Anda di halaman 1dari 5

Latar Belakang Penelitian

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan asset negara yang memegang peranan cukup
penting dalam perekonomian bangsa Indonesia di samping usaha swasta dan koperasi. Pada
saat didirikan sebagian besar BUMN menitikberatkan usahanya dengan memanfaatkan
keunggulan komparatif yang berupa sumber daya yang dimiliki oleh Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan rakyat, baik sandang, pangan maupun papan serta bagi penyediaan
infrastruktur (air, jalan, listrik, dan telekomunikasi). Disamping itu, BUMN juga mempunyai
peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatankekuatan swasta
besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan
salah satu penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak dan dividen.
Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh
sektor perekonomian. Kemudian dibentuk suatu aturan khusus yang mengatur segala hal yang
berkaitan dengan BUMN yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Pada dasarnya korporasi atau perusahaan didirikan
oleh pemilik dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dan tujuan-tujuan lain yang
diinginkan pemilik. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mayoritas atau bahkan 100%
1 2 sahamnya dimiliki pemerintah diharapkan mampu menjadi penggerak (powerhouse)
perekonomian Indonesia dan sumber peningkatan kesejahteraan masyarakat. Secara
sederhana, BUMN diharapkan mampu memberi kontribusi berharga bagi semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders). (Tjager.2003:186) BUMN merupakan salah satu pelaku utama
perekonomian rasional yang bertujuan untuk mendukung keuangan Negara dan
meningkatkan kesejahtaraan masyarakat. Salah satu campur tangan yang dilakukan
pemerintah dalam menggerakkan ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat adalah mendorong pengelolaan badan usaha milik pemerintah terutama BUMN.
Melalui kepemilikan mayoritas di dalam BUMN pemerintah juga merupakan pelaku utama di
dalam ekonomi Indonesia. BUMN selama ini sering mendapat sorotan kritis dari masyarakat.
BUMN dipandang sebagai badan usaha yang tidak efisien, karena boros dalam pemanfaatan
sumber daya, sarat dengan korupsi, serta memiliki profitabilitas yang rendah. Kritik ini cukup
beralaskan apabila dilihat dari perkembangan kinerja banyak BUMN dari waktu ke waktu
yang memang belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan, meskipun terdapat pula
BUMN yang memiliki kinerja yang sangat baik. Argumen yang sering digunakan sebagai
penjelasan atas belum optimalnya kinerja BUMN adalah tujuan pendiriannya yang lebih
diprioritaskan pada pemberian pelayanan publik dan pemenuhan kebutuhan masyarakat
dibandingkan dengan perolehan laba. Kinerja BUMN yang relatif rendah tidak dapat
dibiarkan berlarut-larut, karena akan semakin tertinggal dan sulit bersaing dengan perusahaan
swasta sejenis. Terlebih 3 lagi bila keberadaan BUMN ditempatkan dalam tata perekonomian
dunia dewasa ini yang semakin mengglobal dan seakan-akan tanpa batas, di mana BUMN
tidak hanya bersaing dengan perusahaan-perusahaan transnasional dari berbagai negara maju.
(Aprilia, 2013) Kinerja BUMN yang rendah secara langsung atau pun tidak langsung akan
berdampak pada kesejahteraan rakyat, mengingat salah satu perannya adalah sebagai
penyedia public goods, berupa penyediaan barang dan jasa yang bermutu dan memadai bagi
pemenuhan hajat hidup orang banyak. Di samping itu peran BUMN juga menyediakan input
seperti listrik, gas bumi, air, minyak dan lainnya untuk kepentingan dunia usaha. BUMN
memang telah mampu memainkan peran untuk memenuhi kebutuhan dan hajat hidup
masyarakat, tetapi peran tersebut dicapai dengan biaya yang sangat tinggi atau tidak efisien.
