Anda di halaman 1dari 83

Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-1

BAB II
STUDI PUSTAKA

2.1 TINJAUAN UMUM

Studi Pustaka adalah sebuah telaah atau pembahasan suatu materi


berdasarkan pada bahan-bahan yang berasal dari buku referensi maupun sumber-
sumber lain yg bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan. Dari studi pustaka
ini diperoleh ketentuan-ketentuan yang diperlukan dalam studi kelayakan dalam hal
ini adalah studi kelayakan simpang Jatingaleh Semarang.
Studi pustaka berisi uraian global metode penyelesaian, pemilihan alternatif
solusi dan pemakaian rumus-rumus yang berkaitan dengan permasalahan sesuai
topik Laporan Tugas Akhir ini.
Suatu arus lalu lintas dapat dikatakan lancar apabila arus lalu lintas tersebut
dapat melewati suatu ruas jalan atau persimpangan tanpa mengalami hambatan atau
gangguan dari jalan ataupun arah lain, sehingga pada jaringan jalan tersebut tidak
mengalami masalah lalu lintas. Masalah lalu lintas yang timbul di jalan raya dapat
disebabkan oleh banyak faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi serta keamanan
perjalanan di jalan raya. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan masalah tersebut
secara garis besar yaitu :
1. Faktor jalan (fisik)
2. Faktor lalu lintas (kendaraan)
3. Faktor manusia (pengemudi dan pemakai jalan)
4. Fasilitas jalan
Dalam mengevaluasi masalah kemacetan yang terjadi pada suatu ruas jalan
perkotaan, jaringan jalan yang akan dievaluasi meliputi :
1. Jalan perkotaan (urban road)
2. Persimpangan, meliputi :
a. Persimpangan Sebidang (jalan raya-jalan raya)
1) Persimpangan tanpa lampu (unsignalised intersection)
2) Persimpangan dengan lampu (signalised intersection)

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-2

b. Persimpangan tidak sebidang (jalan raya-jalan raya)


c. Persimpangan sebidang (jalan raya-jalan rel)
d. Persimpangan tidak sebidang (jalan raya-jalan rel)
e. Persimpangan dengan bundaran (roundabout)
Adapun masalah-masalah yang akan dianalisis meliputi hal-hal yang
menyangkut aspek fisik dan non-fisik jalan yaitu :
1. Kapasitas jalan
2. Tingkat pelayanan
3. Tundaan dan panjang antrean

2.2 JALAN PERKOTAAN

Jalan merupakan prasarana perhubungan yang mempunyai kedudukan dan


memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan Nasional. Dalam Undang-
Undang RI No. 38 tahun 2004 tentang Jalan, ditetapkan pengertian jalan adalah
prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau
air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Jalan pada dasarnya mempunyai dua fungsi dasar yang saling bertentangan,
karena disatu pihak harus lancar dan disisi lain harus memberikan kemudahan untuk
penetrasi ke dalam lahan, yaitu :
1. Untuk menggerakkan volume lalu lintas yang tinggi secara efisien dan aman
2. Untuk menyediakan akses bagi lahan disekitarnya
Hal yang penting dari jalan adalah kelancaran, tidak terganggu dan kecepatan
arus lalu lintas yang konstan. Jika jalan memiliki akses yang tinggi, maka akan
banyak kendaraan yang memperlambat kecepatannya dan membelok keluar jalan,
sedangkan kendaraan lainnya memasuki jalan pada kecepatan yang rendah sebelum
melakukan percepatan. Akses yang tinggi dan kecepatan yang tinggi adalah saling
bertentangan. Jalan harus digunakan hanya salah satu dari kedua fungsi tersebut
tetapi bukan untuk kedua-duanya.
Jalan perkotaan (urban road) adalah jalan yang mempunyai perkembangan
yang permanen dan menerus sepanjang tahun untuk seluruh atau hampir seluruh

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-3

jalan, minimal pada satu sisi jalan tersebut dengan jumlah penduduk lebih dari
100.000 jiwa. Indikasi penting lebih lanjut tentang jalan perkotaan adalah
karakteristik arus lalu lintas puncak pada pagi dan sore hari secara umum lebih tinggi
dan terdapat perubahan dalam komposisi lalu lintasnya komposisi kendaraan pribadi
(LV) dan sepeda motor (MC) lebih tinggi daripada truk berat (HV). Indikator lain
yang membantu adalah pada jalan perkotaan terdapat kereb. Dan selain definisi di
atas, maka jalan tersebut dinamakan jalan luar kota. (MKJI 1997)
Tujuan analisa perencanaan jalan perkotaan adalah untuk menentukan lebar
jalan yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat kinerja yang diinginkan pada
tahun rencana tertentu, misalnya 5, 10, 15 tahun dan sebagainya. Ini dapat berupa
lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur, tetapi dapat juga untuk memperkirakan
pengaruh perubahan perencanaan, seperti membuat median atau bahu jalan.
Jalan perkotaan dapat dibedakan menjadi beberapa macam tipe jalan, macam-
macam tipe jalan perkotaan adalah sebagai berikut : (MKJI 1997)
1. Jalan dua lajur dua arah (2/2 UD)
2. Jalan empat lajur dua arah tak terbagi, yaitu tanpa median (4/2 UD)
3. Jalan empat lajur dua arah terbagi, yaitu dengan median (4/2 D)
4. Jalan enam lajur dua arah terbagi (6/2 D)
5. Jalan satu arah

2.2.1 Klasifikasi Jalan Perkotaan

Klasifikasi jalan perkotaan secara umum dapat dibedakan menurut


fungsi jalan, kelas jalan dan dimensi kendaraan maksimum ( panjang dan
lebar ), penjelasan lebih tentang hal ini dapat dilihat pada uraian dibawah :
1. Klasifikasi jalan perkotaan menurut fungsinya terbagi atas :
a) Jalan Arteri, yaitu jalan umum yang melayani angkutan utama dengan
ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.(UU RI No. 38 Tahun 2004)
b) Jalan Kolektor, yaitu Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. (UU RI
No. 38 Tahun 2004)

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-4

c) Jalan Lokal, yaitu Jalan yang melayani angkutan setempat dengan


cirri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah
jalan masuk tidak dibatasi. (UU RI No. 38 Tahun 2004)
d) Jalan Lingkungan, yaitu Jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan
kecepatan rata-rata rendah. (UU RI No. 38 Tahun 2004)

2. Klasifikasi jalan perkotaan menurut kelas jalan


Klasifikasi jalan perkotaan menurut kelas jalan berkaitan dengan
kemampuan jalan untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam
muatan sumbu terberat ( MST ) dalam satuan ton.
Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan
Fungsi Kelas Muatan Sumbu Terberat
MST ( ton )
I >10
Arteri II 10
III A 8

III A 8
Kolektor
III B 8

Lokal III C 8

*)Sumber : Standar Geometri Jalan Perkotaan ( ruas jalan ), RSNI T-14-


2004

3. Klasifikasi jalan perkotaan menurut dimensi kendaraan maksimum

Tabel 2.2 Klasifikasi Menurut Dimensi Kendaraan Maksimum


Fungsi Kelas Dimensi kendaraan maksimum

Panjang ( m ) Lebar ( m )
I 18 2,5
Arteri II 18 2,5
III A 18 2,5

III A 18 2,5
Kolektor
III B 12 2,5

Lokal III C 9 2,1

*)Sumber : Standar Geometri Jalan Perkotaan ( ruas jalan ), RSNI T-14-


2004

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-5

2.2.2 Sistem Jaringan Jalan Kota Semarang

Letak geografis kota Semarang yang sangat strategis baik dalam skala
nasional maupun regional menyebabkan pola dan jenis pergerakan yang ada
di Kota Semarang tidak hanya terkonsentrasi terhadap kebutuhan lokal, akan
tetapi mempunyai rangkaian terkait dengan pergerakan regional dan nasional.
Sistem jaringan jalan di wilayah Kota Semarang dilalui jalur utama yang
menghubungkan wilayah-wilayah penting baik antar propinsi maupun di
dalam propinsi Jawa Tengah. Kedudukan kota ini berpengaruh terhadap
kepadatan lalu lintas yang melalui Kota Semarang.
Struktur ruang dan tata guna lahan Kota Semarang menyebabkan
dibutuhkannya suatu struktur jaringan jalan yang mampu melayani berbagai
aktifitas yang timbul antar pusat-pusat aktifitas (pusat-pusat pengembangan
kota).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka pola jaringan
transportasi (dalam hal ini jaringan jalan) yang dianggap paling sesuai dalam
memenuhi kebutuhan baik dalam skala lokal maupun regional tersebut adalah
pola jaringan jalan “ jari-jari dan lingkar “ atau “ ring and radial pattern “
(RTRW Kota Semarang Tahun 2000, Bappeda Kota Semarang). Pola jaringan
transportasi tersebut diterapkan berdasarkan prinsip-prinsip utama yaitu :
1. Pemisahan lalu lintas antar kota dengan lalu lintas dalam kota
2. Pemisahan lalu lintas berat, sedang, dan ringan
3. Membebaskan pusat kota dan perumahan dari lalu lintas menerus
4. Pengaturan penggunaan jalan sesuai dengan klasifikasi jalan yang
bersangkutan
5. Adanya fungsi hirarki dari fungsi jalan

Sehubungan dengan pola jaringan jalan “ jari-jari dan lingkar ” atau


“ ring and radial pattern ” (RTRW Kota Semarang Tahun 2000, Bappeda
Kota Semarang), maka jalan-jalan yang ada di Kota Semarang dibedakan
menjadi beberapa sistem jaringan jalan yaitu :

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-6

1. Jalur lingkar dalam


Yang mengitari lingkungan pusat kota berfungsi sebagai jalur penanpung
dan pembagi arus di pusat kota, melingkari Jl. Toll Seksi C, jalan antara
pertemuan Jl. Toll Seksi C dan Jl. Toll Seksi A Jatingaleh, Jl. Toll Seksi
B, Jl. Arteri Lingkar Utara, dan Jl. Usman Janatin
2. Jalur lingkar luar
Yang menjadi penampung arus kegiatan regional yang masuk dari jalan
radial. Fungsinya menampung arus lalu lintas internal ke eksternal atau
sebaliknya. Jalur ini sangat penting untuk membebaskan daerah pusat
kota dari arus kendaraan berat baik kendaraan barang atau bus-bus antar
kota. Jalur yang direncanakan adalah Jl. Genuk – Pedurungan, Jl. Tegal
Kangkung, dan Jl. Kedungmundu Raya
3. Jalur radial
Sebagai radial regionalterdapat 5 jalur yaitu : ke Pekalongan/Jakarta, ke
Boja, ke Surakarta, ke Purwodadi, dan ke Demak/Kudus. Untuk
kepentingan lokal sendiri dikembangkan jalur radial lokal antara lain jalur
Mijen ke Ngalian, jalur dari Gunung Pati ke Manyaran, dari desa Patemon
ke Manyaran, dari Sekaran ke Sampangan
Pola hubungan dari konstelasi antara kutub pengembangan dengan
pusat-pusat pengembangan maupun arah pengembangan yang direncanakan
untuk Kota Semarang menyebabkan terdapatnya beberapa jaringan jalan yang
menjadi pusat pelayanan terhadap bebagai aktifitas yang timbul. Jaringan
jalan yang menghubungkan antara kutub pengembangan dengan pusat-pusat
pengembangan menjadi semacam koridor utama dan pusat pelayanan lalu
lintas. Beberapa jaringan jalan yang mempunyai peranan semacam itu antara
lain :
1. Arah barat : Jl. Raya Semarang – Kendal hingga
Jl. Sugiyopranoto
2. Arah timur : Jl. Kaligawe
3. Arah timur – tenggara : Jl. Brig. Sugiarto ( Jl. Majapahit ),
Jl. Brig. Katamso
4. Arah selatan : Jl. Setia Budi, Jl. Teuku Umar, Jl. Dr. Wahidin,
Jl. Sultan Agung

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-7

Adapun rencana fungsi jaringan jalan di Kota Semarang menurut


RTRW Kota Semarang tahun 2000 adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Arteri Primer
Menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan,
meliputi : Jalan Raya Semarang Kendal – Jl. Siliwangi – Jl. Yos Sudarso
– Jl. Usman Janatin – Pertigaan Jl. Kaligawe, Jalan Raya Kaligawe
(pertigaan jalan toll Seksi B) – Batas Kota Semarang, Jalan Toll Seksi A
(Jatingaleh – Srondol) – Jalan Toll Seksi B (Jatingaleh – Krapyak), Jalan
Toll Seksi C (Kaligawe – Jangli), Jalan Toll Semarang – Solo, Jalan
melintasi kawasan industri Terboyo – Pertigaan Genuk – Pertigaan Jl.
Brigjen. Sudiarto – Pudak Payung – Perempatan Jalan Raya Mijen –
Pertigaan Podorejo – Jl. Koptu Suyono, Jl. Abdulrachman Saleh – Jalan
Toll Semarang Kendal, Jl. Brigjen. Sudirto, Jalan Perintis Kemerdekaan.
2. Fungsi Arteri Sekunder
Menghubungkan antar bagian wilayah, dan fungsi lainnya sebagai
alternatif dari jalan arteri primer, meliputi : Jl. Jend. Soedirman – Jl. Mgr.
Sugiyopranoto – Jl. Pandanaran – Simpang Lima – Jl. Ahmad Yani – Jl.
Brijen. Katamso – Jl. Majapahit, Jl. Ronggo Warsito – Jl. Pengapon – Jl.
R. Patah – Jl. Widoharjo – Jl. Dr. Cipto – Jl. Kompol Maksum – Jl.
Mataram – Jl. Dr. Wahidin – Jl. Teuku Umar – Jl. Setia Budi, Jl. Raya
Kaligawe, Jl. Merak – Jl. Mpu Tantular – Jl. Jl. Kol. Sugiono – Jl. Imam
Bonjol – Jl. Indraprasta, Jl. Dr. Sutomo – Jl. S. Parman – Jl. Sultan
Agung, Jl. Citarum – Pedurungan, Jl. Tentara Pelajar – Jl. Raya
Kedungmundu, Jl. Sisingamangaraja – Jl. Papandayan – Jl. WR.
Supratman, Jl. Sungaigarang – Jl. Kelud Raya – Jl. Menoreh Raya – Jl.
Dewi Sartika – Jl. Raya Sekaran Gunungpati, Jl. Jangli – Jl. Raya
Sendangmulyo, Jl. Abdulrachman Saleh (dari pertigaan Jl. Suratmo) – Jl.
Raya Manyaran Gunungpati, Jrakah – Perempatan Jl. Lingkar Mijen, Jl.
Lingkar Utara Semarang Kendal, Jl. Hanoman Raya – Jl. Lingkar Utara
Semarang Kendal, Jl. Gatot Subroto.
3. Fungsi Kolektor Primer
Menghubungkan antar pusat-pusat kegiatan dengan bagian wilayah kota
lain, meliputi : Jl. Pramuka, Jl. Raya Gunungpati – Ungaran, Jl.

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-8

Cangkiran – Gunungpati, Jl. Padaan – Jl. Pakis – Kabupaten Kendal,


Perempatan Jl. Kuripan dan Jl. Kyai Padak – Jl. Di Kelurahan
Wonoplumbon, Jl. Raya Ring Road Mijen – Boja.
4. Fungsi Kolektor Sekunder
Menghubungkan antar pusat kegiatan antar bagian wilayah kota, meliputi
: Jl. Pemuda, Jl. Hasanudin, Jl. MH. Tamrin, Jl. Gajah Mada, Jl. Pahlawan
– Jl. Diponegoro, Jl. Sriwijaya – Jl. Veteran, Jl. Letjen. Suprapto, Jl.
Cendrawasih – Jl. MT. Haryono, Jl. Mayjen. Sutoyo – Jl. DI. Panjaitan –
Jl. Kartini – Jl. Kelurahan Sambirejo – Pertigaan Jl. Gajah Mada, Jl.
Gajah – Jl. Lamper Tengah, Jl. Supriyadi, Jl. Inspeksi Sungai Babon – Jl.
Brigjen. Sudiarto – Jl. Sendangmulyo, Jl. Raya Kelurahan Karangroto, Jl.
Raya Kudus, Jl. Padi Raya, Jl. Jl. Muktiharjo, Jl. Meteseh – Jl.
Sendangmulyo, Jl. Prof. Sudarto, SH – Jl. Meteseh – Jl. Kedungmundu,
Jl. Gombel Lama, Jl. Gombel Lama – Jl. Tinjomoyo – Jl. Sekaran,
Pertigaan Jl. Setia Budi dengan Jl. Toll Seksi A – Jl. Jatibarang, Jl.
Pamularsih – Jl. Simongan, Jl. Di Kelurahan Mangunsari (Gunungpati),
Jl. Di Kelurahan Cepoko (Gunungpati), Jl. Di Kelurahan Cangkiran
(Mijen), Jl. Mijen – Jl. Nongko Lanang – Jl. Kyai Padak, Jl. Wates, Jl.
Kedungpane hingga Jl. Koptu. Suyono, Jl. Di Lingkungan Kawasan
Industri Tugu.

Mengacu pada RTRW Kota Semarang Jalan Dr. Setia Budi – Jalan
Teuku Umar merupakan jaringan jalan dengan fungsi jalan arteri sekunder,
karena jalan ini menghubungkan antara kawasan primer (pusat Kota
Semarang) dengan kawasan sekunder I (Banyumanik dan Sekitarnya).

2.2.3 Tingkat Pelayanan Ruas Jalan (LOS)

Tingkat pelayanan umumnya digunakan sebagai ukuran dari pengaruh


yang membatasi akibat peningkatan volume. Setiap ruas jalan dapat
digolongkan pada tingkat tertentu yang mencerminkan kondisi pada
kebutuhan volume pelayanan tertentu. Dua tolak ukur terbaik untuk melihat
tingkat pelayanan pada suatu kondisi lalu lintas terganggu adalah kecepatan

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-9

operasi atau kecepatan perjalanan dan perbandingan antara volume dan


kecepatan yang disebut ratio. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau
kinerja dari sistem operasi ini, maka ada beberapa parameter yang bisa
dilihat, yaitu yang pertama menyangkut ukuran kuantitatif yang dinyatakan
dengan tingkat pelayanan, dan yang kedua yang lebih bersifat kualitatif dan
dinyatakan dengan mutu pelayanan. Konsep tingkat pelayanan dikembangkan
untuk penggunaan di Amerika Serikat dan definisi LOS tidak berlaku secara
langsung di Indonesia. Dalam hal ini kecepatan dan derajat kejenuhan dapat
digunakan sebagai indikator tingkat pelayanan. Adapun faktor-faktor yang
terdapat pada tingkat pelayanan antara lain :
1. Kapasitas
Kapasitas dinyatakan sebagai jumlah penumpang atau barang yang bisa
dipindahkan dalam satuan waktu tertentu, misalnya orang/jam atau
ton/jam. Dalam hal ini kapasitas atau ukuran tempat sarana transportasi
dan kecepatan, serta mempengaruhi besarnya tenaga gerak yang
dibutuhkan.
2. Aksebilitas
Aksebilitas menyatakan tentang kemudahan orang dalam menggunakan
suatu sarana transportasi tertentu dan dapat berupa fungsi dari jarak
maupun waktu. Suatu sistem transportasi sebaiknya bisa diakses dengan
mudah dari berbagai tempat dan pada setiap saat untuk mendorong orang
menggunakannya dengan mudah.

