Anda di halaman 1dari 10

CRITICAL BOOK

GEOGRAFI REGIONAL ASIA TENGGARA DAN PASIFIK

Disusun
Oleh :

Abdullah Fikri Sholehuddin SN


3173131001

Dosen Pengampu:
Drs.Kamarlin Pinem, M.Si.

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan suatu ilmu pengetahuan terkhusus pada Geografi Regional Asia Tenggara
harus sejalan dengan perkembangan zaman dan sejauh mana koreksi dan kritikan terhadap
pandangan dan teori yang telah disajikan sebelumnya untuk memperoleh pengetahuan yang
selalu perkembang dan bersifat ilmiah. Oleh sebab itu suatu pengetahuan yang telah disusun,
untuk ditinjau kembali apakah teori-teori yang dikemukakan masih bisa berlaku sesuai dengan
perkembangan zaman atau tidak, sehingga dilakukanlah kritik terhadap suatu konsep ilmu
pengetahuan yang ada dengan mengusulkan pandangan dan teori serta analisis baru yang bersifat
ilmiah.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam critical book report ini adalah :
1. Bagaimana intisari isi buku ?
2. Apa kelebihan dan kekurangan dari buku tersebut ?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dalam penyusunan critical book ini adalah :
1. Memahami intisari isi buku.
2. Memahami kelebihan dan kekurangan dari buku

1
BAB II
PEMBAHASAN UMUM

2.1. Informasi Bibliografi

Buku Tersebut
Judul :Sejarah Asia Tenggara
ISBN : 978-602-7938-24-3
Penulis : Dra. Hafnita Sari Dewi Lubis, M.Si
Penerbit : Unimed Press
Tahun terbit : 2005
Urutan Cetakan: Pertama
Dimensi Buku : -
Tebal buku : 190 halaman

2
BAB III

PEMBAHASAN CRITICAL BOOK REPORT

3.1. Ringkasan Isi Buku


1. Kebudayaan Austronesia
Informasi pencapaian peradaban tersebut diperluas oleh hasil kajian lain tentang
kebudayaan kuna Asia Tenggara yang dilakaukan oleh G. Coedes. Menurutnya di Kawasan Asia
Tenggara terdapat peradaban yang relatif maju dan disebut dengan Austro-Asiatik. Beberapa
pencapaian manusia Austronesia penghuni Asia Tenggara sebelum masuknya kebudayaan luar,
yaitu sebagai berikut:
1. Dibidang kebudayaan materi mereka telah mampu :
 Mengolah sawah, bahkan dalam bentuk terassering dengan teknik irigasi yang cukup maju
 Mengembangkan peternakan kerbau dan sapi
 Telah menggunakan peralatan logam
 Menguasai navigasi secara baik
2. Pencapaian bidang sosial :
 Menghargai peranan wanita dan memperhitungkan ketirunan berdasarkan garis ibu
 Mengembangkan organisasi sistem pertanian dengan pengaturan irigasi
3. Pencapaian di bidang religi
 Memuliakan tempat-tempat tinggi sebagai lokasi yang suci dan keramat.
 Pemujaan terhadap arwah nenek moyang
 Mengenal penguburan kedua dalam gentong, tempayan, atau sarkopagus.
4. Mempercayai mitologi dalam binary, kontras antara gunung laut, gelap-terang, atas-bawah,
lelaki- perempuan, makhluk bersayap, makhluk hidup di air.
Dalam religi penduduk kepualauan Indonesia masa itu mengenal upacara pemujaan
kepada arwah nenek moyang. Kekuatan supernatural yang di puja umumnya rwah pemimpin
kelompok atau ketua suku yang telah meninggal. Sebagai sarana pemujaannya didirikan berbagai
monumen, kuburan batu, batu temu gelang.

