Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini, Bangsa Indonesia sedang menghadapi gelombang
perubahan besar dalam sistem kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Dan Era globalisasi menuntut adanya penyikapan secara
terbuka terhadap terjadinya perubahan dalam semua segi kehidupan,
termasuk perbedaan, ragam, dan pluralisme budaya. Dalam latar
pendidikan anak usia dini penyikapan terhadap perbedaan, ragam, dan
pluralisme budaya ini menjadi kian penting, setidaknya dengan beberapa
alasan:
1. Di dalam lingkungan masyarakat terdapat adanya keragaman
elemen- elemen sosial,
2. Di dalam lingkungan masyarakat terjadi hubungan yang
menimbulkan konsekuensi kemajemukan cultural
3. Melalui pendidikan anak usia dini, diharapkan dapat
ditumbuhkembangkan pencapaian ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik yang diarahkan pada pencapaian integrasi nasional

Didalam pendidikan anak usia dini terjadi pembauran antar anak


yang berbeda latar belakang, dan ragam budaya, sehingga melahirkan
masyarakat multikultural. Masyarakat multi kultural dimaknai sebagai
masyarakat yang didalamnya berkembang banyak ragam kebudayaan
(Waston, 2000). Perbedaan atau kebhinekaan (perbeda-an, keragaman, dan
pluralisme) budaya haruslah dipandang sebagai suatu yang lumrah,
sehingga secara bijak mengakui atas identitas kelompok-kelompok dan
penerimaan perbedaan kebudayaan yang berkembang di lingkungan
masyarakat sebagai suatu rakhmat, diperlukan kesadaran dan pemahaman
(map of the world) bahwa setiap masyarakat mempunyai pengalaman,
kebudayaan, keinginan, cita-cita, harapan yang berbeda. Setiap masyarakat
memiliki identitas diri yang terbangun melalui suatu pertalian yang rumit
dan unik dari ras, etnik, lapisan sosial, bahasa, agama, gender, kemampuan
dan keterampilan, dan pengaruh-pe-ngaruh budaya lainnya. Dengan
memperhatikan perbedaan, keragaman, dan pluralisme sebagaimana di
uraikan di atas maka perlu dikenalkan nilai-nilai keberagaman budaya
pada pendidikan anak usia dini
A. Pengertian Budaya
Tokoh pendidikan nasional bapak Ki Haiar Dewantara (1977)
memberikan definisi budaya sebagai berikut: Budaya berarti buah budi
manusia, adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang
kuat, yakni alam dan jaman (kodrat dan masyarakat), dalam mana terbukti
kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan
kesukaran didalam hidup penghidupannya, guna mencapai keselamatan
dan kebahagiaan, yang pada akhirnya bersifat tertib dandamai. Sedangkan
Soelaeman Soemardi mengatakan bahwa kebudayaan adalah semua hasil
karya, rasa dan cipta masyarakat. Dan Koentjoroningrat mengartikan
bahwa kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan milik diri manusia
dengan belajar. Jadi, budaya atau kebudayaan menyangkut keseluruhan
aspek kehidupan manusia baik material maupun non material.
B. Perwujudan Kebudayaan
Koentjoroningrat mengemukakan bahwa kebudayaan itu
digolongkan dalam tiga wujud, yaitu :
1. Ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan Wujud ini
bersifat abstrak dan memiliki fungsi mengatur, mengendalikan, dan
memberi arah kepada tindakan, kelakuan, dan perbuatan manusia
dalam masyarakat.
2. Aktivitas/ tindakan Wujud ini merupakan system social, karena
menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri.
Contoh : memberi salam,
3. Benda-benda hasil karya manusia Merupakan perwujudan kebudayaan
fisik seperti : candi Borobudur, kain batik, rumah adat, dsb.