2.2.4 Analisa Kinerja Jalan Perkotaan

1. Data Masukan
a. Data Umum
1) Penentuan segmen jalan, yaitu panjang jalan yang mempunyai
karakteristik yang serupa pada seluruh panjangnya.
2) Data identifikasi segmen meliputi : ukuran kota, tipe daerah
(pemukiman, komersial, akses terbatas), panjang segmen, tipe
jalan (4/2 D, 4/2 UD, 2/2 UD) dan periode waktu analisa.

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-10

b. Kondisi Geometrik
1) Rencana situasi meliputi : sketsa alinyemen horizontal, tata guna
lahan dan marka jalan.
2) Penampang melintang jalan meliputi : lebar jalur jalan tiap arah,
lebar bahu efektif (WS), dan median jalan.
Untuk menghitung bahu efektif adalah sebagai berikut :
Jalan tak terbagi (UD) : WS = (WS + WSB)/2
Jalan terbagi (D) : WS1 = WSAO + WSAI (pada arah 1)
: WS2 = WSBO + WSBI (pada arah 2)
Jalan satu arah : WS = WSA + WSB
Keterangan :
WSAI : lebar bahu dalam sisi A
WSAO : lebar bahu luar sisi A
3) Kereb sebagai batas antara jalur lalu lintas dengan trotoar
berpengaruh terhadap dampak hambatan pada kapasitas dan
kecepatan.
4) Bahu Jalan : terdapat bahu luar dan bahu dalam, fungsinya adalah
untuk memberikan kebebasan samping, tempat pemberhentian
darurat, meminimalkan efek kendaraan mogok, tempat
pemasangan rambu lalu lintas dan lain-lain.
5) Median yang mempunyai fungsi sebagai pembatas arus lalu lintas
yang berlawanan arah, tempat pemasangan rambu/kolom
jembatan, cadangan pelebaran jalan. Bentuknya bias berupa tanah
terbuka atau konstruksi khusus dengan lebar antara 0,25 m s/d
10 m.
6) Saluran drainase, berupa saluran tepi terbuka atau tertutup
berbentuk empat persegi panjang, bujur sangkar, trapezium, atau
U, V dan dirancang berdasarkan ketentuan hidrologi.
7) Kondisi pengaturan lalu lintas meliputi : batas kecepatan,
pembatasan masuk untuk tipe kendaraan tertentu, pembatasan
parkir untuk waktu tertentu, pembatasan berhenti untuk periode
waktu tetentu, dan alat pengatur lalu lintas.

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-11

c. Kondisi lalu lintas


Arus dan komposisi lalu lintas meliputi penentuan arus jam rencana
(km/jam) dan menetukan Ekivalensi mobil penumpang (Emp). Cara
menetukan Ekivalensi mobil penumpang (Emp) untuk jalan perkotaan
tak terbagi adalah seperti pada Tabel 2.3, sedangkan untuk jalan
perkotaan terbagi dan satu arah seperti pada Tabel 2.4.

Tabel 2.3 Penentuan Emp Untuk Jalan PerkotaanT Terbagi

Emp
Arus lalu
Lintas MC
Tipe Jalan :
Toatal dua
Jalan tak Terbagi
Arah HV Lebar Jalur lalu lintas WS
( Kend/jam ) (m)
≤6 ≤6
Dua lajur Tak
0 1,3 0,50 0,40
terbagi
≥ 1800 1,2 0,35 0,25
( 2/2 UD )
Empat lajur tak
0 1,3 0,40
terbagi
≥ 3700 1,2 0,25
( 4/2 UD )
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Tabel 2.4 Penentuan Emp Untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan


Satu Arah
Emp
Tipe Jalan : Arus lalu lintas
Jalan satu arah dan jalan per lajur
terbagi ( kend/jam ) HV MC

Dua lajur satu arah ( 2/1 ) dan 0 1,3 0,40


Empat lajur terbagi ( 4/2 D ) 1050 1,2 0,25
Tiga lajur satu arah ( 3/1 ) dan 1 1,3 0,40
Enam lajur terbagi ( 6/2 D ) ≥ 1100 1,2 0,25
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

d. Hambatan Samping
Interaksi antara arus lalu lintas dan kegiatan di samping jalan yang
berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan. Hambatan samping
yang berpengaruh diantaranya :
1. Pejalan kaki : bobot = 0,5
2. Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti : bobot = 1,0
3. Kendaraan lambat (missal, becak kereta kuda) : bobot = 0,4

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-12

4. Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan : bobot =


0,7

Tingkat hambatan samping dikelompokkan dalam lima kelas dari


sangat rendah sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekuensi
kejadian hambatan samping sepanjang segmen jalan yang diamati.
Kelas hambatan samping dapat dilihat dari Tabel 2.5 di bawah ini :

Tabel 2.5 Penentuan Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan


Kelas Jumlah Kejadian
Ko
Hambatan per 200 m per Kondisi Khusus
de
Samping jam (dua sisi)
Sangat rendah VL < 100 Daerah pemukiman, jalan dengan
jalan samping
Rendah L 100 – 299 Daerah pemukiman, beberapa
kendaraan umum, dsb
Sedang M 300 – 499 Daerah industri, beberapa toko di
sisi jalan
Tinggi H 500 – 899 Daerah komersil dengan aktifitas
sisi jalan tinggi
Sangat tinggi VH > 900 Daerah komersil dengan aktifitas
pasar di samping jalan
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

2. Kecepatan Arus Bebas


Analisa dengan rumus :
FV = ( FVO + FVW ) x FFVSF x FFVCS .................. (1)

Keterangan :
FV : Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam)
FVO : Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam)
FVW : Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas efektif (km/jam)
FFVSF : Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping
FFVSC : Faktor penyesuaian untuk ukuran kota

Untuk menentukan kecepatan arus bebas dasar untuk jalan perkotaan


adalah seperti pada Tabel 2.6.

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-13

Tabel 2.6 Kecepatan Arus Bebas Dasar ( FVO ) Untuk Jalan


Perkotaan
Kecepatan arus bebas dasar ( FVO )
Type Jalan Kendaraan Kendaraan Sepeda Semua
Ringan Berat Motor Kendaraan
( LV ) ( HV ) ( MC ) ( rata-rata )
6/2 D atau 3/1 61 52 48 57
4/2 D atau 2/1 57 50 47 55
4/2 UD 53 46 43 51
2/2 UD 44 40 40 42
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Untuk penentuan faktor penyesuaian lebar jalur efektif pada kecepatan


arus bebas pada jalan perkotaan terdapat dalam Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Efektif ( FVW ) Pada


Kecepatan Arus Bebas Untuk Jalan Perkotaan
Type Jalan Lebar Jalur Efektif ( m ) FVW ( km/jam )
Plat lajur
3,00 -4
Empat lajur terbagi 3,25 -2
atau jalan satu arah 3,50 0
3,75 2
4,00 4
Plat lajur
3,00 -4
Empat lajur tak 3,25 -2
terbagi 3,50 0
3,75 2
4,00 4
Total
5 -9,5
6 -3
7 0
Dua lajur tak terbagi
8 3
9 4
10 6
11 7
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Cara menentukan faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping


dan lebar bahu pada kecepatan arus bebas untuk jalan perkotaan dengan
bahu terdapat pada Tabel 2.8.

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-14

Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Untuk Pengaruh Hambatan Samping


dan Lebar Bahu ( FFVSF ) Pada Kecepatan Arus Bebas Untuk Jalan
Perkotaan Dengan Bahu
Faktor penyesuaian untuk hambatan
Kelas samping dan lebar bahu
Type Jalan Hambatan Lebar bahu efektif rata-rata WS
Samping ( SFC ) (m)
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
Rendah 0,98 1,00 1,00 1,03
Empat lajur terbagi
Sedang 0,94 0,97 0,97 1,02
4/2 D
Tinggi 0,89 0,93 0,93 0,99
Sangat Tinggi 0,84 0,88 0,88 0,96
Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03
Empat lajur tak
Sedang 0,93 0,96 0,99 1,02
terbagi 4/2 UD
Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98
Sangat tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95
Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,01
Dua lajur tak
Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00
terbagi
Sedang 0,90 0,93 0,96 0,99
2/2 UD atau jalan
Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95
satu arah
Sangat tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Cara menentukan faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping


dan lebar bahu pada kecepatan arus bebas untuk jalan perkotaan dengan
kereb terdapat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Faktor Penyesuaian untuk Pengaruh Hambatan Samping


dan Jarak Kereb Penghalang ( FFVSF ) Pada Kecepatan Arus Bebas
Untuk Jalan Perkotaan dengan Kereb
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan
Kelas jarak kereb penghalang
Type Jalan Hambatan Lebar ; Kereb-penghalang WK ( m )
Samping ( SFC )
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,02
Rendah 0,97 0,98 0,99 1,00
Empat lajur terbagi
Sedang 0,93 0,95 0,97 0,99
4/2 D
Tinggi 0,87 0,90 0,93 0,96
Sangat Tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92
Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,02
Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00
Empat lajur tak
Sedang 0,91 0,93 0,96 0,98
terbagi 4/2 UD
Tinggi 0,84 0,87 0,90 0,94
Sangat tinggi 0,77 0,81 0,85 0,90
Sangat rendah 0,98 0,99 0,99 1,00
Dua lajur tak terbagi Rendah 0,93 0,95 0,96 0,98
2/2 UD atau jalan Sedang 0,87 0,89 0,92 0,95
satu arah Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88
Sangat tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-15

Cara menentukan faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota pada


kecepatan arus bebas untuk jalan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian Untuk Pengaruh Ukuran Kota


( FFVCS ) Pada Kecepatan Arus Bebas Untuk Jalan Perkotaan
Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
Ukuran Kota ( Juta Penduduk )
( FFVCS )
0,1 0,90
0,1 – 0,5 0,93
0,5 – 1,0 0,95
1,0 – 3,0 1,00
>3 1,03
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

3. Kapasitas
Analisa dengan rumus :
C = CO x FCW x FCSP x FCSF xFCCS ..................... ( 2 )
Keterangan :
C : Kapasitas (smp/jam)
CO : Kapasitas dasar untuk kondisi ideal (smp/jam)
FCW : Faktor penyesuaian lebar jalur arus lalu lintas
FCSP : Faktor penyesuaian pemisah arah
FCSF : Faktor penyesuaian hambatan samping
FCCS : Faktor penyesuaian ukuran kota

Sedangkan penentuan kapasitas dasar untuk jalan perkotaan adalah


seperti terdapat pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11 Kapasitas Dasar ( CO ) Jalan Perkotaan


Kapasitas Dasar
Type Jalan Catatan
( smp/jam )
Empat lajur terbagi atau satu arah 1650 Per lajur
Empat lajur tak terbagi 1500 Per lajur
Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-16

Untuk penentuan lebar jalur lalu lintas pada jalan perkotaan adalah seperti
terdapat pada Tabel 2.12.

Tabel 2.12 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu lintas ( FCW )


Untuk Jalan Perkotaan
Lebar Efektif Jalur
No. Type Jalan FCW
Lalu lintas ( m )
3,00 0,92
3,25 0,96
Empat lajur terbagi atau satu
1 Per lajur 3,50 1,00
arah
3,75 1,04
4,00 1,08
3,00 0,91
3,25 0,95
2 Empat lajur tak terbagi Per lajur 3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
5,00 0,56
6,00 0,87
7,00 1,00
Total kedua
3 Dua lajur tak terbagi 8,00 1,14
arah
9,00 1,25
10,00 1,29
11,00 1,34
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Penentuan faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah seperti


terdapat pada Tabel 2.13.

Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Kapasitas Pemisahan Arah Jalan


Perkotaan
Pemisahan arah SP % - % 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
Dua lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
FCSP
Empat lajur 4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Cara menentukan faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping


dan lebar bahu pada jalan perkotaan dengan bahu dapat dilihat pada
Tabel 2.14.

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-17

Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh


Hambatan Samping dan Lebar Bahu ( FCSF ) Pada Jalan Perkotaan
Dengan Bahu
Faktor penyesuaian untuk hambatan
Kelas
samping dan lebar bahu
Type Jalan Hambatan
Lebar bahu efektif rata-rata WS (m)
Samping ( SFC )
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
Sangat rendah 0,96 0,98 1,01 1,03
Rendah 0,94 0,97 1,00 1,02
Empat lajur terbagi
Sedang 0,92 0,95 0,98 1,00
4/2 D
Tinggi 0,88 0,92 0,95 0,98
Sangat Tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96
Sangat rendah 0,96 0,99 1,01 1,03
Rendah 0,94 0,97 1,00 1,02
Empat lajur tak
Sedang 0,92 0,95 0,98 1,00
terbagi 4/2 UD
Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98
Sangat tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95
Sangat rendah 0,94 0,96 0,99 1,01
Dua lajur tak
Rendah 0,92 0,94 0,97 1,00
terbagi
Sedang 0,89 0,92 0,95 0,98
2/2 UD atau jalan
Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95
satu arah
Sangat tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Penentuan faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan


samping dan jarak kereb-penghalang pada jalan perkotaan dapat dilihat
pada Tabel 2.15.

Tabel 2.15 Faktor Penyesuaian Untuk Pengaruh Hambatan Samping


dan Lebar Bahu ( FCSF ) Pada Jalan Perkotaan Dengan Bahu
Kelas Faktor penyesuaian untuk hambatan
Hambatan samping dan jarak kereb penghalang
Type Jalan
Samping Jarak ; Kereb-penghalang WK ( m )
( SFC ) ≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
Sangat rendah 0,96 0,98 1,01 1,03
Rendah 0,94 0,97 1,00 1,02
Empat lajur terbagi
Sedang 0,92 0,95 0,98 1,00
4/2 D
Tinggi 0,88 0,92 0,95 0,98
Sangat Tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96
Sangat rendah 0,96 0,99 1,01 1,03
Rendah 0,94 0,97 1,00 1,02
Empat lajur tak
Sedang 0,92 0,95 0,98 1,00
terbagi 4/2 UD
Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98
Sangat tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95
Sangat rendah 0,94 0,96 0,99 1,01
Dua lajur tak
Rendah 0,92 0,94 0,97 1,00
terbagi
Sedang 0,89 0,92 0,95 0,98
2/2 UD atau jalan
Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95
satu arah
Sangat tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-18

Penentuan faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota pada jalan


perkotaan dapat dilihat pada Tabel 2.16.

Tabel 2.16 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukuran Kota FCCS


Pada Jalan Perkotaan
Ukuran Kota Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
( Juta Penduduk ) ( FCCS )
< 0,1 0,86
0,1 – 0,5 0,90
0,5 – 1,0 0,94
1,0 – 3,0 1,00
> 3,0 1,04
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

4. Derajat Kejenuhan (DS)


Derajat kejenuhan merupakan perbandingan antara arus total (Q)
dan kapasitas jalan (C) sehingga DS = Q/C .......................(3)
5. Kecepatan (V) dan waktu tempuh rata-rata (TT)
Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang dari
kendaraan ringan (LV). Waktu tempuh rata-rata merupakan perbandingan
antara panjang segmen (L) dengan kecepatan rata-rata ruang LV (V),
sehingga TT = L/V ....................................(4)
(Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen dalam detik dapat
dihitung dengan : TT x 3600)
6. Tundaan
a) Hubungan antara speed dan density
Kecepatan / speed diperoleh dari kecepatan yang terdistribusi dalam
ruang, biasa disebut space mean speed (Us) sedangkan kepadatan /
density merupakan jumlah kendaraan pada panjang ruas jalan tertentu,
hubungan keduanya digambarkan dengan metode Greenshield.
Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan besarnya space mean
speed (Us) adalah sebagai berikut :
L
Us = .....................(5)
1 n
∑ ti
n t =1
Keterangan :

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-19

Us : space mean speed (km/jam)


L : Panjang ruas jalan tertentu (m)
n : Jumlah kendaraan yang lewat
i : Kendaraan ke-I (dari 1-n)
ti : Waktu yang dicatat kendaraan ke-I (detik)
b) Penurunan Kecepatan Kendaraan
Akibat adanya penurunan kecepatan maka flow yang mengalir pada
ruas jalan tersebut akan berkurang dan kepadatan (D) akan
bertambah.

⎡ Us ⎤
D = ⎢1 - ⎥ Dj .....................(6)
⎣ Uf ⎦
Keterangan :
D : Kepadatan (kend/km)
Us : space mean speed (km/jam)
Uf : free flow speed (km/jam)
Dj : density jam (kend/km)

Adapun rumus untuk memperoleh tundaan/delay yang terjadi adalah :


⎡ 1 x flow normal ⎤ ⎡ 1 x flow ⎤
Delay = ⎢ ⎥ − ⎢ 2 ⎥ ........(7)
⎣ 2 ⎦ ⎣ ⎦
Keterangan :
flownormal : Jumlah kendaraan survey pada jam tertentu (kend/jam)
flow = Us x D (kend/jam)
7. Analisa tingkat kinerja lalu lintas dilakukan sebagai berikut :
a) Penentuan kecepatan arus bebas dan kapasitas untuk kondisi dasar
tertentu untuk setiap tipe jalan
b) Perhitungan kecepatan arus bebas dan kapasitas untuk kondisi jalan
sesungguhnya dengan menggunakan tabel berisi faktor penyesuaian
yang ditentukan secara empiris sesuai karakteristik geometrik, lalu
lintas dan lingkungan jalan yang diamati
c) Penentuan kecepatan Sesungguhnya dari kurva kecepatan dan arus
yang dinyatakan dengan derajat kejenuhan (DS)

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-20

8. Penilaian Perilaku Lalu lintas


Dari analisa jalan perkotaan akan diperoleh nilai kapasitas dan
perilaku lalu lintas pada kondisi tertentu yang berkaitan dengan rencana
geometrik, lalu lintas dan lingkungan. Karena hasilnya biasanya tidak
dapat diperkirakan sebelumnya, mungkin diperlukan perbaikan kondisi
yang sesuai dengan keadaan di lapangan sesungguhnya, terutama kondisi
geometrik, untuk memperoleh perilaku lalu lintas yang diinginkan
berkaitan dengan kapasitas, kecepatan dan sebagainya.
Cara yang paling tepat untuk menilai hasilnya adalah dengan
melihat derajat kejenuhan dari kondisi yang diamati, dan membandingkan
dengan pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur fungsional yang
diinginkan dari segmen jalan tersebut. Jika derajat kejenuhan yang
diperoleh terlalu tinggi (DS > 0,75), asumsi yang berkaitan dengan
penampang melintang jalan dapat diubah, dan membuat perhitungan baru.
Perlu diperhatikan bahwa untuk jalan terbagi, penilaian harus dikerjakan
dahulu pada setiap arah untuk sampai pada penilaian yang menyeluruh.

