Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KIMIA FARMASI

OBAT TRADISIONAL

“TANAMAN KUMIS KUCING DAN DAUN JAMBU BIJI”

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Rhiska Wardhana (1505025004)

Eka Normawati (1505025008)

Maulidina Rizky (150502500)

Nini Feniaty (1405025040)

PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah kimia
farmasi ini.”obat tradisional dari daun kumis kucing dan daun jambu biji” dengan
tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata kesempurnaan. Oleh
kerana itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada
para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam penulisan
makalah kami, baik dari segi bahasanya maupun isinya demi lebih baiknya
makalah–makalah yang akan datang.

Samarinda, 17 September 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar………………………………………………………………. i

Daftar isi ……………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ………………………………………………………. 1


B. Rumusan masalah …………………………………………………… 2
C. Tujuan ……………………………………………………………….. 2

BAB II ISI

A. Tanaman Kumis Kucing


1. Pemanfaatan daun kumis kucing ……………………………… 3
2. Teknik isolasi …………………………………………………... 4
3. Efek farmakologis ……………………………………………… 12
4. Kandungan zat aktif ……………………………………………. 14
5. Kesimpulan bioaktifitas zat aktif ………………………………. 14
B. Jambu Biji
1. Manfaat daun jambu biji……………………………………….. 16
2. Isolasi pada daun jambu biji …………………………………… 17
3. Uji aktifitas ……………………………………………………. 18
4. Kandunggan zat aktif …………………………………………. 20
5. Kesimpulan bioaktifitas zat aktif ……………………………… 21

BAB III PENUTUP

Kesimpulan……………………………………………………………….. 24

Daftar Pustaka……………………………………………………………. 26

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain
cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature Obat
tradisional dan tanaman obat banyak digunakan masyarakat terutama
dalam upaya preventif, promotif dan rehabilitatif. Sementara ini banyak
orang beranggapan bahwa penggunaan tanaman obat atau obat tradisional
relatif lebih aman dibandingkan obat sintesis. Agar penggunaannya
optimal, perlu diketahui informasi yang memadai tentang tanaman obat.
Informasi yang memadai akan membantu masyarakat lebih cermat untuk
memilih dan menggunakan suatu produk obat tadisional atau tumbuhan
obat dalam upaya kesehatan.
Tanaman kumis kucing dan daun jambu biji mudah sekali
ditemukan di seluruh nusantara. Tanaman ini sangat mudah tumbuh
sehingga mudah dikembangbiakan. Kumis kucing sudah digunakan
masyarakat untuk diuretik, pengobatan hipertensi, dan rematik. Pada
penyakit gout dan rematik terjadi inflamasi, karena inflamasi merupakan
manifestasi dari kerusakan jaringan. Sedangkan pada daun jambu biji
dipercaya memiliki khasiat sebagai anti oksidan dan juga dapat
menyembuhkan sembelit dan demam berdarah. Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka penulisan makalah ini ditujukkan untuk menjelaskan
senyawa apa yang dikandung oleh daun kumis kucing dan daun jambu biji
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemanfaatan tanaman kumis kucing dan daun jambu biji
sebagai obat tradisional?
2. Bagaimana teknik isolasi ?
3. Bagaimana uji bioaktivitas/efek farmakologis?
4. Bagaimana kandungan zat aktif pada tanaman kumis kucing dan daun
jambu biji?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pemanfaatan tanaman kumis kucing dan daun
jambu biji sebagai obat tradisional.
2. Untuk mengetahui teknik isolasi pada tanaman kumis kucing dan daun
jambu biji.
3. Untuk mengetahui uji bioaktivitas atau efek farmakologis pada
tanaman kumis kucing dan daun jambu biji.
4. Untuk mengetahui kandungan zat aktif pada tanaman kumis kucing
dan daun jambu biji.

D.

2
BAB II
ISI

A. Tanaman Kumis Kucing

Orthosiphon aristatus atau dikenal dengan nama kumis


kucing termasuk tanaman dari famili Lamiaceae/Labiatae. Tanaman ini
merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia yang mempunyai manfaat
dan kegunaan yang cukup banyak dalam menanggulangi berbagai penyakit.
Kumis kucing merupakan tanaman obat berupa tumbuhan berbatang basah
yang tegak. Tanaman ini dikenal dengan berbagai istilah seperti: kidney tea
plants/java tea (Inggris), giri-giri marah (Sumatera), remujung (Jawa Tengah
dan Jawa Timur) dan songot koneng (Madura). Tanaman Kumis kucing
berasal dari wilayah Afrika tropis, kemudian menyebar ke wilayah Asia dan
Australia. Ada dua jenis kumis kucing yang dikenal: Orthosiphon stamineus
yang berbunga ungu dan Orthosiphon aristatus yang berbunga putih.
Kandungan senyawa kimia di dalamnya adalah: saponin, polifenol, flavonoid,
sapofonin, myoinositol, orthosipon glikosida, minyak atsiri, dan garam kalium

1. Pemanfaatan Tanaman Kumis Kucing sebagai Obat Tradisional

Daun Kumis kucing basah maupun kering digunakan sebagai


menanggulangi berbagai penyakit, di Indonesia daun yang kering dipakai
(simplisia) sebagai obat yang memperlancar pengeluaran air kemih
(diuretik) sedangkan di India untuk mengobati rematik. Masyarakat
menggunakan kumis kucing sebagai obat tradisional sebagai upaya
penyembuhan batuk, encok, masuk angin dan sembelit. Disamping itu
daun tanaman ini juga bermanfaat untuk pengobatan radang ginjal, batu
ginjal, kencing manis, albuminuria, dan penyakit syphilis., reumatik dan
menurunkan kadar glukosa darah. Selain bersifat diuretik, kumis kucing
juga digunakan sebagai antibakteri.

