135 249 1 SM
135 249 1 SM
1, Juni 2019
Agus Widiarto
widiarto_0807@yahoo.com
Program Studi Ilmu Administrasi Negara STIA Banten
ABSTRAK
Ketika bangsa ini memasuki era reformasi tahun 1999, MPR telah mengeluarkan TAP MPR No.
VI/MPR/2001 tentang kehidupan berbangsa. Beberapa pertimbangan dikeluarkannya Tap tersebut
antara lain, bahwa etika kehidupan berbangsa saat itu mengalami kemunduran yang turut
menyebabkan terjadinya krisis multidimensi. Oleh karena itu, diperlukan adanya rumusan tentang
pokok-pokok etika kehidupan berbangsa sebagai acuan dalam rangka menyelamatkan dan
meningkatkan mutu kehidupan berbangsa.
Menyadari semakin merosotnya etika kehidupan berbangsa, terutama di kalangan penyelenggara
negara, Fraksi PKS DPR-RI berinisitaif mengajukan usulan RUU Etika Penyelenggara Negara yang
kemudian ditetapkan sebagai bagian dari Prolegnas tahun 2014. Akan tetapi, sejak digulirkannya
RUU ini, nasibnya kian tidak jelas. Sempat mengalami pasang surut. Bahkan, sampai sekarang
kabarnya hampir tidak pernah terdengar lagi. Padahal, RUU ini memiliki misi yang teramat mulia,
yaitu terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik, etis, amanah, berakhlak mulia, serta
mencegah praktik perbuatan yang menyimpang dari nilai, norma, dan aturan dalam menjalankan
tugas pemerintahan dalam upaya mewujudkan etika penyelenggaraan negara yang sesuai dengan
prinsip dan cita-cita bangsa.
Dalam kehidupan politik dan pemerintahan akhir-akhir ini, praktik penyelenggaraan pemerintahan
kian tampak mempertontonkan perilaku yang jauh dari nilai-nilai dan prinsip-prinsip etik, terutama
yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Sikap dan perilaku tidak jujur, melakukan kebohongan
publik, ingkar janji, penyalahgunaan kewenangan, memperlakukan warga negara secara tidak
sama di depan hukum sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan di masyarakat, semakin terang
dipertontonkan ke tengah-tengah masyarakat. Tidak adanya instrumen hukum yang bisa
mencegah pelanggaran etika, atau memaksa dan memberikan sanksi tegas bagi penyelenggara
negara yang melanggar etika, berakibat pada maraknya tindak pidana korupsi yang dilakukan
banyak penyelenggara negara. Perilaku ingkar janji, tidak jujur, kerap berbohong yang dilakukan
pejabat publik pun telah menimbulkan kegelisahan dan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.
Pengabaian terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip etika penyelenggaraan negara tersebut dan
tidak adanya regulasi yang bisa melakukan pencegahan atas pelanggaran etika, berpotensi pada
retaknya harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara yang juga bisa mengancam integrasi
bangsa ini. Padahal bangsa ini dibangun di atas nilai-nilai etika yang tercermin dalam setiap sila
dari Pancasila.
Kata kunci: Etika, Penyelenggaraan Negara,
STIA BANTEN 73
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
74 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
STIA BANTEN 75
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
76 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
STIA BANTEN 77
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
78 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
STIA BANTEN 79
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
80 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
STIA BANTEN 81
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
82 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
STIA BANTEN 83
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
84 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
STIA BANTEN 85
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
86 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
STIA BANTEN 87
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
88 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
ada politik keteladanan yang tidak sesuai dengan norma yang seorang
dicontohkan oleh setiap pejabat publik. penyelenggara Negara memiliki etika
Menarik untuk menyimak komentar yang benar, maka akan mempengaruhi
Jokowi soal kebohongan yang dilakukan sikap dan perilakunya terhadap
pejabat publik. Jokowi melontarkan kepatuhan norma yang berlaku dalam
kritiknya soal politik kebohongan. masyarakat. Sebaliknya, jika seorang
"Kita harus akhiri politik penyelenggara berperilaku tidak sesuai
kebohongan, politik yang merasa benar etika, maka tindakan tersebut berpotensi
sendiri, dan perkuat politik terhadap pelanggaran norma hukum
pembangunan. Politik kerja yang ada.
pembangunan, politik berkarya. Kita bisa menyatakan bahwa
Pembangunan bangsa sumber daya maraknya kasus korupsi dalam
manusia yang siap bersaing di revolusi kehidupan berbangsa dan bernegara
industri.” mengindikasikan adanya persoalan etika
Hal ini disampaikan Jokowi saat yang kronis. Perilaku tidak etis yang
berpidato di puncak perayaan hari ulang seringkali dipertontonkan oleh banyak
tahun Partai Golkar di JIExpo Kemayoran, kalangan mulai dari masyarakat bawah
Jakarta Pusat, Minggu pada tanggal 21 sampai penyelenggara Negara,
Oktober 2018. Tentu, kritik ini ditujukan menyiratkan kepada kita bahwa bangsa
kepada siapapun, termasuk pejabat ini tengah menghadapi persoalan yang
publik yang melakukan politik sangat luar biasa dalam etika kehidupan
kebohongan. berbangsa dan bernegara di semua
Salah satu faktor penyebab bidang, mulai dari bidang pemerintahan,
maraknya gejala politik kebohongan dan hukum, dan ekonomi.
ingkar janji yang dilakukan oleh pejabat Dengan adanya formulasi regulasi
publik ini bisa terjadi disebabkan oleh yang jelas, seorang penyelenggara
belum adanya sanksi yang tegas untuk Negara akan bertindak benar atau salah
menghukum para pejabat pelaku karena adanya konsekuensi dari
kebohongan tersebut. Mereka tindakannya yang berkaitan dengan
seenaknya meninggalkan jabatan atau reward dan punishment yang ia terima,
amanah yang menjadi kewajibannya baik dalam institusinya maupun
untuk mengejar kekuasaan yang lebih masyarakat. Dengan demikian, regulasi
tinggi. Padahal, proses pemilihan etika bagi seorang penyelenggara Negara
pejabat yang telah mengeluarkan biaya akan menjadi pedoman dalam
besar dan biaya sosial lainnya harus menjalankan tugas dan fungsinya di
dipertanggungjawabkan ke publik. tengah-tengah masyarakat.