2.3 PERSIMPANGAN

Persinpangan adalah simpul pada jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu


dan lintasan kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masing-masing kaki
persimpangan menggunakan ruang jalan pada persimpangan secara bersama-sama
dengan lalu lintas lainnya. Persimpangan merupakan bagian yang terpenting dari
jalan perkotaan sebab sebagian dari efisiensi, keamanan, kecepatan, biaya operasi
dan kapasitas lalu lintas tergantung pada perencanaan persimpangan. Setiap
persimpangan mencakup pergerakan lalu lintas menerus dan lalu lintas yang saling
memotong pada satu atau lebih dari kaki persimpangan dan mencakup juga
pergerakan perputaran. Pergerakan lalu lintas ini dikendalikan dengan berbagai cara,
tergantung pada jenis persimpangannya.

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-21

2.3.1 Geometrik Persimpangan

Dalam evaluasi geometrik persimpangan menggunakan buku


referensi “ Standar Geometri Jalan Perkotaan Tahun 2004 “ Departemen
Pemukiman dan Prasarana Wilayah Ditjen Tata Perkotaan dan Tata Pedesaan
Direktorat Bina Teknik. Untuk perencanaan jalan raya, bentuk geometriknya
harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat
memberikan pelayanan yang optimal terhadap lalu lintas sesuai dengan
fungsinya.
Jenis-jenis persimpangan yang ada pada setiap jalan raya adalah
cukup beragam, yang ditinjau dari segi struktural dan fungsional. Adapun
ragam jenis persimpangan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Persimpangan jalan raya-jalan raya
a. Persimpangan Sebidang
1) Persimpangan tanpa lampu (Unsignalised Intersection)
2) Persimpangan dengan lampu (Signalised Intersection)
b. Persimpangan tidak sebidang (Interchange)
c. Jalinan
2. Persimpangan jalan raya-jalan rel
a. Persimpangan sebidang
b. Persimpangan tidak sebidang

2.3.2 Persimpangan Sebidang Tak Bersinyal (Unsignalized Intersection)

Persimpangan yang dimaksud adalah persimpangan pada satu bidang


antara dua jalur atau lebih jalan raya. Pada daerah persimpangan ini terjadi
gerakan membelok atau memotong arus lalu lintas lain, dan arus lalu lintas
yang saling berpotongan ini jenisnya sama yaitu arus lalu lintas jalan raya.
Simpang tak bersinyal dengan berlengan 3 dan 4 secara formil
dikendalikan oleh aturan dasar lalu lintas Indonesia yaitu memberi jalan pada
kendaraan yang dari kiri. Ukuran kinerja dapat diperkirakan untuk kondisi
tertentu sehubungan dengan geometri, lingkungan dan lalu lintas. Anggapan

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-22

bahwa simpang jalan berpotongan tegak lurus dan terletak pada alinyemen
datar dan berlaku untuk derajat kejenuhan kurang dari 0,8 – 0,9.
Pada kebutuhan lalu lintas yang tinggi perilaku lalu lintas menjadi
agresif dan ada resiko tinggi bahwa simpang tersebut akan terhalang oleh
pengemudi yang berebut ruang terbatas pada derah konflik. Perilaku lalu
lintas di Indonesia yang diamati pada simpang tak bersinyal dapat berubah
apabila diberi pemasangan dan pelaksanaan rambu lalu lintas “ berhenti “
atau “ beri jalan “ pada persimpangan tak bersinyal, atau melalui penegak
aturan hak jalan lebih dulu dari kiri.
Pada umumnya simpang tak bersinyal dengan pengaturan hak jalan
(prioritas dari sebelah kiri) digunakan di daerah pemukiman perkotaan dan
daerah pedalaman untuk persimpangan antara jalan lokal dengan arus lalu
lintas rendah. Untuk persimpangan dengan kelas dan atau fungsi jalan yang
berbeda, lalu lintas pada jalan minor harus diatur dengan tanda “ yield “,
“ stop “, “ give way “, atau “ jalan pelan-pelan “.(Hobbs, 1995)
Pada volume lalu lintas dengan gerakan membelok (kiri atau kanan)
cukup besar maka pengaturan persimpangan dapat dilakukan dengan
menganalisasi (mengarahkan) kendaraan dengan gerakan membelok tersebut
ke dalam lintasan-lintasan yang bertujuan untuk mengendalikan dan
mengurangi titik dan daerah konflik.

2.3.2.1 Analisa Simpang Sebidang Tak Bersinyal


1. Data Masukan
a. Kondisi Geometrik
Mengenai informasi kondisi geometrik simpang
b. Kondisi Lalu lintas
Situasi lalu lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan
menurut Arus Jam Rencana, atau Lalu lintas Harian Rata-rata
Tahunan (LHRT) dengan faktor-k yang sesuai untuk konversi
dari LHRT menjadi arus per jam.
1) Perhitungan arus lalu lintas dalam satuan mobil
penumpang (smp)

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-23

Konversi ke dalam (smp/jam) dilakukan dengan


mengalikan emp pada Tabel 2.17 di bawah :
Tabel 2.17 Nilai Konversi Satuan Mobil Penumpang pada
Simpang
Nilai emp untuk tiap pendekat
Jenis Kendaraan
Terlindung ( P ) Berlawanan ( O )
LV 1,0 1,0
HV 1,3 1,3
MC 0,5 0,5
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

2) Menghitung arus total dalam smp/jam sebagai berikut :


Fsmp = ( empLV x LV% + empHV x HV% + empMC x
MC% ) / 100 .....................(8)
3) Konversi nilai arus lalu lintas yang diberikan dalam LHRT
melalui perkalian dengan faktor-k
QDH = k x LHRT .....................(9)
4) Nilai normal variabel umum lalu lintas

Tabel 2.18 Nilai Normal Faktor-k


Faktor-k ukuran jalan
Lingkungan Jalan
> 1 juta ≤ 1 juta
Jalan di daerah komersil dan jalan arteri 0,07 – 0,08 0,08 – 0,10
Jalan di daerah pemukiman 0,08 – 0,09 0,09 – 0,12
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Tabel 2.19 Nilai Normal Komposisi Lalu lintas

Komposisi lalu lintas kendaraan


Ratio
Ukuran kota bermotor ( % )
kendaraan
Juta
Kend. Kend. Sepeda tak bermotor
penduduk
Ringan Berat motor ( UM/MV )
(LV) (HV) (MC)
>3J 60 4,5 35,5 0,01
1,0 – 3,0 J 55,5 3,5 41 0,05
0,5 – 1,0 40 3,0 57 0,14
0,1 – 0,5 J 63 2,5 34,5 0,05
< 0,1 J 63 2,5 34,5 0,05
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-24

Tabel 2.20 Nilai Normal Lalu lintas


Faktor Normal
Rasio jalan minor PMI 0,25
Rasio belok kiri PLT 0,15
Rasio belok kanan PRT 0,15
Faktor smp, Fsmp 0,85
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Tabel 2.21 Kelas Ukuran Kota


Ukuran kota Jumlah penduduk ( juta )
Sangat kecil < 0,1
Kecil 0,1 – 0,5
Sedang 0,5 – 1,0
Besar 1,0 – 3,0
Sangat besar > 3,0
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Tabel 2.22 Tipe Lingkungan Jalan


Lingkungan Keterangan
Komersial Tata guna lahan komersial ( misalnya pertokoan,
rumah makan, perkantoran ) dengan jalan masuk
langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.
Tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan
Pemukiman masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.
Tanpa jalan masuk atau jalan masuk langsung
terbatas ( misalnya karena adanya penghalang
Akses terbatas fisik, jalan samping, dll )
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

5) Perhitungan rasio belok dan rasio arus jalan minor


a) Menghitung arus jalan minor total :
QMI = jumlah seluruh arus pendekat jalan minor
(smp/jam)
b) Menghitung arus jalan utama total :
QMA = jumlah seluruh arus pendekat jalan utama
(smp/jam)

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-25

QTOT = QMI + QMA .....................(10)


c) Menghitung rasio arus jalan minor :
PMI = QMI / QTOT .....................(11)
d) Menghitung rasio arus belok kiri dan kanan total :
PLT = QLT / QTOT; PRT = QRT / QTOT ...............(12)
e) Menghitung rasio antara arus kendaraan tak bermotor
dengan kendaraan bermotor :
PUM = QUM / QTOT .....................(13)

2. Kapasitas
Kapasitas total untuk seluruh lengan simpang adalah hasil
perkalian antara kapasitas dasar (CO) yaitu kapasitas pada kondisi
tertentu (ideal) dan faktor-faktor penyesuaian (F). Dengan
memperhitungkan pengaruh kondisi lapangan terhadap kapasitas.

C = CO x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI ..(14)

Keterangan :
C : Kapasitas (smp/jam)
CO : Kapasitas dasar (smp/jam)
FW : Faktor penyesuaian labar pendekat
FM : Faktor penyesuaian median jalan utama
FCS : Faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU : Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan
FLT : Faktor penyesuaian belok kiri
FRT : Faktor penyesuaian belok kanan
FMI : Faktor penyesuian rasio arus jalan minor

Nilai kapasitas dasar diperoleh dari Tabel 2.23 berikut ini:

Tabel 2.23 Nilai Kapasits Dasar


Tipe simpang IT Kapasitas dasar (smp/jam)
332 2700
342 2900
324 atau 344 3200
422 2900

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-26

424 atau 444 3400


*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Variabel-variabel masukan untuk perkiraan kapasitas (smp/jam)
dapat dilihat pada Tabel 2.24 di bawah ini :

Tabel 2.24 Ringkasan Variabel-variabel Masukan Model


Kapasitas
Tipe Faktor
Uraian variabel dan nama masukan
Variabel Model
Tipe simpang IT
Geometri Lebar rata-rata pendekat WI FW
Tipe median jalan utama M FM
Kelas ukuran kota CS FCS
Lingkungan Tipe lingkungan jalan RE
Hambatan samping SF
Rasio kendaraan tak bermotor PUM FRSU
Rasio belok kiri PLT FLT
Lalu lintas Rasio belok kanan PRT FRT
Rasio arus jalan minor QMI/QTOT FMI
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

a) Nilai faktor penyesuaian untuk kapasitas dapat dilihat pada uraian di bawah :

*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Gambar 2.1 Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat ( FW )


Tabel 2.25 Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama
Faktor Penyesuaian
Uraian Tipe M
median, ( FM )
Tidak ada median jalan utama Tidak ada 1,00

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-27

Ada median jalan utama, lebar < 3m Sempit 1,05


Ada median jalan utama, lebar ≥ 3m Lebar 1,20
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.26 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota ( FCS )
Ukuran kota Penduduk Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
CS (juta ) ( FCS )
Sangat kecil < 0,1 1,05
Kecil 0,1 – 0,5 1,00
Sedang 0,5 – 1,0 0,94
Besar 1,0 – 3,0 0,83
Sangat besar > 3,0 0,82
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Tabel 2.27 Faktor Koreksi Gangguan Samping ( FSF )

Kelas tipe Rasio Kendaraan tak Bermotor


Kelas Hambatan
lingkungan jalan
Samping SF ≥0,2
RE 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20
5
Komersial Tinggi 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
Sedang 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,70
Rendah 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,71
Pemukiman Tinggi 0,96 0,91 0,86 0,82 0,77 0,72
Sedang 0,97 0,92 0,87 0,82 0,77 0,73
Rendah 0,98 0,93 0,88 0,83 0,78 0,74
Akses Terbatas Tinggi/sedang/rend 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
ah
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997


Gambar 2.2 Faktor Penyesuaian Belok Kiri ( FLT )

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-28

Faktor penyesuaian belok kiri ( FLT ) = 0,84 + 1,61 PLT

*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997


Gambar 2.3 Faktor Penyesuaian Belok Kanan ( FRT )
Untuk simpang 4 lengan FRT =1,0
Untuk simpang 3 lengan FRT = 1,09 – 0,922 PRT

Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor seperti terlihat pada


Tabel 2.28 berikut :

Tabel 2.28 Faktor Penyesuaian Arus Jalan Minor (FMI)


IT FMI PMI
422 1.19 x PMI2 – 1.19 x PMI + 1.19 0.1 – 0.9
424 16.6 x PMI4 – 3.33 x PMI3 + 25.3 x PMI2 – 8.6 x PMI + 19.5 0.1 - 0.3
444 1.11 x PMI2 – 1.11 x PMI + 1.11 0.3 – 0.9
1.19 x PMI2 – 1.19 x PMI + 1.19 0.1 – 0.5
322
-0.595 x PMI2 + 0.595 x PMI3 + 0.74 0.5 – 0.9
1.9 x PMI2 – 1.19 x PMI + 1.19 0.1 – 0.5
342
2.38 x PMI2 – 2.38 x PMI + 1.49 0.5 – 0.9
16.6 x PMI4 – 3.33 x PMI3 + 25.3 x PMI2 – 8.6 x PMI + 19.5 0.1 – 0.3
324
1.11 x PMI2 – 1.11 x PMI + 1.11 0.3 – 0.5
344
-0.555 x PMI2 – 0.55 x PMI + 0.69 0.5 – 0.9
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

PMI (Rasio arus jalan minor) =QMI (Arus jalan minor)/QTOT Arus total)

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-29

Atau dengan Grafik pada Gambar 2.4 berikut.

*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997


Gambar 2.4 Faktor Penyesuaian Arus Jalan Minor

3. Perilaku Lalu lintas


a. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan untuk semua simpang, (DS) dihitung
sebagai berikut :
Q smp
DS = .....................(15)
C
Dimana :
Qsmp : arus total (smp/jam) dihitung sebagai berikut
Qsmp = Qkend x Fsmp
Fsmp : Faktor smp, dihitung sebagai berikut :
Fsmp = (empLVxLV% + empHV x HV% + empMC x MC% )/100
C : kapasitas (smp/jam)
b. Tundaan
Tundaan pada simpang dapat terjadi karena dua sebab :
a) TUNDAAN LALU LINTAS (DT) akibat interaksi lalu
lintas dengan pergerakan yang lain dalam simpang

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-30

b) TUNDAAN GEOMETRIK (DG) akibat perlambatan dan


percepatan kendaraan yang terganggu dan tak terganggu
Tundaan lalu lintas seluruh simpang dan (DTL), jalan minor
(DTMI) dan jalan utama (DTMA) ditentukan dari kurva tundaan
empiris dengan derajat kejenuhan sebagai variabel bebas.
Tundaan Geometrik dihitung dengan rumus :
Untuk DS < 1,0
DG = ( 1-DS ) x ( pTx6 + ( 1-pT )x3) + DSx4 (det/smp)
.....................(16)
Untuk DS > 1,0; DG = 4
Dimana :
DS : Derajat kejenuhan
PT : Rasio arus belok terhadap arus total
6 : Tundaan geometrik normal untuk kendaraan belok yang
tak terganggu (det/smp)
4 : Tundaan geometrik normal untuk kendaraan belok yang
terganggu (det/smp)
Tundaan Simpang dihitung dengan rumus :
D = DG + DTI .....................(17)

Dimana :
DG : Tundaan geometrik simpang
DTI : Tundaan lalu lintas simpang
c. Peluang Antrean
Rentang nilai peluang antrean dihitung sebagai berikut :

QP % = 47,71 DS – 24,68 DS2 + 56,47 DS3 .............(18)


Sampai :
QP % = 9,02 DS + 20,66 DS2 + 10,49 DS3 .............(19)

2.3.3 Persimpangan Sebidang Bersinyal ( Signalized Intersection )

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-31

Persimpangan ini adalah pertemuan atau perpotongan pada satu


bidang antara dua atau lebih jalur jalan raya dengan lalu lintas masing-
masing, dan pada titik-titik persimpangan dilengkapi dengan lampu sebagai
rambu-rambu lalu lintas. Simpang bersinyal merupakan bagian dari sistem
kendali waktu yang dirangkai kalau sinyal aktuasi kendaraan, biasanya
memerlukan metode dan perangkat lunak khusus dalam analisanya. Untuk
sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu lintas terutama
adalah fungsi dari keadaan geometric dan tuntutan lalu lintas.
Dengan menggunakan sinyal, kapasitas dapat didistribusikan
keberbagai pendekat melalui pengalokasian waktu hijau pada masing-masing
pendekat. Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (hijau, kuning, merah)
diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang
saling bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini adalah keperluan yang
mutlak bagi gerakan-gerakan lalu lintas yang datang dari jalan yang saling
berpotongan = konflik-konflik utama. Sinyal dapat juga digunakan untuk
memisahkan gerakan membelok dari lalu lintas lurus melawan, atau untuk
memisahkan gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang
menyeberang = konflik-konflik kedua.
Setiap pemasangan lampu lalu lintas bertujuan untuk memenuhi satu
atau lebih fungsi-fungsi dibawah ini, yaitu :
1. Menghindari kemacetan simpang
2. Mendapatkan gerakan lalu lintas yang teratur
3. Meningkatkan kapasitas lalu lintas pada persimpangan
4. Mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas pada persimpangan
5. Memutuskan arus lalu lintas tinggi dan menerus sehingga memungkinkan
adanya penyeberangan kendaraan lain atau pejalan kaki
6. Mengatur penggunaan jalur lalu lintas
7. Lalu lintas yang lewat dapat dikoordinasikan dengan persimpangan
berikutnya untuk menyediakan suatu pergerakan yang kontinyu bagi lalu
lintas pada suatu ruas jalan.
8. Untuk menghemat tenaga polisi lalu lintas
9. Memberikan rasa aman bagi pengemudi karena memperoleh
hak/kesempatan untuk melewati suatu persimpangan.

