Dewi Evelyn Maria Sitanggang, S.Pd. Virus corona (Covid-19) kata yang begitu asing di telingaku. Kata yang tiba-tiba membuat bulu kuduk merinding dan menjadi momok terberat dalam hidup. Sejak diumukan WHO sebagai pandemi dunia, virus corona telah banyak memengaruhi berbagai aspek kehidupan. Demi memutus mata rantai penyebaran virus ini, pergerakan manusia dibatasi agar tidak ada kontak langsung antara satu manusia dengan manusia lain yang mungkin telah terinfeksi dan berpotensi menularkan. Tentu saja hal ini sangat memengaruhi pola hidup manusia di seluruh dunia dan menerapkan social distancing atau physical distancing. Akibatnya, berbagai aktivitas yang biasanya kita lakukan secara tatap muka saat ini harus dikurangi intensitasnya bahkan ditiadakan. Begitu juga dengan kegiatan pembelajaran di sekolah. Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) mengatakan bahwa wabah virus corona telah berdampak terhadap sektor Pendidikan. Sekitar 300 juta siswa di seluruh dunia terganggu kegiatan sekolahnya. Hal ini menyebabkan negara-negara di seluruh dunia termasuk Indonesia telah menutup sekolah- sekolah dalam upaya menghentikan penyebaran virus corona. Salah satu solusi yang ditawarkan UNESCO adalah pembelajaran jarak jauh yang inklusif. Maka negara-negara yang terkena dampak COVID-19 dapat melakukan pembelajaran jarak jauh (daring). Berkenaan dengan hal tersebut, pada pertengahan Maret 2020 SMP Putri Cahaya pun mengikuti aturan pemerintah untuk melaksanakan pembelajaran dari rumah. Para siswa diarahkan mengikuti pembelajaran dari rumah masing-masing. Sebagai guru, kami harus mengumpulkan siswa dalam grup Whatsapp agar dapat menjalankan PJJ dengan baik. Rasa takut, cemas, dan was-was muncul dalam hati. Terlebih pada saat pandemi muncul di Indonesia saya sedang mengandung. Belum lagi berita yang disampaikan di televisi dan media sosial semakin membuat perasaan khawatir. Namun, pandemi ini memberikan keuntungan dan kerugian bagiku. Keuntungannya dapat mengajar dari rumah sambil menunggu hari bersalin tiba, sedangkan hal yang tidak menguntungkan sangat banyak mulai dari mengurangi aktivitas sosial hingga sebisa mungkin tidak keluar rumah. Pada awalnya pembelajaran daring disambut dengan senang bagi para siswa yang memang berasal dari generasi Z yang sudah sangat terbiasa dengan berbagai hal berbasis online dan teknologi. Apalagi di SMP Putri Cahaya, para siswa sudah memiliki akses belajar mandiri di rumah, seperti memiliki handphone sendiri. Sehingga memudahkan kami para guru untuk melaksanakan pembelajaran. Perasaan bersyukur pun muncul dalam hati, tatkala saya sendiri mengajar di sekolah yang akses pembelajaran daringnya memadai. Sempat terpikir bagaimana dengan guru yang dalam segi sarana dan prasarana belajar daring tidak mendukung. Betapa sulitnya mengajar dengan akses pembelajaran yang tidak memadai. Awal pembelajaran daring sudah dapat dibayangkan, peserta didik yang rajin dan antusias belajar akan lebih mudah untuk dikondisikan tetap belajar, namun bagi peserta didik yang pada mulanya bermasalah karena malas, jarang hadir ke sekolah, tidak pernah mengerjakan tugas, ini menjadi tantangan tersendiri. Kesiapan peserta didik untuk tetap serius mengikuti pelajaran dan mengerjakan tugas juga menjadi kendala dalam pembelajaran daring. Orang tua pun diiimbau untuk dapat memantau siswa agar tetap berada di rumah, tetap belajar, dan senantiasa berkomunikasi dengan wali kelas dan guru mengenai kegiatan siswa. Keluhan orang tua pun mulai tersampaikan tentang sulitnya mengingatkan dan mengajarkan siswa untuk tetap mau belajar di rumah. Bahkan, mereka mengeluh karena banyaknya tugas yang diberikan pada anaknya dan harus menguasai semua mata pelajaran yang diajarkan. Tak jarang mereka mengatakan, yang belajar dan mengerjakan tugas setiap mata pelajaran bukan siswa tetapi orang tuanya. Menghadapi kendala peserta didik yang tidak serius mengikuti belajar di rumah, guru mata pelajaran dapat berkoordinasi dengan wali kelas untuk mengajar. Selain itu, meminta bantuan wali kelas untuk selalu mengingatkan siswa untuk tetap aktif belajar di rumah. Teman satu kelas pun sangat berperan untuk selalu mengingatkan baik di grup kelompok, grup kelas, maupun grup mapel. Pada saat tertentu, kami sebagai guru dan wali kelas dapat mencari alasan siswa yang tidak mengerjakan tugas dari admin kelas (perangkat kelas). Beberapa siswa yang tidak mengerjakan tugas karena memang malas, dapat dicari tahu dari admin kelas. Bila hal ini terjadi, maka guru melakukan komunikasi langsung dengan menghubunginya. Bila masih tetap siswa tidak mengerjakan tugas, maka langkah berikutnya adalah menelepon orang tuanya bahkan melakukan pemanggilan ke sekolah terkait hasil belajarnya. Pada awal pembelajaran daring, pengajaran yang saya lakukan hanya menggunakan WhatsApp dan bantuan aplikasi youtube. Materi baik berupa catatan maupun video disampaikan melalui WhatsApp. Begitu pula dengan penyampaian tugas. Namun, seiring berjalannya waktu dan informasi dari rekan pengajar, ternyata banyak aplikasi yang dapat digunakan untuk pembelajaran, yang sebelumnya asing kudengar. Ternyata kalau mau belajar maka selalu ada jalan. Dimulailah pengajaran dengan menggunakan Google Classroom. Syukurlah setelah diberikan, siswa dengan mudah merespon tentang penggunaan classroom. Pengajaran pun diusahakan tidak membosankan dan tidak terlalu memberatkan. Hal menarik lainnya adalah memperkenalkan pembelajaran langsung jarak jauh. Aplikasi yang digunakan saat itu adalah Zoom dan Google Meet. Sebagai guru, saya harus dipaksa tahu penggunaan aplikasi tersebut, mempelajari terlebih dahulu sebelum siswa. Hebatnya, siswa dengan cepat mampu menguasai aplikasi tersebut. Pengajaran dengan menggunakan aplikasi ini, bagi guru dan siswa seolah-olah melepaskan rasa kangen bertatap muka atau mewakili pengajaran langsung. Hanya saja, karena kuota yang terbatas, penggunaan aplikasi ini tidak bisa berlangsung lama. Kemampuan siswa dalam menerima materi pembelajaran berbeda-beda. Namun, sebagai guru saya harus berusaha agar bisa mencapai target maksimal dengan cara menumbuhkan rasa empati siswa. Saya harus memberikan penekanan kepada siswa bahwa kelas daring sama dengan kelas saat bertatap muka. Siswa tetap diarahkan agar aktif merespon dalam pembelajaran melalui voice note. Siswa yang aktif memberikan respon saat ditanya tetap diberikan reward atau penghargaan berupa penambahan nilai agar mereka saling berlomba dalam merespon pertanyaan. Sebagai seorang guru, pembelajaran jarak jauh ini saya dapat merasakan hikmahnya terutama mengenai penguasaan dan pemanfaatan teknologi. Tadinya saya kurang dalam penguasaan aplikasi pembelajaran, sekarang saya sudah mulai paham tentang aplikasi yang dapat digunakan untuk pembelajaran. Di samping itu, saya bisa menjadi lebih dekat dengan keluarga, tidak harus tergesa-gesa berangkat ke sekolah pagi-pagi. Sangat tepat apa yang disampaikan Menteri Nadiem, bahwa melalui COVID-19 ini masyarakat mulai menyadari bahwa pendidikan bukan hanya dapat dilaksanakan di sekolah. Pendidikan yang efektif membutuhkan kolaborasi dari guru, siswa, dan orang tua. Jadikanlah setiap tempat adalah sekolah dan jadikanlah setiap orang adalah guru. Mengingat pembelajaran daring ini tampaknya masih akan berlangsung cukup lama, maka semua pihak yang terkait harus segera mencari solusi yang terbaik agar siswa tidak terabaikan haknya untuk belajar. Memang, selama pandemi ini, kita tidak belajar ilmu pengetahuan di sekolah, tapi justru kondisi ini banyak memberi pelajaran hidup. Belajar membagi waktu dengan keluarga, belajar sabar, belajar bersyukur, dan belajar introspeksi diri. Belajar untuk memahami permasalahan dari siswa dan memberikan solusi yang terbaik. Jangan berhenti untuk belajar agar bisa memberikan pengajaran yang terbaik bagi peserta didik. Semoga pandemi ini segera berakhir.