3
2. Kontak Pertama Dengan Kebudayaan India
Seorang ahli sejarah kebudayaan J.LA Brandes, pernah melakukan kajian mendalam
tentang perkembangan kebudayaan di Asia Tenggara pada masa protosejarah. Ia menyatakan
bahwa penduduk Asia Tenggara daratan ataupun kepulauan telah memiliki 10 kepandaian yang
meluas di awal tarikh masehi sebelum datangnya pengarug asing, yaitu telah dapat membuat
figur boneka, mengembangkam seni hias ornamen, mengenal pengecoran logam, melaksanakan
perdagangan barter, mengenal instrumen musik, memahami astronomi, menguasai teknik
navigasi dan pelayaran, menggunakan tradisi lisan dalam menyampaikan pengetahuan,
menguasai teknik irigasi, telah mengenal tata masyarakat yang teratur.
Informasi pencapaian peradaban tersebut diperluas oleh hasil kajian lain tentang
kebudayaan kuna Asia Tenggara yang dilakaukan oleh G. Coedes. Menurutnya di Kawasan Asia
Tenggara terdapat peradaban yang relatif maju dan disebut dengan Austro-Asiatik. Beberapa
pencapaian manusia Austronesia penghuni Asia Tenggara sebelum masuknya kebudayaan luar
3. Argumentasi Perbedaan
Monumen fisik yang dianggap paling awal ditemukan di kawasan semenanjung Malaysia
adalah situs Lembah Bujang di Kedah. Selain di jumpai beberapa sisa bangunan suci dari sekitar
abad ke 11-14 M, baru-baru ini pada tahun 2009 di temukan struktur bangunan bata yang
ditafsirkan lebih tua dari abad ke-4 M. Dalam pada itu di situs Batujaya, Karawang Utara, juga
dijumpai gugusan bangunan bata yang dikaitkan dengan perkembangan Kerajaan Tarumanagara,
kerajaan tertua tanah jawa. Bangunan-bangunan bata di Lembah Bujang dan batujaya
mempunyai kemiripan dalam hal kesetaraan struktur bangunan. Bangunan candi baik di Lembah
Bujang dan Batujaya terbuat dari susunan bata, denah sederhana, tanpa atap, dan bernapaskan
Buddha. Tinjauan terhadap monumen-monumen di Lembah Bujang menunjukan struktur
bangunan sederhana bagaimana lazimnya bangunan suci di Indonesia pada awal
perkembangannya, arttinya secara arsitektural terdapat kesamaan yang dekat antara candi-candi
di Lembah Bujang dan Batujaya.
Sejumlah bangunan bernapaskan agama budha juga terdapat di situs Muarojambi, Jambi.
Di situs tersebut terdapat tidak kurang dari 82 sisa bangunan bata yang tersebar di sistus seluas
2.062 Ha, dan baru sedikit diantaranya yang behasil direkonstruksi, namun dalam keadaan yang