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-32

10. Lampu lalu lintas tidak dapat terpengaruh, tetapi tidak pula memihak
Meskipun demikian pemasangan lampu lalu lintas tidak selamanya
memberikan pemecahan masalah lalu lintas pada persimpangan. Diantaranya
bisa dikarenakan oleh pembagian waktu sinyal lampu hijau dan lampu merah
yang tidak seimbang. Akibat yang kurang menguntungkan diantaranya yaitu :
1. Pada waktu arus lalu lintas kecil akan menyebabkan penghambatan
perjalanan dan pemborosan bahan baker
2. Kecelakaan berupa tabrakan dari belakang bisa bertambah
3. Jika pemasangan lampu kurang baik maka akan menyebabkan
penghambatan da mengundang adanya pelanggaran lalu lintas
4. Ada kecenderungan untuk menghindari lampu lalu lintas dengan
melewati rute lain
5. Jika pengatur lampu lalu lintas rusak, keadaan lalu lintas pada
persimpangan tersebut dapat menjadi tidak terkendali
Untuk mengatur lalu lintas pada persimpangan pemasangan lampu
lalu lintas dapat dilakukan dengan beberapa alasan sebagai berikut :
1. Kehilangan waktu total atau rata-rata kehilangan waktu kendaraan akan
mengecil dengan adanya lampu pengatur lalu lintas, biasanya hal ini
berlaku pada persimpangan jalan yang ramai
2. Secara ekonomis pemasangan lampu lalu lintas akan lebih
menguntungkan
3. Arus utama yang besar perlu dihentikan untuk melewatkan arus lalu lintas
yang lebih kecil
4. Ada penyeberangan untuk pejalan kaki, misalnya disekitar sekolah, pasar,
pertokoan dan lain-lain
5. Adanya koordinasi antara persimpangan yang berdekatan pada ruas jalan
yang sama
6. Jumlah kecelakaan yang terjadi pada persimpangan relatif besar
7. Sebagai pengganti tenaga polisi lalu lintas
Sebagai prinsip umum, simpang bersinyal bekerja paling efektif
apabila simpang memenuhi keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Daerah konflik didalam daerah simpang adalah kecil

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-33

2. Simpang tersebut simetris, artinya jarak dari garis stop terhadap titik
perpotongan untuk gerakan lalu lintas yang berlawanan adalah simetris
3. Lajur bersama untuk lalu lintas lurus dan membelok digunakan sebanyak
mungkin dibandingkan dengan lajur terpisah untuk lalu lintas membelok
4. Lajur terdekat dengan kereb sebaiknya dibuat lebih lebar daripada lebar
standar untuk lalu lintas kendaraan tak bermotor
5. Lajur membelik yang terpisah sebaiknya direncanakan menjauhi garis
utama lalu lintas, dan panjang lajur membelok harus mencukupi sehingga
arus membelok tidak menghambat pada lajur terus
6. Median harus digunakan bila lebar jalan lebih dari 10 m untuk
mempermudah penyeberangan pejalan kaki dan penempatan tiang sinyal
kedua
7. Marka penyeberangan pejalan kaki sebaiknya ditempatkan 3-4 m dari
garis lurus perkerasan untuk mempermudah kendaraan yang membelok
mempersilahkan pejalan kaki menyeberang dan tidak menghalangi
kendaraan-kendaraan yang bergerak lurus
8. Perhentian bus sebaiknya diletakkan setelah simpang, yaitu ditempat
keluar dan bukan ditempat pendekat
Pola urutan lampu lalu lintas yang digunakan di Indonesia mengacu
pada pola yang dipakai di Amerika Serikat, yaitu : merah, kuning dan hijau.
Hal ini untuk memisahkan atau menghindari terjadinya konflik akibat
pergerakan lalu lintas lainnya. Pemasangan lampu lalu lintas pada
persimpangan ini dipisahkan secara koordinat dengan sistem kontrol waktu
secara tetap atau dengan bantuan manusia.

2.3.3.1 Analisa Simpang Sebidang Bersinyal

1. Data Masukan
a. Geometrik
Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat.
Satu lengan simpang dapat terdiri lebih dari satu pendekat,
yaitu dipisahkan menjadi dua atau sub pendekat. Hal ini
terjadi jika gerakan belok kanan dan/atau belok kiri mendapat

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-34

sinyal hijau pada fase yang berlainan dengan lalu lintas yang
lurus, atau jika dipisahkan secara fisik dengan pulau-pulau lalu
lintas dalam pendekat untuk masing-masing pendekat atau sub
pendekat lebar efektif (W) ditetapkan dengan
mempertimbangkan denah dari bagian masuk dan keluar suatu
simpang dan distribusi dari gerakan-gerakan membelok.
b. Pengaturan Lalu lintas
1) Pengaturan waktu tetap umumnya dipilih bila simpang
tersebut merupakan bagian dari sistem sinyal lalu lintas
terkoordinasi.
2) Pengaturan sinyal semi aktuasi (detektor hanya dipasang
pada jalan minor atau tombol penyeberangan pejalan kaki)
umunya dipilih bila simpang tersebut terisolir dan terdiri
dari sebuah jalan minor atau penyeberangan pejalan kaki
dan berpotongan dengan sebuah jalan arteri utama. Pada
keadaan ini sinyal selalu hijau untuk jalan utama bila tidak
ada kebutuhan dari jalan minor.
3) Pengaturan sinyal aktuasi penuh adalah moda pengaturan
yang paling efisien untuk simpang terisolir diantara jalan-
jalan dengan kepentingan dan kebutuhan lalu lintas yang
sama atau hampir sama.
4) Pengaturan sinyal terkoordinasi umumnya diperlukan bila
jarak antara simpang bersinyal yang berdekatan adalah
kecil (≤ 200 m).
5) Fase Sinyal umumnya mempunyai dampak yang besar
pada tingkat kinerja dan keselamatan lalu lintas sebuah
simpang daripada jenis pengaturan. Waktu hilang sebuah
simpang bertambah dan rasio hijau untuk setiap fase
berkurang bila fase tambahan diberikan. Maka sinyal akan
efisien bila dioperasikan hanya pada dua fase, yaitu hanya
waktu hijau untuk konflik utama yang dipisahkan. Tetapi
dari sudut keselamatan lalu lintas, angka kecelakaan
umumnya berkurang bila konflik utama antara lalu lintas

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-35

belok kanan dipisahkan dengan lalu lintas terlawan, yaitu


dengan fase sinyal terpisah untuk lalu lintas belok kanan.
6) Belok Kiri Langsung sedapat mungkin digunakan bila
ruang jalan yang tersedia mencukupi untuk kendaraan
belok kiri melewati antrean lalu lintas lurus dari pendekat
yang sama, dan dengan aman bersatu dengan lalu lintas
lurus dari fase lainnya yang masuk ke lengan simpang
yang sama.
7) Pemeriksaan Ulang Waktu Sinyal yang sering untuk
menurunkan tundaan dan gas buangan.
8) Waktu Kuning sebaiknya dijadikan 5 detik pada sinyal
dijalan kecepatan tinggi.
9) Penempatan Tiang Sinyal dilakukan edemikian rupa
sehingga setiap gerakan lalu lintas pada simpang
mempunyai dua tiang sinyal, yaitu :
a) Sebuah sinyal utama ditempatkan didekat garis stop
pada sisi kiri pendekat
b) Sebuah sinyal kedua ditempatkan pada sisi kanan
pendekat

Kondisi lingkungan jalan dapat dilihat pada Tabel 2.29

Tabel 2.29 Tipe Lingkungan Jalan


Lingkungan Keterangan
Komersial Tata guna lahan komersial ( misalnya pertokoan,
rumah makan, perkantoran ) dengan jalan masuk
langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.
Tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan
Pemukiman masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.
Tanpa jalan masuk atau jalan masuk langsung
terbatas ( misalnya karena adanya penghalang
Akses terbatas fisik, jalan samping, dll )
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

c. Nilai normal variabel umum lalu lintas

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-36

Data lalu lintas sering tidak ada atau kualitasnya kurang baik.
Nilai normal yang diberikan pada Tabel 2.30 sampai
Tabel 2.33 di bawah dapat digunakan untuk keperluan
perencanaan sampai data yang lebih baik tersedia.
Tabel 2.30 Nilai Normal Faktor-k
Faktor-k ukuran jalan
Lingkungan Jalan
> 1 juta ≤ 1 juta
Jalan di daerah komersil dan jalan arteri 0,07 – 0,08 0,08 – 0,10
Jalan di daerah pemukiman 0,08 – 0,09 0,09 – 0,12
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Tabel 2.31 Nilai Normal Komposisi Lalu lintas

Komposisi lalu lintas kendaraan


Ratio
Ukuran kota bermotor ( % )
kendaraan
Juta
Kend. Kend. Sepeda tak bermotor
penduduk
Ringan Berat motor ( UM/MV )
(LV) (HV) (MC)
>3J 60 4,5 35,5 0,01
1,0 – 3,0 J 55,5 3,5 41 0,05
0,5 – 1,0 40 3,0 57 0,14
0,1 – 0,5 J 63 2,5 34,5 0,05
< 0,1 J 63 2,5 34,5 0,05
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Tabel 2.32 Nilai Normal Lalu lintas


Faktor Normal
Rasio jalan minor PMI 0,25
Rasio belok kiri PLT 0,15
Rasio belok kanan PRT 0,15
Faktor smp, Fsmp 0,85
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Tabel 2.33 Kelas Ukuran Kota


Ukuran kota Jumlah penduduk ( juta )
Sangat kecil < 0,1
Kecil 0,1 – 0,5
Sedang 0,5 – 1,0
Besar 1,0 – 3,0
Sangat besar > 3,0

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-37

*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

d. Arus Lalu lintas


Perhitungan dilakukan persatuan jam untuk satu atau lebih
periode.
Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok kiri QLT, lurus
QST dan belok kanan QRT) dikonversi dari kendaraan per jam
menjadi satuan mobil penumpang (smp) per jam dengan
menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk
masing-masing pendekatan terlindung dan terlawan.
Jenis kendaran dibagi dalam beberapa tipe, seperti terlihat
pada Tabel 2.34 dam memiliki nilai konversi pada tiap
pendekat seperti tersaji pada Tabel 2.35.
Tabel 2.34 Tipe Kendaraan
No. Tipe Kendaraan Definisi
1 Kendaraan tak bermotor ( UM ) Sepeda, becak
2 Sepeda bermotor ( MC ) Sepeda motor, colt, pick
up, station
3 Kendaraan ringan ( LV ) Wagon
4 Kendaraan berat ( HV ) Bus, truk
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Tabel 2.35 Nilai Konversi Satuan Mobil Penumpang pada


Simpang
Nilai emp untuk tiap pendekat
Jenis Kendaraan
Terlindung ( P ) Berlawanan ( O )
LV 1,0 1,0
HV 1,3 1,3
MC 0,2 0,4
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Setiap pendekatan harus dihitung perbandingan belok kiri


(PLT) dan belok kanan (PRT) dengan formula sebagai berikut:
LT ( smp/jam ) RT ( smp/jam )
PLT = ; PRT = ......(20)
Total ( smp/jam ) Total ( smp/jam )

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-38

Keterangan :
LT : arus belok kiri (smp/jam)
RT : arus belok kanan (smp/jam)

e. Model Dasar
Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan
sebagai berikut :
C = S x g/c ...................(21)
Keterangan :
C = Kapasitas (smp/jam)
S = Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari
antrean dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam smp
per-jam hijau)
g = Waktu hijau (detik)
c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan
perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal
hijau yang berurutan pada fase yang sama)
Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal
dari simpang agar dapat menghitung kapasitas dan ukuran
perilaku lalu lintas lainnya.

2. Persinyalan
a. Fase sinyal
Untuk merencanakan fase sinyal dilakukan dengan berbagai
alternatif untuk evaluasi. Sebagai langkah awal dilakukan
control dengan dua fase. Jumlah fase yang baik adalah fase
yang menghasilkan kapasitas besar dan rata-rata tundaan
rendah.
Bila arus belok kanan dari satu kaki dan atau arus belok kanan
dari kiri lawan arah terjadi pada fase yang sama, arus ini
dinyatakan sebagai terlawan (opposed), sedangkan arus belok
kanan yang dipisahkan fasenya dengan arus lurus atau belok

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-39

kanan tidak diijinkan, maka arus ini dinyatakan sebagai


terlindung (protected).
b. Waktu merah semua (all red) dan Lost Time (LT)
Dalam analisa perencanaan, waktu antara hijau (intergreen)
dapat diasumsikan berdasarkan nilai pada Tabel 2.36 dibawah
ini.
Tabel 2.36 Nilai Normal Waktu antar Hijau
Ukuran Lebar Jalan Rata-rata Nilai Lost Time
Persimpangan (m) (LT) ( detik/fase )
Kecil 6–9 4
Sedang 10 – 14 5
Besar > 15 >6
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Waktu merah semua dapat ditentukan dengan formula sebagai
berikut :
⎡L + I L ⎤
Merah semua = ⎢ EV EV − AV ⎥ ...................(22)
⎣ VEV VAV ⎦

Keterangan :
LEV dan LAV : Jarak dari garis henti ke titik konflik untuk
masing-masing kendaraan yang berangkat
dan yang datang (m).
IEV : Panjang kendaraan yang berangkat (m).
VEV dan VAV : Kecepatan masing-masing kendaran yang
berangkat dan yang dating (m/dt).
Periode merah semua antar fase harus sama atau lebih besar
dari LT setelah waktu All Red ditentukan, total waktu hilang
(LT) dapat dihitung sebagai penjumlahan periode waktu antara
hijau (IG).
LTI = Σ ( Merah Semua + Kuning )I = Σ IGi .........(23)

3. Penentuan Waktu Sinyal


a. Pemilihan tipe pendekat (approach)
Pemilihan tipe pendekat/approach yaitu termasuk tipe
terlindung/protected (P) yaitu arus berangkat tanpa konflik

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-40

dengan lalu lintas dari arah berlawanan atau tipe


terlawan/opposed (O) yaitu arus berangkat dengan konflik
dengan lalu lintas dari arah berlawanan.
b. Lebar efektif pendekat/approach (We = Width effective)
1) Untuk semua tipe pendekat (P dan O)
Jika WLTOR > 2,0 meter, maka We = Wmasuk, tidak
termasuk belok kiri.
Jika WLTOR < 2,0 meter, maka We = WA, termasuk
gerakan belok kiri.
Keterangan :
WA : Lebar pendekat
WLTOR : Lebar pendekat dengan belok kiri langsung
1) Untuk tipe pendekat P
Jika Wkeluar < We x ( 1 – PRT - PLTOR ), We sebaiknya diberi
nilai baru = Wkeluar.
Keterangan :
PRT : Rasio kendaraan belok kanan
PLTOR : Rasio kendaraan belok kiri langsung
c. Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu
tetap dilakukan berdasarkan metode Webster (1966) untuk
meminimumkan tundaaan total pada suatu simpang.
1) Waktu Siklus
c = ( 1,5 x x LTI + 5 ) / ( 1 – ΣFRcrit ) ...................(24)
Keterangan :
c = Waktu siklus sinyal (detik)
LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (detik)
FR = Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)
FRcrit = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang
berangkat pada suatu fase sinyal
ΣFRcrit = Rasio arus simpang = jumlah FRcrit dari semua
fase pada siklus tersebut
2) Waktu Hijau
gi = ( c – LTI ) x FRcrit / ΣFRcrit ...................(25)

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-41

Keterangan :
gi = Tampilan waktu hijau pada fase i (detik)

d. Arus jenuh dasar ( So )


1) Untuk tipe pendekat P
So = 600 x We smp/jam hijau ...................(26)
2) Untuk tipe pendekat O
So ditentikanberdasarkan grafik arus jenuh dasar (So)
untuk pendekat tipe O. Sebagai fungsi dari lebar efektif
(We), arus belok kanan dari arah diri (QRT) dan arus belok
kanan dari arah lawan (QRTO).

e. Faktor Koreksi
Penetapan faktor koreksi untuk nilai arus lalu lintas dasar
kedua tipe approach (protected dan opposed) pada simpang
adalah sebagai berikut :
a) Faktor koreksi ukuran kota (FCS), sesuai Tabel 2.37.

