BAB I-V Print2003
BAB I-V Print2003
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam penelitian ini digunakan basis berupa Polietilen glikol (PEG 4000)
kerena memiliki peleburan yang mudah (Leuner and Dressman, 2000). Basis PEG
4000 aman digunakan untuk ovula yang mengandung Lactobaccilus sp. ,
antimikroba dan asam laktat ataupun dalam kombinasi. Pelepasan asam laktat
menjadi molekul yang lebih kecil akan menurunkan pH saluran vagina yang
menghambat perkembangan bakteri (Petrova, 2007), sedangkan antimikroba dapat
menghambat pertumbuhan patogen mikroba untuk jangka panjang. Salah satu
antimikroba yang dapat digunakan adalah metronidazol. Metronidazol memiliki
aktivitas yang baik terhadap bakteri anaerob di dalam vagina. Oleh kerena
aktivitas yang baik tersebut, maka dibuat kombinasi ovula Lactobaccilus sp.
-Metronidazol dengan basis Polietilen glikol (PEG).
1.3 Hipotesis
1. Lactobaccilus sp. dapat diformulasikan sebagai bahan probiotik dalam
bentuk kombinasi ovula Lactobaccilus sp. -Metronidazol.
2. Formulasi sediaan Ovula Lactobaccilus sp. yang dikombinasi dengan
Metronidazol stabil pada penyimpanan suhu sejuk 5-15 oC dan suhu
kamar 25-30 oC selama 2 bulan.
3. Mikroorganisme Lactobaccilus sp. dapat hidup dalam sediaan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Vagina memiliki penutup lapisan luar areolar, lapisan tengah otot polos
dan lapisan dalam berupa jaringan epitel yang dialiri banyak pembuluh darah.
Tidak memiliki sekresi kelenjar, tetapi permukaan tetap lembab oleh sekresi
serviks. Antara pubertas dan Lactobaccilus sp. mikroba menopause biasanya
hadir dan mereka mengeluarkan laktat asam, mempertahankan pH antara 3,5 dan
4,5. Keasaman menghambat pertumbuhan mikroba yang dapat memasuki vagina
dari perineum.
metabolism hati. Dinding vagina ini sangat cocok untuk absorpsi obat untuk
penggunaan sistemik, karena berisi jaringan yang luas dari pembuluh darah.
2.4. Metronidazol
CH2CH2OH
O2N N CH3
N
Gambar 2 : Struktur Metronidazol
Sumber : Anonim, 1979
diagnosis klinis vaginosis bakteri biasanya ditentukan oleh adanya cairan vagina
homogen yang memiliki pH lebih besar dari 4,5, memancarkan “amis” bau amina
bila dicampur dengan 10%. larutan KOH. Identifikasi klinis lebih lanjut
ditunjukkan oleh cairan vagina yang mengandung sel petunjuk pada pemeriksaan
mikroskopis. Gram stain hasil yang konsisten dengan diagnosis vaginosis bakteri
termasuk morfologi Lactobaccilus sp. nyata berkurang atau tidak ada, dominasi
Gardnerella morphotype, dan tidak ada atau sedikit sel darah putih. Patogen lain
yang umumnya terkait dengan vulvovaginitis, misalnya, vaginalis Trichomonas,
Chlamydia trachomatis, N.gonorrhoeae, Candida albicans, dan virus Herpes
simplex harus disingkirkan (Beigi, Austin et al. 2004).