3
2. Teknik isolasi

tahapan isolasi senyawa sinensetin dari simplisia daun kumis kucing


(Orthosiphonis folium) mulai dari:

 Penapisan fitokimia
 Ekstraksi
 Pemekatan dan pemantauan ekstrak
 Fraksinasi I
 Pemantauan
 Fraksinasi II
 Pemurnian
 Uji kemurnian
a. Prinsip
1) Penapisan fitokimia berdasarkan pada analisa kualitatif kandungan
kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan terutama kandungan
metabolit sekunder yang bioaktif.
2) Ekstraksi berdasarkan pada perpindahan masa komponen zat ke
dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar
muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.
3) Pemekatan berdasarkan pada peningkatan konsentrasi dengan
membuang sebagian pelarut.
4) Pemantauan (ekstrak, fraksi, subfraksi) berdasarkan pada
mekanisme adsorbsi (Kromatografi Lapis Tipis).
5) Fraksinasi I berdasarkan pada proses adsorpsi, desorpsi, elusi, dan
perbedaan tekanan.
6) Fraksinasi II berdasarkan pada proses adsorpsi, desorpsi, elusi, dan
gravitasi.
7) Pemurnian berdasarkan pada mekanisme adsorpsi (Kromatografi
Lapis Tipis Preparatif).

4
8) Uji kemurnian berdasarkan pada adsorbsi senyawa pada plat KLT
dengan beberapa perbandingan eluen pada tingkat kepolaran
tertentu untuk mempertegas adanya senyawa tunggal.

b. Kandungan Kimia Tanaman


Pada umumnya, kumis kucing memiliki kandungan kimia berupa
alkaloid, saponin, flavonoid dan polifenol (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1987), zat samak, orthosiphon glikosida, minyak
lemak, sapofonin, garam kalium (0,6-3,5%) dan myoinositol(Hariana,
2005), serta minyak atsiri sebanyak 0,02-0,06 % yang terdiri dari 6
macam sesquiterpenes dan senyawa fenolik, glikosida flavonol,
turunan asam kaffeat. Hasil ekstraksi daun dan bunga Orthosiphon
stamineus Benth. Ditemukan methylripariochromene A atau 6-(7,8-
dimethoxy ethanone). Juga ditemukan 9 macam golongan senyawa
flavon dalam bentuk aglikon, 2 macam glikosida flavonol, 1 macam
senyawa coumarin, scutellarein, 6-hydroxyluteolin, sinensetin.

Sinensetin
Sinensetin merupakan senyawa hasil metabolisme
sekunder. Senyawa yang disintesis mahkluk hidup (dalam hal in
tanaman) bukan untuk memenuhi kebutuhan dasar melainkan
eksistensinya dalam berinteraksi dengan ekosistem (Sumaryono,
1994). keberadaan senyawa sinensetin dapat dijadikan sebagai
petunjuk adanya daun kumis kucing dalam campuran
(standarisasi), karena sinensetin merupakan golongan senyawa
yang paling stabil. Sinensetin merupakan golongan metoksiflavon,
salah satu jenis senyawa flavonoid yang terdapat didalam kumis
kucing (orthosiphon folium). Kandungan senyawa sinensetin
(3’,4’,5,6,7 pentametoksiflavon) didalam daun kumis kucing relatif
kecil sekitar 2,1 mikromol/ gram (bunga ungu) dan 2,9 mikromol/
gram (bunga putih). Sinensetin merupakan senyawa aglikon

5
flavonoid yang bersifat semipolar. Proses isolasi dan identifikasi
senyawa tersebut  dengan menggunakan metode kromatografi
kolom dan KLT. Bahan penjerat silika gel, dan pelarut fase gerak
(eluen) yang dapat ditentukan dengan cara coba-coba dengan
metode KLT. Proses ekstraksinya dengan menggunakan maserasi
dan pelarut metanol-air (Sumaryono, 1994)
1) fitokimia
Sebelum dilakukan ekstraksi, perlu dilakukan penapisan fitokimia
untuk mengetahui senyawa golongan apa saja yang terdapat didalam
simplisia tersebut. Penapisan dilakukan terhadap beberapa golongan
senyawa, diantaranya alkaloid, flavonoid, steroid/triterpenoid, tanin,
saponin, dan kuinon. Berikut cara untuk melakukan penapisan
fitokimia :
a) Alkaloid

Simplisia dilarutkan dalam asam yang menyebabkan alkaloid yang


berada di dalam simplisia menjadi garam. Lalu disaring. Filtrat
ditambahkan basa dan diekstraksi dengan kloroform (karena basa larut
dalam pelarut organik).Terdapat 2 lapisan, yaitu lapisan air dan lapisan
kloroform. Lapisan kloroform diuapkan. Hasil penguapan bersifat
garam kemudian ditambahkan asam.  Residu tersebut kemudian pada 2

6
tabung reaksi yang berbeda ditambahkan pereaksi Dragendorf dan
pereaksi Mayer. Simplisia dikatakan mengandung alkaloid jika pada
pereaksi Mayer menghasilkan endapan putih dan pada pereaks
Dragendorff menghasilkan endapan jingga.

Namun, pada alkaloid terdapat positif palsu dan negatif palsu.