Tabel 2.37 Faktor Koreksi Ukuran Kota ( FCS ) untuk


Simpang
Jumlah Penduduk Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
( dalam juta ) ( FCS )
> 3,0 1,05
1,0 – 3,0 1,00
0,5 – 1,0 0,94
0,1 – 1,0 0,83
< 0,1 0,82
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

b) Faktor koreksi hambatan samping ditentukan sesuai


Tabel 2.38 berikut :

Tabel 2.38 Faktor Koreksi Gangguan Samping ( FSF )

Lingkungan Hambatan Tipe Rasio Kendaraan tak Bermotor


Jalan Samping Fase
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 ≥0,25
Komersial Tinggi Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
( COM ) Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-42

Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,81


Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82
Kecil Terlawan 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72
Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83
Pemukiman Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72
Tinggi
( RES ) Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,89 0,86 0,84
Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73
Sedang
Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85
Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74
Kecil
Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,86
Akses Tinggi/sedang/ Terlawan 1,00 0,95 0,90 0,85 0,90 0,75
Terbatas ( RA ) kecil Terlindung 1,00 0,98 0,98 0,93 0,90 0,88
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

c) Faktor penyesuaian kelandaian (FG) ditentukan dari


gambar C-4:1 (MKJI 1997) sebagai fungsi dari kelandaian
( GRAD ).
d) Faktor koreksi parkir (FP) ditentukan oleh formula :
⎛ Lp ⎞
( WA - 2 ) x ⎜ - g⎟
Lp ⎝ 3 ⎠

Fp = 3 WA ................(27)
g
Keterangan :
FP : Faktor koreksi parkir
LP : Jarak antara garis henti dan kendaraan yang parkir
pertama
WA : Lebar pendekat/approach
g : Waktu hijau

e) Penentuan faktor koreksi untuk nilai arus jenuh dasar tipe


pendekat protected (P) tanpa median, jalan dua arah dan
lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk dihitung dengan
rumus :
FRT = 1,0 + PRT x 0,26 ...................(28)
f) Faktor koreksi belok kiri ( FLT ) untuk tipe pendekat ( P )
tanpa LTOR dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk,
dihitung dengan rumus :
FLT = 1,0 – PLT x 0,16 ...................(29)
Keterangan :

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-43

PRT : Rasio belok kanan


PLT : Rasio belok kiri

f. Perhitungan untuk menentukan nilai arus jenuh (S)


menggunakan formula :
S = SO x FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT .......(30)
Keterangan :
SO : Arus jenuh dasar
FCS : Faktor koreksi ukuran kota
FSF : Faktor koreksi hambatan samping
FG : Faktor koreksi kelandaian
FP : Faktor koreksi parkir
FRT : Faktor koreksi belok kanan
FLT : Faktor koreksi belok kiri
g. Perbandingan arus lalu lintas dengan arus jenuh faktor koreksi.
Perbandingan keduanya menggunakan rumus berikut :
FR = Q/S ...................(31)
Sedangkan arus kritis dihitung dengan rumus :
PR = ( FRerit ) / IFR ...................(32)
Keterangan :
IFR : Perbandingan arus simpang Σ ( FRerit )
Q : Arus lalu lintas ( smp/jam )
S : Arus jenuh ( smp/jam )
h. Waktu siklus sebelum penyesuaian ( cua ) dan waktu hijau.
Waktu siklus dihitung dengan rumus :
( 1,5 x LTI + 5 )
c ua = ...................(33)
( 1 - IFR )
Adapun waktu siklus yang layak untuk simpang adalah seperti
terlihat pada Tabel 2.39.
Tabel 2.39 Waktu Siklus yang Layak untuk Simpang
Tipe Pengaturan Waktu Siklus ( det )
2 fase 40 – 80

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-44

3 fase 50 – 100
4 fase 60 – 130
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Waktu hijau ( green time ) untuk masing-masing fase


menggunakan rumus :
gi = ( cua – LTI ) x PRi ...................(34)
Sedangkan waktu siklus yang telah disesuaikan (c)
berdasarkan waktu hijau yang diperoleh dan telah dibulatkan
dan waktu hilang ( LTI ) dihitung dengan rumus :
c = Σ g + LTI ...................(35)
Keterangan :
g : waktu hijau dalam fase-I (detik)
LTI : Total waktu hilang per siklus (detik)
PRi : Perbandingan fase FRkritis / Σ ( FRkritis )
4. Kapasitas dan Derajat Kejenuhan
a. Kapasitas untuk tiap lengan dihitung dengan rumus :
C = S x g/c ...................(36)
Keterangan :
C : Kapasitas (smp/jam)
S : Arus jenuh (smp/jam)
g : Waktu hijau (detik)
c : Waktu siklus yang disesuaikan (detik)
b. Derajat kejenuhan (DS) dihitung dengan rumus :
DS = Q/C ...................(37)
Keterangan :
DS : arus lalu lintas (smp/jam)
C : Kapasitas (smp/jam)
e. Rasio arus dihitung dengan rumus :
FR = Q/S ...................(38)
Keterangan :
FR : Rasio arus
d. Rasio arus simpang

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-45

IFR = ΣFRcrit ...................(39)


Keterangan :
ΣFRcrit : Rasio arus kritis ( = tertinggi )
e. Rasio fase dihitung dengan rumus :
PR = FRcrit / IFR ...................(40)
Keterangan :
PR : Rasio fase

5. Perilaku Lalu lintas


a. Jumlah antrean
Nilai dari jumlah antrean (NQ1) dapat dicari dengan formula :
1) Bila DS > 0,5, maka :

(DS - 1)2 + [8 x (DS - 0,5)] ⎬


⎧ ⎫
NQ 1 = 0,25 x C x ⎨(DS - 1) +
⎩ C ⎭
. .................(41)
2) Bila DS < 0,5, maka :
NQ1 = 0
Jumlah antrean kendaraan dihitung, kemudian dihitung
jumlah antrean satuan mobil penumpang yang datang
selama fase merah (NQ2) dengan formula :
1 - GR Q
NQ 2 = c x x ...................(42)
1 - GR x DS 3600
Keterangan :
NQ1 : Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau
sebelumnya
NQ2 : Jumlah antrean smp yang datang selama fase
merah
DS : Derajat kejenuhan
Q : Volume lalu lintas (smp/jam)
c : Waktu siklus (detik)
GR : gi/c
Untuk antrean total (NQ) dihitung dengan menjumlahkan
kedua hasil tersebut yaitu NQ1 dan NQ2 :

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-46

NQ = NQ1 + NQ2 ...................(43)


Panjang antrean ( QL ) dihitung dengan formula :
20
QL = NQ max x ...................(44)
Wmasuk
b. Kendaraan terhenti
Angka henti (NS) sebagai jumlah rata-rata per smp untuk
perancangan dihitung dengan rumus di bawah ini :

NS =
( 0,9 x NQ ) x 3600 ...................(45)
(Q x C)
Perhitungan jumlah kendaraan terhenti ( NSV ) masing-masing
pendekat menggunakan formula :
NSV = Q x NS ...................(46)
Sedangkan angka henti total seluruh simpang dihitung dengan
rumus :
NStotal = Σ NSV/Σ Q ...................(47)
Rasio kendaraan terhenti, yaitu rasio kendaraan yang harus
berhenti akibat sinyal merah sebelum melewati suatu simpang,
I dihitung sebagai :
Psv = min ( NS,1 ) ...................(48)
c. Tundaan ( Delay )
Tundaan lalu lintas rata-rata tiap pendekat dihitung dengan
menggunakan formula :
(NQ 1 x 3600)
DT = (A x C) + ...................(49)
C
Keterangan :
DT : Rata - rata tundaan lalu lintas tiap pendekat
(detik/smp)
c : Waktu siklus yang disesuaikan (detik)
A : 0,5 x ( 1 – GR )2 / ( 1 – GR x DS )
C : Kapasitas (smp/jam)
NQ1 :jumlah smp yang tersisa dari fase hijau
sebelumnya ( smp/jam )

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-47

Tundaan geometrik rata-rata (DG) masing-masing pendekat :


( 1 - PSV ) x (PT x 6)
DG = ...................(50)
(PSV x 4)

Keterangan :
PSV : Rasio kendaraan berhenti dalam kaki simpang (= NS)
PT : Rasio kendaraan berbelok dalam kaki simpang

Tundaan rata-rata tiap pendekat (D) adalah jumlah dari


tundaan lalu lintas rata-rata dan tundaan geometrik masing-
masing pendekat :
D = DT + DG ...................(51)
Tundaan total pada simpang adalah :
Dtot = D x Q ...................(52)
Sedangkan tundaan persimpangan rata-rata adalah :
D=Σ(QxD)/ΣQ ...................(53)
Tingkat pelayanan pada simpang ditentukan dalam Tabel 2.40,
sebagai perbandingan dengan MKJI 1997.

Tabel 2.40 Tingkat Pelayanan Simpang


Tingkat Pelayanan Delay/tunadan ( menit )
A >5
B 5,1 – 15
C 15,1 – 5
D 40,1 – 60
E > 60
*)Sumber : Indonesian Highway Capacity Mannual 1997

Peluang antrean ( QP % )
Rentang nilai peluang antrean dihitung sebagai berikut :
QP % = 47,71 DS – 24,68 DS2 + 56,47 DS3 ..........(54)
Sampai :
QP % = 9,02 DS + 20,66 DS2 + 10,49 DS3 ...........(55)

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-48

2.3.4 Persimpangan Tidak Sebidang (Interchange)

Simpang susun / interchange adalah suatu bentuk persimpangan jalan


yang tidak sebidang dimana bangunan ini diperlukan untuk mengoptimalkan
fungsi dan aksesbilitas suatu jalan ke lokasi tertentu seperti pusat
pertumbuhan, lokasi industri, tempat wisata, pelabuhan dan jalan masuk
kejaringan jalan nasional arteri primer.
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam geometrik simpang tak
sebidang adalah topografi medan, proyeksi dan karakter lalu lintas, lahan
yang tersedia, dampak terhadap daerah sekitarnya serta lingkungan
keseluruhan, kelangsungan hidup ekonomi, serta kendala-kendala segi
pembiayaan.
Bentuk simpang tak sebidang yang paling sederhana dan umumnya
paling murah adalah bentuk belah ketupat (Diamond). Bentuk ini terutama
digunakan pada situasi dimana jalan bebas hambatan memotong jalan arteri
bukan jalan bebas hambatan. Aliran lalu lintas pada jalan bebas hambatan
tidak terputus, kecuali bila terdapat lalu lintas lain yang keluar atau masuk
melalui ramp, tetapi lalu lintas pada jalan arteri cukup kompleks, karena jalan
harus melayani dua buag gerakan terus dan empat gerakan belok kiri. Dua
diantara gerakan membelok ini harus menggunakan lajur dalam atau lajur
membelok terpisah. Bila volume lalu lintas cukup besar, umumnya
diperlukan lampu lalu lintas.(Oglesby, 199)
Simpang tak sebidang yang umum untuk perpotongan antara jalan
bebas hambatan dan jalan arteri adalah bentuk semanggi (Cloverleaf). Pada
simpang tak bersinyal pada jenis ini, jalan arteri yang memotong letaknya
terpisah. Selain itu kedelapan gerakan membelok dapat dilakukan bebas dari
perpotongan dimana lintasan kendaraan harus memotong. Kendaraan yang
berbelok keluar dari bagian kiri jalan, kemudian memasuki simpang tak
sebidang tersebut. Kemudian bergabung dengan lalu lintas pada jalan yang
dimasuki. (Oglesby, 1993)
Simpang tak sebidang ini juga ada berbentuk yang lain, yaitu
merupakan suatu diagram sebuah bundaran yang digabungkan dengan

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-49

sebuah lintas atas (Overcrossing) atau lintas bawah (Undercrossing). Bentuk


ini efektif hanya bila digunakan untuk menarik volume lalu lintas yang relatif
rendah dari beberapa jalan local. Putaran lalu lintas sebidang merupakan
kelemahan bundaran. Hal ini karena kendaraan yang akan berbelok ke kanan
harus berbelok ke kiri dan harus memutar 270o sepanjang jalur yang cukup
panjang. Walaupun tidak berbahaya, gerakan ini tidak menyenangkan karena
jari-jari kelengkungan kecil serta landainya relatif curam. (Oglesby, 1993)
Adapun secara umum dapat dikatakan bahwa keuntungan, kerugian,
dan ciri-ciri simpang tidak sebidang adalah sebagai berikut :
1. Dapat menampung lalu lintas yang tinggi
2. Tundaan minimum, konflik ditiadakan/diminimalkan
3. Biaya pembangunan mahal dan perlu lahan luas
4. Pengaturan pergerakan didistribusikan pada tiap lajur
5. Prinsip pergerakan : manajemen pergerakan pada ruang dan waktu yang
berbeda
6. Kriteria kapasitas : lamanya tunadaan dan panjang antrean

2.3.5 Jalinan

Jalinan merupakan pertemuan dua atau lebih jalur yang memiliki dua
lajur sehingga mengakibatkan terjadinya titik konflik antara dua lajur
tersebut. Jalinan dapat didefinisikan menurut keadaan lingkungan atau
keadaan geografis lokasi jalinan. Untuk mencari lebar masuk rata-rata (WE)
adalah :
W1 + W2
WE = ...................(56)
2
Rasio dihitung dengan membagi antara lebar masuk rata-rata dengan
lebar jalinan antara lebar masuk. Kemudian hitung rasio antara lebar jalinan
dan panjang jalinan.
Untuk mencari kapasitas dasar jalinan dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
CO = 135 x WW1,3 x ( 1 + WE/WW )1,5 x ( 1 – pw/3 )0,5 x ( 1 + WW/LW )-1,8
...................(57)

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-50

Dimana :
WW : Lebar jalinan
WE/WW : Rasio lebar masuk rata-rata / lebar jalinan
pw : Rasio menjalin
WW/LW : Rasio lebar / panjang jalinan
Kapasitas bagian jalinan masing-masing dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
C = CO x FCS x FRSU (smp/jam) ...................(58)

Dimana :
C : Kapasitas
CO : Kapasitas dasar
FCS : Faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU : Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping
dan kendaraan tak bermotor.

2.3.5.1 Jalinan Bundaran


Pada umumnya bundaran dengan peraturan hak jalan
(prioritas dari kiri) digunakan didaerah perkotaan dan pedalaman bagi
persimpangan antara jalan dengan arus lalu lintas sedang. Pada arus
lalu lintas yang tinggi dan kemacetan pada daerah keluar simpang,
bundaran tersebut mudah terhalang yang mungkin menyebabakan
kapasitas terganggu pada semua arah.
Bundaran paling efektif jika digunakan untuk persimpangan
antara jalan dengan ukuran dan tingkat arus yang sama. Karena itu
bundaran sangat sesuai untuk persimpangan antara dua lajur atau
empat lajur. Perubahan dari simpang bersinyal atau tak bersinyal
menjadi bundaran dapat juga didasari oleh keselamatan lalu lintas,
untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas antara kendaraan yang
berpotongan. Bundaran mempunyai keuntungan yaitu mengurangi
kecepatan semua kendaraan yang berpotongan, dan membuat mereka
hati-hati terhadap resiko konflik dengan kendaraan lain.

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-51

Tingkat kecelakaan lalu lintas pada bundaran empat lengan


diperkirakan sebesat 0,30 kecelakaan/juta kendaraan masuk,
dibandingkan dengan 0,43 pada simpang bersinyal dan 0,60 pada
simpang tak bersinyal, karena itu bundaran lebih aman dari
persimpangan sebidang yang lain. Dampak terhadap keselamatan lalu
lintas akibat beberapa unsur perencanaan geometrik antara lain :
1. Dampak denah bundaran
Hubungan antara tingkat kecelakaan dan jari-jari bundaran tidak
jelas. Jari-jari yang lebih kecil mengurangi kecepatan pada daerah
keluar yang menguntungkan bagi keselamatan pejalan kaki yang
menyeberang. Jari-jari yang kecil juga memaksa kendaraan masuk
memperlambat kecepatannya sebelum memasuki daerah konflik
yang mungkin menyebabkan tabrakan depan belakang lebih
banyak dari bundaran yang lebih besar.
2. Dampak pengaturan lalu lintas
Pengaturan tanda “ beri jalan “ pada pendekat, yang memberikan
prioritas pada kendaraan yang berada dalam bundaran mengurangi
tingkat kecelakaan bila dibandingkan dengan prioritas dari kiri
(tidak diatur). Jika ditegakkan cara ini juga efektif untuk
menghindari penyumbatan bundaran.
Pengaturan sinyal lalu lintas sebaiknya tidak diterapkan pada
bundaran, karena dapat mengurangi keselamatan dan kapasitas.
Sebagai prinsip umum, bundaran mempunyai kapasitas
tertinggi jika lebar dan panjang jalinan sebesar mungkin.
Beberapa saran umum lainnya tentang perencanaan bundaran
adalah sebagai berikut :
a) Bagian jalinan bundaran mempunyai kapasitas tertinggi jika
lebar dan panjang jalinan sebesar mungkin.
b) Bundaran dengan hanya satu tempat masuk adalah lebih aman
daripada bundaran berlajur banyak.
c) Bundaran harus direncanakan untuk memberikan kecepatan
terendah pada lintasan di pendekat, sehingga memaksa

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-52

kendaraan menyelesaikan perlambatannya sebelum masuk


bundaran.
d) Radius pulau bundaran ditentukan oleh kendaraan rencana
yang dipilih untuk membelokkan di dalam jalur lalu lintas dan
jumlah lajur masuk yang diperlukan.
e) Bundaran dengan satu lajur sirkulasi sebaiknya dengan radius
10 m, dan untuk dua lajur sirkulasi radius minimum 14 m.
f) Daerah masuk ke masing-masing bagian jalinan harus lebih
kecil dari lebar bagian jalinan.
g) Pulau lalu lintas tengah pada bundaran sebaiknya ditanami
dengan pohon atau obyek lainyang tidak berbahaya terhadap
tabrakan, yang membuat simpang mudah dilihat oleh
pengemudi kendaraan yang datang.
h) Pulau lalu lintas sebaiknya dipasang dimasing-masing lengan
untuk mengarahkan kendaraan yang masuk sehingga susut
menjalin antara kendaraan menjadi kecil.
Adapun langkah-langkah analisa bundaran sebagai berikut :
1. Menghitung dan memasukkan jumlah kendaraan pada bundaran
2. Menghitung arus menjalin total (QW) dan arus total (Qtot)
3. Menghitung rasio menjalin (PW)
Dimana :
PW = QW/Qtot ...................(59)
4. Menghitung parameter geometri bagian jalan
5. Menghitung perilaku lalu lintas
Tundaan lalu lintas :
Untuk DS > 0,6 = 1 / ( 0,59186 – 0,52525DS ) – ( 1 – DS ) x 2
Untuk DS < 0,6 = 2 + 2,68982 x DS – ( 1 – DS ) x 2
...................(60)
Tundaan lalu lintas total :
DTtot = Q x DT ...................(61)
Tundaan lalu lintas bundaran
DTR = Σ ( Qi x DTi ) / Q , masuk ; I = 1,…,n, ........(62)
Tundaan lalu lintas bundaran rata-rata :

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-53

D = DTR + 4 ...................(63)
6. Peluang antrean
QP% = 26,65DS – 55,55DS2 + 108,57DS3 ...................(64)
Sampai :
QP% = 9,41DS + ( 29,967 DS4,619 ) ...................(65)

2.3.5.2 Jalinan Tunggal


Jalinan tunggal adalah bagian jalinan jalan antara dua gerakan
lalu lintas yang menyatu dan memencar (MKJI 1971).
Kecepatan tempuh bagian jalinan tunggal dihitung dalam dua
langkah sebagai berikut :
1. Perkiraan kecepatan arus bebas
Kecepatan arus bebas ditentukan dari persamaan berikut :
VO = 43 x ( 1 – pw/3 ) ...................(66)
Dimana :
VO : Kecepatan arus bebas (km/jam)
pw : Rasio aris jalanan / rasio total
Model kecepatan arus bebas menganggap bahwa geometrik
membatasi kecepatan masuk. Jika informasi kecepatan bebas yang
lebih baik tersedia maka sebaiknya dipergunakan.
2. Perkiraan kecepatan tempuh
Kecepatan tempuh (V) ditentukan dari persamaan sebagian
berikut :
V = VO x 0,5 ( 1 + ( 1 – DS )0,5) ...................(67)
Dimana :
VO : Kecepatan arus bebas (km/jam)
DS : Derajat kejenuhan
3. Waktu tempuh jalinan tunggal
Jalinan tunggal memiliki waktu tempuh dengan menggunakan
rumus sebagai berikut maka waktu tempuh akan dapat dicari
antara lain :
TT = LW x 3,6/V ...................(68)

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-54

Dimana :
LW : Panjang jalan
V : Kecepatan tempuh

2.3.6 Pemilihan Simpang

Secara umum ada beberapa pertimbangan yang harus


dipertimbangkan dalam memilih jenis simpang yang akan digunakan dalam
perencanaan yaitu :
1. Pertimbangan ekonomi
2. Perilaku lalu lintas ( kualitas lalu lintas )
3. Pertimbangan keselamatan lalu lintas
4. Pertimbangan lingkungan
5. Pertimbangan volume kendaraan
6. Pertimbangan pengaturan simpang
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, berikut akan dijelaskan lebih rinci
mengenai kriteria untuk memilih jenis simpang yang akan digunakan dalam
perencanaan, yaitu :
a) Pertimbangan ekonomi
Pemilihan tipe simpang yang paling ekonomis (simpang bersinyal)
didasarkan pada analisa biaya siklus hidup (BSH), ambang arus lalu
lintas yang menentukan tipe simpang yang paling ekonomis untuk
masing-masing didapatkan dari analisa BSH. Seluruh biaya pemakai
jalan yang relevan (biaya operasi kendaraan, biaya waktu, biaya
kecelakaan, biaya polusi) dan lainnya telah diperhitungkan. Analisa
BSH menghitung biaya total yang diproyeksikan ke tahun 1 (Nilai
bersih sekarang) terkecil, yang merupakan alternatif terbaik untuk
rentang arus lalu lintas yang diteliti. Dengan membandingkan biaya-
biaya yang dinyatakan sebagai biaya per kendaraan per kilometer

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-55

tersebut, rencana alternatif yang mempunyai biaya total terendah


adalah yang paling ekonomis.
Dengan membandingkan hasil berbagai tipe simpang pada
Gambar 2.5 juga mungkin untuk mendapatkan petunjuk mengenai
simpang mana yang harus dipilih untuk analisa rinci sebagai fungsi
dari arus masuk persimpangan total.