C. Substansi (isi) Budaya


Substansi (isi) utama kebudayaan merupakan wujud abstrak dari
segala macam ide dan gagasan manusia yang bermunculan di dalam
masyarakat, yaitu :
1. System pengetahuan seperti alam sekitar, flora dan fauna, tubuh
manusia, dsb,
2. Nilai, adalah sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan
berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetika), baik (nilai moral-
etis), religious (nilai agama).
3. Pandangan Hidup, merupakan pedoman bagi suatu bangsa atau
masyarakat dalam menjawab dan mengatasi berbagai masalah yang
dihadapinya.
4. Kepercayaan, yaitu naluri untuk menghambakan diri kepada Tuhan
yang mampu mengendalikan hidup manusia.

D. Konsep Lintas Budaya


Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan konsep lintas budaya,
yaitu cross cultural understanding, cross cultural communications, cross
cultural awareness, cross cultural knowledge, cross cultural sensitivity,
dan croos cultural competenceCross Cultural Knowledge.
1. Cross cultural understanding (Pengetahuan lintas budaya)
Pengetahuan lintas budaya sangat penting bagi dasar pemahaman
lintas budaya. Tanpa hal ini apresiasi lintas budaya tidak akan terjadi.
Ia merujuk kepada pengenalan tingkat permukaan dengan karakteristik
budaya, nilai, kepercayaan, dan perilaku.
2. Cross Cultural Awareness (Kesadaran lintas budaya)
Berkembang dari pengetahuan lintas budaya kala pembelajar
memahami dan mengapresiasi secara internal suatu budaya. Ini
mungkin akan disertai dengan perubahan pada perilaku dan sikap
pembelajar, seperti fleksibilitas dan keterbukaan yang lebih besar.