2.5. PEG (Polietilen glikol)
PEG (Polietilen glikol) merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang
sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu formulasi untuk
meningkatkan pelarutan obat yang sukar larut. Bahan ini merupakan salah satu
jenis polimer yang dapat membentuk komplek polimer pada molekul organik
apabila ditambahkan dalam formulasi untuk meningkatkan kecepatan pelarutan
yang dapat membentuk komplek dengan berbagai obat. Nama lain basis ini adalah
Carbowax, Carbowax Sentry, Lipoxol, Lutrol E dan Phenol E. (Anonim, 1979)
Polietilen glikol (PEG) disebut juga makrogol, merupakan polimer
sintetik dari oksietilen dengan rumus struktur H(OCH 2CH2)nOH, dimana n adalah
jumlah rata-rata gugus oksietilen. PEG umumnya memiliki bobot molekul antara
200–300. Penamaan PEG umumnya ditentukan dengan bilangan yang
menunjukkan bobot molekul rata-rata. Konsistensinya sangat dipengaruhi oleh
bobot molekul. PEG dengan bobot molekul 200-600 (PEG 200-600) berbentuk
cair, PEG 1500 semi padat, dan PEG 3000-20000 atau lebih berupa padatan semi
kristalin, dan PEG dengan bobot molekul lebih besar dari 100000 berbentuk
seperti resin pada suhu kamar. Umumnya PEG dengan bobot molekul 1500-20000
yang digunakan untuk pembuatan dispersi padat (Warren, 2005).
Polietilen glikol 400 (PEG 400) adalah polyethylene glykol H(O-CH2-
CH2)nOH Pemerian PEG 400 cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis
tidak berwarna,bau khas lemah, agak higroskopik. Dari segi kelarutannya, polimer
8
ini larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dalam aseton P, dalam glikol lain dan
dalam hidrokarbon aromatik, praktis tidak larut dalam eter P dan dalam
hidrokarbon alifatik dengan bobot molekul rata-rata 380-420, Kandungan
kelembabannya sangat higroskopis walaupun higroskopis turun dengan
meningkatnya bobot molekul, Titik beku 4o-8oC (Nalam, 2009).
Polimer ini mudah larut dalam berbagai pelarut, titik leleh dan
toksisitasnya rendah, berada dalam bentuk semi kristalin (Harris, 1992).
Kebanyakan PEG yang digunakan memiliki bobot molekul antara 4000 dan
20000, khususnya PEG 4000 dan 6000. Proses pembuatan dispersi padat dengan
PEG 4000, umumnya menggunakan metode peleburan, karena lebih mudah
(Leuner and Dressman, 2000).
Dalam pemakaiannya poliettilen glikol (PEG) memiliki beberapa
o
karakteristik diantaranya memiliki titik lebur 40 C, lambat dalam proses
pelelehan dan peleburan zat aktif. Selain itu dapat dilakukan kombinasi PEG
untuk mendapatkan basis yang sesuai karena PEG memiliki viskositas yang
tinggi. Namun PEG memiliki beberapa kelemahan yakni inkompatibilitas dengan
garam bismuth, tannin, fenol, mengurangi aktivitas antimikroba, dan melarutkan
beberapa plastik. PEG dengan berat molekul (BM) yang tinggi menyebabkan
pelepasan zat aktif rendah (Anonim, 1979).
fisika kimia tertentu pada pelaksanaan pengkajian stabilitas telah terbukti sangat
menguntungkan perkembangan kestabilan sediaan. Hanya pendekatan itu yang
memungkinkan pemanfaatan data yang diperoleh dari penyimpanan dalam kondisi
yang melebihi keadaan normal, tepat dan memadai. Untuk maksud meramalkan
stabilitas pada penyimpanan normal pada jangka waktu lama, sangat penting bagi
produsen farmasi untuk meramalkan dengan tepat stabilitas produk baru pada
penyimpanan normal dari data penyimpanan data dipercepat, karena keuntungan
ekonomis besar yang diperoleh dari pemasaran produk baru secepat mungkin
setelah formulasinya selesai (Lachman, 2004).
Uji stabilitas dipercepat, dapat memberikan praduga tentang kestabilan
suatu produk, dikembangkan mengingat siklus pengembangan produk obat yang
relatif sangat singkat. Suatu pelaksanaan yang praktis yaitu dengan menerima
suatu dengan yang monitoring secara periodik terhadap produk yang ada di
contoh pertinggal yang disimpan pada suhu kamar. Hasil pengamatan dapat
digunakan guna memperbaiki kualitas produk dan dalam menaikkan ketepatan
metoda yang digunakan untuk pengujian stabilitas (Lachman, 2004)
BAB III
BAHAN DAN METODE
10
permukaan koloni bakteri yang digoreskan (streak) pada plat MRS. Goresan ini
merupakan goresan primer pada plat MRS. Jarum ose dibakar, angkat lalu
didinginkan dan digoreskan melewati goresan primer dan dilanjutkan dengan
goresan sekunder tanpa kembali ke goresan primer. Kemudian diulangi untuk
goresan tersier tanpa kembali ke goresan sekunder dan primer.
Proses identifikasi dilakukan dengan teknik pewarnaan gram. Pewarnaan
Gram menurut Hadioetomo, 1985, preparat ulas dibuat pada gelas benda,
kemudian difiksasi di atas api Bunsen. Preparat ditetesi dengan larutan Kristal
ungu, didiamkan selama 60 detik dan dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan.
Preparat ditetesi dengan larutan iodin dan didiamkan selama 2 menit, dicuci
dengan air mengalir dan dikeringkan. Preparat ditetesi dengan alkohol 96%
sampai warna ungu hilang. Preparat ditetesi dengan safranin dan didiamkan
selama 30 detik, dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Preparat ditetesi
dengan minyak imersi, dan kemudian preparat diamati dengan mikroskop, jika sel
bewarna ungu berarti positif terhadap sel Lactobaccilus sp. .
tabung ditutup dan disimpan dalam wadah tertutup sinar matahari (gelap) pada
suhu kamar. Tabel Standar Mc Farland terdapat di Lampiran 4.
Basis ovula dilebur pada suhu 70o C dan kemudian Lactobaccilus sp.
-Metronidazol dicampur bersama dengan basis pada suhu 40o – 45oC. Setelah
bercampur homogen, campuran dituangkan ke dalam cetakan dan dimasukkan ke
dalam lemari pendingin bersuhu 2o-8o C sampai membeku. Setelah membeku,
ovula dikeluarkan dari cetakan dan dikemas dengan menggunakan aluminium foil.
Lactobaccilus sp.-
Metronidazol
(A) (B)
Gambar 3. Skema ilustrasi dari ovula konvensional (A) dan
ovula tipe berongga (B).
Sumber : Kaewnopparat, 2009
a) Uji Organoleptik
14
Pada uji organoleptik sediaan yang diamati meliputi bau, warna, dan
bentuk dari ovula Lactobaccilus sp. -Metronidazol.
b) Uji Keseragaman Bobot
Uji kesetaraan bobot ovula dilakukan dengan cara menimbang masing-
masing ovula untuk setiap formula, dilakukan secara duplo. Berat dari ovula tidak
boleh kurang dan tidak lebih dari 3000 mg ± 7,5 %, jadi tidak kurang dari 2775
mg dan tidak lebih dari 3225 mg (Anonim, 1995)
c) Uji Waktu Hancur
Uji waktu hancur ovula dilakukan dengan prosedur meletakkan enam
ovula pada alat disintegration tester dalam wadah berisi 500 ml air yang bersuhu
36-37 oC, kemudian mesin dihidupkan dan alat akan naik turun sampai seluruh
ovula melebur sempurna. Ovula dinyatakan hancur sempurna bila terlarut
sempurna atau terdispersi menjadi komponen, bagian basis akan terlarut dalam
medium air, karena PEG yang larut dalam air, bagian serbuk yang tidak larut
berada di dasar atau terlarut atau menjadi lunak. Waktu yang diperlukan untuk
menghancurkan ovula tidak lebih dari 60 menit untuk ovula dengan dasar yang
larut dalam air (Anonim, 1979).
d) Penetapan Kadar Metronidazol (Anonim, 1979)
Penetapan kadar dilakukan dengan cara menimbang saksama sejumlah
suppositoria metronidazol yang setara dengan 200 mg metronidazol, kemudian
disari sebanyak 6 (enam) kali, tiap kali dengan 10 ml aseton P panas,
dikumpulkan sari, dan didinginkan. Ditambahkan pada kumpulan sari 50 ml asetat
anhidrat P, kemudian dititrasi dengan asam perklorat 0,1 N menggunakan
indikator 2 (dua) tetes larutan hijau berlian P 1 % b/v dalam asam asetat glasial P
hingga warna kekuningan. Dilakukan penetapan blangko.
1 ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 17,12 mg C6H9N3O3
e) Uji Kelangsungan Hidup Lactobaccilus sp.
Uji kelangsungan hidup mikroorganisme Lactobaccilus sp. dilakukan
dengan cara melarutkan ovula Lactobaccilus sp. -Metronidazol ke dalam medium
disolusi dengan menggunakan kecepatan 100±1 rpm dan temperature 37±0,5 oC.
Medium disolusi yang digunakan adalah asam sitrat atau larutan buffer fosfat
15
BAB IV
16
dikarenakan ovula dikemas dalam aluminium foil sehingga terlindung dari cahaya
dan udara luar sehingga ovula tidak teroksidasi.
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat, bobot awal minggu ke-0 sampai
ke bobot akhir minggu ke-8 mempunyai bobot yang stabil pada penyimpanan
suhu sejuk (5-15 °C) dan suhu kamar (25-30 °C). Ovula yang baik seharusnya
memiliki bobot yang stabil selama dilakukan pengujian stabilitas. Bobot ovula
yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan sesuai dengan Farmakope Indonesia.
Persyaratan bobot ovula dalam Farmakope Indonesia 2775-3225 mg, hasil bobot
ovula yang didapat masuk ke dalam persyaratan FI IV. Tabel hasil pengujian
keseragaman bobot terlampir di Lampiran 8.
4.4. Hasil Pengujian Waktu Hancur Sediaan Ovula Setelah Pembuatan dan
Selama dilakukan Uji Stabilitas
Uji waktu hancur dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 8 minggu.
Pengujian waktu hancur dilakukan dengan tujuan untuk memperkirakan waktu
hancur sediaan di tempat pemberiannya. Pengujian waktu hancur sediaan dengan
menggunakan alat disintegration tester pada suhu 36-37 oC, digunakan suhu
tersebut karena pada suhu yang demikian sesuai dengan suhu tempat ovula akan
hancur.
20
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Lactobaccilus sp. dengan konsentrasi 108CFU dapat diformulasikan
sebagai bahan probiotik dalam bentuk kombinasi ovula Lactobaccilus
sp. -Metronidazol.
2. Sediaan ovula Lactobaccilus sp. -Metronidazol stabil pada suhu sejuk
(5-15 °C) dan suhu kamar (25-30 oC) selama penyimpanan 2 bulan (8
minggu).
3. Lactobaccilus sp. sp. Masih dapat terdeteksi dalam sediaan ovula
Lactobaccilus sp. -Metronidazol selama pengujian 2 bulan (8 minggu).
5.2 Saran
Dalam penggunaannya ovula perlu disimpan pada suhu 2-8 oC, mengingat
pada suhu tersebut dapat digunakan untuk pengawetan bakteri, sehingga bakteri
dapat hidup lebih lama.
25
DAFTAR PUSTAKA
______.2009.http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/12/anatomi_dan
_fisiologi_alat_reproduksi_wanita.pdf. Diakses 28 Februari 2013
______.2010.online.http://iheartfoods.wordpress.com/2010/06/23/lactobacillus/D
akses 28 Februari 2013
______. 2012. Panduan Skripsi Program Studi Farmasi FMIPA-UNPAK. Bogor.
Beigi, R., M. Austin, et al. 2004. Antimicrobial resistance associated with the
treatment of bacterial vaginosis. American journal of obstetrics and
gynecology 1914: 1124-1129.
Donati, L., A. Di Vico, et al. 2010. Vaginal microbial flora and outcome of
pregnancy. Archives of Gynecology and Obstetrics 2814: 589-600.
Hasan, Z.H. 2006. Isolasi Lactobacillus, Bakteri Asam Laktat dari Feses dan
Organ Saluran Pencernaan Ayam. Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner 2006.
26
Nalam, Prathima C.; Clasohm, Jarred N.; Mashaghi, Alireza; Spencer, Nicholas
D. 2009. Macrotribological Studies of PolyL-lysine-graft-Polyethylene
glycol in Aqueous Glycerol Mixtures. Tribology Letters 37 3:
541. doi:10.1007/s11249-009-9549-9