*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997


Gambar 2.5 Perbandingan Berbagai Tipe Simpang Sebagai
Fungsi Arus Lalu lintas
b) Perilaku lalu lintas (kualitas lalu lintas)
Tujuan analisa operasional simpang bersinyal yang sudah ada,
biasanya untuk penyesuaian simpang dan untuk perbaikan kecil pada
geometrik simpang agar perilaku lalu lintas yang diinginkan dapat
dipertahankan, baik pada ruas jalan/sepanjang rute maupun pada
jaringan jalan bersinyal. Untuk semua jenis simpang, perilaku lalu
lintas berupa derajat kejenuhan > 0,75 selama jam puncak tahun
rencana disarankan untuk dihindari.
c) Pertimbangan keselamatan lalu lintas

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-56

Angka kecelakaan lalu lintas pada simpang bersinyal diperkirakan


sebesar 0,43 kecelakaan/juta kendaraan dibandingkan dengan 0,60
pada simpang tak bersinyal dan 0,30 pada bundaran.
d) Pertimbangan lingkungan
Pertimbangan lingkungan didasarkan pada pengaruh kadar emisi
kendaraan, asap kendaraan dan emisi kebisingan untuk masing-
masing jenis simpang. Emisi gas buang kendaraan dan atau
kebisingan umumnya bertambah akibat percepatan atau perlambatan
kendaraan yang sering dilakukan, demikian juga akibat waktu
berhenti. Sehingga dari aspek lingkungan jenis simpang yang paling
baik adalah persimpangan yang dapat memberikan kadar emisi paling
rendah.
e) Pertimbangan volume kendaraan, kapasitas dan desain simpang
1) Desain simpang sebidang bersinyal digunakan untuk volume lalu
llintas ringan sampai sedang. Simpang ini hanya membutuhkan
lahan yang relatif kecil. Kriteria kapasitas simpang ini
berdasarkan lamanya tundaan dan panjang antrean. Untuk
simpang sebidang bersinyal, volume lalu lintas simpang total yang
dijinkan berkisar antara 1350 – 5700 kend/jam.
2) Desain simpang sebidang tak bersinyal digunakan untuk volume
lalu llintas ringan. Desain simpang ini tidak memerlukan lahan
yang luas. Kriteria kapasitas simpang ini berdasarkan gap-
acceptance. Untuk simpang sebidang tak bersinyal volume lalu
lintas simpang total yang dijinkan berkisar antara 1350 – 3550
kend/jam.
3) Desain jalinan digunakan untuk volume lalu llintas ringan sampai
sedang dengan pergerakan kendaraan menerus. Desain simpang
ini memerlukan lahan yang relatif besar. Kriteria kapasitas
simpang ini berdasarkan gap-acceptance. Secara umum jalinan
tidak dianjurkan untuk digunakan pada jalan raya arteri di dalam
kota. Untuk jalinan volume lalu lintas simpang total yang dijinkan
berkisar antara 1900 – 4450 kend/jam.

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-57

4) Simpang susun biasa digunakan pada pertemuan dua jalan arteri


atau jalan lokal dengan jalan toll, desain digunakan untuk volume
lalu lintas berat/tinggi. Desain simpang ini memerlukan lahan
yang relatif luas. Kriteria kapasitas simpang ini berdasarkan
lamanya tundaan dan panjang antrean. Untuk simpang
susun/interchange volume lalu lintas simpang total yang dijinkan
berkisar > 4800 kend/jam.
f) Pertimbangan pengaturan simpang
Hal ini juga perlu dipertimbangkan agar kendaraan-kendaraan yang
melakukan gerak konflik tidak saling bertabrakan.
Dalam menentukan sistem pengaturan simpang dapat digunakan
pedoman pada Gambar 2.6 yang menentukan jenis pengaturan
persimpangan yang digunakan berdasarkan volume lalu lintas pada
masing-masing kaki persimpangan ( Roads and Traffic in Urban
Areas, 1987 dan Menuju Lalu lintas dan Angkutan Jalan Yang Tertib,
1996 )

*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997


Gambar 2.6 Kriteria Penentuan Pengaturan Simpang

2.3.7 Tingkat Pelayanan / LOS ( Level Of Sevice )

Tingkat pelayanan ditentukan dalam suatu skala interval yang terdiri


dari enam tingkat. Tingkat-tingkat ini disebut A, B, C, D, E dan F dimana A

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-58

merupakan tingkat pelayanan tertinggi. Keterangan lebih lengkap tertera pada


Tabel 2.41 di bawah.

Tabel 2.41 Tingkat Pelayanan


Tingkat Pelayanan Karakteristik
Arus bebas; volume rendah dan kecepatan tinggi; pengemudi
A
dapat memilih kecepatan yang dikehendaki
Arus stabil; kecepatan sedikit terbatas oleh lalu lintas; volume
B
pelayanan yang dipakai untuk desain jalan luar kota
Arus stabil; kecepatan dikontrol oleh lalu lintas; volume
C pelayanan yang dipakai untuk desain jalan perkotaan

Mendekati arus yang tidak stabil; kecepatan rendah


D

Arus yang tidak stabil; kecepatan yang rendah dan berbeda-


E beda; volume mendekati kapasitas

Arus terhambat; kecepatan rendah; volume di bawah kapasitas;


F banyak berhenti

*)Sumber : Pengantar dan Perencanaan Transportasi ( Edward K. Morlok )

2.4 PERTUMBUHAN LALU LINTAS

Untuk memeperkirakan pertumbuhan lalu lintas di masa yang akan datang


dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
LHRn = LHRo ( 1 + i )n ...................(69)
Keterangan :
LHRn : LHR pada n tahun yang akan datang
LHRo : LHR pada tahun sekarang
i : Pertumbuhan lalu lintas (%)
n : Selisih waktu tahun yang akan datang dengan tahun sekarang
Dalam penentuan nilai pertumbuhan ( i ) dari LHR, dipengaruhi beberapa faktor,
antara lain :
1. Jumlah Penduduk

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-59

Jumlah penduduk mempengaruhi pergerakan lalu lintas, karena setiap aktivitas


kota secara langsung akan menimbulkan pergerakan lalu lintas, di mana subyek
dari lalu lintas tersebut adalah penduduk.
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan tolak ukur keberhasilan
pembangunan dibidang ekonomi dari suatu daerah, semakin meningkat PDRB
suatu daerah maka arus pergerakan lalu lintas sebagai wujud distribusi
pembangunan akan meningkat pula.

3. Jumlah kepemilikan kendaraan


Pertumbuhan ekonomi disuatu daerah akan menuntut terpenuhinya sarana
angkutan yang memadai dan tercermin dengan adanya peningkatan kepemilikan
kendaraan yang ada. Akibatnya akan terjadi peningkatan jumlah arus lalu lintas
Dari ketiga variabel bebas sebagai penentu tingkat pertumbuhan lalu lintas di
atas, maka langkah selanjutnya melakukan beberapa analisa :
1. Analisis Aritmatik
PO − Pt
Pn = Po + nr r= ...................(70)
tO − tt
Keterangan :
PO : Data pada tahun terakhir yang diketahui
Pt : Data pada tahun pertama yang diketahui
to : Tahun terakhir yang diketahui
tt : Tahun pertama yang diketahui
2. Analisis Geometrik
Pn = Po ( 1 + r )n ...................(71)
Keterangan :
PO : Data pada tahun terakhir yang diketahui
Pn : Data pada tahun ke n dari tahun terakhir
n : Tahun ke n dari tahun terakhir
r : Rata-rata daru (data pada pertumbuhan aritmatik dibagi data yang
diketahui x 100%)
3. Analisis Regresi

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-60

Analisis regresi digunakan untukmemperoleh persamaan estimasi dan untuk


mengetahui apakah dua variabel yaitu variabel tidak bebas (dependent) dan
variabel bebas (Independent) mempunyai hubungan atau tidak. Persamaan
estimasi tersebut yaitu :
Y = A + BX ...................(72)
Keterangan :
Y : Variabel tidak bebas (dependen )
X : Variabel bebas (Independent)
A : Konstanta/intersep
B : Koefisien regresi/slope garis regresi
Harga A dan B dapat dicari dengan persamaan :

B=
nx∑ XY − (∑ X − ∑ Y )
, A=
∑ Y − (Bx∑ X) ...(73)
nx∑ X − (∑ X )
2
2 n

Keterangan :
Y : Rata-rata/mean dari nilai variabel tidak bebas (dependent)
X : Rata-rata/mean dari nilai variabel bebas (independent)
n : Jumlah pengamatan
Dari perhitungan dengan cara regresi linear di atas dapat diprediksikan
pertumbuhan lalu lintas sebesar X %. Data lalu lintas di persimpangan
merupakan data yang diperoleh dari hasil survey yang dilakukan pada tahun
pengamatan, misalkan tahun pengamatan tahun 2003, sehingga untuk
menghitungnya perlu ditinjau dengan menggunakan angka pertumbuhan lalu
lintas. Angka pertumbuhan lalu lintas diperoleh dengan melakukan cek silang
dari data lalu lintas data harian rata-rata dari 5 tahun sebelumnya yaitu data dari
tahun 1998 sampai tahun 2002.
Untuk memprediksikan lalu lintas di persimpangan untuk tahun 2004 sampai
2007 dapat dihitung dengan rumus :
F = P ( 1 + i )n
Data 2003 = Data 2003
Data 2004 = Data 2003 ( 1 + i )1
Data 2005 = Data 2004 ( 1 + i )2
Data 2006 = Data 2005 ( 1 + i )3

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-61

Data 2007 = Data 2006 ( 1 + i )4


Dimana :
i = angka pertumbuhan

4. Analisis Korelasi
Seringkali analisis regresi digunakan secara bersamaan dengan analisis korelasi.
Analisis regresi digunakan untuk memeperoleh persamaan estimasi dan untuk
mengetahui apakah dua varibel mempunyai hubungan atau tidak, sedangkan
analisis korelasi digunakan untuk mengukur tingkat keeratan hubungan antara
kedua varibel tersebut. Ada dua pengukuran yang biasa digunakan dalam
pengukuran keeratan hubungan yaitu koefisien determinasi dan koefisien
korelasi.
a. Koefisien Determinasi
Untuk mengetahui sampai seberapa jauh kecepatan atau kecocokan garis
regresi yang terbentuk dalam mewakili kelompok data hasil observasi dapat
dilihat dari besarnya koefisien determinasi ( R2 ), yaitu merupakan suatu
ukuran yang menunjukkan besar sumbangan dari variabel independent
terhadap variabel dependent.
Ada dua kondisi ekstrim dari nilai R2 ini yaitu bila nilai R2 = 1 berarti
variabel X dan Y mempunyai hubungan yang sempurna dan jika R2 = 0 maka
tidak hubungan sama sekali antara kedua variabel tersebut. Dengan demikian
nilai R2 akan berkisar antara 0 dan 1 ( 0 ≤ R2 ≤ 1 ).
Koefisien determinasi R2 dapat diperoleh dengan rumus :
S 2 xy
R2 = ...................(74)
S XX S YY
b. Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi ( r ) adalah ukuran yang digunakan unutk menentukan
tingkat keeratan hubungan linear antara dua variabel. Nilai ( r ) merupakan
besaran yang tidak mempunyai satuan dan terletak antara -1 dan 1
(-1 ≤ r ≤ 1 ). Koefien korelasi (r) dapat dicari dengan menggunakan rumus :
S XY
r= ...................(75)
(S XXS YY )
2.5 STUDI KELAYAKAN (Feasibility Study/FS)

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-62

Menurut Woodhead, dkk buku terjemahan (1992-1994), penelitian kelayakan


(Assessment of Feasibility) meliputi penentuan apakah penyelesaian terhadap suatu
masalah itu sesuai, dapat diterima, dan dapat dicapai. Aspek-aspek ini sangat penting
karena keputusan implementasi umumnya dikaitkan dengan kelayakan sistem atau
proyek yang diusulkan.
Sedangkan dalam implementasinya yang dianalisis adalah kelayakan dari
suatu proyek. Sedangkan definisi studi kelayakan proyek adalah suatu kegiatan
penelitian atau studi yang dilakukan secara komprehensif dari berbagai aspek dalam
usaha mengkaji tingkat kelayakan dari suatu proyek.
Hasil dari studi kelayakan adalah rekomendasi mengenai perlu tidaknya
proyek yang dikaji untuk dilanjutkan pada tahap lebih lanjut.
Penilaian Kelayakan dibedakan menjadi 5 macam yaitu :
1. Kelayakan Perekayasaan (Engineering Feasibility) mengharuskan agar sistem
mampu mejalankan fungsi yang harus dikehendaki. Prosedur analisis
perancangan ini seperti yang diuraikan buku-buku pegangan standar tentang
perekayasaan dapat digunakan menunjukkan kemampuan sistem yang diusulkan
dalam menjalankan fungsinya. Selain itu penyusunannya dan penerapan sistem
harus dimungkinkan pula.
2. Kelayakan Ekonomi (Economiy Feasibility) jika nilai total dari manfaat yang
dihasilkan sistem tersebut melebihi biaya yang ditimbulkan. Kelayakan ekonomi
tergantung pada kelayakan perekayasaan karena suatu sistem harus mampu
menghasilkan keluaran yang dihasilkan guna menghasilkan manfaat
3. Kelayakan Keuangan (Finance Feasibility) dapat atau mungkin pula tidak
berkaitan dengan kelayakan ekonomi. Pemilik proyek harus mempunyai dana
yang cukup untuk membiayai pemasangan dan pengoperasian sistem, sebelum
sistem tersebut dinyatakan layak secara keuangan. Pemilik mungkin mampu dan
bersedia membiayai suatu sistem untuk memenuhi tujuan-tujuan nonekonomi.
Mungkin pula ada proyek yang layak secara ekonomi tetapi tidak layak secara
keuangan karena pemiliknya tidak mampu mendapatkan cukup dana untuk
menerapkan sistem itu.
4. Kelayakan Lingkungan (Environment Feasibility) mencakup penilaian
konsekuensi-konsekuensi lingkungan dan sistem yang diusulkan. Karena

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-63

meningkatnya perhatian masyarakat terhadap pengaruh jangka pendek dan


jangka panjang terhadap lingkungan, maka pengembangan dan penerapan
sebagian besar sistem perekayasaan yang berukuran apapun mengharuskan
penelaahan ini menghasilkan apa yang dikenal dengan perumusan dampak
lingkungan.
5. Kelayakan Politik dan Sosial (Politics and Social Feasibility) terjamin jika
persetujuan politik yang diperlukan dapat diperoleh dan jika pemakai sistem
potensial beraksi secara positif terhadap penerapan sistem. Setiap sistem harus
dikaji ulang pada berbagai tahap perencanaan. Biasanya dukungan politik
diperoleh setelah pembuktian kelayakan perekayasaan dan ekonomi
dikemukakan. Kelayakan politik dan sosial dapat paling baik dicapai melalui
partisipasi aktif dari semua wakil kelompok yang berkepentingan dalam
perancangan sistem yang diusulkan.
Dalam laporan Tugas Akhir ini penilaian kelayakan hanya ditinjau dari
kelayakan teknis dan kelayakan ekonomi. Pada studi kelayakan data primer dan data
sekunder dikumpulkan secara lengkap sehingga analisis teknis dan ekonomi dapat
dilakukan lebih detail.
Kegiatan studi kelayakan merupakan tindak lanjut dari rekomendasi
formulasi kebijakan alternatif solusi. Dalam hal ini ada beberapa kriteria tentang hal-
hal yang memerlukan studi kelayakan yaitu :
a. Menggunakan dana publik yang cukup besar
b. Mempunyai sifat ketidakpastian dan resiko cukup tinggi
c. Memiliki indikasi kelayakan yang tinggi, dan lain-lain
Lingkup kegiatan studi kelayakan meliputi :
a. Kajian terhadap kondisi existing pada wilayah studi
b. Pengambilan data fisik, ekonomi dan lingkungan
c. Prediksi hasil analisis kuantitatif untuk setiap alternatif solusi
d. Kajian penggunaan alternatif teknologi dan standar yang berkaitan dengan
kebutuhan analisa
e. Studi komparasi alternatif solusi pada model desain yang ada
Fungsi kegiatan studi kelayakan adalah untuk menilai tingkat kelayakan
alternatif solusi yang ada dan untuk menajamkan analisis kelayakan bagi satu atau
lebih alternatif solusi yang unggul.

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-64

Maksud dari suatu studi kelayakan proyek adalah untuk mengkaji sejauh
mana tingkat kelayakan suatu proyek yang akan dilaksanakan, sedemikian agar
sumber daya yang terbatas dapat dialokasikan secara tepat, efisien, efektif.
Sedangkan tujuan studi kelayakan proyek adalah dalam skala yang luas,
dengan terbatasnya sumber-sumber yang tersedia pemilihan antara berbagai macam
proyek dapat dilakukan, sedemikian sehingga hanya proyek-proyek yang benar-
benar layak saja yang terpilih. Pada Laporan Tugas Akhir ini analisa kelayakan
dibatasi hanya pada analisa Kelayakan Perekayasaan dan Kelayakan Ekonomi.

2.5.1 Pendekatan Analisis Kegiatan Studi Kelayakan

Metode pendekatan yang digunakan dalam studi kelayakan ada 2 cara


yaitu :
a. Metode before and after project
b. Metode with and without project
Metode yang lazim digunakan adalah metode with and without project.
Dalam hal ini digunakan metode pendekatan pembandingan kondisi dengan
proyek (with project) dan tanpa proyek (without project), dan atas dasar
pendekatan kebijakan publik atau pendekatan economic analysis.
Pendekatan dengan proyek diasumsikan sebagai suatu kondisi, dimana
diperlukan suatu investasi yang besar, yang dilaksanakan untuk
meningkatkan kinerja simpang. Sedangkan untuk pendekatan tanpa proyek
diasumsikan sebagai suatu kondisi, dimana tidak ada investasi yang
dilaksanakan untuk meningkatakan kinerja simpang, kecuali untuk
mempertahankan fungsi pelayanan simpang, yaitu pemeliharaan rutin dan
pemeliharaan berkala.
Tahapan analisis yang dilakukan antara lain :
a. Formulasi dari sasaran analisis simpang, monitoring dan evaluasi manfaat
proyek dimasa mendatang
b. Formulasi dari satu atau lebih alternatif solusi yang potensial
c. Analisis ekonomi untuk memeperoleh/membandingkan kelayakan
ekonomi dari seluruh alternatif solusi

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-65

d. Analisis kelayakan menyeluruh yang menggabungkan hasil analisis


ekonomi dengan aspek non ekonomi yang relevan

2.5.2 Aspek yang Ditinjau

Ada beberapa aspek yang ditinjau dalam kegiatan studi kelayakan


meliputi :
a. Aspek teknis
b. Aspek lingkungan dan keselamatan
c. Aspek ekonomi
d. Aspek lain-lain
Dalam laporan Tugas Akhir ini analisa studi kelayakan hanya ditinjau dari
aspek teknis dan ekonomi
1. Aspek Teknis
1) Lalu Lintas
a. Untuk evaluasi manfaat ekonomi perlu diketahui besarnya volume
lalu lintas sekarang dan prakiraan lalu lintas masa depan.
b. Pertumbuhan lalu lintas dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi,
pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan kepemilikan kendaraan.
Prakiraan pertumbuhan lalu lintas merupakan kombinasi dari
pertumbuhan normal dengan satu atau lebih jenis pertumbuhan
lainnya. Keseluruhan lalu lintas akan akan tumbuh dengan suatu
nilai pertumbuhan normal.
c. Analisis lalu lintas menghasilkan LHR, yang merupakan lalu
lintas harian rata-rata.yang diperoleh dari pencacahan lalu lintas
selama beberapa hari penuh.
d. Karakteristik dari volume jam sibuk pada hari sibuk diawali
dengan suatu faktor k. Nilai k ini tergantung pada karakteristik
fluktuasi dalam waktu dari arus lalu lintas diwilyah studi dan
besarnya resiko yang diambil untuk terlampauinya prakiraan
pertumbuhan lalu lintas.
2) Geometrik

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-66

Jenis persimpangan jalan dan metode pengendaliannya ditetapkan


sesuai dengan hirarki jalan dan volume lalu lintas yang melewatinya.
Jenis pengendalian persimpangan dapat berupa pengendalian tanpa
rambu, dengan rambu hak utama, dengan alat pemberi isyarat lalu
lintas (APILL), dengan jalan layang (flyover) dan underpass, atau
dengan persimpangan tak sebidang lainnya.
2. Aspek Lingkungan dan Keselamatan
Hal-hal yang mungkin timbul yang dapat mempengaruhi kondisi
lingkungan harus dianalisis lebih dalam mengenai dampak terhadap
lingkungan.
Alternatif solusi yang terpilih diharapkan dapat meningkatkan
keselamatan lalu lintas. Biaya kecelakaan lalu lintas merupakan
komponen dari biaya proyek seumur rencana, pengurangan biaya
kecelakaan akan menjadi manfaat dari peningkatan simpang. Biaya
kecelakaan dihitung sebagai hasil perkalian jumlah kecelakaan dengan
biaya satuan kecelakaan, menurut klasifikasi dari kecelakaan.
3. Aspek Ekonomi
Biaya-biaya yang tidak diperhitungkan sebagai komponen biaya dalam
analisis ekonomi, yaitu :
a. Selisih total biaya operasi kendaraan antara kondisi dengan proyek
dan kondisi tanpa adanya proyek diperhitungkan sebagai manfaat.
b. Biaya kecelakaan lalu lintas berhubungan langsung dengan lalu lintas
yang melewati simpang. Penurunan biaya kecelakaan, yang
menggambarkan peningkatan dalam keselamatan, diperhitungkan
sebagai manfaat.
4. Aspek lain-lain
Aspek lain-lain meliputi aspek non ekonomi yang dapat mempengaruhi
kelayakan suatu produk secara keseluruhan. Aspek-aspek ini dapat
diperhitungkan pada waktu menentukan rekomendasi akhir dari studi ini
melalui suatu metode multi kriteria.

2.5.3 Biaya Operasi Kendaraan

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-67

Menurut Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi


Bandung (LAPI-ITB), Biaya Operasi Kendaraan (BOK) merupakan suatu
nilai yang menyatakan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pengoperasian
suatu kendaraan. Penghematan BOK merupakan penghematan yang diperoleh
oleh pengendara kendaraan setelah adanya proyek dengan relatif bila tidak
ada proyek tersebut. Biaya operasi kendaraan terdiri atas biaya tetap/fixed
cost dan biaya tidak tetap (running cos ). Karena yang diperhitungkan sebagai
manfaat adalah selisih dalam BOK, maka yang perlu dihitung adalah biaya
tidak tetap saja, baik untuk kondisi dengan proyek maupun untuk kondisi
tanpa proyek.BOK terdiri atas beberapa komponen, sebagai berikut :
a. BOK tidak tetap (Running Cost) terdiri atas komponen-komponen
sebagai berikut :
1. Konsumsi bahan bakar, yang dipengaruhi oleh jenis kendaraan,
kelandaian jalan, kecepatan operasi, dan kekasaran permukaan jalan
2. Konsumsi minyak pelumas, yang dipengaruhi oleh jenis kendaraan
dan kekasaran permukaan jalan
3. Pemakaian ban, yang dipengaruhi oleh kecepatan operasi dan jenis
kendaraan
4. Biaya pemeliharaan kendaraan, yang meliputi suku cadang dan upah
montir, yang dipengaruhi oleh jumlah pemakaian dan kondisi
permukaan jalan
b. Biaya Tetap (Fixed Cost), meliputi :
1. Asuransi
2. Bunga Modal
3. Depresiasi
4. Nilai Waktu
Data-data dasar yang diperlukan untuk perhitungan BOK adalah
sebagai berikut :
1. Harga satuan bahan bakar bensin (Rp/liter)
2. Harga satuan bahan bakar solar (Rp/liter)
3. Harga satuan minyak pelumas untuk mesin berbahan bakar bensin
(Rp/liter)

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-68

4. Harga satuan minyak pelumas untuk mesin berbahan bakar solar


(Rp/liter)
5. Harga ban baru (Rp)
6. Harga kendaraan baru (Rp)
7. Harga kendaraan terdepresiasi (Rp)
8. Jarak tempuh rata-rata tahunan kendaraan (km)
9. Asuransi (Rp)
10. Tingkat suku bunga (%)
11. Umur kendaraan (tahun)

Untuk analisa BOK juga dibutuhkan beberapa variabel analisa yaitu :


1. Kecepatan Perjalanan (Travel Speed)
Kecepatan kendaraan merupakan faktor yang sangat penting dalam
perhitungan biaya operasi kendaraan, karena kecepatan kendaraan
mempengaruhi konsumsi bahan bakar, minyak pelumas serta ban.
2. Kondisi Lalu lintas
Untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi lalu lintas.
3. Geometrik Jalan
Data geometrik jalan yang dikumpulkan meliputi data panjang jalan dan
kelandaian jalan
4. Kekasaran Permukaan Jalan (Road Surface Roughness)
Survey kekasaran permukaan jalan (road surface roughness) dilakukan
dengan memakai alat Bump Integrator (BI).

Ada banyak model yang bisa digunakan untuk analisa BOK, namun
disini hanya akan akan dijelaskan 2 model untuk analisa BOK. Berikut adalah
uraian tentang model analisa Biaya Operasi Kendaraan yaitu :
1. Model yang digunakan IRMS (Intra-Urban Road Management
System)
Dalam metode ini Biaya Operasi Kendaraan yang merupakan
penyesuaian dari metode HDM III (Highway Design Manual), model
diatur berdasarkan nilai IRI (International Roughness Index) sebesar 3,
berarti kondisi jalan sangat baik atau ideal, dengan kata lain bahwa nilai

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-69

IRI yang lebih dari 3, untuk model Biaya Operasi Kendaraan-nya harus
dikalikan dengan cost index yang diperoleh dari analisa regresi. Formulasi
yang digunakan untuk memperoleh Biaya Operasi Kendaraan adalah
sebagai berikut :
⎡ ⎛b⎞ ⎤
( )
BOK index = ⎢a + ⎜ ⎟ + cV 2 + d (V * IRI ) + e IRI 2 ⎥ ........(76)
⎣ ⎝V⎠ ⎦
Konstanta-konstanta tersebut akan ditunjukkan oleh Tabel 2.42 dibawah
ini :

Tabel 2.42 BOK Indeks


Constant 1/V V2 V * IRI IRI2
Vehicle r2
(a) (b) (c) (d) (e)
Car 0,6655 26,902 0,00000246 0,0001020 261,4 0,99
Utility 0,5348 30,022 0,00000893 0,0001360 213,5 0,99
Small Bus 0,4430 33,180 0,00001010 0,0003120 273,3 0,99
Light Bus 0,5014 28,039 0,00001850 0,0000678 441,8 0,99
Light Truck 0,5278 25,520 0,00000093 0,0003330 290,0 0,99
Medium Truck 0,4937 21,674 0,00002300 0,0003580 390,0 0,99

Heavy Truck 0,5499 17,427 0,00002250 0,0003990 531,3 0,99


*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )
Dimana :
V : Kecepatan pada ruas jalan (km/jam)
IRI : Roughness (m/km)
a,b,c,d,e : Koefisien yang telah diestimasikan pada tabel diatas
exp : Konstanta exponensial (2,718282)
2
r : Koefisien kuadrat dari korelasi perkalian
Dimana untuk kendaraan berat dalam studi ini konstanta regresinya
diasumsikan sebagai rata-rata dari bus besar dan truck medium, dan untuk
sepeda motor konstanta regresinya sebesar 0,3 dari konstanta mobil dan
untuk kendaraan tidak bermotor digunakan nilai sebesar 0,5 dari
konstanta mobil. Metode ini biasa digunakan oleh Bina Marga.

2. Model PCI (Non-Toll Road),

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-70

Model ini menggunakan persamaan-persamaan yang bergantung pada


besarnya kecepatan tempuh. Persamaan BOK ini meliputi :
1. Konsumsi bahan bakar (liter/1000 km)
2. Konsumsi minyak pelumas (liter/1000 km)
3. Konsumsi pemakaian ban (ban/1000 km)
4. Biaya pemeliharaan (depresiasi/1000 km)
5. Biaya mekanik (jam kerja/1000 km)
6. Biaya suku bunga (interest/1000 km, sebesar 1/2 nilai depresiasi)
7. Asuransi (asuransi/1000 km, sebesar nilai depresiasi)
8. Nilai waktu
Berdasarkan model perhitungan BOK , maka hanya akan diperhitungkan
faktor-faktor tertentu yang dianggap memberikan pengaruh terhadap
komponen-komponen yang memberikan kontribusi relatif besar terhadap
nilai BOK. Faktor-faktor yang dimaksud adalah kondisi geometri jalan,
lalu lintas dan kekasaran permukaan jalan (roughness).
Untuk selanjutnya model yang digunakan dalam laporan ini untuk analisa
BOK adalah Model PCI (Non-Toll Road).

2.5.4 Komponen-Komponen BOK

1. Persamaan Konsumsi Bahan Bakar ...................(77)


Konsumsi bahan bakar = basic fuel ( 1 + ( kk + kl + kr ))
Dimana : basic fuel dalam liter/1000 km
kk : koreksi akibat kelandaian
kl : koreksi akibat kondisi lalu lintas
kr : koreksi akibat kekasaran jalan (roughness)
a) Konsumsi bahan bakar Gol I : 0,05693V2– 6,42593V+
269,18576
b) Konsumsi bahan bakar Gol IIA : 0,21692V2-24,11549V+
954,78624
c) Konsumsi bahan bakar Gol IIB : 0,21557V2-24,17699V+
947,80862

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-71

Faktor koreksi konsumsi bahan bakar dinyatakan dalam Tabel 2.43


dan Tabel 2.44 berikut :

Tabel 2.43 Tabel Faktor Koreksi Akibat Kelandaian


g < -5 % -0,337
Koreksi Kelandaian Negatif ( kk )
-5 % ≤ g ≤ 0 % -0,158
0%≤g ≤5% 0,400
Koreksi Kelandaian Positif ( kk )
g≥5% 0,820
*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )

Tabel 2.44 Tabel Faktor Koreksi Akibat Kekasaran dan ( v/c )


0 ≤ v/c ≤ 0,6 0,050
Koreksi Lalu lintas ( kl ) 0,6 ≤ v/c ≤ 0,8 0,185
v/c ≥ 0,8 0,253
< 3 m / km 0,035
Koreksi Kekasaran ( kr )
≥ 3 m/ km 0,085
*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )

2. Persamaan Konsumsi Minyak Pelumas ...................(78)


Berdasarkan survey literatur, dengan kruteria kemudahan dalam
mengimplementasikan moel, maka dipilih spesifikasi model yang
dikembangkan dalam GENMERRI, yaitu model yang dipakai oleh Bina
Marga. Model ini memperhatikan pengaruh dari kecepatan perjalanan dan
kekasaran permukaan jalan (roughness) terhadap konsumsi minyak
pelumas.
Pada Tabel 2.45 dapat dilihat konsumsi dasar minyak pelumas (liter/km)
untuk jalan non tol yang dimodifikasi dari model ini. Konsumsi dasar ini
kemudian dikoreksi lagi menurut tingkatan roughness seperti yang
terlihat pada Tabel 2.46 pada halaman berikut.
Tabel 2.45 Konsumsi Dasar Minyak Pelumas ( liter/km )
Kecepatan Jenis Kendaraan
( km/jam ) Golongan I Golongan IIA Golongan IIB
10 – 20 0,0032 0,0060 0,0049

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-72

20 – 30 0,0030 0,0057 0,0046


30 – 40 0,0028 0,0055 0,0044
40 – 50 0,0027 0,0054 0,0043
50 – 60 0,0027 0,0054 0,0043
60 – 70 0,0029 0,0055 0,0044
70 – 80 0,0031 0,0057 0,0046
80 – 90 0,0033 0,0060 0,0049
90 – 100 0,0035 0,0064 0,0053
100 - 110 0,0038 0,0070 0,0059
*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )

Konsumsi dasar minyak pelumas untuk jalan non tol dirumuskan sebagai
berikut :
a) Konsumsi minyak pelumas Gol I : 0,00037 V2 – 0,04070 V +
2,20403
b) Konsumsi minyak pelumas Gol IIA : 0,00209 V2 – 0,24413 V +
13,29445
c) Konsumsi minyak pelumas Gol IIB : 0,00186 V2 – 0,22035 V +
12,06486

Tabel 2.46 Faktor Koreksi Konsumsi Minyak Pelumas


Nilai Kekasaran Faktor Koreksi
< 3 m /km 1,00
> 3 m / km 1,50
*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )

2. Persamaan Konsumsi Ban ...................(79)


Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi kondisi atau umur ban, yaitu :
1. Rolling Friction, yaitu gesekan antara ban dengan permukaan jalan
2. Gaya Longitudinal dan Transversal yang menyebabkan gesekan pada
sebagian permukaan ban. Gaya tersebut terjadi akibat pengereman,
akselerasi dan tikungan
3. Gesekan akibat Driving Force, yang diakibatkan tekanan udara yang
terjadi pada saat kendaraan melakukan tanjakan dan atau pengurangan
kecepatan

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-73

Dengan memperhaitkan kriteria kesederhanaan dan kemudahan dalam


mengimplementasikan model, maka digunakan model PCI sebagai
berikut :
a) Golongan I : Y = 0,0008848 V – 0,0045333
b) Golongan IIA : Y = 0,0012356 V – 0,0064667
c) Golongan IIB : Y = 0,0015553 V – 0,0059333
Dimana : Y = Pemakaian ban per 1000 km
: V = Kecepatan berjalan ( Running Speed )

3. Persamaan Pemeliharaan ...................(80)


Biaya pemeliharaan terdiri dari biaya suku cadang dan upah
montir/tenaga kerja yang berlaku untuk perhitungan BOK pada jalan non
tol, sedangkan menurut PCI persamaannya sebagai berikut :
1. Suku Cadang
a) Golongan I : Y = 0,0000064 V + 0,0005567
b) GolonganIIA : Y = 0,0000332 V + 0,0020891
c) Golongan IIB : Y = 0,0000191 V + 0,0015400
Dimana : Y = Pemeliharaan suku cadang per 1000 km
2. Montir
a) Golongan I : Y = 0,00362 V + 0,36267
b) Golongan IIA : Y = 0,02311 V + 1,97733
c) Golongan IIB : Y = 0,01511 V + 1,21200
Dimana : Y = Jam montir per 1000 km

4. Persamaan Depresiasi ...................(81)


Biaya depresiasi berlaku unutk perhitungan BOK pada jalan tol maupun
non tol. Persamaannya adalah sebagai berikut :
a) Golongan I : Y = 1/(2,5 V + 125 )
b) Golongan IIA : Y = 1/(9,0 V + 450 )
c) Golongan IIB : Y = 1/(6,0 V + 300 )
Dimana : Y = Depresiasi per 1000 km, sama dengan ½ nilai depresiasi
dari kendaraan.