3. Cross Cultural Sensitivity (Kepekaan lintas budaya)


Merupakan hasil yang wajar dari kesadaran, dan merujuk kepada
kemampuan untuk membaca situasi, konteks, dan perilaku yang secara
budaya berakar dan dapat bereaksi kepadanya dengan tepat. Respons
yang cocok menuntut bahwa pelaku tidak lagi membawa secara
budaya tafsirannya sendiri yang telah ditentukan terhadap situasi atau
perilaku (misalnya baik/buruk, benar/salah), yang hanya dapat dirawat
dengan pengetahuan dan kesadaran lintas budaya.
4. Cross Cultural Competence (Kompetensi lintas budaya)
Kompetensi Lintas Buadaya haruslah menjadi tujuan bagi mereka
yang berhadapan dengan klien, pelanggan atau kolega multibudaya.
Kompetensi merupakan tahap final dari pemahaman lintas budaya, dan
menunjukkan kemampuan pelaku untuk mengerjakan lintas budaya
secara efektif. Kompetensi lintas budaya melampaui pengetahuan,
kesadaran dan kepekaan karena ia merupakan pencernaan, per-paduan
dan transformasi dari semua keterampilan dan informasi yang dicari,
diterapkan untuk menciptakan sinergi budaya di tempat kerja.
5. Cross cultural understanding ( Pemahaman lintas budaya)
Pemahaman lintas budaya merujuk kepada kemampuan dasar
orang dalam mengenal, menafsirkan, dan bereaksi dengan benar
terhadap kejadian atau situasi yang dapat menimbulkan
kesalahfahaman disebabkan perbedaan budaya.
E. Teori lintas budaya
1. Pengertian Multikulturalisme
Multikulturalisme mengandung dua pengertian yang sangat
kompleks yaitu “multi” yang berarti “plural” sedangkan “kulturalisme”
yang berarti “budaya” (Tilaar, 2004: 82). Menurut Parsudi Suparlan
akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan
yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia.
Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah
membentuk suatu ideologi yang di sebut multikulturalisme. Konsep
multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep
keanekaragaman suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang
menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme
menekankan pada keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajadan.
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk
meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya (diunduh dari
http://binham.wordpress.com/2012/04/07/pendidikan-multikultural/).
Secara etimologis, multikulturalisme digunakan kali pertama pada
tahun 1950-an dikanada. Menurut Longer Oxford Dictionary, istilah
multicultural merupakan deviasi dari kata multicultural. Kamus ini
menyitir kalimat dari surat kabar kanada, Montreal Times yang
menggambarkan masyarakat Montreal sebagai masyarakat
multicultural dan multi-lingual. Multikulturalisme dalam konteks
tersebut diartikan sebagai pengakuan terhadap kelompok-kelompok
kecil menjalankan kehidupannya, baik yang berkaitan dengan urusan
politik maupun privat. Hak-hak mereka sebagai anggota masyarakat
dijamin sepenuhnya oleh negara. Disamping itu, masyarakat saling
menghargai satu sama lain (Nurcahyo, 2008: 94-95).
Setiap negara membutuhkan kekuatan budaya untuk menghadapi
arus dan tekananglobalisasi.budayalah yang tetap akan memberikan
sebuah negara ciri khas disaat globalisasi mulai membiaskan batas-
batas geografis negara-negara. Indonesia sendiri merupakan negara
yang plural akan hasil budaya sehingga disebut multikultural. Apabila
semua budaya dapat dihimpun, maka akan menjadi kekuatan bagi
bangsa indonesia untuk menghadapi arus globalisasi.
Multikulturalisme dalam konteks sebenarnya menuntut kehidupan
bersama yang penuh toleransi tetapi saling pengertian antar budaya.
Multikulturalisme merupakan suatu kebutuhan masyarakat modern
tetapi perlu terus-menerus diperbaharui dan disesuaikan sesuai dengan
perkembangan masyarakat.
2. Pendidikan Multikultural
a. Lahirnya pendidikan multikultural di dunia Seusai perang dunia II
di eropa, terjadi migrasi besar-besaran para penduduk Eropa
untuk menjadi pekerja di negara-negara maju. Amerika serikat
menjadi tempat migrasi orang-orang afrika pada abad ke-18 dan
ke-19. Pada abad tersebut pekerja afrika banyak menempati
bagian selatan amerika serikat sebagai pekerja rendah di
perkebunan-perkebunan kapas. Pada akhir abad ke-19 dan
permulaan abad ke-20, masuklah para imigran dari Eropa Timur,
kelompok etnis dari Asia yaitu Jepang dan Cina yang kemudian
menjadi pekerja pembangunan jalan kereta api di California.
Banyaknya imigran yang masuk ke daratan Amerika Serikat dan
membentuk kelompok-kelompok yang memiliki kedudukan
sebagai warga negara di daerah tersebut, melahirkan tuntutan
akan persamaan hak dengan orang-orang Amerika asli. Mereka
ingin mendapatkan kesempatan menikmati pendidikan dan
kesejahteraan yang samadengan orang-orang Amerika asli.
    Tilaar (2004: 131) menyebutkan bahwa perjuangan para
penduduk imigran itu tidak berjalan dengan mudah. Di dalam
sejarah pendidikan Amerika Serikat terkait dengan
pemberontakan mahasiswa di Universitas Alabama yang
kemudian dipotong oleh civil right movement sehingga
universitas-universitas di Amerika Serikat pintu tanpa membeda-
bedakan suku, asal-usul, agama, dan warna kulit. Maka, mulai
sejak itu pendidikan multikultural di Amerika Serikat dimulai
dengan mengembangkan berbagai dimensi didalamnya yaitu
1) Integrasi pendidikan dalam kurikulum
2) Konstruksi ilmu pengetahuan
3) Pengurangan prasangka
4) Pedagogik kesetaraan antar manusia
5) Pemberdayaan budaya sekolah
3. Program-program prioritas pendidikan multicultural
Ada tiga prinsip dasar dalam menyusun pendidikan multikultural,
yaitu:
a. Pendidikan multikultural didasarkan kepada pedagogik baru yaitu
pedagogik yang berdasarkan kesetaraan manusia (equity
pedagogy). Pedagogik kesetaraan bukan hanya mengakui akan hak
asasi manusia tetapi juga hak kelompok manusia, kelompok suku
bangsa, kelompok bangsa untuk hidup berdasarkan
kebudayaannya sendiri. Dengan demikian diakui adanya prinsip
kesetaraan individu, antar individu, antar bangsa, antar budaya,
antar agama dsb. Pedagogik kesetaraan yang merupakan dasar dari
pendidikan multikultural jelas mengarah kepada penghapusan
segala jenis diskriminasi terhadap martabat manusia termasuk
diskriminasi dari segi sosial, politik, budaya, gender. Pendidikan
multikultural diarahkan kepada terwujudnya suatu masyarakat
yang mengakui akan hak asasi manusia sehingga hidup dengan
tenang dan rasa aman, untuk mengoptimalisasikan perkembangan
dirinya dan sumbangannya terhadap kesejahteraan bersama.

