Anda di halaman 1dari 19

Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No.

1, Juni 2019

URGENSI REGULASI ETIKA BAGI PENYELENGGARA NEGARA

Agus Widiarto
widiarto_0807@yahoo.com
Program Studi Ilmu Administrasi Negara STIA Banten

ABSTRAK
Ketika bangsa ini memasuki era reformasi tahun 1999, MPR telah mengeluarkan TAP MPR No.
VI/MPR/2001 tentang kehidupan berbangsa. Beberapa pertimbangan dikeluarkannya Tap tersebut
antara lain, bahwa etika kehidupan berbangsa saat itu mengalami kemunduran yang turut
menyebabkan terjadinya krisis multidimensi. Oleh karena itu, diperlukan adanya rumusan tentang
pokok-pokok etika kehidupan berbangsa sebagai acuan dalam rangka menyelamatkan dan
meningkatkan mutu kehidupan berbangsa.
Menyadari semakin merosotnya etika kehidupan berbangsa, terutama di kalangan penyelenggara
negara, Fraksi PKS DPR-RI berinisitaif mengajukan usulan RUU Etika Penyelenggara Negara yang
kemudian ditetapkan sebagai bagian dari Prolegnas tahun 2014. Akan tetapi, sejak digulirkannya
RUU ini, nasibnya kian tidak jelas. Sempat mengalami pasang surut. Bahkan, sampai sekarang
kabarnya hampir tidak pernah terdengar lagi. Padahal, RUU ini memiliki misi yang teramat mulia,
yaitu terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik, etis, amanah, berakhlak mulia, serta
mencegah praktik perbuatan yang menyimpang dari nilai, norma, dan aturan dalam menjalankan
tugas pemerintahan dalam upaya mewujudkan etika penyelenggaraan negara yang sesuai dengan
prinsip dan cita-cita bangsa.
Dalam kehidupan politik dan pemerintahan akhir-akhir ini, praktik penyelenggaraan pemerintahan
kian tampak mempertontonkan perilaku yang jauh dari nilai-nilai dan prinsip-prinsip etik, terutama
yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Sikap dan perilaku tidak jujur, melakukan kebohongan
publik, ingkar janji, penyalahgunaan kewenangan, memperlakukan warga negara secara tidak
sama di depan hukum sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan di masyarakat, semakin terang
dipertontonkan ke tengah-tengah masyarakat. Tidak adanya instrumen hukum yang bisa
mencegah pelanggaran etika, atau memaksa dan memberikan sanksi tegas bagi penyelenggara
negara yang melanggar etika, berakibat pada maraknya tindak pidana korupsi yang dilakukan
banyak penyelenggara negara. Perilaku ingkar janji, tidak jujur, kerap berbohong yang dilakukan
pejabat publik pun telah menimbulkan kegelisahan dan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.
Pengabaian terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip etika penyelenggaraan negara tersebut dan
tidak adanya regulasi yang bisa melakukan pencegahan atas pelanggaran etika, berpotensi pada
retaknya harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara yang juga bisa mengancam integrasi
bangsa ini. Padahal bangsa ini dibangun di atas nilai-nilai etika yang tercermin dalam setiap sila
dari Pancasila.
Kata kunci: Etika, Penyelenggaraan Negara,

PENDAHULUAN kewenangan, memperlakukan warga


Dalam kehidupan politik dan negara secara tidak sama di depan
pemerintahan akhir-akhir ini, praktik hukum sehingga menimbulkan rasa
penyelenggaraan pemerintahan kian ketidakadilan di masyarakat, semakin
tampak mempertontonkan perilaku yang terang dipertontonkan ke tengah-tengah
jauh dari nilai-nilai dan prinsip-prinsip masyarakat. Tidak adanya instrumen
etik, terutama yang dilakukan oleh hukum yang bisa mencegah pelanggaran
penyelenggara negara. Sikap dan perilaku etika, atau memaksa dan memberikan
tidak jujur, melakukan kebohongan sanksi tegas bagi penyelenggara negara
publik, ingkar janji, penyalahgunaan yang melanggar etika, berakibat pada

STIA BANTEN 73
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

maraknya tindak pidana korupsi yang kepentingan lainnya dalam


dilakukan banyak penyelenggara negara. merumuskan sebuah regulasi terkait
Perilaku ingkar janji, tidak jujur, kerap dengan etika penyelenggara negara.
berbohong yang dilakukan pejabat publik Tujuan RUU Etika Penyelenggara
pun telah menimbulkan kegelisahan dan Negara adalah sebagai landasan
kegaduhan di tengah-tengah masyarakat. hukum untuk membangun aparatur
Oleh karena itu terdapat beberapa negara yang berkarakter, bermoral
rumusan masalah yang patut dan berakhlaq mulia.
dikedepankan untuk merekonstruksi
tentang perlunya sebuah regulasi terkait KAJIAN LITERATUR
etika bagi penyelenggara Negara ini, 1. Pengertian etika
yaitu sebagai berikut.
Etika berasal dari kata ethos (bahasa
1. Apa definisi etika, penyelenggara
Yunani) yang berarti kebiasaan atau
negara, dan etika penyelenggara
watak. Sementara, menurut bahasa
negara?
Sansekerta, etika lebih berorientasi
2. Bagaimana hubungan antara etika,
kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup
norma, dan hukum?
yang lebih baik. Dalam Merriam-
3. Regulasi apa sajakah yang telah ada
Webster’s Collegiate Dictionary, etika
terkait dengan etika penyelenggara
diartikan sebagai berikut. 1) a set of
Negara?
moral principles or values; 2) the
4. Apakah selama ini regulasi tersebut
principle of conduct governing an
telah dilaksanakan oleh sebagian
individual or a group; 3) a guiding
besar penyelenggara Negara?
philosophy; 4) a consciousness of moral
5. Apakah Penyelenggara Negara sudah
importance. Sementara, dalam Kamus
merasa terikat oleh norma atau etika
Besar Bahasa Indonesia, etika dimaknai
yang terdapat dalam ketentuan dasar
sebagai berikut: 1) Ilmu tentang apa yg
internal instansi yang bersangkutan?
baik dan apa yg buruk dan tentang hak
6. Apakah ketentuan tersebut sudah
dan kewajiban moral; 2) Kumpulan asas
mencakup seluruh etika yang
atau nilai yg berkenaan dengan akhlak; 3)
semestinya berlaku untuk
Nilai mengenai benar dan salah yg dianut
penyelenggara Negara
suatu golongan atau masyarakat. Laura
Melalui tulisan ini mencoba
Portolese Dias dan Amit J. Shah dalam
mengungkapkan secara umum maksud
bukunya Demonstrating Ethical Behavior
dan tujuan penulisan yang pada intinya
And Social Responsibility dalam
adalah:
Introduction to Business”, Etika dipahami
1. Untuk memberikan gambaran tentang
sebagai standar moral perilaku yang
berbagai praktik perilaku tidak etik
dapat diterima oleh lingkungan
yang dilakukan oleh penyelenggara
masyarakat sekitar sebagai sesuatu yang
negara
benar dan sesuatu yang salah, dan
2. Memberikan pemahaman pentingnya
biasanya bersumber dari agama dan
etika bagi penyelenggara negara
budaya. Senada dengan definisi di atas,
dalam menjalankan pemerintahan dan
dalam Ensiklopedi Indonesia, etika
negara
disebut sebagai ilmu tentang kesusilaan
3. Memberikan gambaran dampak
yang menentukan bagaimana patutnya
penyelenggaraan negara yang
manusia hidup dalam masyarakat, apa
bertentangan dengan etika
yang baik dan yang buruk.
4. Memberikan masukan kepada para
pengambil kebijakan dan pemangku

