Anda di halaman 1dari 43

KASUS BESAR

SEORANG PRIA 59 TAHUN DENGAN INFEKSI HEPATITIS B


HBeAg(-)

Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan Klinik Senior


di bagian Ilmu Penyakit Dalam

Residen Pembimbing:
Dr. Ronny Kendyartanto

Pembimbing:

Dr. Didik Indiarso, Sp.PD


 
Disusun oleh:
Esther Wahyuningsih
2201014220004

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Esther Wahyuningsih


NIM : 220101114220004
Bagian : Ilmu Penyakit Dalam RSDK / FK UNDIP
Judul kasus : Seorang pria 59 tahun dengan Infeksi Hepatitis B
HBeAg (-)
Pembimbing : Dr. Didik Indiarso, Sp.PD

Semarang, Juli
2016
Residen pembimbing Pembimbing

Dr. Ronny Kendyartanto Dr. Didik Indiarso


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

1.Identitas Penderita..................................................................................... 1

2. Daftar masalah......................................................................................... 2

3.Data Dasar................................................................................................. 2

A. Subyektif.......................................................................................... 2

B. Objektif ............................................................................................ 3

1. Pemeriksaan fiaik............................................................................. 3

2. Pemeriksaan Penunjang................................................................... 5

4.Daftar abnormalitas .................................................................................. 6

5.Daftar masalah.......................................................................................... 7

6.Rencana Pemecahan Masalah................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 9

2.1 Anatomi.................................................................................................. 9

2.1.1 Hapar ........................................................................................... 9

2.1.2 Fisiologi hepar............................................................................. 10

2.1.3 Histologi hepar ............................................................................ 13

2.2 Hepatitis B ............................................................................................. 15

2.2.1 Definisi......................................................................................... 15
2.2.2. Epidemiologi .............................................................................. 16

2.2.3 Etiologi......................................................................................... 16

2.2.4 Patofisiologi................................................................................. 18

2.2.5 Patogenesis................................................................................... 19

2.2.6 Manifestasi klinik......................................................................... 20

2.2.7 Gejala Hepatitis............................................................................ 22

2.2.7.1 Hepatitis B Akut.................................................................. 22

2.2.7.2 Hepatitis B kronik..................................................................... 23

2.2.8 Diagnosis...................................................................................... 24

2.2.9 Penatalaksanaan........................................................................... 28

2.2.9.1 Non Farmakologi................................................................. 28

2.2.9.1 Farmakogis........................................................................... 31

2.2.10 Pencegahan................................................................................ 33

BAB III PEMBAHASAN........................................................................... 35

BAB IV KESIMPULAN............................................................................. 37

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 38


BAB I
LAPORAN KASUS

 
I.  IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. P
Umur : 59 tahun
Alamat : Wonosobo
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS (Guru)
MRS : 30 juni 2016
Ruangan : Poli rawat jalan Penyakit Dalam RSDK
NO CM : C591308

II.  DAFTAR MASALAH


No Masalah aktif Tanggal No Masalah Tanggal
pasif
1 Infeksi Hepatitis B
30 Juni
HbeAg (-) 2016
2 Hiperbilirubinemia 30 Juni
indirek 2016

III. DATA DASAR


III.A. SUBYEKTIF
Anamnesis: Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dilakukan di Poli rawat
jalan Penyakit Dalam RSUP dr. Kariadi Semarang Pukul 11.40 WIB
Keluhan Utama: Lemas dan mata kuning
Riwayat Penyakit Sekarang:
 Lokasi:
Lemas di seluruh tubuh dan kedua mata kuning
 Omset dan Kronologis:
±1 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit tubuh pasien lemas dan
kedua mata pasien kuning. Lemas awalnya dirasakan saat pasien kelelahan
dan membaik saat istirahat. Lemas dirasakan semakin lama semakin
memberat sehingga membuat pasien harus beristirahat dan mengurangi
banyak aktivitas nya.
 Kualitas:
Lemas dirasakan seperti orang yang tidak punya tenaga untuk melakukan
banyak aktivitas
 Kuantitas:
Lemas dirasakan semakin lama semakin memberat sehingga membuat
pasien harus beristirahat dan mengurangi banyak aktivitas nya.
 Faktor yang memperberat:
Aktivitas pasien yang berlebihan membuat pasien kelelahan dan tubuh
menjadi lemas
 Faktor yang memperingan:
Membaik dengan istirahat
 Gejala penyerta:
BB menurun (+), nafsu makan menurun (+). Pasien makan sehari 2 kali
dengan di paksa oleh istri dan anaknya dan tidak pernah habis. Mual (+),
muntah (+) isi muntahan adalah sisa makanan, darah (-), muntah memberat
saat makan dan berkurang bila puasa. Demam (-), batuk (+), hidung berair
(+).BAK normal, namun warna kencing pasien menjadi lebih kuning dari
biasanya, BAB normal 2 x sehari warna pucat.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat berobat ke dokter umum di Wonosobo 2 bulan yang lalu karena
pasien gampang lemas jika banyak aktivitas dan semakin lama semakin
memberat sehingga membuat pasien harus banyak mengurangi
aktivitasnya. BB menurun (+), nafsu makan menurun (+). Pasien makan
sehari 2 kali dengan di paksa oleh istri dan anaknya dan tidak pernah
habis. Mual (+), muntah (+) isi muntahan adalah sisa makanan, darah (-),
muntah memberat saat makan dan berkurang bila puasa. Demam (-), batuk
(+), hidung berair (+).Pasien dikatakan tidak apa-apa, hanya karena faktor
banyak pikiran dan stress
 Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal
 Riwayat transfusi darah dan hemodialisis disangkal
 Riwayat tertusuk jarum disangkal
 Riwayat kontak dengan penderita sakit kuning disangkal
 Riwayat Diabetes Melitus disangkal
 Riwayat Hipertensi disangkal
 Riwayat Penyakit Jantung disangkal
 Riwayat Hubungan seksual beresiko di sangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat kencing manis di keluarga (-)
 Riwayat hipertensi di keluarga (-)
 Riwayat sakit hepatitis di keluarga (-)
 Riwayat sakit kanker hati dikeluarga (-)
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita bekerja sebagai guru SMP. Pasien mempunyai 3 orang anak yang
telah bekerja mandiri. Biaya pegobatan ditanggung oleh ASKES.
Kesan sosial ekonomi cukup

III.B. OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik dilakukan tanggal 30 Juni 2016 pukul 12.00 wib di Poli Rawat
Jalan Penyakit Dalam RSDK
Keadaan umum : tampak sakit
Kesadaran : compos mentis, GCS E4M6V5 = 15
Tanda Vital:
T : 110/80 mmHg RR : 20 x/menit
N : 80 x/menit, regular, t : 36,7 oC (axiler)
isi dan tegangan cukup
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 160 cm BMI : 21,48 kg/m2 (normo weight)
Kepala : Mesosephal, warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-),
deformitas (-)
Mata : Konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik +/+, kornea jernih,
pupil isokor, reflek cahaya (+), pergerakan mata ke segala arah
baik
Hidung : Bagian luar hidung tidak ada kelainan, hidung berair (-), epistaksis
(-)
Mulut : Pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), hiperemis (-), atrofi papil
(-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernafasan khas (-)
Leher : Trakhea di tengah, JVP R+0, pembesaran nnll (-)
Dada : Bentuk normal, simetris, spider nevi (-), retraksi (-), nyeri tekan (-)
Jantung:

Inspeksi : Iktus kordis tak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC V 2cm medial linea midclavicula


sinistra, pulsasi parasternal (-),pulsasi epigastrial(-),sternal lift (-)

Perkusi :Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra


Batas kanan : Linea parasternalis dextra
Batas kiri : SIC V 2cm medial linea midclavicula sinistra,
Pinggang jantung cekung
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, bising(-), gallop (-)

Pulmo depan:
Inspeksi : Simetris, statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : SD vesikuler, ST (-)
Pulmo belakang:
Inspeksi : Simetris, statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : SD vesikuler ST (-)
Abdomen:

Inspeksi : Datar, venetaksi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

Palpasi : Nyeri tekan regio hipokondrium kanan (+), hepar, lien tidak
teraba

Extremitas SUPor INFor


Oedema -/- +/+
Palmar eritema -/-
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Jari tabuh -/- -/-
White nail -/- -/-
Turgor <2 detik <2 detik