Namun, secara tidak bertanggung Berbagai regulasi terkait etika yang
jawab, mereka melepas begitu saja disebutkan di atas tersebut, pada
jabatan tersebut. Sekali lagi, hal ini esensinya adalah sebagai pedoman bagi
terjadi karena tidak ada sanksi dan para penyelenggara Negara, baik di
aturan yang tegas untuk menghukum legislative, eksekutif, mapun yudikatif
pejabat publik yang telah berbohong dalam menjalankan tugas dan fungsinya
dan ingkar janji kepada masyarakat. di berbagai bidang penyelenggaraan
Negara. Di pihak lain, meskipun
SIMPULAN demikian, kita juga menyaksikan masih
Persoalan Etika adalah pokok banyaknya perilaku yang menyimpang
persoalan atau hulu dari potensi dari norma yang berlaku yang dilakukan
berbagai tindakan dan perilaku yang oleh banyak penyelenggara Negara. Oleh
STIA BANTEN 89
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
karena itu, sebuah regulasi yang utuh itu sering kali tidak bisa atau susah untuk
dan memiliki daya ikat yang kuat terkait dijangkau norma hukum. Padahal, jika
etika penyelenggara Negara menjadi saja para penyelenggara Negara
beralasan. Urgensi berupa Undang- memegang teguh etika, pastilah tugas
undang tentang etika penyelenggara dan fungsinya akan berkorelasi positif
Negara juga semakin relevan ketika terhadap kinerjanya.
perilaku tidak etis yang dilakukan Reformasi menghasilkan perubahan
penyelenggara Negara, bermuara pada yang sangat dinamis. Para penyelenggara
perilaku korup. Negara dihadapkan pada lingkungan
Meskipun telah ada berbagai yang berubah dengan cepat, masalah
regulasi etik penyelenggara Negara, yang sangat kompleks, dan pilihan
tetapi perilaku pelanggaran norma kebijakan yang seringkali dilematis.
hukum masih saja terjadi. Padahal, etika Mereka membutuhkan pedoman dalam
adalah ukuran standar seseorang mengambil pilihan. Oleh karena itu, Etika
(penyelenggara Negara) yang dapat penyelenggara Negara Negara sangat
menentukan seseorang berperilaku diperlukan untuk menjadi pegangan bagi
konformitas atau menyimpang. penyelenggara Negara dalam
Penyelenggara Negara, baik pejabat menjalankan pemerintahan negara.
politik ataupun pejabat karir memiliki
kewenangan mengambil diskresi. DAFTAR PUSTAKA
Keputusan yang diambil dan efek dari
pelaksanaannya memiliki dampak yang Agus Dwiyanto. et.all. 2002. Reformasi
sangat besar terhadap kehidupan publik. Birokrasi Publik Di Indonesia. Pusat
Akan tetapi, adakalanya kita dengar Studi Kependudukan dan Kebijakan
pengambilan keputusannya atau (PSKK), UGM., Yogyakarta.
perilakunya tidak didasarkan pada Djohermansyah Djohan, et.al. 2007. Etika
standar etika tertentu. Sering kita Pemerintahan. Jakarta: Penerbit
menyaksikan, para penyelenggara Universitas Terbuka.
Negara mencampuradukkan antara BPKP. 2005. “Laporan Hasil Penelitian
urusan pribadi dan urusan public. Etika Dan Kewaspadaan Terhadap
Artinya, ada sebagian penyelenggara Fraud Dalam Pemerintahan: Suatu
Negara yang dalam menjalankan Upaya Membangun Etika Untuk
tugasnya berupaya memanfaatkan Mencegah Fraud Pada Pemerintah
jabatan publiknya untuk kepentingan Daerah”, diunduh dari
pribadi. Perlakuan diskriminasi di depan http://www.bpkp.go.id/index.php?id
hukum oleh penyelenggara Negara unit=11&idpage=599
terhadap warganya juga kerap kita Drucker, P., 1980. “The Deadly Sins in
dengar. Misalnya, perlakuan istimewa Public Administration.” Public
terhadap kerabat pejabat Negara yang Administration Review, Vol. 40
terlibat pelanggaran hukum. Kemudian, (March/April)
kita juga mendapati bahwa, banyak Enni Iriani. et al. 2009. Kajian
penyelenggara Negara yang Pengembangan Model Seleksi Fit
memanfaatkan kewenangannya untuk And Proper Test Bagi Pejabat Publik.
“mengalahkan” lawan-lawan politiknya. Bandung: Pusat Kajian dan
Hal itu terjadi karena, masih banyak Pendidikan dan Pelatihan Aparatur
penyelenggara Negara yang tidak 1-LAN.
memegang etika dalam menjalankan Ryaas Rasyid. 1998. Desentralisasi Dalam
fungsinya. Sehingga, pelanggaran etika Menunjang Pembangunan Daerah
90 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019
STIA BANTEN 91