74 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

Sebagai sebuah nilai, etika menjadi Dalam pasal 2 UU ini disebutkan


pegangan seseorang atau kelompok bahwa penyelenggara Negara meliputi
dalam mengatur tingkah laku di dalam pejabat Negara pada lembaga tertinggi
kelompok tersebut, tidak terlepas dari Negara, pejabat Negara pada lembaga
tindakan-tindakan tidak etis. Tindakan tinggi Negara, menteri, gubernur, hakim,
tidak etis tersebut adalah tindakan pejabat Negara yang lain sesuai dengan
melanggar etika yang berlaku dalam ketentuan peraturan perundang-
lingkungan kehidupan tersebut. undangan yang berlaku, dan pejabat lain
Etika juga tidak terlepas dari hukum yang memiliki fungsi strategis dalam
yang berlaku dalam masyarakat. Hukum kaitannya dengan penyelenggaraan
tersebut, selain merekonstruksi kondisi Negara sesuai dengan ketentuan
sosial kultural masyarakat, juga mengatur peraturan perundang-undangan yang
tingkah laku manusia yang mempunyai berlaku.
pikiran dan kemampuan membedakan Sementara itu, pengertian yang
antara yang baik dan buruk (etika). Jika terkait dengan pegawai negeri dan
dikaitkan dengan etika, maka hukum juga pejabat Negara, termaktub dalam UU
berkaitan dengan moral. Dengan Nomor 43 tahun 1999 tentang
demikian, hukum yang berlaku di Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974
masyarakat sangat erat hubungannya tentang pokok-pokok Kepegawaian.
dengan norma, moral, dan etika Dalam pasal 1 ayat (1) dinyatakan
masyarakat bahwa Pegawai Negeri adalah setiap
Dengan demikian, secara sederhana warga negara Republik Indonesia yang
etika dapat dimaknai sebagai telah memenuhi syarat yang ditentukan,
seperangkat pedoman berupa nilai, diangkat oleh pejabat yang berwenang
prinsip, dan aturan dalam kehidupan dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
bermasyarakat sebagai sesuatu yang negeri, atau diserahi tugas negara
benar dan salah agar tercipta kehidupan lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan
masyarakat yang sesuai nilai dan norma perundang-undangan yang berlaku.
yang berlaku. Dalam pasal 1 ayat (4) dinyatakan
2. Pengertian penyelenggara negara bahwa Pejabat Negara adalah
Dalam UU No. 28 tahun 1999 pimpinan dan anggota lembaga
tentang penyelenggaraan Negara yang tertinggi/tinggi negara sebagaimana
bersih dan bebas dari KKN, pasal 1 ayat dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
(1) dinyatakan bahwa penyelenggara 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang
Negara adalah pejabat Negara yang ditentukan oleh Undang-undang (Pasal 1
menjalankan fungsi eksekutif, legislative, angka 4).
atau yudikatif, dan pejabat lain yang
fungsi dan tugas pokoknya berkaitan 3. Pengertian Etika Penyelenggara
dengan penyelenggaraan Negara sesuai negara
dengan ketentuan peraturan perundang- Dari uraian di atas, baik definisi etika
undangan yang berlaku. Sementara, maupun penyelenggara negara, kita bisa
dalam ayat (2) dinyatakan bahwa simpulkan bahwa etika penyelenggara
penyelenggara yang bersih adalah Negara adalah nilai dan norma yang
penyelenggara negara yang menaati mengikat dan menjadi pedoman bagi
azas-azas umum penyelenggaraan negara penyelenggara Negara dalam bersikap,
dan bebas dari praktek korupsi, kolusi, berbicara, berperilaku, dan bertindak
dan nepotisme, serta perbuatan tercela dalam menjalankan tugas dan fungsinya
lainnya. berkaitan dengan penyelenggaraan

STIA BANTEN 75
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

Negara yang bersih dan bebas dari pertentangan diselesaikan secara


praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, musyawarah dengan penuh kearifan dan
serta perbuatan tercela lainnya. kebijaksanaan sesuai dengan nilai-nilai
Dengan demikian, etika agama dan nilai-nilai luhur budaya,
penyelenggara negara dapat disebut dengan tetap menjunjung tinggi
sebagai instrumen norma pengendalian perbedaan sebagai sesuatu yang
sosial yang bersifat preventif terhadap manusiawi dan alamiah.
berbagai potensi tindakan koruptif yang Etika Politik dan Pemerintahan
dilakukan penyelenggara negara. diharapkan mampu menciptakan suasana
harmonis antarpelaku dan antarkekuatan
4. Etika Politik dan Pemerintahan sosial politik serta antarkelompok
Dalam TAP MPR Nomor 6 Tahun kepentingan lainnya untuk mencapai
2001 tentang Etika Kehidupan sebesar-besar kemajuan bangsa dan
berbangsa, terdapat prinsip-prinsip etika negara dengan mendahulukan
yang perlu dikedepankan dalam kepentingan bersama daripada
kehidupan berbangsa dan bernegara, kepentingan pribadi dan golongan.
yaitu kejujuran, amanah, keteladanan, Etika Politik dan Pemerintahan
sportifitas, disiplin, etos kerja, mengandung misi kepada setiap pejabat
kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, dan elit politik untuk bersikap jujur,
tanggung jawab, menjaga kehormatan amanah, sportif, siap melayani, berjiwa
serta martabat diri sebagai warga besar, memiliki keteladanan, rendah hati,
bangsa. Dalam TAP tersebut juga dan siap untuk mundur dari jabatan
diuraikan beberapa pokok-pokok etika, di publik apabila terbukti melakukan
antaranya adalah etika politik dan kesalahan dan secara moral kebijakannya
pemerintahan. bertentangan dengan hukum dan rasa
Etika Politik dan Pemerintahan keadilan masyarakat.
dimaksudkan untuk mewujudkan Etika ini diwujudkan dalam
pemerintahan yang bersih, efisien, dan bentuk sikap yang bertata krama dalam
efektif serta menumbuhkan suasana perilaku politik yang toleran, tidak
politik yang demokratis yang bercirikan berpura-pura, tidak arogan, jauh dari
keterbukaan, rasa bertanggungjawab, sikap munafik serta tidak melakukan
tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai kebohongan publik, tidak manipulatif dan
perbedaan, jujur dalam persaingan, berbagai tindakan yang tidak terpuji
kesediaan untuk menerima pendapat lainnya.
yang lebih benar, serta menjunjung tinggi 5. Nilai Sejarah Etika Penyelenggaraan
hak asasi manusia dan keseimbangan hak Negara
dan kewajiban dalam kehidupan Dalam perspektif sejarah, bangsa
berbangsa. Indonesia memiliki guru-guru pendidikan
Etika pemerintahan mengamanatkan dan pengembangan etika dan karakter
agar penyelenggara negara memiliki rasa dalam lintas sejarah bangsa. Salah
kepedulian tinggi dalam memberikan satunya adalah Ki Hajar Dewantara yang
pelayanan kepada publik, siap mundur ditasbihkan sebagai Bapak Pendidikan
apabila merasa dirinya telah melanggar Indonesia. Ajaran pendiri Taman Siswa ini
kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap lekat dalam dunia pendidikan etik dan
tidak mampu memenuhi amanah karakter. Di masa sulit perjuangan
masyarakat, bangsa, dan negara. merebut kemerdekaan, Ki Hajar
Masalah potensial yang dapat menemukan filosofi pendidikan yang
menimbulkan permusuhan dan sesungguhnya yaitu pendidikan untuk

76 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

mencerdaskan dan pendidikan untuk peluang besar untuk memberikan


membangun etika dan karakter bangsa. teladan, memberi contoh positif bagi
Ki Hajar Dewantara mengajarkan orang-orang yang dipimpinnya. Kalau
prinsip, yang terdengar sebagai mereka sendiri yang mencontohkan
semboyan dalam dunia pendidikan korupsi, bagaimana nasib orang-orang
Indonesia, yang sangat terkenal, yaitu: yang dipimpinnya?
Ing Ngarso, Sung Tuladha (Di depan Perilaku berbohong, ingkar janji, dan
menjadi teladan) ; Ing Madya, Mangun koruptif oleh pejabat publik di Indonesia
Karso (Di tengah ikut serta) ; Tut Wuri, sangat mengabaikan bahkan melecehkan
Handayani (di belakang memberi prinsip Ing ngarso sung tuladha yang
dorongan). diajarkan oleh Ki Hajar. Ini sangat
a. Ing Ngarso, Sung Tuladha berbahaya karena pemimpin ini
Prinsip ini mengajarkan sebagai menentukan baik buruknya bangsa yang
seorang pemimpin, perlu adanya dipimpin. Oleh karena itu pesan kuat
keteladanan untuk ditiru dan menjadi yang ingin disampikan Ki Hajar, jangan
contoh yang benar. Keteladanan tidak main-main dengan kedudukan seorang
berhenti terhadap waktu karena pemimpin. Pemimpin harus menjadi
berlangsung 24 jam sehari dan 7 hari teladan bagi orang-orang yang dipimpin.
seminggu serta dilakukan bukan hanya di Orang tua menjadi contoh bagi anak-
masyarakat, namun juga di rumah, anak. Guru digugu dan ditiru oleh murid-
lingkungan sekolah, lingkungan muridnya. Atasan harus menjadi panutan
pekerjaan, dan lingkungan terkait bagi bawahannya, demikian seterusnya.
lainnya. Keteladanan itu berefek kepada b. Ing Madya, Mangun Karso
tutur kata, sikap, gaya bahasa tubuh dan Prinsip ini menerangkan
implikasi dalam relasi pemimpin itu keikutsertaan kita dalam bekerja
kepada bawahan dan orang lain. bersama-sama. Dalam suka dan duka,
Keteladanan itu bersatunya antara kata semua ditanggung bersama, untuk
dan perbuatan. Keteladanan tidak hanya memperbaiki nasib dan meningkatkan
sebatas ucapan janji, tetapi mewujud taraf dalam ke semua hal, entah taraf
dalam tindakan. Bagi pemimpin, kehidupan, taraf pendidikan, taraf
keteladanan berarti terpenuhinya janji- kebersamaan dan lain sebagainya.
janji dalam bentuk kebijakan. Pemimpin yang bijak akan berada
Dalam konteks pencegahan dan bersama dengan yang dipimpin, sama-
pemberantasan korupsi, sudah sama melinting lengan baju dan ikut
sepantasnya teladan itu dari para membuat tangannya kotor dan
pemimpin mulai dari presiden, anggota berkeringat agar ada perbaikan bersama
DPR, menteri, dan pejabat publik lainnya. menuju hari esok yang lebih baik.
Semangat dan perjuangan antikorupsi Prinsip ini sepantasnya kita
yang efektif harus dimulai dari para refleksikan pada kepemimpinan bangsa
pemimpin dan pejabat publik, dengan kita. Kita memerlukan pemimpin yang
keteladanan yang kuat. Sayangnya, merasakan beban dan penderitaan
kenyataan yang terjadi sebaliknya, salah rakyatnya agar tidak tersisa celah
satu yang menjadikan korupsi merajalela sedikitpun bagi perilaku korup. Pemimpin
adalah karena korupsi di Indonesia itu tidak berjarak dengan rakyatnya.
nyatanya justru dilakukan oleh mereka Sederhana sebagaimana kesederhanaan
yang memiliki jabatan dan kedudukan. mayoritas rakyatnya. Sederhana tidak
Padahal dalam filosofi prinsip Ki Hajar sebatas penampilan, tetapi sederhana
Dewantara merekalah yang memiliki yang berpihak kepada kepentingan