Positif palsu alkaloid dapat berasal dari pereaksi Dragendorff maupun
pereaksi Mayer. Positif palsu dari pereaksi Dragendorff adalah
senyawa golongan kumarin yang akan membentuk warna orange atau
merah bata pucat. Untuk mengecek apakah positif dari pereaksi
Dragendorff merupaka positif palsu atau bukan dilakukan dengan cara
ambil kertas saring, celupkan dalam KOH, teteskan sampel kemudian
lihat dibawah sinar UV 366 nm. Jika warna yang terlihat adalah hijau
kekuningan maka itu adalah positif palsu dari kumarin. Pada pereaksi
Mayer juga bisa didapat reaksi positif palsu dari protein. Cara melihat
apakah positif alkaloid merupakan positif palsu dari protein atau benar
alkaloid, dapat dilakukan dengan menambahkan etanol dalam tabung
reaksi yang sudah ditambahkan pereaksi Mayer, jika tetap mengendap
maka merupakan positif palsu dari protein. Negatif palsu juga mungkin
terjadi pada penapisan alkaloid, jenis alkaloid yang menghasilkan
negatif palsu adalah alkaloid kuartener. Hal ini dikarenakan alkaloid
golongan ini tidak masuk kedalam pelarut organik, sehingga perlu diuji
juga lapisan organiknya.

b) Flavonoid

Struktur dasar flavonoid

7
Prinsip penapisan flavonoid adalah reaksi Cyanidin Willstatter yang
mendeteksi γ-benzopiron. Simplisia dilarutkan dalam air, disaring.
Filtrate ditambahkan bubuk Mg, HCl, dan amil alcohol. Jika terbentuk
warna merah, kuning atau orange pada lapisan amil alcohol, maka
simplisia tersebut positif mengandung Flavonoid. Warna yang
terbentuk tergantung jenis dan konsentrasi flavonoid dalam simplisia.
Warna yang terbentuk tidak harus merah, kuning atau jingga, cukup
bandingkan simplisia yang telah ditambahkan reagen dengan amil
alkolhol + air, jika terjadi perubahan warna, maka positif flavonoid.
Syarat agar dapat terdeteksi adalah adanya gugus γ-benzopiron dan
ikatan rangkap di C2 dan C3 agar dapat beresonansi dan dapat
membentuk rangka sianidin dengan H+

c) Saponin

Saponin merupakan glikosida yang terdiri dari bagian gula


dan non-gula. Cara penapisan saponin dengan cara simplisia
dilarutkan dalam air, disaring. Filtrate dikocok secara vertical

dalam tabung uji selama 10 detik.


Jika busa yang terbentuk stabil
selama 10 menit, maka positif
saponin. Kemudian ditambahkan
HCl, busa seharusnya tidak hilang
maka benar merupakan saponin.
Namun, pengujian tersebut
merupakan pengujian sederhana,
perlu ditambahkan uji hemolysis
untuk memastikan keberadaan
saponin dalam simplisia karena
glikosida apapun akan membentuk
busa dan hanya sabun yang akan
hilang ketika ditambahkan HCl.

8
d) Steroid/triterpenoid

Fitosterol (jenis steroid dari tumbuhan)

Steroid/triterpenoid merupakan salah satu


aglikon saponin. Namun, tidak semua
steroid/triterpenoid merupakan aglikon
saponin. Syarat yang paling utama untuk
keduanya adalah harus ada –OH di C3 dan
khusus untuk steroid harus memiliki cincin
spiroketal diatas. Cara penapisan
steroid/triterpenoid adalah simplisia
dilarutkan dalam eter kemudian disaring,
filtrate diuapkan.

Residu ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard (asetat


anhidrida:asam sulfat pekat=2:1) jika berwarna biru-hijau maka
positif steroid, sedangkan jika berwarna merah-ungu positif
triterpenoid. Asetat anhidrida berfungsi untuk menarik air dari
lingkungan sedangkan asam sulfat berfungsi sebagai oksidator yang
jika memiliki –OH di C3 akan membentuk ikatan rangkap baru.

e) Tannin
Simplisia dilarutkan dalam air, kemudian disaring. Filtrate dibagi
ke dalam 3 tabung reaksi. Tabung reaksi pertama ditambahkan
FeCl3 jika berwarna maka positif tannin. Namun FeCl3 tidak spesifik
untuk tannin, melainkan untuk semua senyawa golongan fenol. Pada

9
tabung kedua ditambahkan gelatin yang merupakan pereaksi spesifik
untuk tannin yang akan menghasilkan endapan putih jika mengandung
tannin. Jika didapatkan hasil yang negative tidak perlu dilanjutkan ke
tabung reaksi ketiga. Pada tabung reaksi ketiga ditambahkan Stiasny
(formaldehid:HCl=2:1) jika positif maka akan terbentuk endapan
merah muda (positif tannin katekat). Endapan disaring, filtrat
ditambahkan natrium asetat dan FeCl3 jika berwarna biru maka
merupakan positif tannin galat.
Asam galat yang direaksikan dengan HCl dan formaldehid, HCl
akan menghidrolisis menjadi asam galat+glukosa. Asam galat akan
bereaksi dengan FeCl3 yang akan membentuk warna biru. Tannin
katekat merupakan polimer dari flana-3-ol. HCl akan memutuskan
ikatan antar polimer menjadi polimer flavan-3-ol. Formaldehid
membentuk jembatan antar flavan-3-ol membentuk senyawa besar
menjadi flobaven yang membentuk endapan pink.

10
f) Kuinon
Simplisia dilarutkan dalam air, saring. Filtrate ditambahkan NaOH
jika warna menjadi merah maka positif kuinon. Kuinon memiliki 2
golongan senyawa yang dapat menghasilkan positif palsu yaitu
flavonoid dan tannin, terutama tannin yang memiliki monomer
flavan-3-ol dan flavonoid yang memiliki –OH di C 4’ Uji positif
palsu kuinon dapat dilakukan dengan pada penapisan flavonoid,
lapisan air diambil dan uji penapisan tannin dengan gelatin. Ketika
terjadi pengendapan, disaring sehingga larutan bebas dari flavonoid
dan tannin. Kemudian larutan tersebut diuji dengan NaOH.