III. C. PEMERIKSAAN PENUNJANG


LABORATORIUM
HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HEMATOLOGI (27 Juni 2016)
Hemoglobin 12,7 gr% 13-16
Hematokrit 37,6 % 40-54
Eritrosit 3,85 jt/mmk 4,5-6,5
MCH 32,9 Pg 27-32
MCV 97,7 Fl 76-96
MCHC 33,7 g/dL 29-36
Leukosit 7,94 ribu / mmk 4-11
Trombosit 203 ribu / mmk 150-400
RDW 18,0 % 11,60-14,80
MPV 7,94 fL 4,00-11,00
PPT 12,8 detik 9,4-11,0
PPT Kontrol 10,7 detik

HASIL SATUAN NILAI


NORMAL
KIMIA KLINIK (27 Juni 2016)
Bilirubin total 11,80 mg/dL 0,00 – 1,00
Bilirubin direk 2,80 mg/dL 0.00 – 0,30
SGOT 215 U/l 15 – 37
SGPT 248 U/l 30 – 65
Alkali fosfatase 138 U/l 50,0 – 136
Gamma GT 103 U/I 5-85
Protein total 7,8 g/dl 6,4-8,3
Albumin 3,8 g/dl 3,4-4,8
Globulin 3,8 9/dl 1,9-3,9

HASIL SATUAN NILAI


NORMAL
IMUNOSEROLOGI (16 Juni 2016)
HBeAg Non reaktif Non reaktif
Anti HCV 0,38 (Negatif) Negatif <1
Positif => 1
HBsAg 22,77 (Positif) Negatif <0,13
Positif => 0,13
IgM anti HAV Negatif

HASIL SATUAN NILAI


NORMAL
MOLEKULAR (27 Juni 2016)
HBV DNA (Real Virus terdeteksi Virus tidak
Time PCR) terdeteksi
1,2x 106 IU/ml
6,11 Log IU/ml

IV. DAFTAR ABNORMALITAS


1. Mata kuning
2. Konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik +/+
3. Nyeri tekan regio hipokondrium kanan
4. Hemoglobin= 12,7 (L)
5. Hematokrit= 37,6 (L)
6. Eritrosit= 3,85 (L)
7. MCH=32,9 (H)
8. MCV= 97,7 (H)
9. MCHC= 33,7 (H)
10. RDW= 18,0 (H)
11. Bilirubin total =11, 80 (H)
12. Bilirubin direk =2,80 (H)
13. SGOT= 215 (H)
14. SGPT= 248 (H)
15. Alkalin fosfatase=138 (H)
16. Gama GT =103 (H)
17. HBsAg= 22,77 (+)
18. HBeAg (non reaktif)
19. HBV DNA + (Virus terdeteksi)

V. DAFTAR MASALAH
1. Infeksi Hepatitis B HbeAg (-)
2. Hiperbilirubinemia Indirek

VI. RENCANA PEMECAHAN MASALAH


Problem 1. Infeksi Hepatitis B HBeAg (-)
Assessment :
 Hepatitis B kronik reaktivasi
 Hepatitis B akut
 Sirosis Hati
Ipdx : anti HBc, USG Hepar,
Iprx : Tenofovir 300 mg 1x1
Ipmx : Respon terapi :
- ALT 1 bulan setelah terapi
- HBV DNA 1 bulan setelah terapi
- Efek samping terapi: Ureum, Kreatinin

Ipex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit Hepatitis B
yang dialami pasien dan terapi jangka panjang yang harus dijalani oleh
pasien
- Mengedukasi pasien agar pasien minum obat secara teratur
- Mengedukasi kepada keluarga untuk kontrol secara teratur kepada dokter
untuk memantau respon terapi yang diberikan terutama bila muncul
kembali gejala
- Menginformasikan kepada keluarga pasien tentang pencegahan penularan
pada anggota keluarga dengan modifikasi pola hidup untuk pencegahan
transmisi, dan imunisasi

Probelm 2: Hiperbilirubinemia indirek


Assessment: Kesalahan laboratorium
Hemolisis
IP Dx : Bilirubin ulang, retikulosit, gambaran darah tepi
IP Tx : -
IP Mx: Hasil laboratorium bilirubin
IP Ex: Informed consent umtuk dilakukan ulang pemeriksaan laboratorium

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anatomi
2.1.1 Hepar
Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau
kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar
kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan
fungsi yang sangat kompleks. Hepar menempati daerah hipokondrium kanan
tetapi di lobus kiri dari hepar meluas sampai epigastrium. Hepar berbatasan
dengan diagfragma pada bagian superior dan bagian inferior hepar mengikuti
bentuk dari batas kosta kanan.1
Hepar secara anatomis terdiri dari lobus kanan yang berukuran lebih besar
dan lobus kiri yang berukuran lebih kecil. Lobus kanan dan kiri dipisahkan oleh
ligamentum falciforme. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan
posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri
dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamen falsiformis yang terlihat
dari luar. Lobus dextra, terletak di regio hipokondrium kanan, lebih besar
dibandingkan lobus sinistra. Lobus sinistra terletak di regio epigastrik dan
hipokondrium kiri.1
Fiksasi hepar pada tempatnya merupakan akibat perlekatan hepar pada
diafragma oleh ligamen coronarium dan ligamen triangular serta jaringan ikat
pada area nuda hepar bersama dengan perlekatan dengan vena cava inferior oleh
jaringan ikat dan vena hepatika dapat menahan bagian posterior hepar. Ligamen
falciforme berperan untuk membatasi gerakan hepar ke lateral. 1,2 Di bawah
peritoneum terdapat jaringan ikat padat yang disebut sebagai kapsula Gibson,
yang meliputi permukaan seluruh organ, bagian paling tebal dari kapsula ini
terdapat porta hepatis membentuk rangka untuk cabang vena porta, a. Hepatika,
dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hepar tempat masuknya
vena porta dan a.hepatika serta tempat keluarnya duktus hepatika.2
Vena porta dan arteria hepatika propria masuk ke dalam hilus, daerah hillus
ini juga merupakan tempat keluar duktus hepatikus kanan dan kiri. 26 Hepar
mendapatkan banyak sekali darah dari vena porta (+ 75%) dan melalui arteria
hepatika propria (+ 25%). Cabang kanan dari vena porta masuk ke lobus dextra,
sedangkan cabang kiri membentuk cabang ke lobus kaudatus, kemudian
memasuki lobus kiri hepar. Vena porta mendapat aliran darah balik dari vena
lienalis, vena mesenterika superior, vena gastrika, vena pilorika, vena cystika dan
venae parumbilikales. Vena mesenterika superior mendapat aliran darah balik dari
ileum terminale, caecum, colon ascenden dan colon transversum.1

2.1.2 Fisiologi Hepar


Hepar merupakan organ parenkim yang paling besar hepar juga
menduduki urutan pertama dalam hal jumlah, kerumitan, dan ragam fungsi. Hepar
sangat penting untuk mempertahankan fungsi hidup dan berperan dalam hampir
setiap metabolisme tubuh dan bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktivitas
berbeda. Hepar memiliki kapasitas cadangan yang besar dan hanya membutuhkan
10-20 % jaringan yang berfungsi untuk tetap bertahan. Destruksi total atau
pengangkatan hepar menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari 10 jam.
Hepar mempunyai kemampuan regenerasi yang mengagumkan. Proses regenerasi
akan lengkap dalam waktu 4-5 minggu.3
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber
energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada
beberapa fung hati yaitu :3,4
1. Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling
berkaitan satu sama lain. Didalam hati terbentuk mekanisme glikogenesis
(merubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi
glikogen). Glikogen akan disimpan didalam hati yang kemudian oleh hati
akan dirubah menjai glukosa (proses ini disebut glikogenolisis). Sehingga
hati dapat disebut sebagai salah satu pembentuk glukosa, selanjutnya hati
akan mengubah glukosa menjadi pentosa. Pentosa yan telah dibentuk ini
akan menghasilkan energi, dan membiosintesis nukleotida, asam nukleat
dan ATP, dan membentuk/ biosintesis asam piruvat diperlukan dalam
siklus krebs.
2. sebagai metabolisme lemak
Hati akan mensintesis lemak dan juga mengkatabolisir lemak. Asam lemak
yang terbentuk akan dipecah menjadi beberapa komponen :
1) Badan keton
2) Asetat yang akan dipecah menjadi asam lemak dan gliserol
3) Sintesis kolesterol
4) Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Organ utama hati merupakan organ pembentukan, sintesis, ekskresi dan
esterifikasi kolesterol. Hal ini penting karena kolesterol digunakan sebagai
komponen atau standar pemeriksaan metabolisme lipid.
3. sebagai matabolisme protein
Selain membentuk banyak macam asam amino dan protein, dengan proses
deaminasi hati mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Hati
juga berperan dalam pembentukan asam amino dari bahan non nitrogen
dengan proses transminasi. Hati merupakan satu-satunya organ yg
membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi
produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme protein .∂ -
globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum
tulang β – globulin hanya dibentuk di dalam hati.
4. sebagai pembekuan darah
Hati menghasilkan protein yang berfungsi dalam proses pembekuan darah,
protein yang dibentuk berupa fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.
Apabila ada faktor luar yang menusuk pembuluh darah yang bekerja
adalah faktor ektrinsik dan yang berhubngan akibat katub jantung. Fibrin
isomer digunakan pada proses pembekuannya dan ditambah dengan faktor
XIII, sedangakan Vit K untuk akan membentuk protrombin dan beberapa
faktor koagulasi.
5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
6. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada
proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap
berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.
7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan barier utama dalam menyaring bakteri, pigmen dan
dengan proses fagositosis dan produksi ∂ - globulin sebagai imun livers
mechanism.
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ±
1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam
a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke
hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh
persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise,
terik matahari dan shock. Hepar merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah.