STIA BANTEN 77
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

publik. Sederhana tidak sebatas hukum sampai pada rigidnya hukum


pencitraan yang diliput oleh media massa sehingga tidak mampu mengejar
secara besar-besaran yang dinamika nilai yang senantiasa mengikuti
menghilangkan esensi kepemimpinan itu perubahan zaman. Untuk itulah meski
sendiri. tidak seefektif norma hukum, norma-
c. Tut Wuri Handayani norma lain termasuk etika masih sangat
Prinsip ini merupakan pelengkap dibutuhkan.
semboyan yang tidak kalah pentingnya Oleh karena etika itu selalu
bahwa sebagai seorang pemimpin bijak, berkembang sedemikian rupa mengikuti
seyogyanya ketika bawahan atau rakyat perkembangan zaman, dan sering kali
yang dipimpin sedang mengalami hukum tidak mampu mengimbangi
kesusahan dan keterpurukan, pemimpin dinamika etika. Oleh karena itu,
harus turun ke bawah, mengayomi serta meskipun hukum itu sudah eksis, etika
memberikan dorongan dan mengangkat masih tetap diperlukan dalam rangka
mereka yang jatuh. untuk menutup kelemahan hukum.
Semboyan Ki Hajar Dewantara yang Hal mendasar yang sudah dipahami
luar biasa ini bukan hanya berlaku dalam bersama adalah bahwa etika tidak
dunia pendidikan belaka, tetapi juga memiliki daya dukung yang memadai
dalam sektor kepemimpinan dapat dalam memberikan respons atas
diterapkan dengan tepat. pelanggarannya. Tak ada institusi khusus
Dalam konteks perang melawan yang dibentuk oleh Negara untuk
korupsi, apa yang tersisa dari pemimpin menjadi penegak etika.
yang selalu mendorong dan memotivasi Etika yang sedikit banyak juga
bangsanya untuk maju, tumbuh, dan terdapat pada berbagai norma-norma
berkembang. Adakah tersisa ruang untuk yang berlaku di Indonesia akan
korupsi? Pemimpin seperti ini tidak akan mengalami penguatan dan pelemahan.
tega melakukan korupsi karena seluruh Penguatan dan pelemahan ini, salah
hidupnya dicurahkan untuk mendorong satunya, disebabkan oleh norma yang
dan memajukan orang-orang yang mengemas etika tersebut. Pada tataran
dipimpinnya. penegakan, Norma kesusilaan, norma
Sadar bahwa pemimpin adalah kesopanan dan agama tidak sekuat
motivator, ia mendorong bangsanya norma hukum karena institusi atau
untuk bekerja keras, tidak menggadaikan ,minimal, komunitas yang mengawal dari
prinsip kejujuran, tidak mencari cara-cara masing-masing norma tersebut tidak
instan sebagaimana para koruptor sekuat Negara sebagai institusi tunggal
mencapai tujuannya. penegak hukum.
6. Hubungan Etika, Norma, dan Hukum Dari keempat norma tersebut
Teori klasik menyatakan bahwa kesusilaan dan kesopanan merupakan
hukum merupakan serapan dari nilai-nilai norma yang memiliki potensi paling
yang hidup dalam masyarakat sering tinggi untuk melakukan penguatan dan
menyisakan beberapa nilai yang tidak pelemahan. Pergeseran nilai dari zaman
terkemas dalam hukum. Nilai yang tidak ke zaman sangat terasa pada dua norma
terkemas dalam norma hukum ini ini. Pelanggaran secara terus menerus
kemudian masuk dalam kemasan nilai atas nilai ini tanpa disertai penegakaan
lainnya. Ada berbagai sebab sebuah nilai norma akan menjadi nilai baru yang
tidak dapat terkemas dalam norma berlawanan dengan nilai semula. Pada
hukum mulai dari tidak cocoknya nilai titik tertentu justru penerapan nilai awal
tersebut jika dikemas dalam norma dianggap sebagai pelanggaran atas nilai

78 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

baru. Sebaliknya ketika penegakan nilai tertentu, tuntutan untuk tidak


sangat tinggi dan konsisten maka nilai melakukan kesalahan dan sebagainya,
yang bersangkutan akan mengalami maka komunitas tersebut merasa perlu
penguatan. untuk menjaga profesi mereka secara
Pada norma agama, nilai yang komunal. Mereka merasa bahwa para
terkandung cenderung kaku dalam arti pelanggar nilai itu tidak mencerminkan
tidak mudah untuk berubah. Namun oleh profesi mereka. Mereka harus memiliki
karena norma ini sangat khas maka yang “jendela” bahwa para pelanggar nilai
mengalami dinamika adalah pada tataran merupakan oknum dari komunitas
pelaksanaan norma ini. Pengabaian atas profesi mereka yang bertindak secara
norma ini tidak akan menghilangkan nilai pribadi dan harus
asli yang terkandung. Pengabaian hanya mempertanggungjawabkan pelanggaran
akan mengakibatkan norma ini tersebut secara pribadi pula di hadapan
terpendam sampai suatu saat akan masyarakat secara umum dan di
muncul kembali seiring dengan hadapan komunitas profesi mereka.
kesadaran komunitas yang merasa Dengan demikian komunitas profesi ini
terikat dengan norma ini. menjadi terselamatkan.
Norma hukum sebagai satu-satunya Dalam dunia profesi, etika ini
norma yang dikawal secara langsung oleh ditegakkan oleh institusi khusus yang
Negara memiliki tingkat keterikatan yang sengaja dibentuk oleh organisasi profesi
sangat tinggi bagi masyarakat. Legalitas untuk menjadi penegak etika terhadap
dan legitimitas yang dimiliki pemerintah para anggotanya. Sanksi pelanggaran
memberikan wewenang yang besar terberat dari etika adalah dikeluarkannya
dalam menegakkan norma ini. sang pelanggar tersebut dari
Perbedaaan nilai dan kondisi keterikatannya dengan etika itu. Dalam
sosiologis atas keempat jenis norma ini, bahasa yang lebih popular adalah
dalam hal-hal tertentu, dimanfaat oleh dikeluarkan dari keanggotaan profesi
sebagian masyarakat untuk merasa tersebut.
terikat atau tidak terikat berdasar atas Nilai-nilai yang ada pada etika sangat
kepentingan pragmatis mereka. Sering beragam antara satu lingkungan profesi
kali para pelanggar norma tertentu dengan lingkungan profesi yang lain.
berlindung dibalik norma lain yang Sangat mungkin baik buruknya sebuah
mengemas nilai yang dilanggar itu bukan perilaku yang dilihat dari kacamata etika
sebagai pelanggaran. dari sebuah profesi tidak memiliki makna
Norma yang paling sering dipakai yang sama dengan profesi lainnya.
untuk alat perlindungan atas pelanggaran Pada ranah privat sector, misalnya,
norma lain adalah norma hukum. Para terdapat organisasi profesi semacam
pelanggar norma itu berpendapat bahwa persatuan advokat, ikatan
selama tidak melanggar hukum maka dokter,persatuan insinyur dan
norma yang lain dapat diabaikan karena sebagainya. Organisasi ini mengatur
memang tidak memiliki kekuatan anggotanya sedemikian rupa dalam
pemaksa dalam memberikan sanksi. rangka untuk memberikan kemanfaatan
Kondisi sosiologis ini amat disadari yang maksimal serta memberikan
oleh masyarakat khususnya komunitas marwah atas organisasi profesi tersebut
profesi. Oleh karena profesi itu dan para anggotanya. Maka diaturlah
menyangkut soal hubungan dengan mana yang boleh dan mana yang tidak
masyarakat lain, profesionalitas, boleh, mana yang buruk dan mana yang
pandangan ideal masyarakat atas profesi baik beserta sanksi internal yang