4
tidak lengkap. Situs Muarojambi merupakan situs peninggalan agama Buddha yang sangat luas
di Indonesia dan belum ada yang menyamainya hingga sekarang. Kronologi sementara situs
terentang abad ke-7 dan abad ke-12 M, namun kajian terhadap bangunan-bangunan situs
Muarojambi belum tuntas dilakukan dan diharapkan di masa mendatang dapat di ungkap
pemahaman yang lebih baik.
4. Warisan Bersama
Perbedaan perekembangan kebudayaan pada bangsa-bangsa yang tinggal di Kawasan
Asia Tenggara selanjutnya semakin menjadi nyata setelah kolonialisme masuk. Inggris, Belanda,
Prancis, dan Spanyol selama beberapa waktu menjadi penguasa di wilayah-wilayah yang
berbeda. Kolonoalisme pun turut andil dalam perkembangan kebudayaan di wilayah-wilayah
yang dijajahnya. Sistem pemerintahan, cara penguasaan, pembagian daerah, dan bahasa mereka
meninggalkan jejak di negara-negara masa kini di Asia Tenggara. Hal itulah yang kerapkali
menjadi perkara dalam hubungan bertentangga diantara negara-negara Asia Tenggara.
5. Epilog
Ketika kebudayaan India mulai di terima penduduk Asia Tenggara, kebudayaan itu
menawarkan konsep raja yang dipilih berbadasarkan keturunan dalam satu dinasti. Sejatinya
tradisi pemilihan ketua kelompok berdasarkan keturunan bukan merupakan kebudayaan
Austronesia di Asia Tenggara. Oleh karena itu banyak raja dari keluarga yang berbeda-beda silih
berganti memerintah kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara. Konsep “dewa raja” yang dikenal di
Kamboja, Champa, Jawa Timur, Bali merupakan temuan masyarakat Asia Tenggara yang
menjadi kelanjutan penggabungan primue interpares dengan kebudayaan Hindu-Buddha yang
datang dari India.
Demikianlah bahwa kawasan Asia Tenggara dalam dinamika kebudayaan Austronesia
sebenarnya terletak di pusat etnho-genesisnya. Wilayah jelajah nenek moyang Auatronesia
membentang dari barat ke timur mencakup Madagaskar hingga pulau Paskah dab dari Taiwan-
mikronesia diutara sampai wilayah Selandia Brau di sebelah selatan. Dalam suatu kebudayaan
pasti terdapat konsep-konsep inti sehingga menjadikan kebudayaan tersebut tetap bertahan dan
mempunyai jati diri, walaupun harus menembus ruang geografi, zaman berbeda, dan pengaruh
kebudayaan luar yang berbeda pula. Perkembangan kebudayaan Asia Tenggara menunjukkan
adanya beberapa central konsep yang dapat dikembangkan bersama oleh negara-negara di

5
kawasan Asia Tenggara yang sekarang tergabung dalam ASEAN (Association of Southeast Asia
Nations) sebagai peradaban asia tenggara, sentral konsep tersebut antara lain :
 Kebudayaan leluhur bersama Austronesia : jejak kebudayaan ini ada disetiap negara Asia
Tenggara hingga sekarang, walaupun tersapu oleh anasir kebudayaan baru yang datang.
Kenudayaan leluhur tersebut terekam, misal dalam bahasa, arsitektur rumah tradisional, tata
kota, relgi, etnik, kesenian, ornamen, dan adat sopan santun.
 Kemampuan peradaban Asia Tenggara untuk berinteraksi dan berdialog dengan kebudayaan
luar yang datang, kemudian unsur budaya luar itu menjadi luluh dan dianggap sebagai unsur
milik sendiri. Akibatnya adanya kemampuan tersebut penduduk wilayah Asia Tenggara sejak
masa lalu tidak pernah menjadi India atau menjadi Cina dalam bidang budaya, melainkan tetap
Austronesia.
 Tradisi agraris dan maritim yang sebenarnya sangat kuat mengakar, namun akibat
kolonialisme banyak negara yang melupakan kemampuan itu. Penduduk kawasan Asia Tenggara
harus mampu mengembangkan lagi pencapaian-pencapaian baru bidang agraris dan maritim.
 Toleransi dan solidaritas Asia Tenggara ditunjukkan sejak masa silam. Terdapat berita tertulis
yang menyatakan ada kerjasama anata beberapa kerajaan Asia Tenggara untuk membendung
pengarug Cina yang selalu mendesak keselatan.
 Penyebaran peradaban “kita bukan berasal dari mana-mana, namun menyebar kemana-mana”.
Bercermin sejal masa lalu wilayah Asia Tenggara selalu didatangi oleh pengaruh luar dan
pengaruh budaya Asia Tenggara itu meluas hingga sepertiga bola bumi.
Demikian beberapa postulat penting yang dapat diangkat dari kebudayaan Austronesia
yang menjadi dasar terbentuknya kebudayaan di negara-negara Asia Tenggara. Dalam
kebudayaan tersebut terdapat hal-hal yang maju, indah, dan bermutu, bagi kepentingan manusia.
Itulah yang disebut peradaban Austronesia, yang sekarang dapat disebut dengan peradaban Asia
Tenggara.