Struktur dasar kuinon

2) Ekstraksi
Metode pembuatan ekstrak daun kumis kucing adalah dengan cara
maserasi dalam pelarut etanol 70 % yaitu :
 Menyiapkan bejana untuk maserasi.
 Menimbang sejumlah serbuk daun kumis kucing sebanyak
100 gram.
 Memasukkan bahan ke dalam bejana maserasi, membasahi
dengan cairan penyari (10 bagian bahan dengan 75 bagian
penyari), aduk sampai rata, menutup dengan aluminium foil,
dan mendiamkan selama 5 hari dengan melakukan pengadukan
setiap harinya 2-3 kali/hari.

11
 Menyaring rendemen dengan kertas saring, dan kemudian
 menambahkan 250 ml etanol 70% pada bahan yang masih
terdapat pada bejana.
 Memekatkan ekstrak pada rotary evaporator dengan suhu
60oC.
 Mengeringkan dalam waterbath selama 1 hari (dengan
pemberian label, dan sebelumnya mencatat cawan kosong).
 Menghitung filtrat kering.
Adapun kelebihan dari metode maserasi yaitu alat dan cara
pengerjaan yang digunakan sederhana dan mudah untuk
diusahakan, tidak membutuhkan pengawasan yang intensif, dan
kelemahanya yaitu tidak dapat menyari dengan sempurna,
membutuhkan waktu yang relative lama. Cairan pelarut yang
digunakan adalah etanol 70% karena lebih selektif, tidak beracun,
kuman sulit tumbuh, netral, absorpsinya baik, etanol dapat
bercampur dengan air pada segala perbandingan, panas yang
diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit.

3. Efek Farmakologis
Tanaman kumis kucing mengandung berbagai senyawa kimia,
salah satunya adalah flavonoid. Penelitian terhadap flavonoid dari
beberapa tanaman Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal
terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang
merusak, atau zat mikrobiologi. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk
menginaktivasi organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan
mengatur perbaikan jaringan (Mycek dkk, 2001). Tubuh mendapat
manfaat dari inflamasi ini yaitu dengan memperbarui jaringan, melakukan
pembersihan dan perbaikan, sehingga menyebabkan peningkatan aliran
darah dan pembangunan jaringan baru (Aslid and Schuld, 2001).Inflamasi
biasanya terbagi dalam 3 fase yaitu: inflamasi akut, respon imun dan
inflamasi kronis.

12
Obat antiinflamasi adalah obat yang memiliki aktivitas menekan
atau mengurangi peradangan. Tanaman kumis kucing secara empiris telah
dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati gout dan rematik (Barnes et
al., 1996). Pada penyakit gout dan rematik terjadi inflamasi, karena
inflamasi merupakan manifestasi dari kerusakan jaringan. Penelitian yang
dilakukan Anindhita (2007) menunjukkan infusa herba kumis kucing
mempunyai efek antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar.
Berbagai zat kimia ada pada tanaman kumis kucing ini, salah satu zat yang
terdapat dalam tanaman ini adalah flavonoid, baik flavonoid hidrofilik
maupun flavonoid lipofilik. Flavonoid yang terdapat pada tanaman kumis
kucing antara lain sinensetin, tetrametil sculaterin dan tetrametoksiflavon,
eupatorin, salvigenin, circimaritrin, piloin, rhamnazin, trimetilapigenin,
dan tetrametilluteonin. Kadar flavonoid lipofilik ini berkisar antara 0,2-
0,3%,sedangkan kadar flavonoid glikosida yang bersifat hidrofilik juga
sekitar itu. Flavonoid diketahui mempunyai aktivitas antiinflamasi (Barnes
et al.,1996). Hasil penelitian pada beberapa tanaman, diketahui flavonoid
mempunyai aktivitas antiinflamasi. Aktivitas antiinflamasi ini bisa terjadi
karena cincin bensopiron yang ada pada sruktur flavonoid bisa berikatan
dengan enzim siklooksigenase dan lipooksigenase, selain itu jika flavonoid
mempunyai gugus hidroksil pada C5 dan C7maka gugus ini jugabisa
berikatan dengan enzim lipooksigenase (Narayana et al., 2001).
Kandungan flavonoid lipofilik yang bersifat non polar, dan flavonoid
glikosida yang bersifat polar pada tanaman kumis kucing ini. Etanol bisa
menyari zat tersebut karena etanol merupakan pelarut universal yang bisa
menarik zat dari yang mepunyai kepolaran relatif rendah sampai relatif
tinggi. Ekstrak etanol daun kumis kucing memungkinkan mempunyai efek
antiinflamasi karena sebagian zat yang terdapat pada ekstrak etanol daun
kumis kucing sama dengan yang tersari dalam infusa herba kumis kucing,
dan telah diketahui penelitian infusa herba kumis kucing menunjukkan
efek antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar.

13
4. Kandungan zat aktif
Menurut Dalimartha setiawan (2008) kadar sinensetin dalam daun
kumis kucing yang tertinggi terdapat dalam daun tua yang berbunga ungu
(0,365%), sedangkan yang terkecil berasal dari daun muda yang berbunga
putih (0,095%). Penapisan fitokimia adalah pemeriksaan kandungan kimia
secara kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung
dalam suatu tumbuhan.
Pemeriksaan dilakukan pada senyawa metabolit sekunder yang
memiliki khasiat bagi kesehatan seperti alkaloid, glikosida, flavonoid,
terpenoid, tanin, dan saponin (Harborne,1987). Adapun tujuan dilakukan
penapisan fitokimia adalah untuk mengetahui kandungan-kandungan yang
terdapat dalam bahan alam yang memberikan gambaran kemungkinan
aktivitas biologisnya. Penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak
kental herba kumis kucing adalah golongan saponin, flavonoid, steroid,
tanin dan alkaloid. Dari ke lima golongan yang dilakukan penapisan
fitokimia, ekstrak herba kumis kucing positif mengandung flavonoid,
saponin, steroid, dan tanin dan negatif untuk uji senyawa alkaloid.

5. Kesimpulan bioaktifitas zat aktif yang terkandung


Orthosiphon stamineus yang tumbuh di Asia yang telah diketahui
sejak tahun 1930 dilaporkan lebih dari 100 senyawa kimia yang
terkandung dalam tanaman tersebut yang diklasifikasikan sebagai
monoterpen, diterpen, triterpen, saponin, flavonoid, asam organik dan lain
sebagainya. Adapun senyawa yang diduga memiliki potensi manurunkan
kadar kolesterol adalah antara lain
a. Flavonoid yang bersifat antioksidan memiliki aktivitas sebagai
antiaterosklerosis dan memiliki pengaruh besar pada sistem vaskular
(Nijveldt et al.,2001). Flavonoid mampu memperbaiki fungsi endotel
pembuluh darah, dapat mengurangi kepekaan LDL terhadap pengaruh
radikal bebas dan dapat bersifat hipolipidemik, antiinflammasi serta
sebagai antioksidan (I Wayan.S., dan I Made J.,2012).

14
b. Asam rosmarinat yang merupakan senyawa polifenol yang
terkandung didalam Orthosiphone stamineus juga dapat mencegah
oksidasi LDL. Quersetin juga dapat menurunkan konsentrasi plasma
aterogenik LDL teroksidasi pada manusia (Almatar et al.,2013).
Sinensetin yang merupakan senyawa marker dari tanaman ini diduga
memiliki pengaruh besar dalam memberikan aktivitas farmakologi.
Sinensetin dilaporkan dapat meningkatkan adipogenesis dan lipolisis
dengan meningkatkan jumlah cAMP dijaringan adiposit (Kang, S.I et
al.,2015). Lipolisis jaringan adiposa merupakan proses katabolik yang
berperan dalam pemecahan trigliserida yang disimpan dalam sel lemak
dan juga berperan dalam pelepasan asam lemak dan gliserol.
c. Selain flavonoid, saponin juga menunjukkan kemampuan
menurunkan kadar kolesterol darah. Penelitian tentang efek saponin
menunjukkan bahwa saponin yang tidak terhidrolisis dapat
menurunkan penyerapan kolesterol, sedangkan saponin yang
terhidrolisis asam dapat meningkatkan kemampuannya untuk
menurunkan penyerapan kolesterol (Malinow et al.,1977). Efek
penurunan kolesterol oleh saponin tersebut berhubungan dengan
kemampuan saponin untuk membentuk insoluble complexes (micelles)
dengan sterol.Cara saponin menurunkan kolesterol darah adalah secara
langsung maupun tidak langsung yakni dengan menghambat absorpsi
kolesterol dari usus halus dan menghambat reabsorpsi asam empedu
Saponin juga dapat berinteraksi dengan asam empedu yang dapat
meningkatkan metabolisme kolesterol dalam hati yang pada akhirnya
menurunkan tingkat kolesterol dalam serum
d. Tanin yang tergolong senyawa polifenol yang memiliki aktivitas
antioksidan juga mempunyai efek yang menguntungkan pada fungsi
endotel yaitu dapat menurunkan oksidasi LDL dan meningkatkan
produksi nitrit oksida (Umaruddin et al.,2012). Dalam literatur lain
tanin mampu menurunkan kolesterol total, low density lipoprotein
(LDL), dan dapat mencegah LDL. Efek hipokolesterolemik dari tanin

15
disebabkan aksi antioksidan, yang menghambat inisiasi dan propagasi
radikal bebas yang menyebabkan teroksidasinya kolesterol LDL
(Auger et al, 2002 yang dikutip dari Felipedan Maria.,2007). Efek lain
dari tanin terhadap kolesterol juga terkait dengan penghambatan 3-
hidroksi-3-metilglutaril KoA reduktase yang merupakan enzim yang
diperlukan untuk biosintesis kolesterol (Chang, 2001yang dikutip dari
Felipedan Maria.,2007).
e. Dalam penapisan fitokimia yang dilakukan, Orthosiphone stamineus
juga mengandung steroid. Steroid merupakan senyawa organik yang
larut dalam lemak yang ditemukan secara alami dalam organisme
hidup

B. Daun Jambu Biji


Jambu biji (Psidium guajava) termasuk buah-buahan tropis yang mudah
didapatkan di Indonesia. Buah ini mampu berbuah sepanjang musim, dengan
panen raya biasanya jatuh di bulan Februari dan Maret. Jambu biji bahkan
dapat ditanam di pekarangan maupun pot. Harganya pun cukup murah dan
dapat dijangkau oleh berbagai kalangan. Banyak manfaat yang terkandung
dalam jambu biji dan begitupun dengan daun jambu biji yang kaya akan
manfaat kesehatannya. Adapun fitokimia yang dikandung daun jambu biji
adalah karotenoid serta polifenol galokatokin, leukosianidin, dan likopen yang
lebih tinggi jumlahnya di jambu biji berwarna merah dibandingkan putih.

1. Manfaat Daun Jambu Biji untuk Kesehatan


a. Mengobati diare
b. Mengobati maag
c. Mengobati luka
d. Mengobati keputihan
e. Mengobati ambeien
f. Mengatasi jerawat dan komedo
g. Mengobati demam berdarah

16
h. Menurunkan kadar kolesterol
i. Mengatasi kembung pada anak
j. Mengobati sariawan

2. Isolasi pada daun jambu biji


Daun jambu biji sering digunakan masyarakat sebagai obat
tradisional untuk mengobati luka, diare, batuk, sariawan, dan demam
berdarah. Ekstrak daun jambu biji dilaporkan memiliki aktivitas sebagai
antioksidan, penghambat reaksi nonenzimatik gula pereduksi pada
penderita hiperglikemia, antiinflamasi dan antikoagulan. Beberapa
penelitian menunjukkan ekstrak daun jambu biji mengandung senyawa
fenolik seperti asam ferulat, dan flavonoid seperti katekin, kuersetin,
kaempferol, dan asam galat. Penelitian mengenai kaempferol dan
kuersetin pada jambu biji belum banyak dilakukan, padahal kaempferol
diketahui memiliki banyak aktivitas farmakologi seperti antioksidan,
antimikrob, antidiabetik, antiinflamasi, dan analgesik, sedangkan
kuersetin diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan, antibakteri,
dan antivirus. Aktivitas kaempferol dan kuersetin dapat diuji
menggunakan bioassay Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Uji ini
biasa digunakan sebagai uji pendahuluan untuk mengetahui potensi
aktivitas farmakologi suatu senyawa bahan alam karena dianggap sebagai
metode alternatif yang murah untuk uji sitotoksisitas.
Senyawa yang diduga memiliki aktivitas farmakologi biasanya
diujikan terlebih dahulu menggunakan larva udang Artemia salina
sebagai bioindikator. Metode ini merupakan penapisan awal yang dapat
disempurnakan oleh uji hayati lainnya yang lebih spesifik setelah
senyawa aktif dari suatu bahan uji dapat diisolasi. Berbagai macam teknik
ekstraksi kaempferol dan kuersetin telah banyak dikembangkan.
Contohnya, kaempferol dan kuersetin telah berhasil diisolasi dari daun
Ginko biloba dengan rendemen masing-masing 0.0204 mg/g sampel

17
dan 0.0371 mg/g sampel. Teknik ekstraksi yang digunakan ialah
maserasi dengan bantuan sonikasi menggunakan metanol-air.
Ekstraksi daun jambu biji ada beberapa cara antara lain :
a. Teknik ekstraksi 1: Maserasi (Erosa-Rejon et al. 2010) Sampel daun
diekstraksi dengan etanol pada suhu ruang selama 1 minggu.
Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali. Ekstrak selanjutnya
dipekatkan dengan penguap putar.
b. Teknik ekstraksi 2: Maserasi dengan sonikasi (Tang et al. 2001)
Sampel daun diekstraksi dengan metanol-air (85:15) dengan
bantuan sonikasi selama 3 jam. Ekstraksi diulang sebanyak 3 kali.
Ekstrak kemudian dipekatkan dengan penguap putar hingga bebas
pelarut.
c. Teknik ekstraksi 3: Refluks (Zang et al. 2011) Sampel daun
ditambahkan dengan metanol 70% kemudian direfluks pada suhu
60-70ºC selama 3 jam. Ekstrak yang didapatkan selanjutnya
dipekatkan dengan penguap putar.
d. Teknik ekstraksi 4: Soxhlet (Loizzo et al. 2007) Sampel daun
ditambahkan dengan metanol 70%. Sampel daun selanjutnya
disoxhlet. Ekstrak kemudian dipekatkan dengan penguap putar.

3. Uji Bioaktifitas dan Uji Toksisitas


Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) adalah suatu metode
penelusuran untuk menentukan bioaktivitas suatu ekstrak ataupun
senyawa terhadap larva udang Artemia salina. Sifat sitotoksik senyawa
aktif dapat diketahui berdasarkan jumlah kematian larva udang pada
konsentrasi tertentu dan biasanya dinyatakan dalam nilai LC50
(Lethal Concentration 50%), yaitu suatu nilai yang menunjukkan
konsentrasi zat toksik yang dapat menyebabkan kematian hewan uji
sampai 50% (Meyer et al. 1982). Data % kematian larva yang
diperoleh kemudian diolah dengan analisis probit dengan memasukkan

18
nilai probit 5 untuk menentukan nilai LC50. Analisis probit
merupakan salah satu analisis regresi untuk mengetahui hubungan
konsentrasi-respon (persentase kematian sel) agar diperoleh persamaan
garis lurus sehingga dapat digunakan untuk menentukan harga LC50
dengan lebih akurat (Nurrochmad 2001). Senyawa kimia berpotensi
bioaktif jika mempunyai nilai LC50 kurang dari 1000 ppm (Meyer et
al. 1982). Berdasarkan nilai LC50 yang ditunjukkan pada Tabel
berikut :
Tabel. Kadar Flavoniod Totol Ekstrak Daun jambu biji

Cara Nama Kadar Cara Nama Kadar


ekstraksi ekstrak flavonoid ekstraksi ekstrak flavonoid total
total (mg/g) (mg/g)
Maserasi M1 21,43±0,28 Refluks R1 11,24±0,12
M2 20,54±0,59 R2 4,44±0,02
M3 11,49±0,63 R3 3,19±0,02
Maserasi Sn1 16,22±0,29 Sokshletasi S1 4,67±0,05
Dengan Sn2 9,75±0,16 S2 3,85±0,03
Sonifikasi Sn3 5,09±0,04 S3 3,55±0,05
hampir ekstrak dikatakan toksik kecuali ekstrak Sn2, S1, dan
S2 yang memiliki nilai LC50 lebih besar dari 1000 ppm. Pengamatan
terhadap kadar fenol, kadar tanin, dan kadar flavonoid total terhadap
ketiga ekstrak ini menunjukkan bahwa ketiganya memiliki tanin dan
flavonoid total yang tidak terlalu tinggi dari tiap jenis ekstraksi
sehingga dapat diduga bahwa adanya senyawa fenol lain dalam daun
jambu selain tanin dan flavonoid, seperti asam protokatekuat (Kim et
al. 2011), tidak terlalu berpengaruh pada toksisitas ekstrak.

4. Kandungan zat aktif


Menurut pendapat Ris munandar (1989) daun, kulit batang, akar
dan buah muda pada daun jambu biji mengandung zat psidi tanin

19
sedangkan khusus daun jambu biji mengandung minyak atsiri, eugenol dan
damar disamping zat-zat mineral lain yang banyak terdapat didalam buah.
Daun jambu biji mempunyai zat aktif diantaranya adalah minyak atsiri,
alkaloid, flavonoid, tanin, dan pektin. Selain itu tanin juga dapat menyerap
racun dan menggumpalkan protein. Dalam penelitian terhadap daun kering
jambu biji yang digiling halus diketahui kandungan taninnya sampai
17,4%. Makin halus serbuk daunnya, makin tinggi kandungan taninnya,
senyawa itu bekerja sebagai astrengent yaitu melapisi mukosa usus,
khususnya usus besar (Winarno 1997).

Bagian daun (folium) mempunyai sifat khas manis, kelat dan


menetralkan juga mempunyai kandungan kimia zat samak, minyak atsiri,
tri terpenoid, leuko sianidin, kuersetin, asam arjunolat resin, dan minyak
lemak (Anonymous, 2000). Sedangkan menurut (Duke, 2004) tanaman
jambu biji (Psidium guajava L.) khususnya bagian daun mengandung
berbagai zat aktif diantaranya adalah amritoside, aromadendren,
avicularin, beta-sitosterol, calcium-oxalat, caryopphyllen-oxide, catechol-
tannins, crataegolic acid, EO, guajiverin, guaijaverin, guavin-a,b,c,d,
guajivolic-acid, nerolidiol, oleanolic-acid, psidiolic-acid, quercetin, sugar,
ursolic-acid, xantophyll, gallo catechin,ellagic-acid, fat, genticid-acid,
hyperocid, leucocyanidine, hyperocide, aslinic-acid. Daun jambu biji
(Psidium guajava L.) mengandung berbagai senyawa kimia aktif
diantaranya saponin, flavonoid, tri terpenoid, minyak atsiri (Menurut
Ma’at & Albana), tanin, beta sitosterol dan senyawa-senyawa lainnya
(Duke, 2004).

5. kesimpulan bioaktifitas zat aktif yang terkandung


a. Senyawa Fenolik yaitu asam ferulat
Asam ferulat adalah turunan dari golongan asam hidroksi
sinamat, yang memiliki kelimpahan yang tinggi dalam dinding sel

20
tanaman. Hal ini memungkinkan untuk dapat memberikan keuntungan
yang signifikan di bidang kesehatan, karena senyawa asam ferulat
memiliki aktivitas antikanker dan antioksidan. Selain itu juga dapat
menjadi prekursor dalam pembuatan senyawa aromatik lain yang
bermanfaat. Sebagai antioksidan, asam ferulat kemungkinan
menetralkan radikal bebas, seperti spesies oksigen reaktif (ROS). ROS
kemungkinan yang menyebabkan DNA rusak dan mempercepat
penuaan. Dengan studi pada hewan dan studi in vitro, mengarahkan
bahwa asam ferulat kemungkinan memiliki hubungan dengan aktivitas
antitumor perlawanan kanker payudara dan kanker hati. Asam ferulat
memiliki kemungkinan sebagai pencegah kanker yang efektif, yang
disebabkan oleh paparan senyawa karsinogenik, sepertin benzopirene
dan 4-nitroquinoline 1-oksida.

Namun perlu menjadi catatan, bahwa hal itu tidak diuji coba
kontrol random pada manusia, sehingga hasilnya kemungkinan pula
tidak dapat dimanfaatkan untuk manusia. Jika ditambahkan pada asam
askorbat dan vitamin E, asam ferulat kemungkinan dapat mengurangi
stress oksidasi dan pembentukan dimer timidine dalam kulit. Dengan
pentosan arabinoxilan dan hemiselulosa, sehingga dinding sel tidak
mudah dihidrolisis secara enzimatis selama proses perkecambahan.
Asam ferulat banyak ditemukan dalam padi (terutama beras merah),
gandum, kopi, buah apel, nanas, jeruk dan kacang tanah. Dalam
perindustrian, asam ferulat memiliki kelimpahan dan dapat
dimanfaatkan sebagai prekursor dalam pembuatan vanilli, agen perasa
sintesis yang sering digunakan dalam ekstrak vanilla alami.

b. Flavonoid
Flavonoid, juga dikenal sebagai bioflavonoid adalah kelas
phytochemical yang hanya bisa disintesis oleh tanaman. Flavonoid
merupakan pigmen penting yang bertanggung jawab pada pigmentasi

21
kelopak bunga.Terdapat enam kelas utama flavonoid atau bioflavonoid
yang meliputi flavonol, flavon, flavanon, isoflavon, flavonol, dan
anthocyanin. Flavonoid yang paling sering ditemukan dalam makanan
adalah quercetin, epicatechin, oligomeric proanthocyanidin, myricetin,
catechin, dan xanthohumol Flavonoid mampu bertindak sebagai
antioksidan dan berfungsi menetralisir radikal bebas dan dengan
demikian meminimalkan efek kerusakan pada sel dan jaringan tubuh.
Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif dan tidak stabil
akibat telah kehilangan elektron. Untuk menstabilkan diri, radikal
bebas memerlukan elektron dan untuk mencapai tujuan ini kemudian
mengoksidasi sel-sel sehat tubuh sehingga menyebabkan kerusakan.

Radikal bebas terutama diproduksi sebagai produk sampingan


dalam berbagai proses biokimia dalam tubuh. Sebagian radikal bebas
memasuki tubuh dari lingkungan eksternal seperti dari asap rokok,
konsumsi alkohol, radiasi elektromagnetik, melalui paparan sinar
matahari, konsumsi makanan olahan, polusi udara, dll. Bahkan stres
dapat menghasilkan tingkat tinggi radikal bebas dalam tubuh.
Flavonoid sebagai antioksidan membantu menetralisir dan
menstabilkan radikal bebas sehingga tidak lagi merusak sel-sel dan
jaringan sehat. Pada gilirannya, flavonoid memberikan perlindungan
terhadap sejumlah penyakit termasuk kanker, penyakit jantung,
diabetes dan tumor. Flavonoid juga membantu mencegah
aterosklerosis atau penyakit yang ditandai dengan pengendapan lemak
dalam dinding arteri. Deposisi tersebut mempersempit arteri dan
dengan demikian menghambat aliran darah ke organ-organ vital tubuh
seperti jantung dan otak. Flavonoid juga dikenal memiliki efek anti-
inflamasi, sifat anti-alergi, dan anti-virus.

Antioksidan ini dapat menurunkan risiko arthritis, osteoporosis,


alergi dan penyakit virus yang disebabkan oleh virus herpes simpleks,

22
virus parainfluenza, dan adenovirus. Flavonoid mampu menekan
penggumpalan trombosit yang berhubungan dengan penyakit seperti
aterosklerosis dan pembentukan trombosit akut trombus. Beberapa
penelitian juga mengungkapkan bahwa flavonoid seperti quercetin dan
epicatechin memiliki efek antidiare. Flavonoid diyakini pula mampu
meningkatkan respon kekebalan alami tubuh untuk melawan penyebab
alergi dan juga karsinogen.

23
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Masyarakat menggunakan kumis kucing sebagai obat tradisional


sebagai upaya penyembuhan batuk, encok, masuk angin dan sembelit.
Disamping itu daun tanaman ini juga bermanfaat untu pengobatan
radang ginjal, batu ginjal, kencing manis, albuminuria, dan penyakit
syphilis, reumatik dan menurunkan kadar glukosa darah. Selain
bersifat diuretik, kumis kucing juga digunakan sebagai antibakteri.
Manfaat Daun Jambu Biji untuk Kesehatan mengobati diare, maag,
luka, keputihan, ambeien, jerawat dan komedo, demam berdarah,
kadar kolesterol, kembung pada anak dan sariawan.

2. Tahapan isolasi senyawa sinensetin dari simplisia daun kumis kucing


mulai dari: Penapisan fitokimia, ekstraksi, pemekatan dan pemantauan
ekstrak, Fraksinasi I, Pemantauan, Fraksinasi II, Pemurnian, Uji
kemurnian

3. Herba kumis kucing menunjukkan efek antiinflamasi pada tikus putih


jantan galur Wistar. Uji aktifitas dan uji toksinitas pada daun jambu
biji menunjukkan adanya senyawa fenol lain dalam daun jambu
selain tanin dan flavonoid, seperti asam protokatekuat, tidak
terlalu berpengaruh pada toksisitas ekstrak.

4. Penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak kental herbal kumis


kucing adalah golongan saponin, flavonoid, steroid, tanin dan alkaloid.
Dari ke lima golongan yang dilakukan penapisan fitokimia, ekstrak
herba kumis kucing positif mengandung flavonoid, saponin, steroid,
dan tanin dan negatif untuk uji senyawa alkaloid.

24
5. Adapun senyawa didalam daun kumis kucing yang diduga memiliki
potensi manurunkan kadar kolesterol adalah antara lain flavonoid,
saponin, tanin, dan steroid serta asam rosmarinat, quersetin dan
sinensetin. Sedangkan bioaktifitas zat aktif pada daun jambu biji yaitu
asam firufat dan flavanoid

25
DAFTAR PUSTAKA

Prayoga, sigit .2008, efek antiinflamasi ekstrak etanol daun kumis kucing pada
tikus putih jantan galur wistar, Surakarta, universitas muhamadiyah
Surakarta

Rambe, R. Hidayati,2015, pengaruh pemberian ekstrak etanol 96% herba kumis


kucing terhadap kadar kolestrol total tikus normal, Jakarta; UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta

Wulandari, intan. 2011,Teknologi ekstraksi dengan metode maserasi dalam


etanol 70% pada daun kumis kucing,Surakarta, universitas sebelas maret
Surakarta

Wulandari, Sri N., 2014 , Teknik Ekstraksi Terbaik untuk Isolasi Kaempfenol dan
Kuersetin dari Daun Jambu Biji , Bogor , Institut Pertanian Bogor.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kumis_kucing

https://nonositimaesaroh.wordpress.com/2017/02/18/isolasi-kumis-kucing/

http://www.sehatmu.com/2014/09/11-manfaat-daun-jambu-biji-bagi-kesehatan-
dan-kecantikan.html

https://www.webkesehatan.com/jambu-biji-kandungan-gizi-dan-manfaatnya-
untuk-kesehatan/

http://umatussdw.blogspot.co.id/2012/12/makalah-manfaat-daun-jambu-biji-
untuk.html?m=1

https://www.amazine.co/18672/khasiat-antioksidan-manfaat-flavonoid-untuk-
kesehatan/

26

Anda mungkin juga menyukai