STIA BANTEN 79
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

diberlakukan kepada anggota Berbagai nilai yang tersebar dalam


pelanggarnya.Semua itu dimulai dari ketentuan pada dasarnya hanya
pemikiran filosofis tentang nilai dalam diberlakukan untuk kalangan tertentu
paradigm organisasi profesi masing- saja sehingga penyelenggara negara di
masing. luar kalangan tersebut merasa tidak
Pada public sector, secara sporadis terikat dengan nilai-nilai tersebut.
dan istilah yang berbeda-beda soal etika Keadaan ini menimbulkan pemikiran
ini juga sudah diatur. Di lembaga Negara bahwa ada beberapa tempat atau
semacam Dewan Perwakilan Rakyat instansi atau institusi yang merasa
terdapat badan Kehormatan DPR yang control terhadap perilaku mereka
mengurusi persoalan pelanggaran etika sangat ketat namun ada beberapa
begitu juga dengan lingkungan Pegawai tempat atau institusi atau instansi
Negeri Sipil yang memiliki Badan yang sangat leluasa melakukan
Pertimbangan Kepegawaian dan lain berbagai tindakan tanpa takut untuk
sebagainya. dikenai sanksi.
Ketentuan yang sporadis ini pada c. Institusi penegak nilai saat ini tidak
dasarnya hanya mengikat pada obyek mampu menjangkau seluruh
tertentu dengan nilai yang tertentu dan penyelenggara Negara.
ditegakan secara bervariasi oleh institusi Ketentuan yang tersebar saat ini
tertentu pula. Dengan demikian hanya menjangkau kalangan tertentu
ketentuan yang sporadis ini tidak mampu sehingga institusi yang dibentuk oleh
untuk menjaring seluruh institusi yang ketentuan tersebut secara otomatis
terkategorikan sebagai public sector. juga hanya menjangkau kalangan
Kondisi ini menciptakan “diskriminasi” tertentu saja. Biasanya institusi yang
perlakuan pelanggar etika di kalangan dibuat memang diperuntukkan secara
penyelenggara Negara. internal melakukan penegakan nilai.
Beberapa faktor penyebab dari Dalam kasus-kasus tertentu keputusan
“diskriminasi” ini adalah antara lain atas penegakan nilai juga didasar
adalah sebagai berikut: semangat pembelaan institusi.
a. Belum ada nilai-nilai yang dikemas Idealnya setiap penyelenggara
secara lengkap dalam bentuk hukum Negara selalu terikat dengan nilai-nilai
sebagai alat utama untuk memberikan yang harus dipatuhinya. Semakin tinggi
sanksi bagi para pelanggarnya. kedudukan penyelenggara tersebut maka
Nilai nilai yang tersebar ke dalam semestinya pula kualitas dan kuantitas
berbagai norma kesopanan, nilai yang harus dipatuhi menjadi lebih
kesusilaan, agama dan yang nilai yang besar. Untuk dapat membuat system
belum terkemas dalam tiga norma nilai yang dipatuhi oleh seluruh
tersebut tidak mampu secara efektif penyelenggara Negara maka mau tidak
memaksa untuk menjalankan seluruh mau system nilai tersebut harus dikemas
nilai-nilai yang hidup di Negara ini. dalam bentuk peraturan perundang-
Akibatnya pelanggaran nilai-nilai undangan.
tersebut dianggap tidak memiliki Oleh karena itu sudah saatnya negeri
sanksi karena memang tidak ini memiliki system nilai yang jelas dan
melanggar hukum. terukur serta mampu mengikat seluruh
b. Nilai-nilai yang sudah dikemas dalam penyelenggara Negara ini untuk
bentuk hukum tidak mampu mematuhi nilai tersebut tanpa terkecuali.
menjangkau seluruh penyelenggara
Negara.

80 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

Untuk merealisasikannya perlu ada bentuk peraturan perundang-


langkah konkrit yang dapat diusulkan undangan.
sebagai berikut: Kegiatan ini bertujuan untuk
a. Pemetaan ketentuan yang sudah membuktikan hipotesa bahwa
mengatur tentang etika penyelenggara Negara yang tidak
penyelenggara negara diikat dengan system nilai yang kuat
Pemetaan atas ketentuan yang dari aspek penegakannya cenderung
sudah mengatur ini menjadi penting memiliki perilaku melanggar nilai-nilai
untuk mengetahui hal-hal antara lain: yang hidup di dalam masyarakat.
1) seberapa jauh nilai-nilai etis itu sudah e. Perumusan nilai-nilai utama yang
dikemas dalam bentuk peraturan harus mengikat setiap penyelenggara
perundang-undangan Negara
2) seberapa jauh nilai-nilai yang belum Perumusan ini akan menghasilkan
terkemas dalam peraturan materi muatan undang-undang yang
perundang-udangan berfungsi untuk mengikat
3) seberapa jauh daya jangkau peneyelenggara untuk selalu bersikap
pemberlakuan ketentuan itu untuk dan berperilaku sesuai dengan nilai
para penyelenggara yang telah dirumuskan
4) bentuk institusi penegak etika f. Perumusan Institusi penegak dan
5) mekanisme penegakan system nilai prosedur penegakan nilai
yang bersangkutan Aktifitas ini akan menghasilkan
b. Pemetaan tentang penerapan nilai- konsep tentang lembaga penegak
nilai yang mengikat penyelenggara etika penyelenggara Negara serta
Negara saat ini meknisme kerjanya.
Pemetaan penerapan ini akan mampu Pengemasan nilai-nilai etis dalam
mengidentifikasi: bentuk norma hukum ini
1) Tingkat kepatuhan penyelenggaraa sesungguhnya akan mampu
Negara terhadap peraturan menghindari perilaku para pelanggar
perundang-undangan yang berlaku etika untuk menghindari sanksi dari
saat ini. suatu norma (kesusilaan, kesopanan,
2) Efektifitas lembaga penegak nilai. dan agama dan nilai etika lain)
3) Efektifitas dan efisiensi prosedur dengan cara berlindung dibalik norma
penegakan nilai. lain (norma hukum) dengan kata lain
4) Bentuk sanksi dan sikap para sepanjang norma hukum tidak
pelanggar nilai yang dikenai sanksi. memberi sanksi maka seluruh nilai
c. Pemetaan penyelenggara Negara dari norma lain dapat dilanggarnya.
yang belum terikat oleh nilai-nilai
Pemetaan ini akan mendapatkan data 7. Peraturan Perundang-Undangan
mengenai: Yang Sudah Ada
1) Instansi penyelenggara yang belum Jika sebelumnya kita
memiliki ketentuan tentang nilai- membahas hubungan antara etika,
nilai yang harus dipatuhi mereka. norma, dan hukum, sekarang kita
2) Nilai-nilai yang belum diatur dalam mencoba menelusuri berbagai
ketentuan peraturan perundang- peraturan perundang-undangan
undangan terkait dengan etika.
d. Inventarisasi perilaku para Sebenarnya telah banyak
penyelenggara yang belum diikat peraturan perundang-undangan
oleh system nilai yang dikemas dalam terkait dengan etika penyelenggara