6. Evaluasi Isi Buku


A. Kelebihan
Penjelasan pokok masalah dibahas secara luas mengenai kebudayaan dan perkembangan
kebudayaan di Asia Tenggara. Jika dibandingkan dengan buku pembanding maka buku yang
dikritisi akan lebih memudah dipahami karena menggunakan kalimat yang lebih singkat, padat,

6
dan mengandung makna yang jelas mengenai penjelasan awal perkembangan kebudayaan Asia
Tenggara sebagai kebudayaan Austronesia.
Cakupan Materi isi buku sudah lumayan lengkap mengenai perkembangan kebudayaan
dari awal megalitik hingga sekarang ini di Kawasan Asia Tenggara.
Penjelasan mengenai perkembangan kebudayaan sebagai warisan bersama di kawasan
Asia Tenggara dan contoh-contoh peninggalan hasil kebudayaan tersebut baik berupa bangunan,
artefak, candi dan kebudayaan religi di jelaskan dengan menggunakan gambar, sehingga
pembaca akan lebih memahami dan mengerti tentang penjelasan yang ada di dalam buku
mengenai awal berkembangan kebudayaan di Kawasan Asia Tenggara. Sedangkan buku
pembanding tidak menjelaskan dengan menggunakan gambar, sehingga pembaca akan sulit
untuk membayangkan bagaimana perkembangan kebudayaan di Asia Tenggara dari awal
perkembangannya.
Dalam materi terdapat banyak keterangan sumber kutipan memberikan literatur lain dan
menunjukkan bahwasanya materi sajian benar-benar berkualitas.
B. Kekurangan
Jika dibandingkan dengan buku pembanding maka buku Mitra Satata : Kajian Asia
Tenggara Kuna ini tidak menjelaskan secara terperinci mengenai perkembangann kebudayaan
berdasarkan beberapa dinasti yang ada di Asia Tenggara. Buku pembanding menjelaskan
beberapa perkembangan kebudayaan di beberapa dinasti dengan sangat terperinci dimana
beberapa dinasti yang dijelaskan buku pembanding yaitu dinasti angkor, ligor, siam, campa,
birma, semenanjung melayu, dan beberapa kerajaan yang terdapat di Indonesia.
Terdapat penggunaan bahasa asing dan bahasa sejarah yang tidak disertai dengan arti,
maka pembaca akan sulit memahami pesan yang disampaikan penulis.

7
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dapat ditarik kesimpulan bahwa buku tersebut memiliki keunggulan dan ciri khas
tersendiri, hal tersebut dapat di lihat dari segi isi, dimana buku menyajikan lebih menonjolkan
pada point-point penting dalam setiap pembahasan materi. Dalam segi tata Bahasa kedua buku
tersebut memiliki kedudukan yang sama, untuk aspek kelengkapan isi buku, buku utama di nilai
lebih unggul karna memiliki cakupan materi yang lebih luas dengan penjabaran yang lebih detai
dan mendalam.
Setiap buku pasti memiliki keunggulan dan kelemahan, karena hal tersebut untuk
memaksimalkan ilmu pengetahuan yang di dapat alangkah baiknya tidak menjadikan hanya 1
buku sebagai buku sumber belajar, namun harus memiliki pembanding atau pelengkap.

4.2. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan yaitu, buku ini sangat cocok di jadikan
sebagai buku refrensi dalam mata kuliah geografi regional asia tenggara ataupun sebagai buku
bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai sisi historis dari wilayah asia tenggara.

8
DAFTAR PUSTAKA

Hafnita Sari Dewi Lubis. 2013. Sejarah Asia Tenggara. Medan: Unimen Press

Anda mungkin juga menyukai