2.1.3 Histologi Hepar


Jaringan ikat portal/interlobular yang merupakan lanjutan dari kapsula,
mengelilingi unit struktural utama hepar yang tersusun sebagai lobulus hepar.
Lobulus hepar membentuk bagian terbesar dari substansi hepar. Lobulus hepar
dipisahkan oleh jaringan pengikat dan pembuluh-pembuluh darah. Pembuluh
darah terdapat pada pertemuan sudut-sudut poligonal/heksagonal yang berbentuk
segitiga yang disebut sebagai area portal atau trigonum Kiernan. Pada area ini
terdapat saluran-saluran, disebut daerah portal, yang terdiri dari cabang arteria
hepatika, cabang vena porta, dan duktus biliaris, serta ditambah pembuluh limfe,
yang berada diantara jaringan ikat interlobularis. Lobulus hepar secara
makroskopis tampak sebagai silinder / prisma yang tak teratur dengan ukuran
1mm x 2mm dan jumlah seluruhnya + 1 juta. Pada potongan melintang tampak
secara kasar mempunyai 6 sudut (heksagonal) dengan ukuran yang bervariasi.4,5
Pada potongan melintang, lobulus hepar terdiri dari lempengan/deretan sel-
sel parenkim hepar yang tersusun radier yang saling berhubungan dan bercabang
membentuk anyaman tiga dimensi dengan pusat pembuluh kecil ditengahnya
yaitu vena sentralis, dan dipisahkan oleh celah yang disebut sinusoid hepar.
Daerah portal tersusun sedemikian rupa sehingga seakan-akan membatasi lobulus
hepar. Daerah ini juga disebut sebagai lobulus klasik hepar. Lobulus klasik yang
berbentuk prisma heksagonal merupakan unit struktural anatomis terkecil dari
hepar.5
Unit fungsional utama dari hepar dinamakan sebagai lobulus portal. Lobulus
portal dibatasi oleh 3 vena sentralis berbeda yang dikelompokkan sekitar sumbu
duktus biliaris interlobuler. Lobulus portal terdiri atas bagian-bagian dari 3
lobulus klasik yang berdekatan yang melepaskan sekret kedalam duktus biliaris
interlobularis (sebagai pusatnya).5
Kerusakan hepar biasanya berhubungan dengan perdarahannya dan suatu
susunan unit yang lebih kecil yaitu asinus hepar, merupakan konsep terbaru dari
unit fungsional hepar terkecil. Unit ini terdiri atas sejumlah parenkim hepar yang
terletak di antara 2 vena sentralis dan mempunyai cabang terminal arteria
hepatika, vena porta dan sistem duktuli biliaris sebagai sumbunya. Jadi suatu
asinus hepar memperoleh darah dari cabang akhir arteria hepatika dan vena porta,
serta mengeluarkan hasil sekresi eksokrin kedalam duktuli biliaris.4,5
Hepatosit tersusun dalam rangkaian lempeng-lempeng yang secara radial
bermula dari tepi lobulus klasik menuju ke vena sentralis sebagai pusatnya.5 Tebal
lempeng biasanya hanya satu sel, kecuali pada tempat-tempat anastomosis dan
percabangan. Hepatosit merupakan sel berbentuk polihedral, mempunyai
permukaan 6 atau lebih, dengan membran sel yang jelas, inti bulat di tengah. Sel
yang besar dengan inti besar atau inti 2 dapat ditemukan karena terjadi mitosis.
Sitoplasma eosinofilik, karena banyaknya mitokondria dan retikulum endoplasma
halus. Di dalam sitoplasmanya terdapat lisosom, peroksisom (mikrobodies), butir-
butir glikogen (pengecatan khusus) serta tetes lemak (terutama setelah puasa atau
makan makanan banyak lemak).4
Sel Kupffer juga terdapat dalam sinusoid yang merupakan sel
fagosit/makrofag. Sel ini mempunyai inti yang lebih besar dibandingkan sel
endotel. Sitoplasmanya lebih banyak dengan cabang-cabangnya yang meluas atau
bahkan melintang didalam ruang sinusoid. Sel ini berfungsi untuk memfagosit
eritrosit tua, memakan hemoglobin dan mensekresi protein yang berkaitan dengan
proses imunologik (sitokin). Sel ini dapat membersihkan darah dari basili kolon,
yang berhasil memasuki darah portal selama peredarannya melalui usus, dengan
sangat efisien sewaktu darah melewati sinus. Bila satu bakteri berhubungan
dengan sel Kupffer, dalam waktu kurang dari 0,01 detik bakteri akan masuk
menembus dinding sel Kupffer dan menetap permanen didalam sampai bakteri
tersebut dicernakan. Mungkin tidak lebih dari 1% bakteri yang masuk ke darah
porta dari usus berhasil melewati hepar ke dalam sirkulasi sistemik. Sel Kupffer
akan bertambah jumlahnya bila diperlukan, mungkin melalui diferensiasi sel
endotel yang lebih primitif.4,5
Celah Disse (perisinusoid) terdapat sel stellata atau sel penimbun lemak
(limposit). Sel ini diduga mampu berdiferensiasi menjadi fibroblas yang ada di
dalam lobulus.4
Pendarahan lobulus hepar adalah melalui sinusoid yang membentuk jalajala
yang luas di antara lempengan sel-sel hepar. Dinding sinusoid dilapisi oleh selapis
sel endotel yang tidak kontinyu (mempunyai pori-pori). Celah yang memisahkan
antara sel-sel endotel dengan hepatosit disebut sebagai celah/spasium Disse, yang
berisi mikrovili dari hepatosit.5
Suplai darah di hepar berasal dari vena porta dan arteria hepatika propria
dengan aliran darah sebagai berikut :4,5
1. Vena porta bercabang-cabang sampai ke venula kecil yang ada di area portal
kemudian bercabang menjadi venula penyalur yang berjalan di sekitar tepi
lobulus, ujung kecilnya menembus dinding hepatosit menuju sinusoid.
Sinusoid berjalan radier dan berkumpul di tengah lobulus membentuk vena
sentralis/vena sentrolobularis, di basis lobulus bersatu dalam vena
sublobularis, bersatu membentuk vena hepatika kemudian menuju vena cava
inferior. Vena porta membawa darah dari limpa dan usus yang membawa
bahan-bahan yang telah diserap oleh usus (aliran darah fungsional), kecuali
lemak (kilomikron) yang dibawa lewat pembuluh limfe.
2. Arteria hepatika bercabang-cabang membentuk arteria interlobularis,
sebagian mendarahi struktur portal dan lainnya berakhir langsung di
sinusoid (aliran darah nutritif).