STIA BANTEN 81
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

Negara, mulai dari TAP MPR, UU, beserta peraturan pelaksanaannya


Peraturan Pemerintah, sampai dengan untuk membantu percepatan dan
kode etik institusi atau lembaga efektivitas pelaksanaan
Negara. pemberantasan dan pencegahan
a. TAP MPR korupsi yang muatannya meliputi
TAP MPR yang terkait dengan etika (antara lain) ”Etika Pemerintahan”
penyelenggara Negara, misalnya: b. Undang-Undang
1) TAP MPR No. X/MPR/1998 1) UU No. 43 Tahun 1999 Tentang
Tentang Pokok-Pokok Reformasi Perubahan Atas Undang-Undang
Pembangunan dalam Rangka Nomor 8 Tahun 1974 Tentang
Penyelamatan dan Normalisasi Pokok-Pokok Kepegawaian
Kehidupan Nasional Sebagai 2) UU No. 28 Tahun 1999 Tentang
Haluan Negara. Pelaksananan Penyelenggaraan Negara Yang
reformasi di bidang sosial budaya Bersih Dan Bebas Dari Korupsi,
adalah untuk mendukung Kolusi, Dan Nepotisme
penanggulangan krisis di bidang 3) UU Nomor 20/2001 tentang
sosial budaya. Agenda yg harus Pemberantasan Korupsi,
dijalankan adalah menyiapkan 4) UU 30/2002 tentang Komisi
sarana dan prasarana, program Pemberantasan Korupsi,
aksi dan perundangundangan bagi 5) UU No.9/2004 tentang Peradilan
tumbuh dan tegaknya etika usaha, Tata Usaha Negara
etika proses, dan etika 6) UU tentang kepolisian Negara (UU
pemerintahan Nomor 2/2002)
2) Tap MPR No. V/MPR/2000 7) UU tentang MD3
Tentang Pemantapan Persatuan 8) UU tentang MA
dan Kesatuan Nasional. Nilai2 9) UU tentang Kejaksaan
agama dan budaya bangsa tidak 10) UU BI
dijadikan sumber etika dalam 11) UU BPK
berbangsa & bernegara oleh 12) UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang
sebagian masyarakat, sehingga Aparatur Sipil Negara
melahirkan krisis akhlak dan moral c. Peraturan pemerintah
berupa ketidakadilan, pelanggaran 1) PP Nomor 42/2004 tentang
hukum, dan pelanggaran HAM. Pembinaan Jiwa korps dan Kode
Menugaskan Badan Pekerja MPR- Etik PNS pasal 7 “Dalam
RI untuk merumuskan etika pelaksanaan tugas kedinasan dan
kehidupan berbangsa kehidupan sehari-hari setiap PNS
3) Tap MPR No. VI/MPR/2001 wajib bersikap dan berpedoman
Tentang Etika Kehidupan pada etika dalam bernegara,
Berbangsa: etika kehidupan dalam penyelenggaraan
berbangsa dewasa ini mengalami Pemerintahan, dalam
kemunduran yang turut berorganisasi, dalam
menyebabkan terjadinya krisis bermasyarakat, serta terhadap
multidimensi. diri sendiri dan sesame PNS yang
4) Tap MPR No. VIII/MPR/2001 diatur dalam Peraturan
Tentang Rekomendasi Arah Pemerintah ini
Kebijakan 2) Peraturan Pemerintah Republik
Pemberantasan dan Pencegahan Indonesia Nomor 53 Tahun 2010
KKN, Membentuk Undang-undang

82 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

Tentang Disiplin Pegawai Negeri 2009, dan 2014) belum mampu


Sipil mewujudkan demokrasi yang bermakna,
demokrasi yang berbudaya, dan
8. Kondisi Obyektif Kehidupan demokrasi yang mensejahterakan rakyat.
Berbangsa Dan Bernegara Dalam Demokrasi masih sebatas prosedural,
Perspektif Etika Bernegara bukan substansial. Demokrasi prosedural
Berbagai peraturan perundang- sekedar memenuhi tahapan-tahapan
undangan yang disebutkan dalam bagian yang mesti dilalui dalam pelaksanaan
sebelumnya, sesungguhnya merupakan sistem demokrasi. Misalnya, bagaimana
upaya merekonstruksi pelaksanaan etika proses pemilu berlangsung mulai dari
kehidupan berbangsa dan bernegara. pendaftaran peserta pemilu sampai
Rekonstruksi tersebut merupakan hasil penetapan pemenang pemilu. Akan
identifikasi, baik melalui proses tetapi, pelaksanaan demokrasi belum
perjalanan sejarah bangsa, maupun memenuhi substansi dari demokrasi itu
identifikasi potret sosiologis bangsa. sendiri, yaitu pemerintahan yang
Pertanyaannya adalah, apakah berbagai bersumber dari kedaulatan rakyat yang
peraturan tersebut sudah benar-benar mengandung makna menguatnya
menjawab persoalan praktek etika dalam kedudukan rakyat sebagai pemilik
penyelenggaraan kehidupan berbangsa kedaulatan.
dan bernegara? Ataukah, para Misi besar reformasi untuk
penyelenggara Negara itu sendiri yang menghadirkan pemerintahan yang
belum sepenuhnya mematuhi dan terikat bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan
dengan berbagai peraturan tersebut? nepotisme masih jauh dari harapan.
Di aras pembentukan sistem politik Proses konsolidasi demokrasi terhambat
dan ketatanegaraan, sejak Indonesia oleh proses “demokratisasi” (perluasan
merdeka, telah mengalami pergantian dan pendalaman) korupsi. Praktik korupsi
sistem mulai dari demokrasi liberal melanda seluruh lembaga dan instansi
parlementer (di fase awal kemerdekaan kenegaraan, serta merembes ke segala
1950-1959), lalu berganti menjadi lapisan dari pusat hingga daerah.
demokrasi terpimpin (dalam kurun 1959 Seiring dengan laju korupsi, wajah
hingga 1965), lalu menjadi demokrasi negeri seperti tercermin dari warta
pembangunan dengan titik tekan pada media menampakkan buruk rupa:
stabilitas vis-à-vis kebebasan politik kebohongan, kemiskinan keteladanan,
semasa Orde Baru (dalam kurun yang kehilangan keadilan dan perlindungan
panjang 32 tahun) hingga mencapai hukum, kesenjangan sosial, keretakan
antiklimaks pada kurun 1997/1998 yang jalinan sosial, perluasan tindak
menghasilkan reformasi dan penerimaan kekerasan, kejahatan dan premanisme,
luas atas sistem demokrasi dalam realitas gurita narkoba, kerusuhan di wilayah
politik bernegara. Amandemen UUD tambang dan perkebunan, kecelakaan
1945 dalam empat tahap sejak 1999 transportasi dan kerawanan sarana
sampai dengan 2002 menegaskan dan publik.
meneguhkan pilihan sistem demokrasi Pada titik genting krisis multidimensi
bagi indonesia pasca reformasi. ini, para penyelenggara negara justru
Namun demikian, semangat seperti kehilangan rasa krisis dan rasa
reformasi tidak serta merta berjalan tanggung jawab. Kepemimpinan
mulus dalam membangun satu sistem eksekutif, legislatif, dan yudikatif lebih
demokrasi yang stabil. Nyatanya, empat mempedulikan “apa yang dapat diambil
kali pemilu pascareformasi (1999, 2004, dari negara”, bukan “apa yang dapat

STIA BANTEN 83
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

diberikan pada negara”. Kepemimpinan pemerintah dan pemerintahannya.