b. Pendidikan multikultural ditujukan kepada terwujudnya manusia


indonesia cerdas. Manusia-manusia yang cerdas adalah manusia
yang memiliki sikap cerdik-pandai, energik-kreatif, responsif
terhadap masyarakat demokratis, daya guna, akhlak mulia, sopan
santun. Salah satu ciri manusia cerdas adalah manusia yang
menguasai dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dengan sebaik-
baiknya untuk peningkatan mutu kehidupan baik sebagai
perseorangan maupun sebagai kelompok, dan sebagai anggota
masyarakat bangsanya. Manusia cerdas juga manusia yang
bermoral dan beriman sehingga kecerdasan yang dimilikinya
bukan untuk memupuk kerakusannya menguasai sumber-sumber
lingkungan secara berlebihan ataupun didalam kemampuannya
untuk memperkaya diri sendiri secara tidak sah (korupsi), tetapi
seseorang manusia cerdas yang bermoral pasti akan bertindak
untuk tujuan yang baik. Manusi cerdas adalah manusia yang
membuka diri dari pemikirannya yang terbatas.
c. Prinsip globalisasi. Waters dalam Tilaar membedakan tiga jenis
globalisasiyaitu:

1) Globalisasi politik. Suatu gerakan global demokrasi yang


telah menghancurkan berbagai ideologi, contohnya
ideologi komunis.
2) Globalisasi ekonomi berupa lahirnya pasar bebas
3) Globalisasi kebudayaan. Globalisasi kebudayaan
mempunyai nilai yang positif dalam membuka mata
penduduk dunia tetapi juga mempunyai akibat-akibat yang
negatif, misalnya dengan masuknya kebudayaan barat
terutama kepada generasi muda. Apabila generasi muda
tidak disiapkan untuk menghargai kebudayaannya sendiri,
maka mereka akan lebur di dalam budaya global yang pada
akhirnya menghilangan identitas dirinya.
A. Simpulan
Multikulturalisme mengandung dua pengertian yang sangat
kompleks yaitu “multi” yang berarti “plural” sedangkan “kulturalisme”
yang berarti “budaya” (Tilaar, 2004: 82). Menurut Parsudi Suparlan akar
kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang
dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam
konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk
suatu ideologi yang di sebut multikulturalisme. Multikulturalisme adalah
sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan
kemanusiaannya. Secara etimologis, multikulturalisme digunakan kali
pertama pada tahun 1950-an di kanada. Setelah itu berlangsung di
berbagai negara kemudian yang terakhir di indonesia.
Dalam pembangunanPendidikan multikultural di Indonesia
diperlukan acuan yaitu: UUD 1945, TAP MPR RI No.VI/MPR/2001
tentang kehidupan berbangsa, TAP MPR RI No. VII/MPR/2001 tentang
visi  Indonesia masa depan, Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang
sistem Pendidikan Nasional. Selain itu, pendekatan multikultural sangat
diperlukan untuk mengembangkan suatu kurikulum.

Anda mungkin juga menyukai