Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Kedokteran Hewan Sangkot Sayuti Nasution, dkk

ISSN : 1978-225X

DETEKSI IMUNOHISTOKIMIA ANTIGEN Coxiella burnetii SEBAGAI


PENYEBAB Q FEVER PADA SAPI
Immunohistochemical Detection of Coxiella burnetii as Etiological Agent of Q Fever in Cattle
Sangkot Sayuti Nasution1,2, Agus Setiyono1, dan Ekowati Handharyani1
1
Laboratorium Patologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Institut Pertanian Bogor, Bogor
2
Balai Veteriner Medan, Medan
E-mail: sansaynas@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mendeteksi keberadaan antigen Coxiella burnetii sebagai penyebab Q fever pada organ sapi yang dikumpulkan di
rumah potong hewan (RPH) Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Pada penelitian ini telah dikumpulkan organ limpa, paru-paru, dan hati
dari 162 ekor sapi. Sampel organ tersebut kemudian diperiksa secara imunohistokimia dengan metode streptavidin peroksidase untuk melihat
keberadaan antigen Coxiella burnetii menggunakan antibodi poliklonal terhadap Coxiella burnetii. Hasil pemeriksaan imunohistokimia
menunjukkan 62/162 (38,3%) sampel sapi imunoreaktif terhadap Coxiella burnetii. Berdasarkan asal pengambilan sampelnya, sebanyak 40/101
(39,6%) sampel sapi yang berasal dari RPH Kota Medan dan 22/61 (36,1%) sampel sapi yang berasal dari RPH di Kabupaten Deli Serdang
menunjukkan hasil imunoreaktif. Dilihat dari jenis organnya, dari 162 sampel sapi, antigen Coxiella burnetii dapat dideteksi pada 61 (37,7%)
organ limpa, 12 (7,4%) organ paru-paru dan 2 (1,2%) organ hati. Hasil ini menunjukkan telah adanya infeksi Coxiella burnetii pada sapi di Kota
Medan dan Kabupaten Deli Serdang.
_________________________________________________________________________________________________________________
Kata kunci: Coxiella burnetii, sapi, imunohistokimia

ABSTRACT
The aim of this study was to detect the presence of Coxiella burnetii antigen as etiological agent of Q fever in various organs of cattle
collected from Medan and Deli Serdang slaughterhouse. In this study, we collected various organ such as spleen, lung, and liver from 162
cattles. The organs tissue were examined using immunohistochemical method to showed the presence of Coxiella burnetii antigen using anti
Coxiella burnetii antibody. The examination result shows that 62/162 (38.3%) cattles were immunoreactive to Coxiella burnetii antibody. Based
on the origin of the sample collection, a total of 40/101 (39.6%) cattles originating from Medan slaughterhouse and 22/61 (36.1%) from Deli
Serdang slaughterhouse were immunoreactive. Out of 162 cattles 61 (37.7%) of the Coxiella burnetii antigen were detected in spleen, 12 (7.4%)
lungs and 2 (1.2%) liver. The result indicates the presence of Coxiella burnetii infection in cattle in North Sumatra.
____________________________________________________________________________________________________________________
Key words: Coxiella burnetii, cattle, immunohistochemistry

PENDAHULUAN diperoleh di rumah potong hewan (RPH) di Bali


dengan metode polymerase chain reaction (PCR). Dari
Salah satu penyakit yang dapat mengganggu data di atas diketahui bahwa kasus Q fever telah lama
produktivitas ternak ruminansia dan bersifat zoonosis ada di Indonesia. Namun demikian, informasi
adalah penyakit Q fever. Q fever terdapat hampir di penyebarannya di berbagai daerah masih sangat
seluruh dunia kecuali Selandia Baru (Rodolakis, 2006; terbatas.
Angelakis dan Raoult, 2010). Pada Tahun 2009 wabah Q fever adalah penyakit zoonosis yang disebabkan
besar Q fever pernah terjadi di Belanda yang oleh Coxiella burnetii, merupakan bakteri Gram negatif
menyerang lebih dari 2.300 orang dan menyebabkan 6 intraseluler (Maurin dan Raoult, 1999 ; Woldehiwet et
orang meninggal dunia. Kasus tersebut diduga berasal al., 2004 ; Roest et al., 2011). Reservoir penyakit ini
dari kambing yang terinfeksi Coxiella burnetii sangat luas termasuk mamalia, unggas, dan arthropoda
(Enserink, 2010). Australia sebagai negara pengekspor terutama caplak (Angelakis dan Raoult, 2010).
sapi terbesar ke Indonesia masih belum bebas dari Ruminansia domestik merupakan reservoir utama
penyakit ini. Cooper et al. (2011) melakukan kajian terhadap kasus yang terjadi pada manusia (Astobiza et
seroprevalensi pada sapi potong di Queensland al., 2012). Sapi, domba, dan kambing merupakan
Australia, 16,8% sampel serum tersebut seropositif reservoir utama pada hewan (Fournier et al., 1998 ;
terhadap Coxiella burnetii. Maurin dan Raoult, 1999). Infeksi pada sapi umumnya
Di Indonesia, Q fever pertama kali dilaporkan berlangsung asimtomatik tetapi dapat menyebabkan
menyerang sapi dengan 189 serum sapi positif terhadap abortus, subfertilitas, dan metritis (Porter et al., 2011).
antibodi Coxiella burnetii (Kaplan dan Bertagna, Gejala klinis Q fever pada manusia sering digambarkan
1955). Miyashita et al. (2001) menemukan adanya sebagai gejala flu-like (Woldehiwet, 2004; Porter et al.,
kasus pneumonia yang disebabkan oleh Coxiella 2011). Dengan tidak spesifiknya gejala klinis yang
burnetii pada seorang pasien yang pernah tinggal di ditimbulkan tidak disarankan untuk melakukan
Indonesia. Mahatmi et al. (2007), berhasil mendeteksi diagnosis secara klinis (EFSA, 2010).
agen penyakit ini pada 6,68% sampel organ sapi Rute utama infeksi penyakit ini adalah melalui
brahman cross; 5,7% pada organ domba yang diperoleh inhalasi (aerosol) dengan dosis infeksi yang sangat
di Bogor; serta 4,29% pada organ sapi bali yang rendah, meskipun oleh satu sel bakteri tersebut

147
Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 9 No. 2, September 2015

(Woldehiwet, 2004). Target sel dari Coxiella burnetii organ pada blok parafin dipotong dengan ketebalan 5
adalah monosit/makrofag (Shannon dan Heinzen, 2009; µm dan ditempelkan pada gelas obyek yang telah
Angelakis dan Raoult, 2010). Setelah multiplikasi dilapisi dengan poly l lysine 1%. Tahap selanjutnya
primer pada limfonodus regional, akan disusul dengan dilakukan deparafinasi menggunakan xylene serta
bakteremia (Woldehiwet, 2004). Pada fase akut infeksi, rehidrasi dengan alkohol konsentrasi bertingkat dan
kehadiran Coxiella burnetii dapat ditemukan pada paru- akuades. Jaringan yang sudah direhidrasi dipanaskan
paru, hati, limpa, dan darah (Maurin dan Raoult, 1999). dalam bufer sitrat menggunakan microwave selama
Pada fase kronis Coxiella burnetii dapat bereplikasi di lima menit, kemudian dicuci dengan phospate buffered
dalam makrofag (Fournier et al., 1998). saline tween 20 (PBST) sebanyak tiga kali masing-
Kasus pada hewan berlangsung asimtomatik, maka masing selama lima menit untuk tujuan antigen
diperlukan suatu usaha untuk mendeteksi agen retrieval. Proses dilanjutkan dengan blocking
penyebab penyakit ini melalui metode uji yang dapat endogenouse peroxidase menggunakan H2O2 3%
membuktikan keberadaan agen tersebut. Penelitian ini selama 30 menit, kemudian dicuci dengan PBST
dilakukan dengan mendeteksi antigen Coxiella burnetii sebanyak tiga kali masing-masing selama lima menit.
pada sampel organ yang telah difiksasi dengan buffered Blocking ikatan nonspesifik dilakukan dengan menetesi
neutral formalin (BNF), menggunakan teknik jaringan menggunakan fetal bovine serum (FBS) 1%
imunohistokimia (IHK). Studi histopatologi dan IHK selama 30 menit kemudian dicuci dengan PBST
menunjukkan keberadaan antigen dan distribusi antigen sebanyak tiga kali masing-masing selama lima menit,
Coxiella burnetii pada plasenta sapi (Hansen et al., selanjutnya jaringan ditetesi dengan antibodi primer
2011). Norina et al. (2011) melakukan studi (antibodi poliklonal, rabbit anti-Coxiella burnetii FKH-
retrospektif pada organ kambing yang terinfeksi IPB) dan inkubasikan selama satu malam pada suhu
Coxiella burnetii dengan teknik IHK, dan berhasil 4 C dan kemudian dicuci kembali dengan PBST
mendeteksi keberadaan agen tersebut pada berbagai sebanyak tiga kali masing-masing selama lima menit.
organ seperti hati, limpa, paru-paru, plasenta, dan Jaringan ditetesi dengan antibodi sekunder (biotinilated
ginjal. Penelitian ini bertujuan mendeteksi keberadaan link universal) selama 30 menit setelah pencucian, dan
Coxiella burnetii sebagai penyebab Q fever pada sapi di dilanjutkan dengan pencucian menggunakan PBST
Sumatera Utara, khususnya di Kota Medan dan sebanyak tiga kali masing-masing selama lima menit.
Kabupaten Deli Serdang. Selanjutnya jaringan ditetesi dengan streptavidin HRP
selama 30 menit, kemudian dicuci lagi dengan PBST
MATERI DAN METODE sebanyak tiga kali masing-masing selama lima menit.
Chromogen 3,3’-diaminobenzidine (DAB) kemudian
Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan IHK diteteskan pada jaringan dan dibiarkan selama 15 detik.
adalah organ limpa, paru-paru dan hati. Organ-organ Setelah pemberian DAB, dilakukan perendaman pada
tersebut dikumpulkan dari 162 ekor sapi dari RPH Kota akuades dan dilanjutkan dengan pemberian
Medan dan Kabupaten Deli Serdang (RPH NP 96 dan counterstain menggunakan Mayer’s hematoksilin
RPH Tani Asli). Organ diambil dengan ukuran 1 cm3, selama 25 detik. Jaringan kemudian dicuci dengan
kemudian dimasukkan ke dalam BNF. Organ yang akuades dan disusul dengan proses dehidrasi
diperoleh dievaluasi secara IHK dengan metode menggunakan alkohol bertingkat dan clearing dengan
streptavidin peroksidase. Sampel organ yang xilol. Jaringan dalam gelas obyek kemudian dilakukan
imunoreaktif pada pemeriksaan IHK kemudian mounting dengan permount dan diberi cover glass.
diwarnai dengan pewarnaan rutin hematoksilin dan
eosin (HE) untuk pemeriksaan histopatologis. Bahan HASIL DAN PEMBAHASAN
dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain kit imunohistokimia (LSAB Kit DAKO), Konsep dasar dari IHK adalah menunjukkan adanya
antibodi poliklonal terhadap Coxiella burnetii, tissue antigen di dalam jaringan oleh antibodi yang spesifik.
processor, embedding center, microtome, pisau Ketika ikatan antigen dan antibodi terjadi, ikatan ini akan
microtome, waterbath, gelas obyek, dan lain-lain. diperlihatkan dengan sebuah reaksi warna histokimia
Data yang diperoleh diolah menggunakan microsoft (Ramos-Vara 2005). Pada metode uji yang dilakukan,
excel dan disajikan dalam bentuk persentase sapi yang chromogen DAB telah digunakan untuk menunjukkan
imunoreaktif. Distribusi antigen pada organ yang adanya ikatan tersebut, terlihat warna coklat spesifik
imunoreaktif pada pemeriksaan IHK serta deskripsi yang dapat dilihat dengan mikroskop cahaya biasa.
histopatologis dengan pewarnaan HE pada organ yang Pada penelitian ini telah dikumpulkan organ limpa,
imunoreaktif ditampilkan dalam bentuk gambar. paru-paru, dan hati dari 162 ekor sapi. Hasil pemeriksaan
IHK menunjukkan, sebanyak 62/162 (38,3%) sampel
Imunohistokimia sapi imunoreaktif terhadap antibodi Coxiella burnetii
Pewarnaan imunohistokimia digunakan untuk (Tabel 1). Organ limpa yang positif ditunjukkan dengan
mendeteksi keberadaan antigen Coxiella burnetii pada adanya warna coklat spesifik di dalam sitoplasma sel-sel
berbagai organ yang diambil. Distribusi antigen akan makrofag dan sebagian besar terdapat di daerah pulpa
divisualisasikan dengan warna coklat spesifik apabila merah (Gambar 1A). Pada pemeriksaan sediaan limpa
terdapat Coxiella burnetii. Jaringan dari sampel ketiga yang imunoreaktif dengan pewarnaan HE terlihat adanya

148
Jurnal Kedokteran Hewan Sangkot Sayuti Nasution, dkk

populasi sel-sel radang makrofag dan neutrofil pada Perubahan yang ditemukan dengan pewarnaan HE
pulpa merah (Gambar 2A), kongesti, pigmen adalah adanya fokus radang berupa nekrosis sel-sel
hemosiderin serta deplesi folikel limfoid. Meskipun hepatosit, infiltrasi sel-sel radang mononukleus serta
demikian, lesi tersebut tidak konsisten pada semua organ hemoragi (Gambar 2C). Organ hati merupakan organ
imunoreaktif yang diperiksa. yang paling sedikit menunjukkan hasil imunoreaktif
terhadap antibodi Coxiella burnetii.
Tabel 1. Hasil pemeriksaan imunohistokimia terhadap limpa, Rute infeksi utama Coxiella burnetii adalah melalui
paru-paru, dan hati dari 162 ekor sapi aerosol (inhalasi), dengan dosis infeksi yang sangat
Hasil rendah bahkan walaupun oleh satu sel bakteri tersebut
Jumlah
imunohistokimia (Woldehiwet, 2004). Target sel dari infeksi Coxiella
Lokasi pengambilan sampel
Imuno- burnetii adalah monosit/makrofag (Shannon dan
(ekor) %
reaktif
Heinzen, 2009; Angelakis dan Raoult, 2010). Dari hasil
RPH Kota Medan 101 40 39,6
RPH Kabupaten Deli Serdang pewarnaan IHK yang telah dilakukan diketahui bahwa
RPH NP 96 36 13 36,1 kehadiran antigen tersebut pada organ yang
RPH Tani Asli 25 9 36,0 imunoreaktif ditemukan pada sel-sel makrofag. Hal ini
Subtotal Kabupaten Deli Serdang 61 22 36,1 sesuai dengan temuan Lepidi et al. (2006), secara
Total 162 62 38,3 imunohistokimia bakteri intraseluler obligat seperti
Coxiella burnetii ditemukan di dalam makrofag seperti
Deteksi antigen Coxiella burnetii pada organ paru- pada kasus endokarditis. Hal yang sama juga
paru juga terlihat pada sel-sel makrofag yang terdapat ditunjukkan oleh hasil pemeriksaan IHK pada kasus
pada interstitium paru-paru dan di sekitar bronkus hepatitis kronis yang disebabkan oleh Q fever (Lepidi
(Gambar 1B). Temuan ini sejalan dengan perubahan et al., 2009).
histopatologis, terdapat penebalan jaringan interstitium Deteksi antigen Coxiella burnetii pada organ limpa,
(Gambar 2B) dan aktivasi sel-sel radang di sekitar paru-paru, dan hati menunjukkan jumlah yang berbeda.
bronkus. Penebalan jaringan insterstitium disebabkan Deteksi tertinggi ditemukan pada limpa, disusul organ
oleh infiltrasi sel-sel radang limfosit, makrofag, dan paru-paru, dan hati (Tabel 2). Perbedaan jumlah organ
neutrofil. Hal ini menunjukkan adanya pneumonia yang imunoreaktif pada limpa, paru-paru, dan hati,
interstitialis. Perubahan lain yang ditemukan paru-paru kemungkinan berkaitan dengan rute infeksi dimana rute
adalah kongesti, perdarahan, edema, dan adanya utama infeksi penyakit ini adalah melalui pernafasan
atelektasis. (inhalasi), serta perbedaan tahap infeksinya pada
Pengujian pada organ hati juga menunjukkan masing-masing individu sapi. Tingginya temuan pada
adanya kehadiran antigen Coxiella burnetii pada organ limpa kemungkinan berkaitan dengan fungsinya
sitoplasma sel makrofag di daerah porta (Gambar 1C). sebagai organ pertahanan, dimana fungsi limpa analog

Gambar 1. Hasil pewarnaan imunohistokimia. Warna coklat menunjukkan hasil imunoreaktif pada sel-sel makrofag. A= Limpa, B= Paru-
paru, C= Hati. 400x.

Gambar 2. Hasil pewarnaan HE. A= Organ limpa, menunjukkan adanya sel-sel makrofag (panah) dan neutrofil (kepala panah) pada pulpa
merah. B= Paru-paru mengalami pelebaran insterstitium oleh adanya infiltrasi sel-sel radang makrofag (panah) dan limfosit (kepala panah). C=
Hati, terlihat adanya nekrosis hepatosit, infiltrasi sel-sel radang mononukleus. 400x.

149
Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 9 No. 2, September 2015

dengan limfonodus. Fungsi limpa antara lain adalah infeksi penyakit ini pada sapi di Kota Medan dan
menyaring material asing dan mikroorganisme serta Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara,
membuang eritrosit yang sudah tua dan rusak. Proses sehingga penting dilakukan usaha pencegahan dan
ini berlangsung pada bagian pulpa merah dari limpa pengendalian penyakit ini agar tidak menyebar lebih
(Fry dan McGavin, 2006). Perbedaan temuan pada luas lagi pada populasi sapi di seluruh daerah di
organ ini berguna secara diagnostik dalam hal Provinsi Sumatera Utara.
penentuan jenis organ yang diambil untuk pengujian
penyakit Q fever khususnya pada sapi. KESIMPULAN

Tabel 2. Hasil pemeriksaan imunohistokimia berdasarkan Antigen Coxiella burnetii sebagai penyebab Q fever
jenis organ telah dapat dideteksi pada organ sapi menggunakan
Jumlah sampel Hasil imunohistokimia metode imunohistokimia. Temuan ini mengindikasikan
Jenis organ
(Organ) Imunoreaktif % telah adanya infeksi Q fever di Kota Medan dan
Limpa 162 61 37,7 Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
Paru-Paru 162 12 7,4
Hati 162 2 1,2 UCAPAN TERIMA KASIH

Perubahan paru-paru yang ditemukan pada kasus Q Ucapan terima kasih disampaikan kepada
fever dapat berupa interstitial pneumonia yaitu terdapat BPPSDMP Kementerian Pertanian dan Laboratorium
infiltrasi sel-sel radang terutama makrofag, limfosit, Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang telah
dan sedikit neutrofil serta eksudat pada alveoli. membantu penyediaan bahan dan fasilitas penelitian,
Meskipun demikian, lesi ini bukanlah merupakan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan
perubahan spesifik oleh Q fever. Perubahan ini dapat
juga disebabkan oleh infeksi penyakit lainnya (Maurin DAFTAR PUSTAKA
dan Raoult, 1999). Indikasi adanya infeksi Coxiella
burnetii pada hati umumnya ditandai dengan lesi Angelakis, E. and D. Raoult. 2010. Q Fever. Vet. Microbiol.
granulomatosa, selain itu ditemukan juga perubahan 140:297-309.
Astobiza, I., J.J.H.C. Tilburg, A. Pinero, A. Hurtado, A.L. Garcia-
lain seperti portal triaditis, hiperplasia sel-sel Kupffer, Perez, M.H. Nabuurs-Franssen, and C.H.W. Klaassen. 2012.
dan degenerasi lemak. Perubahan histopatologi yang Genotyping of Coxiella burnetii from domestic ruminants in
dapat ditemui berupa nekrosis sel-sel hepatosit yang northern Spain. BMC. Vet. Res. 8(241):1-8.
Cooper, A., R. Hedlefs, M. Mcgowan, N. Ketheesan, and B. Govan.
bersifat fokal dan infiltrasi sel-sel radang yang terdiri 2011. Serological evidence of Coxiella burnetii infection in beef
atas makrofag, limfosit, dan neutrofil. Makrofag cattle in Queensland. Aust. Vet. J. 8(7):260-2644.
epiteloid, giant cells berinti banyak, dan fibrin juga EFSA (European Food Safety Authority). 2010. Scientific opinion on
dapat ditemukan (Maurin dan Raoult, 1999). Q fever. EFSA. J. 8(5):1-144.
Enserink, M. 2010. Questions abound in Q-fever explosion in the
Lesi yang lebih khas ditunjukkan oleh adanya Netherlands. Sci. 327(5963):266-267.
ruangan kosong (central clear space) dan cincin fibrin Fournier, P.E., T.J. Marrie, and D. Raoult. 1998. Diagnosis of Q
yang terdapat di antara granuloma atau di pinggir fever. J. Clin. Microbiol. 36(7):1823-1834.
granuloma yang disebut dengan doughnut granuloma Fry, M.M. and M.D. McGavin. 2006. Bone Marrow, Blood Cells,
and Lymphatic System. In Pathologic Basis of Veterinary
(Maurin dan Raoult, 1999). Lesi granuloma jarang Disease. McGavin M.D. and J.F. Zachary (Eds.). 4th ed.
ditemukan pada kasus yang bersifat kronis, yang Academic Press, Elsievier, Mosby, St Louis.
kemungkinan disebabkan oleh lemahnya respons imun Hansen, M.S., A. Rodolakis, D. Cochonneau, F. Jens. J.F. Agger,
oleh sel-sel T. Lesi dominan yang ditemukan pada A.B. Christoffersen, T.K. Jensen, and J.S. Agerholm. 2011.
Coxiella burnetii associated placental lesions and infection level
infeksi kronis hati adalah hepatitis reaktif yang tidak in parturient cows. Vet. J. 190:135-139.
spesifik, infiltrasi sel-sel radang limfositik, dan fokus Kaplan, M.M. and P. Bertagna. 1955. The geographical distribution
nekrosis (Maurin dan Raoult, 1999). of Q fever. Bull. Wld. Hlth. Org. 13:829-860.
Pada penelitian ini semua organ yang imunoreaktif Lepidi, H., B. Coulibaly, J.P. Casalta, and D. Raoult. 2006.
Autoimmunohistochemistry: A new method for the histologic
tidak ada yang menunjukkan lesi granuloma baik pada diagnosis of infective endocarditis. JID. 193:1711-1717.
limpa, paru-paru maupun hati. Ada kemungkinan Lepidi, H., F. Gouriet, and D. Raoult. 2009. Immunohistochemical
bahwa infeksi yang terjadi pada sapi yang imunoreaktif detection of Coxiella burnetii in chronic Q fever hepatitis. J.
telah berlangsung kronis. Dengan tidak adanya Europ. Soc. Clin. Microbiol. Infect. Dis. 15(2):169-170.
Mahatmi, H., A. Setiyono, R.D. Soejoedono, and F.H. Pasaribu.
perubahan yang patognomonik secara histopatologis 2007. Deteksi Coxiella burnetii penyebab Q fever pada sapi,
dengan pewarnaan HE, diperlukan uji yang domba dan kambing di Bogor dan Bali. J. Vet. 8(4):180-187.
menunjukkan keberadaan agen ini pada organ, seperti Maurin, M. and D. Raoult. 1999. Q fever. Clin. Microbiol. Rev.
metode IHK yang telah dilakukan. 12(4):518-553.
Miyashita, N., H. Fukano, H. Hara, F. Hara, T. Nakajima, Y. Niki,
Lebih lanjut, temuan di atas tentu sangat bermakna and T. Matsushima. 2001. A case of Coxiella burnetii pneumonia
secara epidemiologi. Berdasarkan data yang diperoleh, in an adult. Nih. Kok. Gak. Zas. 39(6):446-451.
diketahui bahwa sapi yang dipotong adalah jenis Norina, L., Y. Sabri, M.Y. Goh, Z. Saad, A.B. Sarenasulastri, H.
brahman cross eks impor yang digemukkan oleh Latifah, J. Jamilah, and M.M. Noordin. 2011.
Immunohistological localization of Coxiella burnetii in various
feedloters selama beberapa bulan sebelum dipotong di organs of naturally Q-fever infected goats. Pertanika J. Trop.
RPH. Hasil penelitian ini mengindikasikan adanya Agric. Sci. 34(1):167-173.

150
Jurnal Kedokteran Hewan Sangkot Sayuti Nasution, dkk

Porter, S.R., G. Czaplicki, J. Mainil, R. Guatteo, and C. Saegerman. Wouda, M.A.H. Spierenburg, A.N.V. Spek, and A.G.D. Boer.
2011. Q fever: Current state of knowledge and perspectives of 2011. Molecular epidemiology of Coxiella burnetii from
research of a neglected zoonosis. Int. J. Microbiol. :1-22. ruminants in Q fever outbreak, The Netherlands. Em. Inf. Dis.
Ramos-Vara, J.A. 2005. Technical aspects of immunohistochemistry. 17(4):668-674.
Vet. Pathol. 42:405-426. Shannon, J.G. and R.A. Heinzen. 2009. Adaptive immunity to the
Rodolakis, A. 2006. Q fever, state of art: Epidemiology, diagnosis obligate intracellular pathogen Coxiella burnetii. Immunol. Res.
and prophylaxis. Small. Rum. Res. 62:121-124. 43(1-3):138-148.
Roest, H.I.J., R.C. Ruuls, J.J.H.C. Tilburg, M.H. Nabuurs-Franssen, Woldehiwet, Z. 2004. Q fever (coxiellosis): Epidemiology and
C.H.W. Klaassen, P. Vellema, R.V.D. Brom, D. Dercksen, W. pathogenesis. Res. Vet. Sci. 77:93-100.

151

Anda mungkin juga menyukai