negara hidup dalam penjara narsisme Dalam hal ini pemerintah pada
yang tercerabut dari suasana kebatinan hakekatnya adalah pelayanan kepada
rakyatnya. Perhatian elit politik lebih masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk
tertuju pada upaya memanipulasi melayani dirinya sendiri, tetapi melayani
pencitraan, bukan mengelola kenyataan; masyarakat serta menciptakan kondisi
lebih mengutamakan kenyamanan diri agar setiap anggota masyarakat
ketimbang kewajiban memajukan mengembangkan kemampuan dan
kesejahteraan dan keadilan sosial. kreativitasnya.
Kehidupan publik kita merefleksikan Dalam paradigma “dikotomi politik
nilai-nilai moralitas kita, demikian pula dan administrasi” seperti dikemukakan
sebaliknya. Sebegitu jauh, kehidupan oleh Wilson, dalam Widodo (2001),
politik selama ini lebih merefleksikan menegaskan bahwa pemerintah memiliki
nilai-nilai buruk, dan kurang dua fungsi yang berbeda, yaitu fungsi
mengaktualisasikan nilai-nilai luhur politik yang berkaitan dengan
masyarakat. Praktik politik di negeri ini pembuatan kebijakan (public policy
telah direduksi sekadar menjadi making) atau pernyataan apa yang
perjuangan kuasa (demi kuasa) menjadi keinginan negara, dan fungsi
ketimbang sebagai proses pencapaian administrasi yang berkenaan dengan
kebajikan bersama. Politik dan etika pelaksanaan kebijakan-kebijakan
terpisah seperti terpisahnya air dengan tersebut.
minyak. Akibatnya kebajikan dasar Dengan demikian, kekuasaan
kehidupan bangsa seperti sipilitas, membuat kebijakan publik berada pada
responsibilitas, keadilan dan integritas kekuasaan politik (political master), dan
runtuh. untuk melaksanakan kebijakan politik
Pejabat dan penyelenggara negara di tadi merupakan kekuasaan administrasi
semua cabang kekuasan kerap negara. Namun karena administrasi
menampilkan perilaku yang jauh dari negara dalam menjalankan kebijakan
harapan publik. Padahal tugas utama dan politik memiliki kewenangan secara
kewajiban penyelenggara negara umum disebut “discretionary power”,
sebagaimana diamanatkan oleh UUD yakni keleluasaan untuk menafsirkan
Tahun 1945 adalah melayani setiap suatu kebijakan politik dalam bentuk
warga negara dan penduduk untuk program dan proyek, maka timbul suatu
memenuhi kebutuhan dasarnya dalam pertanyaan, apakah ada jaminan dan
rangka meningkatkan kesejahteraan bagaimana menjamin bahwa
masyarakat. Seluruh kepentingan publik kewenangan itu digunakan “secara baik
harus dilaksanakan oleh pemerintah dan tidak secara buruk”.
sebagai penyelenggara negara yaitu Atas dasar inilah etika diperlukan
dalam berbagai sektor pelayanan, dalam administrasi publik. Etika dapat
terutama yang menyangkut pemenuhan dijadikan pedoman, referensi, petunjuk
kebutuhan dasar dan hak-hak sipil tentang apa yang harus dilakukan oleh
masyarakat. Dengan kata lain seluruh aparat birokrasi dalam menjalankan
kepentingan yang menyangkut hajat kebijakan politik, dan sekaligus
hidup orang banyak itu harus atau perlu digunakan sebagai standar penilaian
adanya suatu pelayanan. apakah perilaku aparat birokrasi dalam
Negara dalam upaya mencapai menjalankan kebijakan politik dapat
tujuannya, pastilah memerlukan dikatakan baik atau buruk.
perangkat negara yang disebut dengan

84 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

Sedangkan etika dalam konteks dianggap tidak mampu melakukan hal-


birokrasi menurut Dwiyanto (2002), hal yang sesuai dan tepat, serta sering
mengatakan bahwa: “Etika birokrasi birokrasi dalam pelayanan publik itu
digambarkan sebagai suatu panduan sangat merugikan masyarakat sebagai
norma bagi aparat birokrasi dalam konsumennya. Hal ini sangat
menjalankan tugas pelayanan pada memerlukan perhatian yang besar,
masyarakat”. Etika birokrasi harus seharusnya birokrasi dalam
menempatkan kepentingan publik di atas penyelenggaraan pelayanan publik itu
kepentingan pribadi, kelompok, dan memudahkan masyarakat menerima
organisasinya. Etika harus diarahkan setiap pelayanan yang diperlukannya,
pada pilihan-pilihan kebijakan yang seharusnya pemerintah sebagai
benar-benar mengutamakan penyelenggara pelayanan terhadap
kepentingan masyarakat luas. masyarakat itu mempermudahkannya,
Sementara pemahaman pelayanan bukan mempersulit.
publik yang disediakan oleh birokrasi Citra layanan publik di Indonesia,
merupakan wujud dari fungsi aparat dari dahulu hingga kini, lebih dominan
birokrasi sebagai abdi masyarakat dan sisi gelapnya ketimbang sisi terangnya.
abdi negara. Sehingga maksud dari public Sudah tidak asing kalau layanan publik di
service tersebut demi mensejahterakan Indonesia dicitrakan sebagai salah satu
masyarakat. Berkaitan dengan hal sumber korupsi dan menjadi pemicu
tersebut, Widodo (2001) mengartikan ekonomi biaya tinggi (high cost economy)
pelayanan publik sebagai pemberian yang pada akhirnya membebani kinerja
layanan (melayani) keperluan orang atau ekonomi makro, alias membebani publik
masyarakat yang mempunyai (masyarakat). Bahkan Sutoro Eko (2003)
kepentingan pada organisasi itu sesuai menyatakan bahwa raksasa birokrasi
dengan aturan pokok dan tata cara yang Indonesia yang tidak bermutu, justru
telah ditetapkan. menjadi beban yang sangat berat bagi
Namun demikian, pada negara dan masyarakat. Birokrasi
kenyataannya pelayanan publik masih Indonesia adalah institusi yang lebih
diwarnai oleh pelayanan yang sulit untuk banyak menghabiskan ketimbang
diakses, prosedur yang berbelit-belit menghasilkan. Sebagai sarang korupsi
ketika harus mengurus suatu perijinan dan pencurian, birokrasi adalah
tertentu, biaya yang tidak jelas serta penyumbang terbesar krisis finansial
terjadinya praktek pungutan liar (pungli), negara. Benar-benar sebuah ironi yang
merupakan indikator rendahnya kualitas konyol kalau negara menderita krisis
pelayanan publik di Indonesia. Di tetapi para pengelolanya bisa hidup kaya
samping itu, ada kecenderungan adanya dan mewah.
ketidakadilan dalam pelayanan publik di Grafik korupsi penyelenggara
mana masyarakat yang tergolong miskin negara, baik yang dilakukan oleh
akan sulit mendapatkan pelayanan. eksekutif, yudikatif, maupun legislatif, di
Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki indonesia masih sangat tinggi jika melihat
“uang“, dengan sangat mudah data-data yang ada. Media massa hampir
mendapatkan segala yang diinginkan. setiap saat memberitakan kasus-kasus
Birokrasi pada pemerintahan sebagai korupsi seolah tiada hari tanpa korupsi.
penyelenggara pelayanan publik sering Pada tahun 2012, peringkat indeks
atau selalu dikeluhkan karena persepsi korupsi (IPK) Indonesia menurun
ketidakefisienan dan dari tahun sebelumnya. Dari 176 negara
ketidakefektifannya, birokrasi sering kali yang diukur oleh Transparancy

STIA BANTEN 85
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

International, Indonesia menempati langkah-langkah pencegahan tingkat


urutan ke-118. Padahal tahun 2011, nasional maupun internasional.
Indonesia menempati urutan ke-100 dari Dalam laporan hasil penelitian “Etika
183 negara. dan Kewaspadaan terhadap fraud dalam
Peringkat Indonesia tahun 2012 Pemerintahan: Suatu Upaya Membangun
sejajar dengan Republik Dominika, Etika untuk Mencegah fraud pada
Ekuador, Mesir, dan Madagaskar. Pemerintah Daerah” yang dilakukan oleh
Sedangkan di Asia Tenggara, peringkat BPKP (2005) menunjukkan bahwa, secara
Indonesia berada di bawah Singapura umum intensitas terjadinya fraud pada
(urutan ke-5), Brunei Darussalam (46), aspek perencanaan, pengorganisasian,
Malaysia (54), Thailand (88), dan Filipina pelaksanaan kegiatan, dan pengawasan
(108). Indonesia unggul di atas Vietnam berada dalam kategori “pernah terjadi
(123) dan Myanmar (172). Berdasarkan fraud”. Kegiatan yang dianggap signifikan
IPK, dengan semakin turun peringkat dalam intensitas kemunculan fraud
berarti negara itu semakin korup, begitu adalah meninggikan anggaran dalam
pula sebaliknya. pengajuan kegiatan serta menggunakan
Bahkan menurut Masyarakat barang milik negara untuk kepentingan
Transparansi Indonesia (MTI), merujuk pribadi. Bidang kegiatan yang
pada rilis beberapa lembaga, teridentifikasi dalam kategori sering
menyampaikan bahwa data kasus terjadi tindakan fraud yaitu bidang
korupsi mencapai 1.408 kasus telah perizinan, pengadaan barang dan jasa,
terjadi di Indonesia dengan kerugian pemilihan kepala daerah, kepegawaian,
uang negara sebesar Rp39,3 triliun pemeliharaan fasilitas umum,
selama 2004-2011. penerimaan pendapatan daerah,
Akibat dari korupsi berdampak pengawasan, dan pertanggungjawaban
sistematis pada masa depan kepala daerah.
pembangunan Indonesia. Banyak Dalam studi Ilmu Administrasi
program pembangunan yang tidak Negara, sudah sejak lama Drucker (1980)
berjalan sebagaimana mestinya dan melakukan identifikasi adanya enam
terhambat. Mengabaikan semua prinsip dosa besar administrator publik, yaitu:
good governance. Bahkan, yang lebih 1) Perumusan tujuan yang ambigu,
mengerikan korupsi merusak mental dan tanpa adanya target yang jelas
budaya masyarakat secara sistematik. sehingga tujuan tersebut tidak dapat
Inilah yang tergambar dalam Alinea diukur dan dinilai tingkat
pertama Penjelasan Umum UU Nomor 7 pencapaiannya;
Tahun 2006 tentang Pengesahan United 2) Pengerjaan beberapa kegiatan dalam
Nations Convention Against Corruption, waktu yang bersamaan tanpa adanya
2003 yang menyatakan: ”Tindak pidana prioritas yang jelas;
korupsi merupakan ancaman terhadap 3) Keyakinan bahwa ’besar itu berkah’,
prinsip-prinsip demokrasi, yang artinya orientasi pekerjaan adalah
menjunjung tinggi transparansi, pada banyaknya aktivitas yang dapat
akuntabilitas, dan integritas, serta mendatangkan penghasilan, dan
keamanan dan stabilitas bangsa bukannya pada kompetensi;
Indonesia. Oleh karena korupsi 4) Berperilaku dogmatis, bukannya
merupakan tindak pidana yang bersifat eksperimental. Artinya prosedur
sistematik dan merugikan pembangunan standar dianggap sebagai sesuatu
berkelanjutan sehingga memerlukan yang sangat sakral yang tidak boleh
dilanggar, sehingga administrator

86 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

tidak berani melakukan tindakan yang yang menjauhkannya dari pencapaian


bertentangan dengan prosedur atau tujuan administrasi. Sedangkan Nigro dan
yang belum ada prosedurnya; Nigro dalam (Widodo, 2001),
5) Ketidakmampuan untuk belajar dari mengemukakan terdapat delapan bentuk
pengalaman masa lalu dan mal-praktek (mal-administrasi) yaitu :
keengganan untuk memperhatikan 1) Ketidakjujuran (dishonesty), yaitu
umpan balik; suatu tindakan administrasi yang tidak
6) Kuatnya asumsi bahwa program itu jujur. Misalnya; mengambil uang dan
sifatnya berkelanjutan dan kuatnya barang publik untuk kepentingan
keengganan untuk menghentikan sendiri, menerima uang suap dari
program yang gagal atau tidak tepat langganan (client), menarik pungutan
sasaran. liar, dan sebagainya. Dikatakan
Enam dosa besar tersebut kemudian ketidakjujuran karena tindakan ini
dikenal sebagai bentuk-bentuk berbahaya dan menimbulkan ketidak-
penyimpangan administrasi atau mal- percayaan (dis-trust). Yang tampak
administrasi (maladministration), yang sekarang, ketidakjujuran dan
dalam perkembangannya terus kebohongan justru semakin
ditambahkan daftarnya sehingga dipertontonkan oleh pejabat publik.
semakin lama daftar dosa administrator Ironisnya, perilaku kebohongan itu
menjadi semakin banyak dan sangat menggejala menjadi sebuah
panjang. kebiasaan. Pejabat yang diketahui
Iriani, et al (2009) menyebut praktek secara luas melakukan kebohongan
mal-administrasi yaitu: inefisiensi, publik pun tidak mau meminta maaf
inefektifitas, tidak profesional, tidak kepada masyarakat, bahkan
netral, tidak disiplin, tidak patuh pada memproduksi kebohongan yang
aturan, retrutmen Calon Pegawai Negeri lainnya.
Sipil (CPNS) tidak transparan, belum ada 2) Perilaku yang buruk (unethical
perubahan mindset, Korupsi, Kolusi, dan behaviour), pegawai (administrator
Nepotisme (KKN) yang marak di berbagai publik) mungkin saja melakukan
jenjang pekerjaan, sebagai abdi tindakan dalam batas-batas yang
masyarakat belum terbangun, diperkenankan hukum, tetapi
pemerintahan belum akuntabel, belum tindakan tersebut dapat digolongkan
transparan, tidak partisipatif dan sebagai tidak etis, sehingga secara
kredibel, lemahnya political will dari hukum tidak dapat dituntut. Misalnya,
pemerintah, belum ada kesamaan kecendrungan pegawai untuk
persepsi dan pemahaman visi, misi dan memenangkan perusahaan koleganya
tujuan serta ketidakjelasan rencana dalam tender proyek; seorang
tindak dalam lembaga negara, kurangnya pembesar minta kepada kepala
pemanfaatan teknologi informasi (TI) personalia supaya familinya diluluskan
dalam pemberantasan KKN, masih dalam seleksi pegawai. Tindakan ini
banyak ditemukan peraturan perundang- jelas tidak etis karena mengabaikan
undangan yang rancu antara sektoral dan objektivitas penilaian.
pemerintah daerah, pelayanan publik 3) Mengabaikan hukum (disregard of the
belum berkualitas dan pelayanan publik law), pegawai (administrator publik)
prima belum terbangun secara luas. dapat mengabaikan hukum atau
Menurut Widodo (2001), mal- membuat tafsiran hukum yang
administrasi merupakan suatu praktek menguntungkan kepentingannya dan
yang menyimpang dari etika administrasi berpihak kepada pihak yang berkuasa.

STIA BANTEN 87
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

Hukum hanya tajam ke pihak yang Praktik kebohongan publik semakin


lemah dan lemah kepada pihak yang nyata di masyarakat. Ketiadaan tindakan
berkuasa. Ini berakibat pada hukum yang tegas dan budaya korupsi
ketidakpercayaan publik secara yang kian kuat makin menyuburkan
meluas. Misalnya kasus-kasus yang perilaku kebohongan publik, mulai dari
muncul di era pemerintahan Jokowi, kebohongan ringan seperti plagiarisme,
berbagai pelaporan yang dilakukan dugaan kebohongan pelaporan harta
oleh kubu oposisi seringkali diabaikan kekayaan penyelenggara negara, ingkar
oleh aparat, ketimbang laporan yang janji, sampai kebohongan tingkat berat
dilakukan oleh pendukung rezim, yang berakibat fatal seperti kasus suap
aparat dengan sigap memprosesnya. dan korupsi. Publik tentu masih ingat
4) Favoritisme dalam menafsirkan dengan kasus suap mantan Ketua
hukum. Pejabat atau pegawai di suatu Mahkamah konstitusi Akil Mochtar dan
instansi tetap mengikuti hukum yang Hakim Konstitusi Patrialis Akbar, kasus
berlaku, tetapi hukum tersebut suap mantan Ketua DPR Setyo Novanto,
ditafsirkan untuk menguntungkan kasus suap mantan Menteri Sosial Idrus
kepentingan tertentu. Misalnya Marham. Munculnya kasus-kasus
“gubernur” sebagai pembina politik di tersebut tidak bisa dilepaskan dari
wilayahnya harus bersikap netral, perilaku tidak etis penyelenggara negara
namun dalam pemilu sebagai kader yang tidak jujur (bohong), tidak amanah,
partai A merasa terpanggil dan penyalahgunaan wewenang.
memenangkan partai tersebut. Bahkan, dalam kurun waktu 2012-
5) Perlakuan yang tidak adil terhadap 2018, soal kebohongan dan ingkar janji
pegawai. Pegawai diperlakukan secara yang dilakukan pejabat publik menghiasi
tidak adil. Misalnya bos menghambat media massa nasional. Misalnya, ada
pegawai yang berprestasi karena pejabat yang saat dilantik, tentu ada
merasa disaingi. sumpah atau janji yang diucapkan yang
6) Inefisiensi bruto (gross inefficiency). pada pokoknya akan menjalankan
Betapapun bagus maksudnya, jika amanah sebaik-baiknya. Amanah berarti
suatu instansi tidak mampu kepercayaan untuk menjalankan seluruh
melakukan tugas secara memadai, janjinya. Akan tetapi, ada pejabat yang
para administrator disitu dinilai gagal, berjanji akan menuntaskan masa
misalnya pemborosan dana secara jabatannya selama 5 tahun, tetapi hanya
berlebihan. bisa menjalankan pemerintahannya
7) Menutup-nutupi kesalahan. Pimpinan selama kurang lebih 2 tahun dari tahun
atau pegawai menutupi kesalahannya 2012-2014.
sendiri atau bawahannya, atau Janji-janji yang ditebar saat
menolak diperiksa atau dikontrol oleh kampanye pun kerap tak tertunaikan,
legislatif, atau melarang pers meliput mulai dari kebohongan akan tidak bagi-
kesalahan instansinya. bagi kursi, kabinet ramping, bohong
8) Gagal menunjukkan inisiatif. Sebagian tidak akan menaikkan harga BBM,
pegawai gagal membuat keputusan bohong tidak akan impor, bohong
yang positif atau menggunakan terkait mobil nasional Esemka.
diskresi (keleluasaan/kelonggaran) Ironisnya, meski kebohongan itu telah
yang diberikan hukum kepadanya. menjadi isu publik yang diketahui secara
meluas, tidak ada satu katapun kata
9. Kasus Politik Kebohongan dan Ingkar maaf yang keluar dari mulut pejabat
Janji Pejabat Publik publik yang bersangkutan. Mestinya,

