Anda di halaman 1dari 4

SMP SWASTA PUTRI CAHAYA

Jl. HayamWuruk No. 11 Medan


Sumatera Utara
2020

PJJ TAK PERLU CEMAS

Oleh :
Dewi Evelyn Maria Sitanggang, S.Pd

PJJ Tak Perlu Cemas


Dewi Evelyn Maria Sitanggang, S.Pd.
Virus corona (Covid-19) kata yang begitu asing di telingaku. Kata yang tiba-tiba
membuat bulu kuduk merinding dan menjadi momok terberat dalam hidup. Sejak diumukan
WHO sebagai pandemi dunia, virus corona telah banyak memengaruhi berbagai aspek
kehidupan. Demi memutus mata rantai penyebaran virus ini, pergerakan manusia dibatasi
agar tidak ada kontak langsung antara satu manusia dengan manusia lain yang mungkin telah
terinfeksi dan berpotensi menularkan. Tentu saja hal ini sangat memengaruhi pola hidup
manusia di seluruh dunia dan menerapkan social distancing atau physical distancing.
Akibatnya, berbagai aktivitas yang biasanya kita lakukan secara tatap muka saat ini harus
dikurangi intensitasnya bahkan ditiadakan. Begitu juga dengan kegiatan pembelajaran di
sekolah.
Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(UNESCO) mengatakan bahwa wabah virus corona telah berdampak terhadap sektor
Pendidikan. Sekitar 300 juta siswa di seluruh dunia terganggu kegiatan sekolahnya. Hal ini
menyebabkan negara-negara di seluruh dunia termasuk Indonesia telah menutup sekolah-
sekolah dalam upaya menghentikan penyebaran virus corona. Salah satu solusi yang
ditawarkan UNESCO adalah pembelajaran jarak jauh yang inklusif. Maka negara-negara
yang terkena dampak COVID-19 dapat melakukan pembelajaran jarak jauh (daring).
Berkenaan dengan hal tersebut, pada pertengahan Maret 2020 SMP Putri Cahaya pun
mengikuti aturan pemerintah untuk melaksanakan pembelajaran dari rumah. Para siswa
diarahkan mengikuti pembelajaran dari rumah masing-masing. Sebagai guru, kami harus
mengumpulkan siswa dalam grup Whatsapp agar dapat menjalankan PJJ dengan baik. Rasa
takut, cemas, dan was-was muncul dalam hati. Terlebih pada saat pandemi muncul di
Indonesia saya sedang mengandung. Belum lagi berita yang disampaikan di televisi dan
media sosial semakin membuat perasaan khawatir. Namun, pandemi ini memberikan
keuntungan dan kerugian bagiku. Keuntungannya dapat mengajar dari rumah sambil
menunggu hari bersalin tiba, sedangkan hal yang tidak menguntungkan sangat banyak mulai
dari mengurangi aktivitas sosial hingga sebisa mungkin tidak keluar rumah.
Pada awalnya pembelajaran daring disambut dengan senang bagi para siswa yang
memang berasal dari generasi Z yang sudah sangat terbiasa dengan berbagai hal berbasis
online dan teknologi. Apalagi di SMP Putri Cahaya, para siswa sudah memiliki akses belajar
mandiri di rumah, seperti memiliki handphone sendiri. Sehingga memudahkan kami para
guru untuk melaksanakan pembelajaran. Perasaan bersyukur pun muncul dalam hati, tatkala
saya sendiri mengajar di sekolah yang akses pembelajaran daringnya memadai. Sempat
terpikir bagaimana dengan guru yang dalam segi sarana dan prasarana belajar daring tidak
mendukung. Betapa sulitnya mengajar dengan akses pembelajaran yang tidak memadai.
Awal pembelajaran daring sudah dapat dibayangkan, peserta didik yang rajin dan
antusias belajar akan lebih mudah untuk dikondisikan tetap belajar, namun bagi peserta didik
yang pada mulanya bermasalah karena malas, jarang hadir ke sekolah, tidak pernah
mengerjakan tugas, ini menjadi tantangan tersendiri. Kesiapan peserta didik untuk tetap
serius mengikuti pelajaran dan mengerjakan tugas juga menjadi kendala dalam pembelajaran
daring. Orang tua pun diiimbau untuk dapat memantau siswa agar tetap berada di rumah,
tetap belajar, dan senantiasa berkomunikasi dengan wali kelas dan guru mengenai kegiatan
siswa. Keluhan orang tua pun mulai tersampaikan tentang sulitnya mengingatkan dan
mengajarkan siswa untuk tetap mau belajar di rumah. Bahkan, mereka mengeluh karena
banyaknya tugas yang diberikan pada anaknya dan harus menguasai semua mata pelajaran
yang diajarkan. Tak jarang mereka mengatakan, yang belajar dan mengerjakan tugas setiap
mata pelajaran bukan siswa tetapi orang tuanya.
Menghadapi kendala peserta didik yang tidak serius mengikuti belajar di rumah, guru
mata pelajaran dapat berkoordinasi dengan wali kelas untuk mengajar. Selain itu, meminta
bantuan wali kelas untuk selalu mengingatkan siswa untuk tetap aktif belajar di rumah.
Teman satu kelas pun sangat berperan untuk selalu mengingatkan baik di grup kelompok,
grup kelas, maupun grup mapel. Pada saat tertentu, kami sebagai guru dan wali kelas dapat
mencari alasan siswa yang tidak mengerjakan tugas dari admin kelas (perangkat kelas).
Beberapa siswa yang tidak mengerjakan tugas karena memang malas, dapat dicari tahu dari
admin kelas. Bila hal ini terjadi, maka guru melakukan komunikasi langsung dengan
menghubunginya. Bila masih tetap siswa tidak mengerjakan tugas, maka langkah berikutnya
adalah menelepon orang tuanya bahkan melakukan pemanggilan ke sekolah terkait hasil
belajarnya.
Pada awal pembelajaran daring, pengajaran yang saya lakukan hanya menggunakan
WhatsApp dan bantuan aplikasi youtube. Materi baik berupa catatan maupun video
disampaikan melalui WhatsApp. Begitu pula dengan penyampaian tugas. Namun, seiring
berjalannya waktu dan informasi dari rekan pengajar, ternyata banyak aplikasi yang dapat
digunakan untuk pembelajaran, yang sebelumnya asing kudengar. Ternyata kalau mau belajar
maka selalu ada jalan. Dimulailah pengajaran dengan menggunakan Google Classroom.
Syukurlah setelah diberikan, siswa dengan mudah merespon tentang penggunaan classroom.
Pengajaran pun diusahakan tidak membosankan dan tidak terlalu memberatkan. Hal menarik
lainnya adalah memperkenalkan pembelajaran langsung jarak jauh. Aplikasi yang digunakan
saat itu adalah Zoom dan Google Meet. Sebagai guru, saya harus dipaksa tahu penggunaan
aplikasi tersebut, mempelajari terlebih dahulu sebelum siswa. Hebatnya, siswa dengan cepat
mampu menguasai aplikasi tersebut. Pengajaran dengan menggunakan aplikasi ini, bagi guru
dan siswa seolah-olah melepaskan rasa kangen bertatap muka atau mewakili pengajaran
langsung. Hanya saja, karena kuota yang terbatas, penggunaan aplikasi ini tidak bisa
berlangsung lama.
Kemampuan siswa dalam menerima materi pembelajaran berbeda-beda. Namun,
sebagai guru saya harus berusaha agar bisa mencapai target maksimal dengan cara
menumbuhkan rasa empati siswa. Saya harus memberikan penekanan kepada siswa bahwa
kelas daring sama dengan kelas saat bertatap muka. Siswa tetap diarahkan agar aktif
merespon dalam pembelajaran melalui voice note. Siswa yang aktif memberikan respon saat
ditanya tetap diberikan reward atau penghargaan berupa penambahan nilai agar mereka
saling berlomba dalam merespon pertanyaan.
Sebagai seorang guru, pembelajaran jarak jauh ini saya dapat merasakan hikmahnya
terutama mengenai penguasaan dan pemanfaatan teknologi. Tadinya saya kurang dalam
penguasaan aplikasi pembelajaran, sekarang saya sudah mulai paham tentang aplikasi yang
dapat digunakan untuk pembelajaran. Di samping itu, saya bisa menjadi lebih dekat dengan
keluarga, tidak harus tergesa-gesa berangkat ke sekolah pagi-pagi. Sangat tepat apa yang
disampaikan Menteri Nadiem, bahwa melalui COVID-19 ini masyarakat mulai menyadari
bahwa pendidikan bukan hanya dapat dilaksanakan di sekolah. Pendidikan yang efektif
membutuhkan kolaborasi dari guru, siswa, dan orang tua. Jadikanlah setiap tempat adalah
sekolah dan jadikanlah setiap orang adalah guru.
Mengingat pembelajaran daring ini tampaknya masih akan berlangsung cukup lama,
maka semua pihak yang terkait harus segera mencari solusi yang terbaik agar siswa tidak
terabaikan haknya untuk belajar. Memang, selama pandemi ini, kita tidak belajar ilmu
pengetahuan di sekolah, tapi justru kondisi ini banyak memberi pelajaran hidup. Belajar
membagi waktu dengan keluarga, belajar sabar, belajar bersyukur, dan belajar introspeksi
diri. Belajar untuk memahami permasalahan dari siswa dan memberikan solusi yang terbaik.
Jangan berhenti untuk belajar agar bisa memberikan pengajaran yang terbaik bagi peserta
didik. Semoga pandemi ini segera berakhir.

Anda mungkin juga menyukai