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-74

5. Persamaan Bunga Modal ...................(82)


Biaya bunga modal per kendaraan-km yang dilambangkan dengan INT
dan diekspresikan sebagai fraksi dari harga kendaraan baru diberikan
dalam persamaan berikut :
INT = AINT / AKM

Dimana : AINT = Rata-rata bunga modal tahunan dari kendaraan yang


diekspresikan sebagai fraksi dari kendaraan baru
= 0,01 (ANV / 2)
AINV = Bunga modal tahunan dari kendaraan baru
AKM = Rata-rata jarak tempuh tahunan ( kilometer ) kendaraan
Bunga modal juga dapat diperhitungkan dengan metode Road User Cost
Model ( 1991 ), besarnya biaya bunga modal per kendaraan per 1000 km
ditentukan oleh persamaan berikut :
BUNGA MODAL = 0,22 % x ( harga kendaraan baru )

6. Persamaan Asuransi ...................(83)


Biaya asuransi berlaku untuk perhitungan BOK pada jalan tol maupun
jalan non tol.
a) Golongan I : Y = 38/( 500 V )
b) Golongan IIA : Y = 6/( 2571,42857 V )
c) Golongan IIB : Y = 61/( 1714,28571 V )
Dimana: Y = Asuransi per 1000 km
7. Persamaan Nilai Waktu ...................(84)
Nilai waktu atau nilai penghematan waktu didefinisikan sebagai jumlah
uang yang rela dikeluarkan oleh seseorang untuk menghemat satu satuan
waktu perjalanan.
a) Golongan I :Y=-
b) Golongan IIA : Y = 1000 / V
c) Golongan IIB : Y = 1000 / V

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-75

Sampai saat ini, belum didapatkan besaran nilai waktu yang berlaku untuk
Indonesia. Dibawah ditampilkan besaran nilai waktu beberapa kajian
yang pernah dilakukan.

Tabel 2.47 Nilai Waktu Setiap Golongan Kendaraan


Nilai waktu ( Rp/jam/kendaraan )
Rujukan
Golongan I Golongan IIA Golongan IIB
PT. Jasa Marga ( 1990-1996 ) 12,287 18,534 13,768
Padalarang-Cileunyi ( 1996 ) 3,385-5,425 3,827-38,344 5,716
Semarang ( 1996 ) 3,411-6,221 14,541 1,506
IHCM ( 1995 ) 3,281 18,212 4,971
PCI ( 1979 ) 1,341 3,827 3,152
JIUTR Northern Extension
7,067 14,670 3,659
( PCI, 1989 )
Surabaya-Mojokerto
8,880 7,960 7,980
( JICA, 1991 )
*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )

Beberapa modifikasi dilakukan dengan ‘memilih’ nilai waktu yang


terbesar antara nilai waktu dasar yang dikoreksi menurut lokasi dengan
nilai waktu minimum seperti terlihat pada persamaan berikut :
Nilai waktu = maksimum {(k x nilai waktu dasar), nilai waktu
maksimum}
k adalah nilai faktor koreksi pada Tabel 2.49 dengan asumsi bahwa nilai
waktu dasar tersebut hanya berlaku untuk daerah DKI-Jakarta dan
sekitarnya. Untuk daerah lainnya perlu dilakukan koreksi sesuai dengan
PDRB per kapitanya; DKI-Jakarta dan sekitarnya dianggap mempunyai
nilai faktor koreksi 1,0.
Tabel 2.49 merangkum beberapa faktor koreksi nilai waktu menurut
daerah, sedangkan Tabel 2.48 merangkum nilai waktu minimum yang
digunakan.

Tabel 2.48 Nilai Minimum ( Rp/jam/kendaraan )


No Kabupaten/Kodya Jasa Marga JIUTR

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-76

Gol Gol Gol


Gol I Gol I Gol IIA
IIA IIB IIB
1 DKI-Jakarta 8,200 12,369 9,188 8,200 17,022 4,246
Selain DKI-
2 6,000 9,051 6,723 6,000 12,455 3,107
Jakarta
*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )

Tabel 2.49 PDRB atas Dasar Harga Konstan Tahun 1995


PDRB ( Juta Jumlah PDRB per kapita Nilai
No Lokasi
Rupiah ) penduduk ( Juta Rupiah ) Koreksi
1 DKI-Jakarta 60,638.217 9,113.000 6,65 1,00

2 Jawa Barat 60,940.114 39,207.000 1,55 0,23

3 Kodya Bandung 6,097.380 2,356.120 2,59 0,39

4 Jawa Tengah 39,125.323 29,653.000 1,32 0,20


5 Kodya Semarang 4,682.002 1,346.352 3,48 0,52
6 Jawa Timur 57,047.812 33,844.000 1,69 0,25
7 Kodya Surabaya 13,231.986 2,694.554 4,91 0,74
8 Sumatera Utara 21,802.508 11,115.000 1,96 0,29
9 Kodya Medan 5,478.924 1,800.000 3,04 0,46
*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )
Dengan demikian, nilai waktu yang berlaku untuk DKI-Jakarta adalah
sebesar Rp 12,287 per kendaraan per jam, sedangkan nilai waktu untuk
daerah lainnya dapat dihitung dengan mengalikan faktor koreksi dengan
nilai waktu yang berlaku untuk DKI-Jakarta.

2.5.5 Kekasaran Pemukaan Jalan (Roughness)

Kekasaran permukaan jalan sangat mempengaruhi tingkat


kenyamanan mengemudi. Kekasaran permukaan jalan merupakan
perbandingan dari kondisi profil vertikal badan jalan terhadap panjang jalan
itu sendiri. Tingkat kenyamanan dan kinerja dinyatakan dengan 2 cara, yaitu
dengan skala Indeks Kondisi Jalan (Road Condition Index = RCI) dengan
metode pengamatan secara langsung (visuil) dan dengan alat Roughometer
yang dinyatakan dalam International Roughness Index (IRI) dinyatakan
dalam m/km. Data kekasaran permukaan jalan ini hanya digunakan sebagai
data penunjang dalam perhitungan biaya operasi kendaraan. Semakin kecil

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-77

nilai IRI maka kondisi jalan semakin baik (rata dan teratur). Skala RCI
bervariasi antara 2-10 dengan pengertian sebagai berikut :

Tabel 2.50 Skala Indeks Kondisi Jalan ( RCI )


Nilai RCI Kondisi Permukaan Jalan Secara Visuil
8 – 10 Sangat rata dan teratur
7–8 Sangat baik, umumnya rata
6–7 Baik
Cukup, sedikit sekali atau tidak ada lubang, tetapi permukaan
5–6
jalan tidak rata
4–5 Jelek, kadang-kadang ada lubang, permukaan jalan tidak rata
3–4 Rusak, bergelombang, banyak lubang
Rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah perkerasan
2–3
hancur
≤2 Tidak dapat dilalui, kecuali dengan kendaraan 4 WD ( Jeep )
*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )

Tabel 2.51 Konversi Nilai RCI ke IRI


RCI IRI
7,6 4
6,4 6
5,3 8
3,5 12
2,3 16
*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )

Dimana :
RCI = 10 x e( -0,0501 x IRI^1,220326 ) .....................(85)

2.5.6 Analisa Kelayakan Perekayasaan/Teknis

Analisa kelayakan teknis dilakukan untuk mengetahui tingkat


kelayakan dari suatu proyek dimaksud dari segi teknis. Analisa ini pada
dasarnya adalah usaha untuk menjawab apakah proyek dimaksud cukup
andal, aman dan dapat dipertanggungjawabkan.

2.5.7 Analisa Kelayakan Ekonomi

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-78

Analisis ekonomi dari proyek transportasi sangat diperlukan, oleh


karena proyek transportasi pada umumnya merupakan proyek yang
berhubungan langsung dengan kepentingan umum (publik) dimana arus
pengembalian atas modal yang ditanam bukan berupa arus pengembalian
finansial, tetapi manfaat-manfaat langsung yang dirasakan oleh masyarakat
luas seperti : berupa penghematan biaya operional kendaraan, penghematan
waktu perjalanan, dll. Analisis ekonomi suatu proyek transportasi juga
diperlukan oleh karena proyek transportasi menyangkut biaya investasi yang
besar dan umur pengembalian proyek yang panjang. Pertimbangan lain untuk
menggunakan analisis ekonomi ialah apabila pertimbangan pemerataan
(equity) pembangunan diperlukan, juga karena terdapat external benefits
(third parties effects).
Di dalam analisis ekonomi yang diperhatikan adalah hasil total, atau
produktivitas atau keuntungan yang didapat dari sumber yang dipakai dalam
proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan, tanpa
melihat siapa yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan siapa dalam
masyarakat yang menerima hasil daripada proyek-proyek tersebut. Hasil itu
disebut the social returns atau the economisc returns daripada proyek.
Secara garis besar evaluasi kelayakan ekonomi yang dilakukan
meliputi :
a. Analisis ekonomi, terdiri atas :
1) Break Even Point / Pay-back Period
2) Benefit Cost Ratio ( B/C-R )
3) Net Present Value ( NPV )
4) Economic Internal Rate of Return ( EIRR )
5) First Year Rate of Return ( FYRR )
b. Analisis kepekaan / sensitivity analysis
Untuk mengurangi ketidak tepatan pengambilan keputusan yang
diakibatkan oleh ketidakpastian atau kesalahan peramalan dan perkiraan,
maka dilkukan analisa kepekaan (sensitivity analysis) terhadap hasil yang
ada. Analisis ini dilakukan dengan merubah nilai-nilai impak, dalam hal
ini adalah dengan merubah komponen benefit dan cost sebesar 10 %,
kemudian hasilnya dibandingkan kembali dengan hasil dasar. Analisis ini

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-79

dilakukan untuk menunjukkan seberapa peka parameter ekonomi yang


didapatkan untuk dibandingkan dengan perubahan variabel yang
digunakan.
Dalam mengevaluasi kelayakan suatu proyek, dapat dilakukan dengan
menganalisis kelima komponen tersebut di atas, atau apabila memungkinkan,
dapat menganalisis hanya dengan dua atau lebih dari kelima komponen
tersebut.

1. Analisis BEP/Pay-back Period


Metode ini mengacu pada asumsi bahwa komponen manfaat dan
komponen biaya pada dasarnya mempresentasikan kondisi ‘cash-flow’.
Dengan melakukan analogi cash flow dari kegiatan komersial, maka
metode ini menggunakan indeks ‘pay-back period’, yaitu suatu indeks
yang menggambarkan lamanya waktu yang dibutuhkan agar total inflow
/keuntungan sama dengan total outflow/modal. Indeks ini dikenal juga
dengan waktu ‘break-even’, dengan metode ini suatu proyek dikatakan
layak jika pay-back period-nya kurang dari time horizon yang
direncanakan.
2. Analisis Benefit Cost Ratio (B/C-R)
Benefit cost ratio adalah perbandingan antara present value benefit dibagi
dengan present value cost. Hasil B/C-R dari suatu produk dikatakan layak
secara ekonomi, bila nilai B/C-R adalah lebih besar dari 1 (satu).
Metode ini dipakai untuk mengevaluasi kelayakan produk dengan
membandingkan total manfaat terhadap total biaya yang telah didiskonto
ke tahun dasar dengan memakai nilai suku bunga diskonto (discount rate)
selama tahun rencana.
Persamaan untuk metode ini adalah sebagai berikut :
Present Value Benefits
B/C - R = ......................(86)
Pr esent Value Cost
Nilai B/C-R yang lebih kecil dari 1 (satu), menunjukkan investasi
ekonomi yang tidak menguntungkan.
3. Analisis Net Present Value (NPV)

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-80

Metode ini dikenal sebagai metode present worth dan digunakan untuk
menentukan apakah suatu rencana mempunyai manfaat dalam periode
waktu analisis. Hal ini dihitung dari selisih present value of the benefit
(PVB) dan present value of the cost (PVC).
Dasar dari metode ini adalah bahwa semua manfaat (benefit) ataupun
biaya (cost) mendatang yang berhubungan dengan suatu produk
didiskonto kenilai sekarang (present values), dengan menggunakan suatu
suku bunga diskonto.
Persamaan umum untuk metode ini adalah sebagai berikut :

n -1 ⎛ ⎛ ⎛ r ⎞⎞i ⎞ ⎤
−1

NPV = ∑ ⎢(b i − c i ) ⎜ ⎜⎜ 1 + ⎜ ⎟⎟ ⎟ ⎥ ........................(87)


i=0 ⎢
⎜ ⎝ ⎝ 100 ⎠ ⎟⎠ ⎟ ⎥
⎣ ⎝ ⎠ ⎦

Dengan pengertian :
NPV : Nilai sekarang bersih
bi : Manfaat pada tahun i
ci : Biaya pada tahun i
r : Suku bunga diskonto ( discount rate )
n : Umur ekonomi produk

Hasil NPV dari suatu produk yang dikatakan layak secara ekonomi adalah
yang menghasilkan nilai NPV bernilai positif. S
4. Analisis Economic Internal Rate of Return
Economic Internal Rate of Return (EIRR) merupakan tingkat
pengembalian berdasarkan pada penentuan nilai tingkat bunga (discount
rate), dimana semua keuntungan masa depan yang dinilai sekarang
dengan discount rate tertentu adalah sama dengan biaya kapital atau
present value dari total biaya.
Dalam perhitungan nilai EIRR adalah dengan cara mencoba beberapa
tingkat bunga. Guna perhitungan EIRR dipilih tingkat bunga yang
menghasilkan NPV positif yang terkecil dan tingkat bunga yang
menghasilkan NPV negatif terkecil. Selanjutnya diadakan interpolasi
dengan perhitungan :

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-81

NPV1
EIRR = i 1 + ( i 2 − i 1 ) .....................(88)
NPV1 − NPV2
Dengan pengertian :
EIRR : Economic Internal Rate of Return
i1 : Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif terkecil
i2 : Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif terkecil
NPV1 : Nilai sekarang dengan menggunakan i1
NPV2 : Nilai sekarang dengan menggunakan i2
5. Analisis First Year Rate of Return (FYRR)
Analisis manfaat-biaya digunakan untuk membantu menentukan waktu
terbaik untuk memulai proyek. Walaupun dari hasil analisis proyek
bermanfaat, tetap saja ada kasus penundaan awal proyek pada saat lalu
lintas terus bertambah untuk menaikkan laju pengembalian pada tingkat
yang diinginkan. Cara terbaik untuk menentukan waktu dimulainya suatu
proyek adalah menganalisis proyek dengan range waktu investasi untuk
melihat mana yang menghasilkan NPV tertinggi.
First year rate of return (FYRR) adalah jumlah dari manfaat yang didapat
pada tahun pertama setelah proyek selesai, dibagi dengan present value
dari modal yang dinaikkan dengan discount rate pada tahun yang sama
dan ditunjukkan dalam persen.
Persamaan untuk metode ini adalah sebagai berikut :
bj
FYRR = 100 . ......................(89)
(1 + (r 100))
j −1
j −i
∑c
i=0
i

Dengan pengertian :
FYRR : First Year Rate of Return
J : Tahun pertama dari manfaat
bj : Manfaat pada tahun j
ci : Biaya pada tahun i
r : Suku bunga diskonto (discount rate)

2.5.8 Pemilihan Alternatif dan Rekomendasi

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-82

a. Pemilihan alternatif dapat dilakukan dengan berbagai metode


pengambilan keputusan yang lazim dan disepakati oleh pelaksana studi
dan pengambil keputusan. Apabila tidak ada kesepakatan, metode dengan
membandingkan nilai indikator-indikator dari aspek teknis, lingkungan,
keselamatan dan ekonomi antar alternatif, dapat digunakan. Indikator
yang digunakan untuk setiap aspek meliputi :
1. Teknis
2. Lingkungan
3. Ekonomi
4. Indikator lain yang mungkin dilakukan
b. Masing-masing indikator dapat diberi bobot sesuai dengan kebutuhan
yang ada
c. Nilai dari masing-masing indikator dapat dinormalisasikan dengan
rentang antara 0 – 10
d. Alternatif terbaik ditentukan berdasarkan hasil perhitungan nilai rata-rata
tertimbang dari seluruh indikator yang ada
e. Kelayakan proyek tidak hanya tergantung pada kelayakan ekonomi, untuk
memperhitungkan aspek non ekonomi, ada beberapa metode yang dapat
digunakan antara lain metode Multi Kriteria, dan lain-lain

2.6 STUDI TERKAIT

Banyak studi-studi sebelumnya yang pernah dilakukan terkait dengan


simpang Jatingaleh, studi-studi tersebut membahas tentang bagaimana memecahkan
permasalahan lalu lintas pada simpang Jatingaleh. Disini hanya akan dijelaskan
tentang beberapa studi yang terkait dengan penyusunan Tugas Akhir ini. Studi-studi
yang pernah dilakukan sebelumnya diantaranya adalah :
1. Studi yang dilakukan oleh Andi P. Siagian dan Benhard S.
Studi ini membahas tentang Analisa Kinerja Lalu lintas Persimpangan Pada
Jalan Dr. Setia Budi – Jalan Teuku Umar ( Depan Pasar Jatingaleh ) Semarang
Studi ini menghasilkan dua alternatif solusi pemecahan permasalahan
persimpangan yang dapat dilakukan yaitu :
a) Pembangunan Overpass

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα II-83

b) Pembangunan simpang susun/interchange


2. Studi yang dilakukan oleh Abdul Kholiq dan Ika Putri P
Studi ini membahas tentang Evaluasi Kinerja Simpang Jatingaleh dan
Pemecahannya
Studi ini menghasilkan alternatif solusi pemecahan permasalahan persimpangan
yang dapat dilakukan yaitu :
a) Perbaikan geometri simpang (peningkatan ruas jalan/penambahan jumlah
lajur/pelebaran ruas jalan)

Dalam Laporan Tugas Akhir ini, hasil analisa dari studi-studi tersebut akan
dijadikan sebagi sumber bahan analisa Studi Kelayakan Simpang Jatingaleh.
Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini akan dianalisa tentang
kelayakan dari solusi-solusi tersebut. Lebih lanjut akan diuraikan adalah tentang
kemampuan solusi-solusi tersebut dalam hal yang paling dapat memberikan
keuntungan atau paling layak untuk dapat digunakan sebagai solusi terbaik untuk
memecahkan permasalahan lalu lintas pada simpang Jatingaleh. Sehingga diakhir
nanti dapat diambil suatu kesimpulan dari studi kelayakan ini mengenai alternatif
solusi terbaik untuk simpang Jatingaleh.

Τυγασ Ακηιρ
Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη
Σεµαρανγ

Anda mungkin juga menyukai