88 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

ada politik keteladanan yang tidak sesuai dengan norma yang seorang
dicontohkan oleh setiap pejabat publik. penyelenggara Negara memiliki etika
Menarik untuk menyimak komentar yang benar, maka akan mempengaruhi
Jokowi soal kebohongan yang dilakukan sikap dan perilakunya terhadap
pejabat publik. Jokowi melontarkan kepatuhan norma yang berlaku dalam
kritiknya soal politik kebohongan. masyarakat. Sebaliknya, jika seorang
"Kita harus akhiri politik penyelenggara berperilaku tidak sesuai
kebohongan, politik yang merasa benar etika, maka tindakan tersebut berpotensi
sendiri, dan perkuat politik terhadap pelanggaran norma hukum
pembangunan. Politik kerja yang ada.
pembangunan, politik berkarya. Kita bisa menyatakan bahwa
Pembangunan bangsa sumber daya maraknya kasus korupsi dalam
manusia yang siap bersaing di revolusi kehidupan berbangsa dan bernegara
industri.” mengindikasikan adanya persoalan etika
Hal ini disampaikan Jokowi saat yang kronis. Perilaku tidak etis yang
berpidato di puncak perayaan hari ulang seringkali dipertontonkan oleh banyak
tahun Partai Golkar di JIExpo Kemayoran, kalangan mulai dari masyarakat bawah
Jakarta Pusat, Minggu pada tanggal 21 sampai penyelenggara Negara,
Oktober 2018. Tentu, kritik ini ditujukan menyiratkan kepada kita bahwa bangsa
kepada siapapun, termasuk pejabat ini tengah menghadapi persoalan yang
publik yang melakukan politik sangat luar biasa dalam etika kehidupan
kebohongan. berbangsa dan bernegara di semua
Salah satu faktor penyebab bidang, mulai dari bidang pemerintahan,
maraknya gejala politik kebohongan dan hukum, dan ekonomi.
ingkar janji yang dilakukan oleh pejabat Dengan adanya formulasi regulasi
publik ini bisa terjadi disebabkan oleh yang jelas, seorang penyelenggara
belum adanya sanksi yang tegas untuk Negara akan bertindak benar atau salah
menghukum para pejabat pelaku karena adanya konsekuensi dari
kebohongan tersebut. Mereka tindakannya yang berkaitan dengan
seenaknya meninggalkan jabatan atau reward dan punishment yang ia terima,
amanah yang menjadi kewajibannya baik dalam institusinya maupun
untuk mengejar kekuasaan yang lebih masyarakat. Dengan demikian, regulasi
tinggi. Padahal, proses pemilihan etika bagi seorang penyelenggara Negara
pejabat yang telah mengeluarkan biaya akan menjadi pedoman dalam
besar dan biaya sosial lainnya harus menjalankan tugas dan fungsinya di
dipertanggungjawabkan ke publik. tengah-tengah masyarakat.
Namun, secara tidak bertanggung Berbagai regulasi terkait etika yang
jawab, mereka melepas begitu saja disebutkan di atas tersebut, pada
jabatan tersebut. Sekali lagi, hal ini esensinya adalah sebagai pedoman bagi
terjadi karena tidak ada sanksi dan para penyelenggara Negara, baik di
aturan yang tegas untuk menghukum legislative, eksekutif, mapun yudikatif
pejabat publik yang telah berbohong dalam menjalankan tugas dan fungsinya
dan ingkar janji kepada masyarakat. di berbagai bidang penyelenggaraan
Negara. Di pihak lain, meskipun
SIMPULAN demikian, kita juga menyaksikan masih
Persoalan Etika adalah pokok banyaknya perilaku yang menyimpang
persoalan atau hulu dari potensi dari norma yang berlaku yang dilakukan
berbagai tindakan dan perilaku yang oleh banyak penyelenggara Negara. Oleh

STIA BANTEN 89
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

karena itu, sebuah regulasi yang utuh itu sering kali tidak bisa atau susah untuk
dan memiliki daya ikat yang kuat terkait dijangkau norma hukum. Padahal, jika
etika penyelenggara Negara menjadi saja para penyelenggara Negara
beralasan. Urgensi berupa Undang- memegang teguh etika, pastilah tugas
undang tentang etika penyelenggara dan fungsinya akan berkorelasi positif
Negara juga semakin relevan ketika terhadap kinerjanya.
perilaku tidak etis yang dilakukan Reformasi menghasilkan perubahan
penyelenggara Negara, bermuara pada yang sangat dinamis. Para penyelenggara
perilaku korup. Negara dihadapkan pada lingkungan
Meskipun telah ada berbagai yang berubah dengan cepat, masalah
regulasi etik penyelenggara Negara, yang sangat kompleks, dan pilihan
tetapi perilaku pelanggaran norma kebijakan yang seringkali dilematis.
hukum masih saja terjadi. Padahal, etika Mereka membutuhkan pedoman dalam
adalah ukuran standar seseorang mengambil pilihan. Oleh karena itu, Etika
(penyelenggara Negara) yang dapat penyelenggara Negara Negara sangat
menentukan seseorang berperilaku diperlukan untuk menjadi pegangan bagi
konformitas atau menyimpang. penyelenggara Negara dalam
Penyelenggara Negara, baik pejabat menjalankan pemerintahan negara.
politik ataupun pejabat karir memiliki
kewenangan mengambil diskresi. DAFTAR PUSTAKA
Keputusan yang diambil dan efek dari
pelaksanaannya memiliki dampak yang Agus Dwiyanto. et.all. 2002. Reformasi
sangat besar terhadap kehidupan publik. Birokrasi Publik Di Indonesia. Pusat
Akan tetapi, adakalanya kita dengar Studi Kependudukan dan Kebijakan
pengambilan keputusannya atau (PSKK), UGM., Yogyakarta.
perilakunya tidak didasarkan pada Djohermansyah Djohan, et.al. 2007. Etika
standar etika tertentu. Sering kita Pemerintahan. Jakarta: Penerbit
menyaksikan, para penyelenggara Universitas Terbuka.
Negara mencampuradukkan antara BPKP. 2005. “Laporan Hasil Penelitian
urusan pribadi dan urusan public. Etika Dan Kewaspadaan Terhadap
Artinya, ada sebagian penyelenggara Fraud Dalam Pemerintahan: Suatu
Negara yang dalam menjalankan Upaya Membangun Etika Untuk
tugasnya berupaya memanfaatkan Mencegah Fraud Pada Pemerintah
jabatan publiknya untuk kepentingan Daerah”, diunduh dari
pribadi. Perlakuan diskriminasi di depan http://www.bpkp.go.id/index.php?id
hukum oleh penyelenggara Negara unit=11&idpage=599
terhadap warganya juga kerap kita Drucker, P., 1980. “The Deadly Sins in
dengar. Misalnya, perlakuan istimewa Public Administration.” Public
terhadap kerabat pejabat Negara yang Administration Review, Vol. 40
terlibat pelanggaran hukum. Kemudian, (March/April)
kita juga mendapati bahwa, banyak Enni Iriani. et al. 2009. Kajian
penyelenggara Negara yang Pengembangan Model Seleksi Fit
memanfaatkan kewenangannya untuk And Proper Test Bagi Pejabat Publik.
“mengalahkan” lawan-lawan politiknya. Bandung: Pusat Kajian dan
Hal itu terjadi karena, masih banyak Pendidikan dan Pelatihan Aparatur
penyelenggara Negara yang tidak 1-LAN.
memegang etika dalam menjalankan Ryaas Rasyid. 1998. Desentralisasi Dalam
fungsinya. Sehingga, pelanggaran etika Menunjang Pembangunan Daerah

90 STIA BANTEN
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. XI No. 1, Juni 2019

Dalam Pembangunan Administrasi di http://www.transparansi.or.id/2012/12/


Indonesia. PT. Pustaka LP3ES, pelayanan-publik-masih-buruk
Jakarta. https://nasional.tempo.co/read/1146430
Joko Widodo. 2001. Good Governance, /jubir-prabowo-sebutkan-
Telaah dari Dimensi Akuntabilitas kebohongan-jokowi-selama-4-
dan Kontrol Birokrasi Pada Era tahun/full&view=ok
Desentralisasi dan Otonomi Daerah. https://www.cnnindonesia.com/nasional
Insan Cendekia, Surabaya. /20181022112255-32-340349/pks-
jokowi-harusnya-beri-contoh-politik-
Artikel tanpa-kebohongan

STIA BANTEN 91

Anda mungkin juga menyukai