2.2 Hepatitis B
2.2.1 Definisi
Hepatitis B didefenisikan sebagai peradangan pada hepar yang disebabkan
virus hepatitis B. Penyakit kuning (jaundice) sudah dikenal sejak abad V sebelum
Masehi di Babilonia yang kemudian ditulis oleh Hipocrates dalam De Morbus
Internis. Hipocrates (460-375 SM) seorang tabib Yunani kuno, menemukan
bahwa penyakit kuning ini menular sehingga ia menamakannya sebagai icterus
infectiosa. Virus hepatitis B ini dapat menyebabkan hepatitis akut atau bervariasi
dari status penularan sampai hepatitis fulminan.6
Virus hepatitis B dapat hidup di luar tubuh dan dapat dengan mudah
ditularkan melalui darah, saliva, sekret nasofaring, semen, sekret vagina dan darah
menstruasi, air susu ibu (ASI), air mata, tinja, sekresi usus dan urine penderita
yang terinfeksi.6
2.2.2 Epidemiologi
WHO membagi prevalensi pengidap virus hepatitis B di seluruh dunia
dalam tiga kelompok, yaitu prevalensi tinggi (HBsAg positif 8-20%), prevalensi
sedang (HBsAg positif 2-7%) dan prevalensi ringan (HBsAg positif 0,2-1,5%).
Prevalensi penyakit hepatitis B di Indonesia termasuk tinggi, dengan pengidap
HBsAg berkisar antara 3-20%.6
Daerah-daerah yang mempunyai prevalensi infeksi virus hepatitis B yang
tinggi juga mempunyai angka kejadian karsinoma hepatoseluler yang tinggi. Virus
hepatitis B menyebabkan 60-80% kanker hati di dunia dan merupakan satu dari
tiga penyebab utama kematian di Asia, daerah Pasifik dan Afrika. Setiap tahunnya
terdapat lebih kurang 300 000 - 500 000 orang meninggal akibat karsinoma
hepatoseluler.6

                Prevalensi pembawa HBsAg :

2.2.3 Etiologi
Kelompok virus yang mengandung double-stranded DNA dan hanya
menyerang sel-sel hati. Virus hepatitis B mempunyai bentuk yang pleomorfik
yang terdiri atas 3 macam partikel yaitu partikel bulat (sferis) kecil berdiameter 22
nm, partikel lonjong (tubulus) berdiameter hamper 22 nm dan partikel besar
double shelled berbentuk sferis dengan diameter 42 nm. Partikel sferis dan tubulus
kemungkinan berasal dari lapisan luar yang berlebihan. Virus hepatitis B
merupakan virus DNA yang paling kecil. Partikel HBsAg terdiri dari lipoprotein,
asam amino (terutama leusin) lipid, karbohidrat, kolesterol dan triptofan. HBsAg
terdapat dalam tiga bentuk yaitu HBsAg selubung virion (partikel Dane) dan dua
partikel HBsAg non-virion yaitu partikel bulat dan tubuler seperti pada gambar 2.
HBsAg tersusun atas 3 macam protein yaitu small protein (SHBs), middle protein
(MHBs) dan large protein (LHBs).6,7

       
Gambar 2 : Skema partikel virus hepatitis B
Virus hepatitis B stabil pada suhu-20ºC sampai lebih dari 20 tahun dan
tahan terhadap pembekuan serta pencairan berulang kali. Virus hepatitis B juga
tahan terhadap radiasi ultraviolet. Infektivitas virus hepatitis B hilang pada suhu
100ºC selama 10 menit, 60 ºC selama beberapa jam dan pada pH 2,4 selama 6 jam
tetapi antigenisitasnya tetap. Sodium hipoklorit 0,5% menghilangkan antigenitas
HBsAg dan infektivitas virion dalam waktu 3 menit tetapi dalam serum yang tidak
diencerkan membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 5%.7
Terdapat tiga antigen yang berhubungan dengan virus hepatitis B, dua
diantaranya adalah HBcAg dan HBeAg yang berhubungan dengan inti virus.
Antigen yang ketiga adalah HBsAg antigen yang berhubungan dengan permukaan
luar mantel virus. HBsAg adalah polipeptida yang merupakan prekursor PreS1
dan PreS2. HBcAg adalah inti virus yang mengandung genome dan DNA
polymerase (reverse transcriptase).7

2.2.4 Patofisiologi
Mekanisme bagaimana virus hepatitis B merusak sel hati masih belum jelas.
Terdapat dua kemungkinan yang terjadi yaitu efek sitopatik langsung atau adanya
induksi dari reaksi imunitas melawan antigen virus atau antigen hepatosit yang
diubah oleh virus sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan hepatosit yang
diinfeksi virus. Namun teori yang paling terkenal sekarang adalah tentang
mekanisme aktivitas virus penyebab penyakit dimana reaksi imunitas (cell
mediated) terhadap antigen virus merupakan mediator utama terjadinya kerusakan
sel hati. Diperkirakan bahwa reaksi sitotoksik sel-T melawan antigen virus khusus
atau antigen membran sel yang diubah oleh virus, merusak sel hati. Hepatosit
yang diselimuti antibodi mungkin dihancurkan oleh daya sitotoksik sel dari reaksi
imunologik.8
Replikasi adalah suatu bentuk aktivitas perkembangan virus di dalam sel
hati yang terinfeksi yang dapat berupa bahan-bahan genom dan protein virus yang
menyusun progeny virus dan mengeluarkannya dari dalam sel hepatosit seperti
dalam gambar 4. Replikasi virus hepatitis B berlangsung melalui suatu perantara
RNA. Periode inkubasi dari virus hepatitis B adalah 4-12 minggu, diikuti dengan
fase infeksi akut, fase ikterik atau anikterik. Masa inkubasi yang lama dan
kenyataan bahwa replikasi virus yang maksimal terjadi pada masa inkubasi,
dimana kerusakan hepatosit tidak maksimal tidak sesuai dengan sifat virus
sitopatik tetapi lebih cenderung kepada teori reaksi imunitas.8

Gambar 4 : Siklus hidup virus hepatitis B pada fase replikasi

2.2.5 Patogenesis
Virus hepatitis B (VHB) masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari
peredaran darah partikel dan maasuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi
virus. Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane
utuh, partikel HbsAg bentuk bulat dan tubuler, dan HbsAg yang tidak ikut
membentuk partikel virus. 9VHB merangsang respons imun tubuh, yang pertama
kali dirangsang adalah respons imun spesifik (innate immune response) karena
dapat terangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa menit sampai beberapa
jam. Proses eliminasi nonspesifik ini tejadi tanpa restriksi HLA, yaitu dengan
memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T.10
Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respons imun spesifik,
yaitu dengan mengaktifasi sel limfosit T dan sel limfosit B. Aktivasi sel T CD8+
terjadi setelah kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptida VHB-
MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati dan pada permukaan
dinding APC dan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang sebelumnya sudah
mengalami kontak dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas II pada dinding
APC. Peptida VHB yang ditampilkan pada permukaan dinding sel hati dan
menjadi antigen sasaran respons imun adalah peptida kapsid yaitu HbcAg atau
HbeAg. Sel T CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada didalam sel
hati yang terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis
sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Di
samping itu dapat juga terjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati
yang terinfeksi melalui aktivitas IFNγ dan TNFα yang dihasilkan oleh sel T CD8+
(mekanisme nonsitolitik).9,10
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan
produksi antibodi antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-Hbe. Fungsi anti-HBs
adalah netralisasi partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus kedalam sel.
Dengan demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel.
Infeksi kronik VHB bukan disebabkan gangguan produksi anti-HBs. Buktinya
pada pasien Hepatitis B kronik ternyata dapat ditemkan adanya anti-HBs
bersembunyi dalam kompleks dengan HbsAg.9
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat
diakhiri, sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB
yang menetap. Proses eliminasi VHB oleh respons imun yang tidak efisien dapat
disebabkan oleh faktor virus ataupun faktor pejamu.9,10
 Faktor Virus, antara lain :
Terjadinya imunotoleransi terhadap produk VHB, hambatan terhadap
CTL yang berfungsi melakukan lisis sel-sel terinfeksi, terjadinya
mutan VHB yang tidak memproduksi HbeAg, integrasi genom VHB
dala genom sel hati.
 Faktor Pejamu, antara lain :
Faktor genetik, kurangnya IFN, adanya antibodi terhadap antigen
nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respons antiidiotipe, faktor
kelamin atau hormonal.
Salah satu contoh peran imunoterapi terhadap produk VHB dalam persistensi
VHB adalah mekanisme persistensi infeksi VHB pada neonatus yang dilahirkan
oleh ibu HbsAg dan HbeAg positif. Diduga persistensi tersebut disebabkan
adanya imunotoleransi terhadap HbeAg yang masuk ke dalam tubuh janin
mendahului invasi VHB, sedangkan persistensi pada usia dewasa diduga
disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel virus.
Persistensi infeksi VHB dapat disebabkan karena mutasi pada daerah precore dari
DNA yang menyebabkan tidak dapat diproduksinya HbeAg. Tidak adanya HbeAg
pada mutan tersebut akan menghambat eliminasi sel yang terinfeksi VHB.11

2.2.6 Manifestasi Klinik


Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis
hepatitis B dibangi 2 yaitu :
1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap
individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan
hilangnya virus hepatitis B dari tubuh.Hepatitis B akut terdiri atas 3
yaitu:9,12
a. Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran
ikterus yang jelas.Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :
1) Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam
tinggi, anoreksia, mual, nyeri didaerah hati disertai
perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan
laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin
serum, SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat).
2) Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai
hepatomegali dan splenomegali. timbulnya ikterus makin
hebat dengan puncak pada minggu kedua. setelah timbul
ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes
fungsi hati abnormal.
3) Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadarenzim
aminotransferase. pembesaran hati masih ada tetapi tidak
terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.
b. Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian
besar mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh
persen akan berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita
belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan
SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik hati
menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual
dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal
akut dengan anuria dan uremia.
c. Hepatitis Subklinik 
2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap
individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme,
untuk menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan
VHB. Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami
Hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak
menunjukkan perbaikan yang signifikan.6,7
     
2.2.7 Gejala Hepatitis
2.2.7.1 Hepatitis B Akut
Gejala hepatitis B akut timbul 15-180 hari (rata-rata 60-90 hari) setelah
paparan. Gejala hepatitis B akut menyerupai gejala hepatitis jenis lain, yang dapat
bervariasi dari tanpa gejala, gejala tidak nyata, sampai gejala fatal (gagal hati).
Hepatitis tanpa gejala dapat berlangsung tanpa diketahui. Secara umum gejala
hepatitis terdiri dari 3  fase yaitu:9,10
 Fase gejala awal (prodormal)
Gejala hepatitis B timbul perlahan-lahan dan tidak spesifik.
Gejala awal berupa rasa tidak enak pada tubuh, tidak napsu makan,
mual dan muntah, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri tenggorokan, batuk,
dan hidung berair. Demam jarang ditemukan pada hepatitis B.
Meskipun terdapat demam, demam tidak terlalu tinggi (38-39oC).
Gejala ini dapat berlangsung selama 1 – 2 minggu.
 Fase kuning (ikterik)
Setelah gejala awal mulai membaik, urin penderita menjadi
lebih gelap dan feses menjadi pucat. Satu sampai lima hari setelahnya,
penderita nampak kuning pada kulit atau mata. Warna kuning ini
disebabkan tingginya kadar bilirubin (produk akhir pemecahan sel
darah merah) dalam darah penderita. Peradangan pada hati
menyebabkan gangguan pembuangan bilirubin sehingga kadar
bilirubin meningkat. Gejala awal menghilang pada saat timbul kuning.
Namun, gejala tidak napsu makan, rasa tidak enak tubuh, dan
kelemahan dapat menetap. Peradangan pada hati menjadi lebih hebat
sehingga hati dapat membesar, yang dirasakan pasien sebagai rasa
nyeri atau tidak nyaman pada perut kanan atas.
Pada 1%-10% penderita hepatitis B akut dapat mengalami
serum-sickness-like syndrome yang mendahului gejala kuning, yaitu
berupa demam, ruam-ruam pada kulit, dan peradangan sendi. Gejala-
gejala ini umumnya hilang beberapa saat setelah kuning muncul.
 Fase penyembuhan (konvalesens)
Pada fase ini gejala sudah menghilang, namun pembesaran hati
masih menetap dan nilai laboratorium belum normal. Fase ini dapat
berlangsung selama 2 hingga 12 minggu.Kesembuhan sempurna
secara klinis dan laboratoris diharapkan terjadi setelah 3-4 bulan
setelah timbulnya kuning.
Hepatitis B akut dapat sembuh dengan sendirinya pada 90%-
95% penderita dewasa. Hanya kurang dari 1% penderita dewasa yang
mengalami komplikasi berupa hepatitis fulminan (kematian sel hati
yang luas). Penderita yang sembuh dari infeksi akut memiliki daya
tahan terhadap hepatitis B. Pada hepatitis fulminan, kematian sel hati
sangat luas sehingga hati tidak dapat berfungsi dan akhirnya terjadi
gagal hati. Gagal hati akut ditandai dengan penderita yang tampak
selalu mengantuk; perubahan pola tidur; perubahan kepribadian
sampai koma; bengkak pada perut seluruh tubuh; gangguan irama
jantung; perdarahan saluran cerna; dan penurunan tekanan darah.

2.2.7.2Hepatitis B Kronik
Hepatitis B kronik diartikan sebagai penderita dengan virus hepatitis B
yang bertahan lebih dari 6 bulan setelah infeksi akut. Sebanyak 90% individu
yang mendapat infeksi sejak lahir akan tetap mengalami infeksi hepatitis B
sepanjang hidupnya dan menderita hepatitis B kronik, sedangkan hanya 5%
individu dewasa yang terinfeksi berlanjut menjadi kronik.
Gejala klinik hepatitis B kronik juga bervariasi. Secara sederhana gejala hepatitis
kronik dapat dibagi menjadi 2, yaitu:12,13

1. Hepatitis B kronik aktif


Pada penderita ini dapat ditemui tanda-tanda penyakit hati kronik, seperti
pembesaran hati, kemerahan pada telapak tangan, serta pelebaran
pembuluh darah kecil. Hasil laboratorium didapatkan hepatitis B positif
(HbsAg positif) dengan kadar kuman yang tinggi (DNA HBV >105
kopi/ml), kadar enzim hati meningkat, serta pada biopsi hati didapatkan
gambaran peradangan aktif.
2. Pembawa hepatitis B tidak aktif
Pada penderita ini tidak terdapat gejala. Hasil laboratorium didapatkan
hepatitis B positif (HbsAg positif) dengan kadar kuman yang rendah
(DNA HBV <105 kopi/ml), kadar enzim hati tidak meningkat, serta pada
biopsi hati didapatkan gambaran peradangan ringan. Komplikasi jangka
panjang hepatitis B kronik (setelah beberapa tahun) adalah gagal hati,
pengerasan hati (sirosis) dan kanker hati. Faktor risiko perkembangan
hepatitis B kronik menjadi kanker hati antara lain: kadar kuman yang
tinggi terus-menerus, jenis kelamin laki-laki, usia tua, riwayat keluarga
menderita kanker hati, serta adanya infeksi tambahan (infeksi hepatitis D,
hepatitis C atau HIV)

2.2.8 Diagnosis
a. Anamnesis
Menanyakan tentang keluhan pasien sesuai dengan gejala-gejala yang khas
pada penyakit hati,menanyakan tentang riwayat kontak dengan darah
orang yang di curigai terinfeksi virus hepatitis dll. Anamnesis yang baik
dan sistematika 80% dapat mendiagnosis suatu penyakit.9
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik biasa di ditemukan Sklera, dan kulit ikterik.
Penurunan bunyi usus besar, peningkatan lingkar abdomen, dan adanya
pergerakan cairan.  Biasa juga yang khas terdapat nyeri tekan perut kanan.
Bila hepatitis kronik dengan komplikasi sirosis hepatis maka sering
ditemukan hati mengecil, spider nevi, eritema palmar dan edema pada
kedua tungkai.6
Mata kuning adalah keluhan pertama yang dapat dilihat oleh
penderita atau kerabatnya. Warna kuning pada mata dapat memberikan
gambaran kasar penyebab ikterus :6,7
 Kuning : Prehepatik
 Kuning oranye : Hepatik
 Kuning kehijauan : Posthepatik
Pemeriksaan Fisik

Mata kuning
1. Kepala
 Mata
 Mulut
 Leher
Spider naevi (spider telangiectasis, spider angioma, arterial spider)
ditemukan pada penyakit hati yang kronis, dijumpai pada daerah yang
mendapatkan vaskularisasi dari vena cava superior. Lokasinya adalah pada
muka, leher, lengan, punggung tangan, dada dan punggung tetapi jarang
terdapat di bawah garis yang menghubungkan kedua areola mammae.
Spider naevi tampak sebagai titik dengan serabut-serabut pembuluh darah
yang menyebar secara radier dengan diameter mulai seujung jarum sampai
0,5 cm.12
2. Thoraks
3. Abdomen13
Inspeksi dartar lembut, jika terdapat asites akan tampak cembung.

 Hepatomegali
Pada hepatitis virus akut, terjadi pembesaran hepar yang bersifat
kenyal, tepi tajam, permukaan rata. Sedangkan pada sirosis, hepar
dapat teraba atau tidak teraba. Pada karsinoma, hepar membesar
dan teraba keras dengan permukaan yang berbenjol-benjol, tepi
tidak rata, tumpul dan pada auskultasi terdengar hepatic bruit.
 Pembesaran Lien
4. Ekstremitas
 Edema12,13
Edema dapat dijumpai pada penderita penyakit hati kronis.
Penimbunan cairan pada penyakit hati dimulai dari rongga perut
(asites) lalu diikuti tempat-tempat lainnya.
 Clubbing12,13
Clubbing biasa dijumpai pada penyakit-penyakit kronis. Pada
hepatitis akut tidak ditemukan.
 Sianosis dapat ditemukan pada penderita sirosis dengan
kegagalan hati akibat penurunan dari kejenuhan O2 dalam
arteri.
 Eritema Palmaris
Eritema palmaris (liver palms) yaitu salah satu kelainan
yang dapat dijumpai pada penderita kegagalan hati. Tangan
penderita akan tampak merah tua dan teraba panas (hangat)
terutama pada hipotenar, tenar dan pada jari.
 Liver Nail (White Nail)
c. Pemeriksaan penunjang
 Evaluasi Lab
Biasanya meliputi beberapa pemeriksaan penapisan untuk fungsi hati.
Pemeriksaan biokimiawi bisa mencakup: Enzim-enzim serum
termasuk SGOT/PT, alkaline phosphatase,HbsAg6

1) HbsAg
HBsAg sudah positif dalam masa inkubasi, biasanya 2-6
minggu sebelum timbulnya gejala-gejala. Pada Hepatitis B
Akut HbsAg hilang dalam waktu beberapa minggu atau
bulan, kemudian timbul Anti-HBs yang akan tetap
terdeteksi seumur hidup. Pada sebagian kecil Anti-HBS
kemudian bisa tidak terdeteksi. Bila HBsAg tidak
hilang,dan persisten lebih dari 6 bulan dinamakan Hepatitis
B kronik. Pada bayi yang lahir dari ibu pengidap Hepatitis
B kronis, HBsAg timbul antara usia 6 minggu sampai 6
bulan dan umumnya bersifat persisten.12
2) HbeAg
HBeAg terdeteksi dalam serum dalam waktu singkat
setelah terdeteksi HBsAg. HBeAg bersama dengan
HBVDNA adalah tanda-tanda bahwa ada replikasi HBV
yang masih aktif. Bila infeksi mereda HBeAg hilang dari
serum dalam waktu singkat sebelum HbsAg menghilang12
3) HBV DNA
Seperti HBeAG, HVDNA adalah petanda bahwa ada
replikasi HBV yang masih aktif. Ditemukan dan hilang dari
serum kira-kira bersamaan dengan HBeAg.11

Setelah terinfeksi HBV, penanda virologik pertama yang terdeteksi


dalam serum selama 1-12 minggu, biasanya antara 8-12 minggu, adalah
HbsAg. Sirkulasi HbsAg mendahului peningkatan aktivitas serum
aminotransferase dan gejala-gejala klinis 2-6 minggu dan tetap terdeteksi
selama fase ikterik atau fase simtomatik dari hepatitis B akut dan sesudahnya.
Setelah HbsAg tidak terdeteksi 1-2 bulan setelah onset dari jaundice dapat
bertahan lebih dari 6 bulan.11
Setelah HBsAg menghilang, antibody terhadap HBsAg (anti-HBS)
mulai terdeteksi dalam serum dan bertahan sampai waktu yang tidak terbatas.
Karena HbcAg intraseluler dan ketika di dalam serum, tersembunyi dalam
mantel HbsAg, jelas terlihat HbcAg tidak bersirkulasi dalam serum dan oleh
karena itu, HBcAg tidak terdeteksi dalam serum pasien dengan infeksi HBV.11
Di lain pihak, antibodi terhadap HbcAg (anti-HBc) dengan cepat
terlihat dalam serum dimulai dalam 1-2 minggu pertama setelah timbulnya
HbsAg dan mendahului terdeteksinya kadar anti-HBs dalam beberapa minggu
hingga beberapa bulan. Karena terdapat  variasi dalam waktu timbulnya anti-
HBs setelah infeksi HBV, kadang terdapat suatu tenggang waktu beberapa
minggu atau lebih yang memisahkan hilangnya HbsAg dalam timbulnya anti-
HBs. Selama periode ‘gap’ atau ‘window period’ ini anti-HBc dapat menjadi
bukti serologik pada infeksi HBV yang sedang berlangsung, dan darah yang
mengandung anti-HBc tanpa adanya HbsAg dan anti-HBs telah terlibat
pada  pada perkembangan hepatitis B akibat transfusi. IgM  Anti-Hbc
terdeteksi kira-kira selama 6 bulan pertama setelah infeksi akut, sedangkan
IgG anti-HBc setelah 6 bulan. Oleh karena itu, pasien yang menderita hepatitis
B akut memiliki IgM anti-HBc dalam serumnya.11
 Evaluasi radiographic
USG paling baik digunakan sebagai alat penapis untuk 
memperlihatkan dilatasi percabangan-percabangan saluran empedu
dan memperlihatkan batu empedu. Alat ini juga dapat digunakan
untuk mendeteksi penyakit parenkim12,13

2.2.9 Penatalaksanaan
2.2.9.1 Non-Farmakologi
Pasien hepatitis B harus menghindar kontak seksual sampai antigenemia
hilang. menghindari semua hepatitisatotoksin, terutama alcohol. pengaturan diet
yang tepat dapat mempercepat pemulihan fungsi hati. Pemberian protein bermutu
tinggi dan vitamin dapat mempercepat pemulihan dari sel-sel hati yang
mengalami kerusakan sepertiAminoleban mengandung AARC / BCAA ( Branch
Chain Amino Acids) kadar tinggi serta diperkaya dengan asam amino penting lain
seperti arginin, histidin, vitamin, dan mineral. Nutrisi khusus hati ini akan
menjaga kecukupan kebutuhan protein dan mempertahankan kadar albumin darah
tanpa meningkatkan risiko terjadinya hiperamonia. Dosis Dewasa 500-1000
ml/dosis dengan infus drip intravena 25-40 tetes/menit.14
Namun perlu diingat bahwa pemberian protein harus disesuaikan dengan
toleransi tubuh penderita karena bila berlebih dapat menyebabkan kadar ammonia
dalam darah meningkat atau tidak seimbang sehingga timbullah berbagai
gangguan dalam tubuh. Oleh karenanya, diperlukan suatu pengaturan diet yang
tepat untuk penderita hepatitis agar diperoleh pemulihan yang maksimal.14
Tujuan pengaturan diet pada penderita penyakit hati adalah memberikan
makanan cukup untuk mempercepat perbaikan fungsi tanpa memperberat kerja
hati. Syaratnya adalah sebagai berikut :14,15
1. Kalori tinggi, kandungan karbohidrat tinggi, lemak sedang dan protein
disesuaikan dengan keadaan penderita.
2. Diet diberikan secara berangsur, disesuaikan dengan nafsu makan dan
toleransi pendeita.
3. Cukup vitamin dan mineral.
4. Rendah garam atau cairan dibatasi bila terjadi penimbunan garam/air.
5. Mudah dicerna dan tidak merangsang.
6. Bahan makanan yang mengandung gas dihindarkan
 Macam - Macam Diet Untuk Penderita Penyakit Hati 14,15
a. Diet 1
Untuk penderita sirosis hati yang berat dan hepatitis akut prekoma.
Biasanya diberikan makanan berupa cairan yang mengandung
karbohidrat sederhana misalnya sari buah, sirop, teh manis.
Pemberian protein sebaiknya dihindarkan. Bila terjadi penimbunan
cairan atau sulit kencing maka pemberian cairan maksimum 1 liter
perhari. Diet ini sebaiknya diberikan lebih dari 3 hari.
b. Diet 2
Diberikan bila keadan akut atau prekoma sudah dapat diatasi dan
mulai timbul nafsu makan. Diet berbentuk lunak atau dicincang,
tergantung keadaan penderita. Asupan protein dibatasi hingga 30
gram perhari, dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah
dicerna.
c. Diet 3
Untuk penderita yang nafsunya cukup baik. Bentuk makanan lunak
atau biasa, tergantung keadaan penderita. Kandungan protein bisa
sampai 1 g/kg berat badan, lemak sedang dalam bentuk yang
mudah dicerna.
d. Diet 4
Untuk penderita yang nafsu makannya telah membaik, dapat
menerima protein dan tidak menunjukan sirosis aktif. Bentuk
makanan lunak atau biasa, tergantung kesanggupan penderita.
Kalori, kandungan protein dan hidrat arang tinggi, lemak, vitamin
dan mineral cukup.
 Kelompok Makanan Sehari-hari
Secara praktis, makanan sehari-hari dapat dibagi menjadi 3
kelompok:14,15
1. Kelompok kuning
Makanan yang digunakan sebagai sumber energi seperti nasi,
kentang, minyak, gula, dan kue. Asupan makanan dari
kelompok ini harus ditetapkan jumlahnya perhari.
2. Kelompok hijau
Kelompok makanan yang harus dimakan sesuai kebutuhan.
Contohnya sayur-sayuran dan buah-buahan. Karena
mengandung serat, makanan ini bisa mencegah sembelit.
Makanan ini mengandung pula vitamin dan mineral.
3. Kelompok merah
Terdiri atas makanan banyak protein misalnya daging, telur,
ikan dan lain-lain. Konsumsi makanan kelompok ini harus
berhati-hati karena bila dikonsumsi dalam jumlah berlebih
akan mengakibatkan peningkatan kadar ammonia dalam darah.

Pemilihan Bahan Makanan Bagi Penderita Hepatitis:


1. Hindari makanan yang dapat menimbulkan gas, seperti ubi,
singkong, kacang merah, kol, sawi, lobak, nangka, durian dan
lain-lain.
2. Hindari makanan yang telah diawetkan seperti sosis, ikan asin,
kornet, dan lain-lain.
3. Pilihlah bahan makanan yang kandungan lemaknya tidak
banyak seperti daging yang tidak berlemak, ikan segar, ayam
tanpa kulit.
4. Sebaiknya pilih sayur-sayuran yang sedikit mengandung serat
 

seperti bayam, wortel, bit, labu siam, kacang panjang muda,


buncis muda, daun kangkung dan sebagainya.
5. Bumbu-bumbu jangan terlalu merangsang. Salam, laos, kunyit,
bawang merah, bawang putih dan ketumbar boleh dipakai
tetapi jangan terlalu banyak.
6. Hindarkan makanan yang terlalu berlemak seperti daging
 

babi, usus, babat, otak, sum-sum dan santan kental.


Bagi penderita hepatitis, terapi diet sangat penting untuk dilakukan.
Kandungan gizi pada terapi diet penderita hepatitis berbeda-beda tergantung pada
kondisi penderita. Total kalori yang diberikan juga berbeda, tergantung besar
badan dan aktifitas penderita. Selain itu, pada umumnya kurang baik jika terlalu
banyak mengurangi lemak kecuali bila ada gejala kuning pada mata atau kulit.
Lemak yang mengandung banyak asam lemak esensial seperti minyak nabati atau
minyak ikan boleh diberikan seperti biasa.

2.2.9 Farmakologi
Pada pasien yang diidentifikasi sebagai kandidat yang sesuai untuk mendapat
terapi antivirus, tujuan terapi adalah untuk menekan replikasi HBV dan mencegah
progresi penyakit hati. Respon terapi antivirus dapat diklasifikasikan menjadi
biokimia (menormalkan ALT), virologis (pembersihan DNA HBV), serologis
(menghilangkan HBeAg, serokonversi HBeAg, menghilangkan HBsAg), atau
histologis (perbaikan histologihati). Penting untuk menilai respon virologis tidak saja
selama terapi antivirus namun juga setelah terapi dihentikan, dan menilai apakah
muncul resistensi pada pasien yang melanjutkan terapi untuk jangka panjang.15,16
1. Interferon
IFN Merupakan sitokin yang memiliki efek antivirus,
antiproliferatif, dan imunomodulator. Pemberian IFN memerlukan
frekuensi pemberian 3 kali seminggu, sehingga digantikan
oleh pegylated-IFN (PEG-IFN) karena PEG-IFN memiliki waktu
paruh yang lebih panjang daripada IFN, dan dapat diberikan 1
kali/minggu. Efek samping: kelelahan, demam, sakit kepala, mual,
tidak nafsu makan, kekakuan, mialgia, artralgia, nyeri
muskuloskeletal, insomnia, depresi
2. Lamivudin
Lamivudin, adalah obat antivirus pertama yang dilabel untuk terapi
infeksi HBV kronis di USA untuk pasien dewasa, juga diindikasikan
untuk anak-anak yang terinfeksi HBV dan HIV. Lamivudin efektif
menekan DNA HBV pada pasien HBe-Ag-positif dan negative, dan
dapat menstabilkan atau memperbaiki fungsi hati pada pasien dengan
penyakit hati tingkat lanjut temasuk sirosis terdekompensasi. Manfaat
lamivudin antara lain pemberian per oral yang nyaman, relative murah
disbanding obat lain, dan ditoleransi dengan sangat baik serta aman.
Namun, manfaat lamivudin sebagai monoterapi untuk infeksi HBV
kronis sangat dibatasi oleh tingginya angka resistensi. Resistensi
lamivudin meningkat seiring dengan durasi terapi dan dilaporkan
terjadi pada sekitar 16-32%, 42% dan 60-70% pasien setelah 1, 2 dan
5 tahun terapi. Lamivudin masih berperan pada beberapa pasien
khusus, namun karena tingginya resistensi, lamivudin monoterapi
tidak lagi menjadi pilihan untuk pasien dengan infeksi HBV kronis
yang memerlukan terapi jangka panjang.4,6
3. Adefovir Dipivoxil
Adepovir dipivoxil, pro-drug adefovir, diindikasikan untuk terapi
infeksi HBV kronis pada pasien dewasa dan remaja usia paling sedikit
12 tahun. Adefovir efektif menekan DNA HBV dan lebih baik
dibandingkan dengan lamivudin, resistensi terjadi lebih lambat selama
terapi adefovir dipivoxil, angka resistensi berkisar 0%, 3% dan 30%
setelah penggunaan 48 minggu, 96 minggu dan 240 minggu. Adefovir
dipivoxil biasanya dapat ditoleransi dengan baik, namun
nefrotoksisitas terjadi pada dosis tinggi (30 mg/hari) dan muncul
ketika terdapat penyakit ginjal yang mendasari atau selama terapi
bersamaan den obat lain yang juga nefrotoksik.
4. Entecavir
Entecavir diindikasikan sebagai terapi HBV kronis pada dewasa dan
remaja usia minimum 16 tahun, termasuk pasien yang terbukti
terinfeksi HBV resisten-lamivudin. Manfaat utama entecavir adalah
potensi yang sangat baik dan resistensi yang jarang terjadi pada pasien
yang belum pernah menggunakan analog nukleotida/nukleosida
sebelumnya

2.2.10 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melalui tindakan Health Promotion
baik pada hospes maupun lingkungan dan perlindungan khusus terhadap
penularan.6,7
 Health Promotion terhadap hos berupa pendidikan kesehatan,
peningkatan higiene perorangan, perbaikan gizi, perbaikan sistem
transfusi darah dan mengurangi kontak erat dengan bahan-bahan yang
berpotensi menularkan virus VHB.
 Pencegahan virus hepatitis B melalui lingkungan, dilakukan melalui
upaya: meningkatkan perhatian terhadap kemungkinan penyebaran
infeksi VHB melalui tindakan melukai seperti tindik, akupuntur,
perbaikan sarana kehidupan di kota dan di desa serta pengawasan
kesehatan makanan yang meliputi tempat penjualan makanan dan juru
masak serta pelayan rumah
 Pada negara dengan prevalensi tinggi, immunisasi diberikan pada
 

bayi yang lahir dari ibu HBsAg positif, sedang pada negara yang
prevalensi rendah immunisasi diberikan pada orang yang mempunyai
resiko besar tertular. Vaksin hepatitis diberikan secara intra muskular
sebanyak 3 kali dan memberikan perlindungan selama 2 tahun.
Program pemberian sebagai berikut: Dewasa:Setiap kali diberikan 20
μg IM yang diberikan sebagai dosis awal, kemudian diulangi setelah 1
bulan dan berikutnya setelah 6 bulan. Anak :Diberikan dengan dosis
10 μg IM sebagai dosis awal , kemudian diulangi setelah 1 bulan dan
berikutnya setelah 6 bulan

BAB III
PEMBAHASAN

Seorang laki-laki usia 59 tahun datang ke poli rawat jalan penyakit dalam
RSUP dr.Kariadi Semarang dengan keluhan mata kuning pada kedua mata. Lemas
juga dirasakan pasien. Lemas dirasakan semakin lama semakin memberat
sehingga membuat pasien harus beristirahat dan mengurangi banyak aktivitas nya.
Kesemutan (+). Kesemutan dirasakan terus-menerus. Kesemutan menghilang saat
melakukan aktivitas, memberat saat beristirahat. BB menurun (+), nafsu makan
menurun (+),mual (+), muntah (+) isi muntahan adalah sisa makanan, Demam (-),
batuk (+), hidung berair (+). BAK normal tetapi warna urine lebih gelap dari
biasanya serta BAB 2x sehari dengan warna feses yang pucat. Hal ini sesuai
dengan teori, gejala hepatitis B awalnya berupa rasa tidak enak pada tubuh, tidak
napsu makan, mual dan muntah, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri tenggorokan,
batuk, dan hidung berair. Setelah gejala awal mulai membaik, urin penderita
menjadi lebih gelap dan feses menjadi pucat. Satu sampai lima hari setelahnya,
penderita nampak kuning pada kulit atau mata. 9

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, pada mata penderita konjungtiva


palpebra pucat +/+, sklera ikterik +/+. Pada abdomen saat di palpasi didapatkan
Nyeri tekan regio hipokondrium kanan (+), lien tidak teraba. Hal ini sesuai dengan
teori, dimana pada penderita Hepatitis B pada pemeriksaan fisik biasanya di
ditemukan Sklera, dan kulit ikterik. Penurunan bunyi usus besar, peningkatan
lingkar abdomen, dan adanya pergerakan cairan.  Biasa juga yang khas terdapat
nyeri tekan perut kanan.9

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya bilirubin total (11,80),


bilirubin direk (2,80), SGOT/AST (215), SGPT /ALT (248), Alkalin Fosfatase
(138) , Gamma GT (103) yang meningkat. Selain itu, pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan pula HBsAg (22,7 yang menunjukan positif), HBeAg
nya menunjukan non reaktif sedangkan pada HBV DNA dimana ditemukan
adanya virus yang terdeteksi 1,2x 106 IU/ml. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
pemeriksaan HBsAg dan anti HBsAg. Pasien dikatakan menderita hepatitis jika
ditemukan HBSag positif, sedangkan jika HBsAg negatif dan anti HbsAg positif
dapat berarti pasca sakit hepatitis yang sudah sembuh atau pasca imunisasi
hepatitis B. Pasien yang dinyatakan positif hepatitis B perlu melakukan
pemeriksaan lain untuk melihat derajat keaktifan virus dan keparahan penyakit
seperti HbeAg, kadar DNA Virus, penilaian enzim hati, dan penyakit penyerta
lain yang lazim ditemukan pada penderita hepatitis B. Pada orang dewasa juga
ditambahkan pemeriksaan untuk mendeteksi kanker hati.10,13

Pada pasien ini di terapi Ricovir 300 mg dengan dosis 1 kali 1 sehari.
Tenofovir termasuk golongan analog nukleotida atau nucleotide reverse
transcriptase inhibitor (NtRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse
transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadikannya
bentuk DNA. Ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan ke
kode genetik sel yang terinfeksi HIV. Dosis tenofovir yang biasa untuk dewasa
adalah 300mg sebagai satu pil sekali sehari, dengan atau tanpa makan. Bila
dipakai bersama dengan ddI, tenofovir harus dipakai dengan perut kosong, atau 30
menit sebelum atau jam sesudah ddI-nya. Efek samping tenofovir yang paling
umum adalah mual, muntah, dan hilang nafsu makan. Tenofovir dapat
mengakibatkan kerusakan pada ginjal. Tingkat kreatinin pada pengguna tenofovir
harus dipantau.15

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pasien pada kasus yang dilaporkan di atas didiagnosis dengan Infeksi


Hepatitis B HbeAg (-) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien datang ke poli rawat
jalan penyakit dalam RSUP dr.Kariadi Semarang dengan keluhan mata kuning
pada kedua mata. Lemas juga dirasakan pasien. Lemas dirasakan semakin lama
semakin memberat sehingga membuat pasien harus beristirahat dan mengurangi
banyak aktivitas nya. Kesemutan (+). Kesemutan dirasakan terus-menerus.
Kesemutan menghilang saat melakukan aktivitas, memberat saat beristirahat. BB
menurun (+), nafsu makan menurun (+),mual (+), muntah (+) isi muntahan adalah
sisa makanan, Demam (-), batuk (+), hidung berair (+). BAK normal tetapi warna
urine lebih gelap dari biasanya serta BAB 2x sehari dengan warna feses yang
pucat.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, pada mata penderita konjungtiva


palpebra pucat +/+, sklera ikterik +/+. Pada abdomen saat di palpasi didapatkan
Nyeri tekan regio hipokondrium kanan (+), lien tidak teraba.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya bilirubin total (11,80),


bilirubin direk (2,80), SGOT/AST (215), SGPT /ALT (248), Alkalin Fosfatase
(138) , Gamma GT (103) yang meningkat. Selain itu, pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan pula HBsAg (22,7 yang menunjukan positif), HBeAg
nya menunjukan non reaktif sedangkan pada HBV DNA dimana ditemukan
adanya virus yang terdeteksi 1,2x 106 IU/ml.

Pada pasien ini di terapi Ricovir 300 mg dengan dosis 1 kali 1 sehari.
Tenofovir termasuk golongan analog nukleotida atau nucleotide reverse
transcriptase inhibitor (NtRTI).

DAFTAR PUSTAKA
1. Putz.R. Organ Dalam Perut Manusia. In : Atlas Anatomi Manusia
SOBOTTA 2. Edisi 21. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. 2000.
Hal : 142 – 149

2. Luhulima. W. J. Dr. Prof. Viscera Abdominis. In : Anatomi II. Bagian


anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2001. Hal : 18 – 29

3. Guyton C. Artur, M.D. Hati Sebagai Suatu Organ. In Fisiologi


Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta ; 1997.
Hal : 1103 – 1109

4. Ganong, F.W. MD. Liver and Biliary System. In Rview of Medical


Physiology. Twenty-Second Edition. The McGraw-Hill Companies.
United Stated of America; 2005. Hal : 499 – 504

5. Sherlock,S. Anatomi dan Fungsi. In : Penyakit Hati dan Sistem Saluran


Empedu. Widya Medika. Jakarta; 1990. Hal : 1-35

6. Cahyono SB. Hepatitis B. Yogyakarta : Kanisius, 2010; 20-33

7. Soemoharjo S. Hepatitis Virus B. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2008 ; 20-23

8. Sylvia A.Price, dkk, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses


penyakit, Edisi 4, EGC , Jakarta.

9. Sudoyo , AW., et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI

10. Lindseth, Glenda N. Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas.


Dalam : Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, editor. Patofisiologi.
Volume I. Jakarta : EGC, 2006 ; 472-515

11. Naoumov NV, Eddleston ALWF, “Host Immune Response and Variations
in TheVirus Genome: Pathogenesis of Liver Damage Caused By Hepatitis
B Virus”. Gut 1994; 35: 1013-1017.

12. Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B Kronik. Dalam : Aru W.Sudoyo


dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta : Internal
Publishing, 2009 ; 653 – 661
13. Patients after HBeAg Seroclearance”. Journal of Clinical Microbiology,
Apr. 2005, p1594-1599

14. Nusi IA dkk. Hepatitis Kronis. Dalam : Askandar Tjokroprawiro dkk,


editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Surabaya: Airlangga  University,
2007 ; 125-8

15. Lok, Anna. S.F, dkk. Practice Guideline of Chronic Hepatitis B : Update
2009. American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD).

16. Buster, dkk.  Antiviral Treatmeant For chronic Hepatitis B virus infection
– Immune Modulation or Viral Suppression .  Dalam  : Netherlands The
Journal of Medicine , volume  64, nomor 6.  Tahun 2006

Anda mungkin juga menyukai