian dengan meningkatkan
industry yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
3) Repelita ketiga: meletakkan titik berat pada sector pertanian menuju swasembada
pangan dan meningkatkan industry yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi.
4) Repelita keempat: meletakkan titik berat pada sector pertanian untuk melanjutkan
usaha-usaha swasembada pangan dengan meningkatkan industry yang dapat menghasilkan
mesin-mesin industry sendiri, baik industry berat maupun industry ringan yang akan terus
dikembangkan dalam repelita selanjutnya.
Dengan meningkatkan bidang industry dan pertanian secara bertahap seperti diatas, akan
terpenuhilah kebutuhan pokok rakyat dan akan tercapailah struktur ekonomi yang seimbang,
yaitu struktur ekonomi dengan titik berat kekuatan industry yang didukung oleh bidang pertanian
yang kuat, setelah dilampaui pembangunan lima tahun yang kelima dan keenam akan menjadi
landasan bidang ekonomi untuk mencapai tujuan nasional, yaitu masyarakat adil dan makmur
berdasarkan pancasila.[3]
Pengembangan dan peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) terdiri atas beberapa
kriteria kualitas SDM yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
2) Mampu menggunakan ilmu dan teknologi untuk mengolah sumber daya alam secara
efektif, efisiensi, lestari, dan berkesinambungan,
Penciptaan kesejahteraan yang merata berakses pada sumber ekonomi, dunia kerja,
pendidikan, kesehatan, dan informasi. Peningkatan kesejahteraan selalu dihadapkan kepada
permasalaha, bagaimana kita memadukan nilai-nilai ekonomis yang akan berkembang menjadi
etos ekonomis dengan nilai-nilai etis pancasila?
Dalam dunia ilmu ekonomi telah dikatakan jarang ditemukan pakar ekonomi yang
mendasarkan pemikiran pengembangan ekonomi atas dasar moralitas kemanusiaan dan
ketuhanan. Sehingga lazimnya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas,
dan akhirnya yang kuatlah yang menang. Hal ini sebagai implikasi dari perkembangan ilmu
ekonomi pada akhir abad ke-18 menumbuhkan ekonomi kapitalis. Atas dasar kenyataan objektif
inilah maka di Eropa pada awalabad ke-19 muncullah pemikiran sebagai reaksi atas
perkembangan ekonomi tersebut yaitusosialisme komunisme yang memperjuangkan nasib
kaum proletar yang ditindas oleh kaum kapitalis. Oleh karena itu kiranya menjadi sangat penting
bahkan mendesak untuk dikembangkan system ekonomi yang mendasarkan pada moralitas
huamnsitik, ekonomi yang berkemanusiaan.
1. Pengertian Reformasi
Kata reformasi dalam bahasa Inggris reform, yang berarti memperbaiki atau memperbaharui.
Reformation berarti, perubahan ke arah perbaikan sesuatu yang baru. Perubahan ini dapat
meliputi segala hal, berupa sistem, mekanisme, aturan, kebijakan, tingkah laku, kebiasaan,
cara-cara, atau praktik yang selama ini dinilai tidak baik dan diubah menjadi baik.
Kata "reformasi" yang sering dikumandangkan dalam diskusi maupun dalam perbincangan di
kampus-kampus semakin menjadi jargon populer di kalangan mahasiswa. Satu kata "reformasi"
mampu mengakumulasikan aspirasi perjuangan mahasiswa dan semakin membahana di
seluruh Indonesia.
Demikian pula halnya dengan gerakan yang diinginkan para mahasiswa Indonesia. Dengan
menyebut satu kata "reformasi," mahasiswa sudah dapat mengakumulasikan protes-protesnya
terhadap berbagai kebijakan pemerintah Orde Baru, terutama dalam bidang politik, ekonomi,
dan hukum yang selama ini dipenuhi banyak penyimpangan. Tiga masalah ini merupakan
pangkal dari multi-krisis yang menimpa Indonesia.
Kata reformasi tidak muncul begitu saja. Kata ini sudah ada jauh sebelumnya dan tidak lagi
asing di telinga mahasiswa dan menjadi penting ketika mahasiswa melihat kondisi politik,
ekonomi, dan hukum mulai dirasakan sebagai penyebab terjadinya puncak krisis yang menimpa
bangsa Indonesia.
Gerakan reformasi muncul dari gerakan keagamaan pada abad ke-16, berkembang dalam
lingkungan gereja dan masyarakat Eropa Barat. Pencetusnya, Martin Luther, seorang rahib di
Jerman yang banyak terpengaruh oleh kehidupan lingkungannya, baik pengalaman-
pengalaman yang diperolehnya secara individual maupun pengalaman-pengalaman dan
lingkungan kemasyarakatannya di Eropa.
Saat ini Indonesia tengah berada pada era reformasi yang telah diperjuangkan sejak tahun
1998. ketika gerakan reformasi melanda Indonesia maka seluruh tatanan kehidupan dan praktik
politik pada era Orde Baru banyak mengalami keruntuhan. Bangsa Indonesia ingin menata
kembali (reform) tatanan kehidupan yang berdaulat, aman, adil, dan sejahtera. Tatanan
kehidupan yang berjalan pada era orde baru dianggap tidak mampu memberi kedaulatan dan
keadilan pada rakyat. Namun dalam mencapai terwujudnya reformasi bangsa Indonesia harus
mangalami berbagia dampak, baik dampak sosial, politik, ekonomi, terutama kemanusiaan.
Berbagai gerakan bermunculan yang disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan, yang banyak
menelan korban terlebih rakyat kecil yang tidak berdosa yang mendambakan adanya kehidupan
penuh kedamaian ketentraman serta kesejahteraan.
Banyak sekali tragedi yang melanda bangsa Indonesia akibat dari pergolakan reformasi,
antara lain peristiwa amuk masa diJakarta, Tangerang, Solo, Jawa Timur, Kalimantan serta
daerah lainya. Bahkan tragedi pembersihan etnis juga terjadi di beberapa daerah, antara lain
Dili, Kupang, Ambon, Kalimantan Barat dan masih banyak lagi daerah lainnya. Dampak yang
sangat mencolok adalah perekonomian semakin memprihatinkan, banyak p[erusahaan maupun
perbankan yang gulung tikar sehingga banyak pekerja atau tenaga kerja potensial di PHK,
jumlah pengangguran meningkat. Yang sangat disayangkan adalah kalangan elit politik sama
sekali tidak menghiraukan jeritan kemanusiaan tersebut.
Namun demikian ada satu yang tersisa dari keterpurukan bangsa Indonseia, yaitu
keyakinan akan nilai yang dimilikinya, yaitu nilai yang berakar dari pandangan hidup bangsa
indonesia yaitu nilai-nilai Pancasila. Jadi reformasi yang dilakukan bangsa Indonesia adalah
menata kehidupan bangsa dan negara dalam suatu sistem negara dibawah nilai-nilai Pancasila,
bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu
Pancasila sangat tepat sebagai paradigma, acuan, kerangka dan tolak ukur gerakan reformasi
di Indonesia.
Dengan Pancasila sebagai paradigma reformasi, gerakan reformasi harus diletakkan dalam
kerangka Perspektif sebagai landasan sekaligus sebagai cita-cita. Sebab tanpa suatu dasar
dan tujuan yang jelas reformasi akan mengarah pada suatu gerakan anarki, kerusuhan,
disintegrasi, dan akhirnya mengarah pada kehancuran bangsa. Reformasi dengan Paradigma
Pancasila rincianya sebagai berikut :
a. Reformasi yang berketuhanan YME, artinya gerakan reformasi berdasarkan pada moralitas
ketuhanan dan harus mengarah pada kehidupan yang baik sebagai manusia makhluk Tuhan.
b. Reformasi yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, gerakan reformasi
berlandaskan pada moral kemanusiaan yang luhurdan sebagai upaya penataan kehidupan
yang penuh penghargaan atas harkat dan martabat manusia.
c. Reformasi yang berdasarkan nilai Persatuan. Artinya, gerakan reformasi harus menjamin
tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan. Gerakan reformasi yang
menghindarkan diri dari praktik dan perilaku yang dapat menciptakan perpecahan dan
disintegrasi bangsa.
e. Reformasi yang bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya,
gerakan reformasi harus memiliki visi yang jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat. Perlu disadari bahwa ketidakadilanlah penyebab kehancuran suatu bangsa.
Oleh karena itu bilamana bangsa Indonesia meletakkan sumber nilai, dasar filosofi serta
sumber norma kepada nilai-nilai tersebut bukanlah suatu keputusan yang politisi saja melainkan
keharusan yang bersumber pada kenyataan obyektif pada bangsa indonesia sendiri.
Perubahan yang dilakukan reformasi dalam berbagai bidang sering diteriakkan dengan jargon
reformasi total tidak mungkin melakukan perubahan terhadap sumbernya itu sendiri. Opleh
karena itu reformasi harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform atau landasan yang
jelas dan bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan Paradigma
Reformasi Total tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa Pancasila sebagai paradigma mempunyai
kaitan yang erat dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena
Pancasila mempunyai peran yang sangat penting dalam berbagai bidang seperti dalam bidang
hukum, ekonomi, sosial budaya, dan juga pembangunan.
Pancasila sebagai paradigma bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ini dimaksudkan untuk
dipergunakan sebagai acuan setiap warganegara utamanya para penyelenggara negara dan
pemerintahan dalam menentukan kebijakan, melaksanakan kegiatan dan mengadakan evaluasi
hasilnya serta dalam menghadapi berbagai dinamika perubahan. Paradigma Kehidupan
Bangsa Indonesia ini akan dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk yang lebih rinci sehingga
akan memudahkan bagi imple- mentasinya.
Daftar pustaka
Kaelan, 2008, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
Albani, Syukri, M., 2009, Indonesia dalam Bingkai Pancasila, Wal Ashri Publishing, Medan.
Syarbaini, Syahrial, 2004, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, Ghalia Indonesia, Bogor.
[1] Prof. DR. Kaelan, M.S, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2008), h. 231.
[2] M. Syukri Albani Nst, SH.I, MA, Indonesia dalam Bingkai Pancasila (Medan: Wal Ashri
Publishing, 2009), h. 26.
[3] Prof. Darjii Darmodiharjo, S.H dkk., Santiaji Pancasila (Surabaya: Usaha Nasional, 1990), h.
88.
[4] Drs. Syahrial Syarbaini, M.A, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2004), h. 170.