Inefisiensi pengelolaan BUMN jika dibiarkan berlangsung maka akan menjadi beban bagi
masyarakat, karena harus membayar harga yang lebih tinggi dari yang seharusnya untuk
mendapatkan barang dan jasa yang disediakan oleh BUMN. Inefisiensi ini selain merugikan
BUMN tetapi juga para stakeholdernya termasuk Pemerintah. Inefisiensi merugikan Negara
karena APBN harus menanggung beban-beban kerugian BUMN dimana BUMN seharusnya
menjadi powerhouse bagi Negara justru menjadi faktor kerugian Negara. Memperhatikan
kondisi BUMN yang seperti itu dan realitas ekonomi global yang bersifat kompetitif,
pemerintah telah berupaya untuk membenahi BUMN untuk meningkatkan kinerjanya.
Berkenaan dengan maksud tersebut pemerintah telah melakukan reformasi BUMN dalam
bentuk privatisasi. 4 Privatisasi dinilai pemerintah sebagai cara yang tepat untuk
memperbaiki kinerja BUMN. Dengan dilakukannya privatisasi akan terjadi pergeseran
pengendalian terhadap manajemen BUMN. Sebagian besar BUMN di Indonesia bukan
memberikan kontribusi kepada penerimaan negara melainkan sebaliknya menjadi beban
keuangan negara dan rakyat karena setiap tahun harus diberi subsidi untuk pengelolaan
perusahaannya. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan dilakukan reformasi BUMN
(Akadun, 2009:163). Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara, “Privatisasi adalah penjualan saham Perseroan, baik sebagian maupun
seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan,
memperbesar manfaat bagi Negara dan masyarakat, serta memperluas pemikiran saham oleh
masyarakat.” Privatisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan
serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero. Pemerintah pernah menjelaskan bahwa
privatisasi yang dilakukan bukanlah semata menjual asset negara untuk menutup kekurangan
APBN. Ada beberapa tujuan penting yang hendak dicapai lewat privatisasi: 1) menciptakan
transparansi, 2) menciptakan akses ke pasar internasional, dan 3) meningkatkan teknologi dan
manajemen (Indra Bastian, 2002:280) Sesuai Pasal 75 UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang
BUMN, Persero yang dapat diprivatisasi (i) sekurang-kurangnya harus memenuhi kriteria
sebagai industri atau sektor usaha yang kompetitif atau industri yang unsur teknologinya
cepat berubah; (ii) sebagai aset atau kegiatan dari Persero yang 5 melaksanakan kewajiban
pelayanan umum dan atau yang berdasarkan undangundang kegiatan usahanya harus
dilakukan oleh BUMN, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian
perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi.
Teori Penelitian
Secara umum, kinerja BUMN telah menunjukkan adanya peningkatan. Namun,
peningkatan kinerja itu harus diakui masih belum optimal. Sebagai contoh, pada
tahun 2004 terdapat 127 BUMN yang mencatat laba dengan jumlah sekitar Rp29
triliun. Namun, 70 persen dari keuntungan tersebut hanya dihasilkan oleh 5 BUMN.
Di samping itu, jika dilihat dari indikator kinerja BUMN, peningkatan yang ada
dirasakan belum mantap dan belum berkesinambungan. Angka tingkat
hasil aset (return on asset)/(ROA) misalnya, dari tahun ke tahun perkembangannya
belum berlangsung secara konsisten. Pada tahun 2001, rata-rata ROA BUMN menc
apai 2,28 persen, dan meningkat menjadi 2,74 persen pada tahun 2002. Namun,
angka ini turun menjadi 2,20 persen pada tahun 2003, dan diperkirakan meningkat
lagi menjadi 2,49 persen pada tahun 2004.Dengan kinerja demikian, di samping
mempersulit BUMN untuk dapat berperan utuh dalam memberikan sumbangan bagi
perkembangan perekonomian nasional, masih ada potensi BUMN untuk membebani
fiskal yang dapat mempengaruhi upaya mempertahankan kesinambungan fiskal.
Belum optimalnya kinerja pengelolaan BUMN itu, antara lain,disebabkan oleh masih
lemahnya koordinasi kebijakan antara langkah perbaikan internal perusahaan dan
kebijakan industrial serta pasar tempat beroperasinya BUMN tersebut,belum
terpisahkannya fungsi komersial dan pelayanan masyarakat pada sebagian besar
BUMN, dan belum terimplementasikannya prinsip-prinsip tata kelola perusahaan
yang baik (Good Corporate Governance)secara utuh di seluruh BUMN. Di samping
itu, belum utuhnya kesatuan pandangan dalam kebijakan restrukturisasi dan
privatisasi di antara para pemilik kepentingan (stakeholders),berpotensi memberikan
dampak negatif dalam pelaksanaan dan pencapaian kebijakan yang ada. salah satu
pilar utama kebijakan pembinaan dan pengembangan BUMN adalah upaya
restrukturisasi perusahaan yang sinergi dengan kebijakan industrial dan pasar
tempat beroperasinya BUMN itu.restrukturisasi itu diharapkan dapat meningkatkan
nilai serta daya saing perusahaan.selama tahun 2004 telah dilakukan langkah awal
restrukturisasi terhadap beberapa BUMN, seperti BUMN sektor perikanan dan
BUMN sektor penerbangan, yaitu dalam bentuk pengkajian terhadap rencana
merger. Langkah itu dilakukan agar tindak lanjut restrukturisasi berikutnya akan lebih
efisien dan efektif. Secara keseluruhan upaya keras Pemerintah untuk meningkatkan
nilai perusahaan telah menunjukkan hasil yang baik. Jumlah BUMN yang sehat telah
meningkat jika dibanding dengan tahun sebelumnya, yaitu dari 92 perusahaan pada
tahun 2003 menjadi 120 perusahaan pada tahun 2004. Dari sisi perolehan laba,
kinerja BUMN menunjukkan adanya peningkatan, yaitu dari 158 BUMN yang dimiliki
Pemerintah (2004), tercatat sebanyak 127 BUMN mampu mencetak laba. Jumlah itu
jauh meningkat dari 103 BUMN di tahun 2003. Di samping meningkatnya jumlah
BUMN yang mencetak laba, jumlah laba yang dihasilkan juga menunjukkan
peningkatan. Total keseluruhan laba yang dihasilkan pada tahun 2004 adalah
sebesar Rp29,43 triliun atau meningkat 15 persen jika dibanding dengan tahun
sebelumnya. Kinerja yang meningkat itu juga didukung dengan semakin
menurunnya kerugian yang dialami BUMN. Untuk tahun 2004 total kerugian turun
sekitar 26 persen jika dibanding dengan tahun 2003 yaitu dari Rp6,1 triliun pada
tahun 2003 turun menjadi Rp4,5 triliun pada tahun 2004. Jumlah dividen yang
disumbangkan kepada negara juga meningkat yaitu sebesar Rp7,9 triliun pada
tahun 2003 menjadi Rp 8,75 triliun pada tahun 2004 atau mengalami peningkatan
sebesar 10 persen. Namun, apabila dibandingkan dengan target untuk tahun 2004
yang sebesar Rp10,19 triliun, jumlah dividen dicapai hanya sebesar 85,84 persen
saja. Sementara itu, khusus untuk BUMN perbankan, meskipun saat ini tengah
berada di dalam sorotan masyarakat sehubungan dengan kasus-kasus yang dialami
oleh BUMN perbankan,kinerja BUMN perbankan tahun buku 2004 mengalami
peningkatan jika dibandingkan dengan tahun buku 2003 yang tercermin dari
peningkatan laba bersih, posisi (outstanding) kredit dan beberapa nisbah keuangan
lainnya. Peningkatan outstanding kredit tersebut mencerminkan bahwa fungsi
intermediasi perbankan, khususnya bank-bank BUMN telah berjalan sebagaimana
yang diharapkan.Sebagai gambaran, jumlah laba bersih lima bank BUMN (Mandiri,
BNI, BRI, BTN dan BEI) tahun buku 2004 sebesar Rp12,58 triliun, meningkat
sebesar Rp4,16 triliun atau 49,44 persen jika dibandingkan dengan laba tahun buku
2003 sebesar Rp8,42 triliun. Sementara itu, outstanding kredit bruto (sebelum
dikurangi penyisihan) posisi akhir tahun buku 2004 sebesar Rp233,06 triliun,
meningkat sebesar Rp47,96 triliun atau 25,91persen jika dibandingkan dengan
posisi akhir tahun 2003 sebesar Rp185,10 triliun.Ekspansi kredit tersebut tetap
berpedoman pada prinsip praktik perbankan prudential (prudential banking
practices), terlebih dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/
PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 yang pada prinsipnya industri perbankan diminta
untuk mengelola risiko kredit dan meminimalkan potensi risiko kerugian.Selanjutnya,
di samping melakukan restrukturisasi, pemerintah juga melakukan kebijakan
privatisasi. Langkah itu dipilih selain ditujukan untuk meningkatkan kinerja dan nilai
tambah perusahaan serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan
saham juga ditujukan untuk memenuhi amanat UU No. 28 Tahun 2003 tentang
APBN Tahun Anggaran 2004 khususnya Pasal 12 ayat (2) yang menyebutkan
bahwa salah satu sumber pembiayaan defisit anggaran tahun 2004 adalah melalui
privatisasi yang ditargetkan sebesar Rp5 triliun. Dari target itu, pada tahun 2004
realisasi privatisasi mencapai Rp3,455 triliun atau sebesar 69,10 persen dari nilai
yang telah ditargetkan. Sementara itu, jumlah BUMN yang diprivatisasi hanya
terealisasi sebanyak 4 BUMN dari 10 BUMN yang ditargetkan, yaitu PT
Pembangunan Perumahan, PT Adhi Karya, PT Bank Mandiri dan PT Tambang
Batubara Bukitasam.Langkah restrukturisasi ataupun privatisasi yang dilakukan
tersebut harus pula diiringi dengan upaya peningkatan penerapan prinsip-prinsip
pengelolaan perusahaan yang transparan, mandiri, akuntabel, bertanggung jawab
dan berkewajaran.Untuk itu dalam rangka memantapkan pelaksanaan Good
Corporate Governance(GCG) selama tahun 2004 telah dilaksanakan
penandatanganan Statement of Corporate Intent (SCI) oleh 75 perusahaan yang
merupakan wujud dari transparansi pengelolaan usaha oleh BUMN. Sebagai tindak
lanjutnya, terus dilakukan pemantauan dan penilaian,antara lain, melalui audit
pelaksanaan GCG, peninjauan temuan auditor GCG, dan pemasukan unsur-unsur
tersebut dalam key performance indicator’s (KPI) penilaian kinerja Direksi dan
Komisaris BUMN yang
bersangkutan Untuk memenuhi Pasal 18 UU BUMN, yang mengatur persyaratan
dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota direksi, telah dikeluarkan
Keputusan Nomor Kep-09A/MBU/2005 yang mengatur pengangkatan anggota
Direksi BUMN melalui uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) calon
anggota Direksi BUMN yang intinya lebih mengutamakan kemampuan
profesional seimbang dengan penilaian moral dan etika. Pelaksanaan uji kepatutan
dan kelayakan itu tidak lepas dari Inpres Nomor 8 Tahun 2005 yang
telah diubah menjadi Inpres Nomor 9 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Anggota
Direksi dan/atau Komisaris/Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara. Dengan
adanya ketentuan itu, diharapkan BUMN akan dikelola oleh putra-putri terbaik
bangsa ini sehingga pada akhirnya akan menciptakan BUMN yang berkinerja baik
pula.Selanjutnya, untuk mendukung program pemberantasan korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) di lingkungan BUMN, telah dilakukan sosialisasi Inpres Nomor 5
Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi kepada BUMN dan
meminta BUMN agar menyampaikan laporan perkembangan upaya pemberantasan
KKN di BUMN masing-masing. Kemudian, Pemerintah menindaklanjuti setiap
informasi yang diterima berkaitan dengan adanya indikasi KKN di BUMN dengan
melakukan pengecekan mengenai kebenaran atas laporan dimaksud, terutama
kepada pihak Direksi dan Komisaris BUMN yang bersangkutan Salah satu tujuan
dan maksud pendirian BUMN adalah turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan
kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.Untuk itu
sebagai wujud kepedulian BUMN kepada masyarakat, pelaksanaan program
kemitraan BUMN tahun 2004 telah dilakukan dengan baik.Beberapa indikator yang
dapat menggambarkan keberhasilan program tersebut adalah jumlah dana yang
disalurkan sebesar Rp603 miliar yang terdiri atas Rp232 miliar digunakan untuk
pinjaman, sebesar Rp127 miliar dalam bentuk hibah, dan selebihnya untuk biaya
lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai