Anda di halaman 1dari 16

PERUBAHAN STRUKTUR LAND USE PADA LOKASI

BSD CITY

TUGAS 2

Mata Kuliah Pengantar Perencanaan Kota

Semester Genap Pada Tahun Akademik 2014/2015

Oleh :

Ariella Noor Azyyati

(123.13.0010)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA

TANGERANG SELATAN

2015
Pengertian Struktur Ruang Kota

Larry S. Bourne ( Larry S. Bourne : Internal Structure of the City, 1982) mendefinisikan

bahwa struktur ruang kota adalah sebagai berikut :

1. Urban form atau bentuk kota adalah pola ruang atau tatanan dari setiap unsur yang berada

dalam area perkotaan, baik bangunan maupun guna lahan (secara kolektif membentuk

lingkungan terbangun) termasuk juga tatanan kelompok-kelompok sosial, kegiatan ekonomi

dan institusi publik.

2. Urban interaction adalah interrelasi, keterkaitan, aliran yang mengintegrasikan pola dan

perilaku guna lahan, kelompok dan kegiatan ke dalam entitas fungsi, dalam berbagai sub-

sistem.

3. Urban spatial structure atau struktur ruang kota adalah kombinasi dari kedua hal tersebut

di atas dalam sub-sub system dengan seperangkat aturan formal yang mengaitkan semua sub

sistem tersebut ke dalam sistem kota.

Komponen Utama Pembentuk Struktur Ruang Kota

Menurut S. Bourne  ada beberapa unsur yang membentuk struktur ruang kota antara lain :

(1) density, (2) diversity (homogeneity), (3) concentricity, (4) sectorality, (5) conectivity

(linkages), (6) directionality.

Ekonomi Regional

Ekonomi Regional adalah sebuah frame work dimana karakter spasial sistem ekonomi dapat

dipahami. Cara untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mengatur distribusi kegiatan

ekonomi atas ruang dan untuk mengenali bahwa perubahan distribusi akan memberikan

konsekuensi penting bagi individu dan masyarakat (Hoover dan Giarratani, 1999). Ekonomi
daerah merupakan distribusi spasial kegiatan ekonomi di seluruh daerah geografis dalam satu

negara.

Menurut Hoover dan Giarratani (1985) perkembangan suatu wilayah dapat dilihat pada

parameter sebagai berikut: Pertumbuhan jumlah penduduk, Peningkatan pendapatan per

kapita dan Perubahan struktur ekonomi. Selanjutnya menurut Hoover dan Giarratani (1985)

perkembangan suatu wilayah akan dipengaruhi oleh faktor eksternal, yakni 1) permintaan

output wilayah yang berasal dari luar daerah, 2) supply dari input bagi kegiatan produksi

dalam wilayah, serta 3) perdagangan antar wilayah. Strategi Pokok yang dapat berkontribusi

pada pembangunan ekonomi daerah, yaitu 1) peningkatan produktivitas sumberdaya manusia,

kualitas tenaga kerja, dan kemampuan penguasaan teknologi: 2) pengembangan pengelolaan

pemanfaatan sumberdaya alam (hayati data laut, mineral dan energi) dan pengembangan

lahan; 3) pengembangan institusi ekonomi yang mendukung peningkatan kegiatan produksi,

keberdayaan ekonomi rakyat, dan daya saing perekonomian daerah; 4) peningkatan

penyediaan infrastruktur antar wilayah (jaringan jalan, transportasi laut, udara dan jalan

kereta api) dan infrastruktur kawasan (jalan, air bersih, waduk, irigasi, sanitasi, drainase,

pengolahan sampah, tenaga listrik, dan komunikasi), 6) Peningkatan integrasi ekonomi antar

daerah melalui penguatan jaringan ekonomi antar daerah (Kamarzuki, 2011). Diantara faktor

internal yang berpengaruh pada perkembangan wilayah adalah faktor-faktor keunggulan

komparatif (supply input) akan berpengaruh pada pertumbuhan jika pada wilayah tersebut

terdapat faktor-faktor yang menyebabkan sistem produksi pada wilayah tersebut lebih efisien,

sehingga mampu menghasilkan suatu komoditas tertentu dengan biaya relatif rendah,

misalnya Sumatera Utara dalam menghasilkan kelapa sawit. Setelah produk tersebut

dihasilkan dengan memiliki keunggulan komparatif maka kegiatan lainnya menghantarkan

produk, atau mengalirkan produk ke pasar. Efisiensi pada penyaluran ke pasar ini yang akan

menimbulkan keunggulan kompetitif (competitive advantages) (Najmulmunir, 2009). Faktor


eksternal dalam pertumbuhan wilayah dari luar lebih menekankan perhatian pada keterkaitan

suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Faktor utama pembangunan dan pertumbuhan

ekonomi wilayah adalah investasi, inovasi dan sumberdaya alam. Ketiga faktor ini

mempunyai ciri sebagai faktor yang terpengaruh secara parsial (partially induced factor) dan

faktor bebas secara parsial (partially autonomous factor). Faktor yang relatif paling bebas

adalah sumberdaya alam (Adisasmita, 2008).


GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI KOTA BSD

Latar Belakang Pengembangan Lahan Bumi Serpong Damai (BSD)

Pengembangan lahan dalam skala besar mampu membawa perubahan bagi kawasan

pengembangan itu sendiri maupun area di sekitarnya. Hal ini pula tampaknya terjadi pada

pengembangan lahan skala besar BSD. Sehubungan dengan perubahan tersebut perlu

diketahui beberapa hal yang mempengaruhi asal mula dikembangkannya BSD. Pertumbuhan

kota yang sangat pesat serta berbagai permasalahan perkotaan yang semakin rumit untuk

ditangani merupakan sebagian faktor yang mempengaruhi cikal bakal BSD. Lebih lanjut,

berikut adalah faktor-faktor lainnya yang turut melatarbelakangi pembangunan maupun

pengembangan Bumi Serpong Damai (Pre Study Report Executive Summary Kota Mandiri

Bumi Serpong Damai , 1985 dan PT. BSD, 2006) :

Urbanisasi pada DKI Jakarta dan JABOTABEK

Urbanisasi yang tinggi merupakan hal yang tidak terlepas dari perkembangan kota-kota besar

di Indonesia, salah satunya seperti yang terjadi pada wilayah JABOTABEK. Peningkatan

jumlah penduduk yang cepat dan cenderung mengelompok di wilayah Jakarta merupakan

tekanan berat bagi DKI Jakarta dan sekitarnya, terutama dalam memenuhi tuntutan kebutuhan

penduduk seperti perumahan, air bersih, listrik dan sarana dasar permukiman lainnya. Untuk

memenuhi tuntutan tersebut, maka kemudian tumbuh usaha-usaha swasta yang bergelut di

bidang penyediaan perumahan. Namun pengembangan perumahan tersebut dinilai belum

berlandaskan pada perencanaan yang menyeluruh dan terpadu. Menyadari hal ini, beberapa

perusahaan real estate menggalang keterpaduan dalam bentuk suatu konsorsium dan

berupaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan mencetuskan gagasan pengembangan

sebuah kota baru melalui pembangunan BSD.


Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan Wilayah dan Kota

Pada tingkat nasional terdapat kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam Inpres Nomor 13

Tahun 1976 yang di antaranya membahas mengenai rencana pengembangan JABOTABEK.

Kebijakan tersebut menekankan pola pertumbuhan pada poros timur-barat, dengan

Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang sebagai sub-pusat wilayah utama. Terkait

dengan hal tersebut dibentuk suatu wilayah metropolitan dengan pusat kota induk DKI

Jakarta dan beberapa kota di wilayah BOTABEK sebagai sub-pusat kotanya. Kebijakan

tersebut kemudian juga didukung oleh kebijakan lainnya pada tataran regional, di antaranya

RUTRP Serpong 1987, RUTRK Serpong /Perda Kabupaten Tingkat II Tangerang No. 4

Tahun 1989 dan Pola Dasar Pembangunan Daerah Tingkat II Tangerang 1989. Sesuai Inpres

No. 13 Tahun 1976, Kabupaten Tangerang berfungsi sebagai penyangga DKI Jakarta,

khususnya di bidang permukiman penduduk dan penangkal masuknya urbanisasi ke DKI

Jakarta, melalui pengembangan pembangunan berbagai jenis industri dan proyek-proyek

perumahan, termasuk proyek perumahan dalam skala besar atau kota baru (RUTRK Serpong

1989/Perda Kabupaten 52 Tangerang Tingkat II Tangerang No. 4 Tahun 1989). Melalui Pusat

Pertumbuhan Serpong, yang berfungsi sebagai pembentuk keseimbangan antara pelayanan

dan penjalaran pembangunan di Kabupaten Tangerang, Bumi Serpong Damai (BSD) mulai

dikembangkan.

Potensi Lokasi

Beberapa potensi lokasi atau tempat juga turut mempengaruhi pengembangan BSD, di

antaranya adalah :

 Lokasi yang strategis karena mudah dicapai serta jarak yang ideal, 25 km terhadap

kota besar, 25 km dari Bandara Soekarno-Hatta dan 17 km dari Tangerang.


 Kondisi awal dari lokasi BSD yang merupakan lahan non produktif, relatif tidak

terdapat sawah dengan irigasi teknis, kepadatan rendah berkisar 10 jiwa / ha, telah ada

infrastruktur dasar seperti sungai, jalan regional, kereta api, gas dan bandara yang

mampu menunjang perkembangan permukiman ini selanjutnya.

 Potensi perekonomian dengan adanya PUSPITEK, LAPAN, ITI, pusat pendidikan

penerbangan di Curug serta kawasan industri manufaktur di Tangerang yang mampu

membantu pembentukan perekonomian kota baru ini.

 Kondisi tapak yang mendukung, salah satunya adalah dengan adanya Sungai

Cisadane serta beberapa sungai lainnya memperlihatkan beragam variasi kekayaan

visual yang khas untuk daerah ini.

 Terdapat lahan pertanian produktif yang lokasinya tidak jauh dari wilayah ini.

 Potensi permintaan perumahan.

Tujuan Pengembangan Lahan Kawasan BSD

Atas dasar pertimbangan atau latar belakang tersebut maka dibangunlah BSD dengan konsep

kota baru yang dapat dijadikan sebagai alternatif tempat bermukim, bekerja, rekreasi, dengan

semua kebutuhan dapat terpenuhi di dalamnya. BSD dikembangkan atas kerjasama

pemerintah – swasta – masyarakat, untuk membentuk kota citra abad 21, sekaligus juga

memberikan solusi bagi masalah perkotaan dan mengurangi tekanan bagi kota Jakarta dengan

membangun 53 pusat-pusat kegiatan baru. BSD juga diupayakan sebagai suatu kota mandiri

yang terencana, terintegrasi dan berwawasan lingkungan. Hal itu membuat peruntukkan lahan

yang sudah ada berubah seiring dengan pengembangan lahan yang dilakukan dan membuat

fungsi serta peran dari kota tersebut ikut berubah. Berdasarkan Buku Data dan Penjelasan
Proyek Kota Baru Bumi Serpong Damai (Mei 1997 : 11) tujuan pembangunan BSD ini antara

lain adalah :

 Pengembangan kota baru yang mandiri, tempat orang-orang dapat bermukim, bekerja,

berekreasi dan memenuhi segala kebutuhan hidupnya mulai lahir sampai meninggal.

 Pengembangan kota abad 21 yang dapat memenuhi citra hidup manusia Indonesia

menghadapi era globalisasi dan persaingan bebas.

 Pengembangan kota yang dapat memberikan solusi terhadap masalah urbanisasi dan

tekanan terhadap kota Jakarta.

 Pengembangan kota yang inovatif dengan menciptakan standar perencanaan dan pola

permukiman yang dapat menciptakan keseimbangan sosial dalam permukiman demi

mencapai hubungan sosial yang harmonis.

 Pengembangan kota yang terencana dan terintegrasi dengan kawasan sekitarnya serta

memperhatikan wawasan lingkungan.

Area Pengembangan Lahan BSD

Kawasan BSD diresmikan pada tanggal 16 Januari 1989, dengan luas keseluruhan lahan BSD

adalah ± 6.000 Ha, meliputi 20 desa/kelurahan (Prasidha, 1999 dan PT. BSD, 2006) yang ada

pada empat kecamatan di Kabupaten Tangerang. Keempat kecamatan tersebut adalah

(Harmanurjeni, 2006) : Kecamatan Serpong, Cisauk, Pagedangan dan Legok. Sedangkan

kelurahan-kelurahan yang termasuk dalam area pengembangan BSD ini adalah sebagai

berikut (Prasidha, 1999 dan PT. BSD, 2006) : 1) Lengkong Gudang Barat 2) Lengkong

Gudang Timur 3) Lengkong Wetan 4) Serpong 5) Cilenggang 6) Rawabuntu 7) Sampora 8)

Setu 9) Ciater 10) Buaran 11) Kademangan 12) Cisauk 13) Situgadung 14) Kadusirung 15)

Lengkong Kulon 16) Pagedangan 17) Cijantra 18) Cicalengka 19) Jatake 20) Legok. Adapun
untuk Kelurahan Jelupang Kecamatan Serpong tidak termasuk dalam SK Ijin Lokasi, namun

termasuk dalam wilayah pengembangan BSD (Harmanurjeni, 2006). BSD terletak di daerah

Kabupaten Tangerang, sekitar 27 km sebelah barat daya Jakarta, dan akan merupakan bagian

dari Kota Serpong yang baru, seperti yang tercantum dalam Revisi RUTRK Serpong (Perda

Kabupaten Tangerang No. 4 Tahun 1996 tentang Revisi Rencana Umum Tata Ruang Kota

Serpong). Sesuai dengan Pola Dasar Pembangunan Nasional di Kabupaten Tangerang, Kota

Serpong berperan sebagai pusat pengembangan utama Wilayah Pengembangan V Kabupaten

Tangerang dengan fungsi utama sebagai pusat permukiman, pusat perdagangan dan jasa, kota

ilmu pengetahuan, serta pusat budaya dan rekreasi, sedangkan Kabupaten Tangerang sendiri

berfungsi untuk menampung limpahan penduduk DKI Jakarta, menampung kegiatan industri

dan menampung kegiatan 55 perdagangan. Sementara itu pengembangan BSD termasuk

dalam wilayah BWK V dan BWK VI di Kota Serpong. Wilayah ini merupakan wilayah

terluas dari seluruh wilayah pengembangan Kota Serpong (sekitar 40%), dengan luas 6.000

ha dari total 15.302,6 ha (Harmanurjeni, 2006). Orientasi BSD Sumber: PT. BSD, 2006.

Wilayah pengembangan BSD (kawasan Serpong) ini sebelumnya merupakan lahan tidak

produktif yang dikelilingi oleh kebun karet, sepi dan jauh dari keramaian, namun sejak tahun

1990 – ketika BSD mulai dihuni, kawasan ini pun jadi ramai. Dulunya BSD juga sempat

dikenal sebagai kota BTN, karena pada awal kemunculannya BSD ingin membangun

population base terlebih dahulu dengan menjual rumah-rumah kecil.


Gambar Orientasi Pengembangan BSD Tahun 2006

Tahap Pengembangan BSD

Dalam rangka pengembangan BSD sebagai sebuah kota baru dibuat tiga kemungkinan /

skenario perkembangan BSD, yaitu (Pre Study Report Executive Summary Kota Mandiri

Bumi Serpong Damai , 1985 dan Harmanurjeni, 2006) : a) Skenario Inti Perkotaan BSD

sebagai kota swasembada penuh, dengan pusat kegiatan ekonomi yang kuat dan berperan

sebagai bagian yang tak terpisahkan dari ekonomi regional. Dalam skenario ini, BSD

berperan sepenuhnya menjadi sebuah kota yang mandiri. 56 b) Skenario Sub-Pusat Regional

BSD berperan sebagai sub-pusat di Kabupaten Tangerang dan mempunyai peranan penting

bagi wilayah sekitarnya. Melalui skenario ini BSD lebih diarahkan sebagai sebuah kota satelit

yang menunjang keberadaan kota induknya. c) Skenario Kota Asrama BSD berperan sebagai

kawasan permukiman yang luas dan merupakan bagian dari urbanisasi kota Jakarta. Untuk

mewujudkan kota baru BSD yang swasembada, maka diantara ketiga kemungkinan di atas,

skenario yang dipilih atau yang diprioritaskan adalah skenario ”inti perkotaan”. Dalam

skenario ini, CBD merupakan penggerak utama yang diharapkan dapat membuka peluang
kesempatan kerja, menumbuhkan kegiatan komersial berskala besar, menciptakan struktur

ketenaga-kerjaan lokal yang sehat, menambah daya tarik kota, memacu laju pertumbuhan dan

meningkatkan nilai tambah lahan. Dengan skenario ini diharapkan pula terjadi suatu

”perkembangan rumah yang melompat” (skipped development) langsung ke Serpong (Pre

Study Report Executive Summary Kota Mandiri Bumi Serpong Damai , 1985), sehingga

BSD mampu menyerap permintaan rumah dalam jumlah besar. Pada awalnya, dalam rangka

mewujudkan skenario ”inti perkotaan” maka pengembangan BSD direncanakan dalam tiga

tahap, yaitu (Pre Study Report Executive Summary Kota Mandiri Bumi Serpong Damai ,

1985) :

a) Tahap I atau Tahap Persiapan (1985-1991) Pada tahap ini akan dilakukan pembangunan

perumahan dari berbagai kelas beserta sarana dan prasarananya, pembangunan jalan yang

menghubungkan Jakarta dengan Serpong mulai dirintis, dan dilakukan perintisan kerjasama

dengan pemerintah maupun lembaga-lembaga dan badan usaha milik pemerintah, serta

pihak-pihak swasta lainnya.

b) Tahap II atau Tahap Pemacuan (1992-1998) Pada tahap ini jalan arteri Jakarta – Serpong

diperkirakan telah rampung, dimulainya pengembangan CBD, jika dimungkinkan beberapa

fungsi 57 kepemerintahan pindah ke BSD, mulai dibangunnya lembaga-lembaga pendidikan

tinggi, riset serta industri canggih, adanya usulan suatu sistem transportasi baru (New

Transportation System – NTS).

c) Tahap III atau Tahap Pemantapan (1999-2005) Pada tahap ini kehidupan sektor bisnis dan

komersial diperkirakan sudah lebih mantap sehingga CBD sudah mulai terwujud secara

nyata, mekanisme administratif diperkirakan lebih mapan dan pencapaian titik impas bagi

keseluruhan proyek BSD.


d) Tahap IV atau Tahap Pematangan (2005-seterusnya) Pada tahap ini BSD diharapkan telah

memiliki peran yang lebih dominan di wilayah JABOTABEK serta memiliki dinamika

pertumbuhannya sendiri. Adapun untuk pembangunannya sendiri terdapat tiga tahapan yang

akan dilaksanakan, yaitu (Perda Kabupaten Tangerang No. 4/1989 dalam Prasidha, 1999;

69) :

1) Tahap I (Persiapan), seluas 1.300 Ha (1988-1999)

2) Tahap II (Akselerasi), seluas 2.000 Ha (1996-2006)

3) Tahap III (Konsolidasi), seluas 2.700 Ha (2003-2013) Rencana Guna Lahan

Pengembangan BSD Sumber: Master Plan PT. BSD, Rencana Guna Lahan Pengembangan

BSD 58 Tahap Pengembangan BSD. Akan tetapi oleh karena adanya faktor-faktor lain yang

juga turut mempengaruhi pelaksanaan pengembangan ini, salah satunya adalah faktor kondisi

perekonomian Indonesia yang pernah terpuruk karena krisis moneter, sehingga tahap-tahap

pembangunan BSD diperbaharui lagi menjadi (PT. BSD, 2006 dalam Harmanurjeni, 2006) :

1) Tahap I (Persiapan), seluas 1.300 Ha (1989-2006) 2) Tahap II (Akselerasi), seluas 2.000

Ha (2006-2012) 3) Tahap III (Konsolidasi), seluas 2.700 Ha (2012-2019).

Gambar Rencana Guna Lahan Pengembangan BSD


Realisasi Pengembangan Lahan Kawasan BSD

Dari keseluruhan luas lahan pengembangan (6.000 hektar) sekitar 1.300 hektar, yang juga

merupakan bagian dari tahap I, telah dikembangkan. Tahap pertama pengembangan BSD

tersebut diawali dengan pembangunan perumahan, terutama tipe hunian kecil, kemudian

diikuti oleh tipe hunian lainnya. Area yang telah terbangun tersebut meliputi sembilan

kelurahan di Kecamatan Serpong, yaitu Jelupang, Lengkong Wetan, Lengkong Gudang

Barat, Lengkong Gudang Timur, Cilenggang, Rawabuntu, Serpong, Ciater dan Buaran, serta

satu kelurahan di Kecamatan Cisauk, yaitu Setu (Harmanurjeni, 2006). Sementara itu saat ini

sebagian dari rencana pada tahap II juga telah dijalankan, yaitu kawasan niaga terpadu (CBD)

dan kawasan industri hi-tech atau taman tekno yang bebas polusi. 59 Dari berbagai wilayah

yang masuk dalam realisasi pengembangan BSD tersebut, ada beberapa di antaranya yang

merupakan wilayah studi, yaitu Kelurahan Jelupang dan Rawabuntu. Lebih jelasnya

mengenai pembahasan keberadaan pengembangan lahan BSD pada wilayah studi. BSD

menggunakan lima unsur dasar kelengkapan kota dalam merealisasikan konsep

pengembangannya, kelima unsur tersebut adalah wisma, karya, suka, marga dan

penyempurna (PT. BSD, 2005). Berikut beberapa realisasi pengembangan BSD melalui

kelima unsur tersebut (PT. BSD, 2006, Harmanurjeni, 2006 dan Ginanjar, 2006) :

A. Wisma (hunian) Hunian tersebar di semua kelurahan yang telah terbangun. Ada beberapa

tipe hunian yang disediakan BSD untuk mengakomodasi seluruh lapisan masyarakat. Tipe

hunian tersebut terdiri dari hunian besar, menengah, kecil dan Perumnas. Masing-masing tipe

hunian tersebut tersebar di berbagai sektor perumahan yang ada di BSD. Mengenai tipe

hunian beserta sektornya.

B. Karya (Pekerjaan, Bisnis dan Industri) BSD dalam perkembangannya tidak hanya dikenal

sebagai kawasan permukiman saja tetapi juga menjadi tempat untuk bekerja, berbisnis,
melakukan usaha / wiraswasta dan sebagainya. Untuk unsur ‘karya’, BSD memiliki kawasan

industri yang berada di Kelurahan Setu dan Buaran. Kawasan yang telah dikembangkan

sesuai dengan ijin lokasi ini dikenal dengan nama Taman Tekno (Techno Park), dengan luas

lahan terbangun sebesar 158 ha. Kawasan ini merupakan kawasan industri bebas polusi yang

terletak di belahan selatan BSD, berupa pabrik-pabrik yang dilengkapi dengan fasilitas

pergudangan, infrastruktur yang baik dan peduli lingkungan. Terdapat 15 perusahaan yang

telah beraktivitas di kawasan ini. Selain itu unsur ’karya’ di BSD ini juga didukung oleh

adanya kawasan komersial dan perkantoran yang terdapat di Kelurahan Lengkong Wetan,

Lengkong Gudang Barat dan Lengkong Gudang Timur. Kawasan komersial BSD terbagi

menjadi tiga, yaitu Kawasan Niaga Terpadu, Kawasan Pusat 60 Perbelanjaan serta Kawasan

Ruko. Kawasan Niaga Terpadu masih dalam proses perencanaan, yang di dalamnya akan

terdapat Water Parks, hotel, superstores, dan perkantoran. Sementara itu Kawasan Pusat

Perbelanjaan sebagian telah terbangun, yaitu BSD Plaza, ITC, Carefour, serta BSD Time

Square yang masih dalam proses pembangunan (PT. BSD, 2005 dalam Harmanurjeni, 2006).

Sedangkan Kawasan Ruko tersebar di area pengembangan BSD, khususnya di jalan-jalan

arteri dan kolektor.

C. Suka (Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial)

Berbagai jenis fasilitas disediakan dalam pengembangan BSD, mulai dari fasilitas

pendidikan, kesehatan, peribadatan, keamanan, olahraga sampai 61 dengan rekreasi. Beragam

fasilitas tersebar di seluruh area pengembangan yang kini telah terbangun. Khusus untuk area

rekreasi terdapat di Kelurahan Lengkong Gudang Barat dan Lengkong Gudang Timur

D. Marga (Infrastruktur)

BSD didukung dengan berbagai infrastruktur pendukung, di antaranya adalah jalan tol Jakarta

– Serpong dan Jakarta – Merak, jaringan jalan, jembatan, jembatan penyeberangan orang,
halte, terminal bis, overpass, underpass, sistem drainase, saluran air hujan, manajemen air

around-the-block, listrik, jaringan TV kabel, sistem telekomunikasi dengan fiber-optic dan

berbagai fasilitas lainnya.

E. Penyempurna (Pelengkap)

Untuk unsur terakhir ini BSD berupaya untuk peduli terhadap masalah sosial dan lingkungan,

salah satunya melalui penyediaan ruang terbuka hijau dan ruang-ruang interaksi sosial

(Buletin BSD, 1995 dalam Prasidha, 1999). Adapun realisasi pengembangan yang

berhubungan dengan unsur ini di antaranya adalah kolam-kolam yang dibangun teratur agar

dapat mencegah banjir, area pembuangan dan pendaur-ulangan sampah, Taman Kota dan

sebagainya. BSD merupakan hunian skala besar yang ditujukan menjadi sebuah kota mandiri

dengan ciri kelengkapan sarana-prasarana dan fasilitas bagi warganya, termasuk adanya basis

ekonomi kota yang memungkinkan 60-70% angkatan kerja yang ada di BSD juga bekerja di

kawasan BSD. Berdasarkan data yang diperoleh, sampai dengan tahun 2006 terdapat 40%

penduduk BSD yang bekerja di BSD (PT. BSD, 2006 dalam Harmanurjeni, 2006). BSD

dibangun untuk memenuhi segala kebutuhan manusia mulai lahir hingga meninggal dengan

berbagai fasilitas yang disediakan.

Dampak dari Pengembangan Lahan Kawasan BSD

Akibat daripada adanya perubahan struktur lahan (land use) dalam pengembangan kawasan

yang terjadi pada kota BSD maka dampak yang ditimbulkan seperti banyaknya dan beragam

peluang kerja yang tersedia yaitu dengan mengembangkan mata pencaharian yang ada atau

sampingan bagi kebutuhan rumah tangga. Selain itu, struktur mata pencaharian semakin

bergeser dari sekunder ke tersier. Dan hal itu sudah mencerminkan karakteristik urban

dengan keadaan ekonomi yang semakin membaik.


Adanya perkembangan titik konsentrasi baik dari segi fisik maupun psikologis. Secara fisik

dapat dilihat dari jumlah penduduk yang terus mengalami peningkatan tiap tahunnya

terutama karena faktor migrasi, pembangunan sarana prasarana, tumbuhnya kawasan-

kawasan industri maupun perdagangan yang kemudian membawa perubahan pada struktur

mata pencaharian rumah tangga dan sebagainya. Secara psikologis, salah satunya dapat

dilihat dari perubahan kebiasaan rumah tangga, khususnya dalam hal pengeluaran. Menjadi

lebih cenderung memperhatikan kebutuhan non-primer seperti kebutuhan akan hiburan. Maka

dibangunlah sarana-sarana tempat hiburan yang menarik minat orang. Sehingga peruntukkan

lahan di kota BSD ini ada beragam macam dan fungsinya.

Sumber :

Bourne, B.L. Internal Structure of the City.

Hoover dan Giarranti. Introduction of Regional Economics. Ch. 6 Hal 131-160.

http://www.imazu.wordpress.com

http://www.rhynaafriana22.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai