Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

EDEMA PARU

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Dosen pembimbing :Ratnawati, M.Kep., Sp.Mat

Disusun oleh

Kelompok 8 :

1. Dyah Pratiwi (17. 1315.S)


2. Keswanto (17.1330.S)
3. Risma Safitri (17.1382.S)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

PEKAJANGAN PEKALONGAN

TAHUN PELAJARAN

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Edema paru didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi
perpindahan cairan dari vaskuular paru ke interstisial dan alveoli paru.
Pada edema paru di dalam ruang genikterdapat penimbunan cairan serosa
atau serosanguinosa secara berlebihan disebabkan oleh peningkatan
tekanan hidrostatik kapiler paru yang dapat terjadi akibat perfusi
berlebihan baik dari infus darah dan cairan lainnya, sedangkan edema paru
non-kardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler paru
antara lain pada pasca transplantasi paru dan reekspansi edema pru,
termasuk cedera iskemia reperfusi-dimediasi(Starry HR, 2014).
Di Indonesia, edema paru pertama kali terdeteksi pada tahun 1971.
Sejak itu penyakit tersebut dilaporkan di berbagai daerah sehingga sampai
tahun 1980 sudah mencakup seluruh provinsi di Indonesia.Sejak pertama
kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat
baik. Di Indonesia insiden terbesar taerjadi pada tahun 1998 dengan
incidence rate (IR) = 35,19 PER 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada
tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun pada tahun-tahun
berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99% (tahun 2000), 19,24%
(2002), dan 23,87% (tahun 2003). Edema paru kardiogenik akut sering
terjadi, dan berdampak merugikan dan mematikan dengan tingkat
kematian 10-2-%(Starry HR, 2014).
Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairandari darah ke
ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran
cairan kembali kedarah atau melalui saluran limfatik. Edema paru
dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik danNonKardiogenik. Hal ini
penting diketahui oleh karenapengobatannya sangat berbeda. Edema
ParuKardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun
sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya
Payah Jantung Kiri Akut.Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat
terjadipula pada penderita Payah Jantung Kiri kronik.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari edema paru.


2. Untuk mengetahui etiologi dari edema paru.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari edema paru.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari edema paru.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari edema paru.
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada edema paru.
BAB II
KONSEP TEORI

A. Definisi
Edema paru walaupun selalu disebut degan edema kardiogenik,
namun tidak selamanya disebabkan oleh kegagalan ventrikel kiri. Faktor-
faktor penyebab yang lainnya dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kelompok, yakni:
1) Nonkardiogenik yang identic dengan ARDS atau disebut pula dengan
khopatik, yakni dengan sebab yang tidak diketahui.
2) Kardiogenik yang selalu dihubunngkan dengan penyebab utama dari
edema paru. Yakni dikompensasi jantung kiri.
Pada tipe edema yang disebabkan oleh karena tingginya kadar ureum
didalam darah disebut dengan uremic lung, dimana kadar dari cairan
protein interstisial tidak setinggi pada ARDS. Oleh karena itu edema
pulmonal dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni:
1) Edema paru dengan konsentrasi protein yang tinggi, yakni
pada ARDS edema.
2) Edema paru dengan konsentrasi protein yang rendah, yakni
pada non-ARDS edema.

Dasar dari penyakit ini adalah terdapatnya cairan, baik di intra-


alveolis maupun di interstisial paru.Secara makroskopik tampak paru
menjadi besar dan berat.Pada keadaan edema yang kronik cairan menjadi
gelatin.Secara mikrosopik di dalam alveoli terdapat transudate yang
bergabung dengan leukosit atau etrosit.Oleh karena penyebabnya adalah
penyakit jantung kongesif atau stenosis mitrallis, maka selain terdapat
edema intra-alveolis juga terdapat edema interstisial.

(Rab Tabrani. 2017)


B. Etiologi
Secara teoritis penyebab dari edema paru adalah sebagai berikut:
a. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada kapiler paru.
b. Menurunnya tekanan osmotic plasma intravaskuler.
c. Meningkatnya permebailitias kapiler.
d. Terganggunya aliran limfe.
e. Meningkatnya rangsangan neurogen akibat perubahan
permeabilitas dan volume darah yang meningkat, dimana
hubungan dengan meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler.

Edema pulmonal dapat ditimbulkan oleh berbagai penyakit dan yang


paling sering afalah gangguan hemodinamik (gagal jantung kongestif,
stenosis mitralis, dan uremia), selain itu dapat pula disebabkan oleh
pengaruh zat-zat kimia atau infeksi.Salah satu penyebab terjadinya
edema pulmonal yang jelas adalah hipertensi.Patofisiologi terjadinya
edema paru merupakan factor yang merangsang peranan penting.

Etiologic dapat dibagi menjadi:

a. Sebab-sebab kardiogenik, antara lain hipertensi, stenosis


mitralis, dekopensasi jantung kiri, fibrilasi jantung, dan infark
miokardium.
b. Infeksip pulmonal. Dasar dari terjadinya cairan adalah akibat
permebailitas kapiler yang meningkat.
c. Tromboemboli paru, dimana mekanismenya belum dapat
diketahui.
d. Edema pullmonal dapat pula timbul oleh karena drainase paru
yang tidak sempurna, misalnya asfiksia dan aspirasi.
e. Berbagai perngaruh polusi.
C. Patofisiologi
Dalam keadaan normal di dalam paru terjadi aliran yang kontinyu
dari cairan dan protein intravascular ke jaringan interstisial dan kembali ke
system darah melalui saluran limf yang memenuhi hokum Starling Q = K
(Pc-Pt) – d (c-t).
Edema paru terjadi bila cairan yang difiltrasi oleh dinding
mikrovaskuler lebih banyak daripada yang bisa dikeluarkan yang berakibat
alveoli enuh terisi cairan sehingga tidak memungkinkan terjadinya
pertukaran gas.Factor-faktor penentu yang berperan disini yaitu perbedaan
tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler dan interstisial, serta
permeabilitas sel endotel terhadap air, larutan, dan molekul besar seperti
protein plasma. Adanya ketidakseimbangan dari satu atau lebih dari factor-
faktor diatas akan menimbulkan terjadinya edema paru(Starry HR, 2014).

D. Manifestasi klinis
Edema paru terutama ditimbulkan oleh edema kardiogenik, oleh karena itu
yang terutama dibicarakan dalam edema paru adalah edema kardiogenik.
Gejaa-gejala dapat dibagi atas:
1. Gejala yang ditimbulkan oleh karena kegagalan jantung untuk
memenuhi oksigenasi jaringan tubuh, terutama selebral, coroner,
dan ginjal.
Asma kardiak
- Sesak napas terjadi secara tiba-tiba dan biasanya bersifat
noktural dan ortopnea, berkeringat dingin, mengi (wheezing)
yang dapat didengar di seluruh lapang baru, dan batuk-batuk
dengan ekspektorasi yang disebabkan oleh karena kongesif
paru. Kadang-kadang terjadi hemoptisis, sehingga
menyebabkan terjadinya sputum yang berdarah.
- Tanda-tanda selebral terjadi oleh karena adanya penurunan
cardiac output, sehingga timbul stupor, koma, dan depresi
mental.
- Gejala-gejala kardiovaskular dapat berupa sutau sindroma
renjatan (shock syndrome). Penurunan cardiac output yang
disertai dengan berbagai gejala renjatan kardiogenik ditandai
dengan takikardi, fluter, dan fibrilasi.
2. Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh karena berkumpulnya
berbagai zat toksik yang disebabkan oleh karena kegagalan fungsi
transportasi zat-zat sisa.
- Berkurangnya substrat yang dipengaruhi oleh jaringan,terutama
glukosa, sehinga jaringan tersebut dalam hal ini
mempergunakan sumber energy lainnya, misalnya lemak dan
protein. Kekurangan substrat ini hanya terjadi apabila terdapat
kegagalan dalam aliran darah.
- Pengangkutan zat sisa yang tidak dapat dilakukan oleh tubuh
disebabkan oleh dua hal, yakni:
a. Peranan mikrosirkulasi dan transportasi sisa-sisa bahan
makanan tidak sempurna.
b. Fungsi ekskresi dari ginjal tidak sempurna.
Kedua hal ini disebabkan oleh karena terdapatnya
gangguan hemodinamik.
(Rab Tabrani. 2017)

E. Penatalaksanaan
1. Terapi farmakologis
a. Memberikan morfin 4-6 mg intravena untuk mengurangi kecemasan
dan dispnea serta menurunkan tekanan perifer sehingga darah dapat
didistribusikan dari paru ke bagaian tubuh lain. Hal tersebut akan
menurunkan tekanan dalam kapiler paru dan mengurangi
perembesan cairan ke jaringan paru. Morfin juga bermanfaan dalam
menurunkan kecepatan napas.
b. Memberikan furosemide 40-80 mg intravena dalam 5 menit.
Furosemide juga mengakibatkan vasodilatasi dan penimbunan darah
di pembuluh darah perifer yang pada gilirannya mengurangi jumlah
darah yang kembali ke jantung, bahkan sebelum terjadi efek diuretik.
c. Memberikan aminofilin intravena secara perlahan-lahan untuk
mengurangi asma kardiak.
d. Memberikan digitalisasi yanag cepat dengan 1,6 mg lanatosid C atau
1,2 mg digitaksin dan dengan dosis yang lebih rendah pada pasien
yang telah mendapat digitalisasi sebelumnya.
e. Memberikan nifedipin pada pasien dengan tekanan darah normal
atau hipertensi dengan dosis 0,4 – 0,8. Bila introgliserin memberikan
hasil yang baik, maka dapat diulang setiap 3-4 jam.
2. Terapi Non-farmakologis
a. Mendudukkan pasien dalam posisi 60–90 derajat untuk
memperbaiki ventilasi walaupun terdapat hipotensi.
b. Memberikan oksigen 6-8 liter/menit atau 100 % O2 dengan masker.
Penatalaksanaan utama meliputi pengobatan suportif yang ditujukan
terutama untuk mempertahankan fungsi paru (seperti pertukaran gas,
perfusi organ), sedangkan penyebab utama juga harus diselidiki dan
diobati sesegera mungkin bila memungkinkan

F. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian Data Fokus
a. Identitas pasien
Umur: bayi dan dewasa tua cenderung mengalami, dibandingkan
remaja/ dewasa muda.
b. Keluhan utama: sesak napas, Mudah lelah, napas cepat dan hipoksia.
c. Riwayat penyakit sekarang
Sesak nafas, cyanosis, batuk-batuk, slem pink proty disertai dengan
demam tidak khas, keringat dingin, gelisah, takikardia, kulit tampak
pucat, dan akral dingin
d. Riwayat penyakit dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis,
penyakit paru, seperti pneumonia, emboli paru, jantung (gagal jantung
kiri, penyakit katup jantung), ginjal.
e. ADL
1) Nutrisi: sesak nafas akan membuat nafsu makan menurun
2) Eliminasi: dapat terjadi penurunan jumlah urine
3) Aktivitas istirahat: aktivitas istirahat dapat terganggu akibat adanya
sesak nafas.
4) Hygiene personal: hygiene personal tidak dapat dilakukan secara
mandiri.
f. Psikososialspiritual
Pasien juga gelisah, cemas, depresi, takut, peningkatan
ketegangan.kebiasaan merokok dapat menyebabkan terjadinya gagal
jantung yang nantinya akan menimbulkan terjadinya udema paru.
g. pemeriksaan fisik
1) B1 (Breathing)
Sesak nafas, dada tertekan, pernafasan cuping hidung,
hiperventilasi, batuk (produktif/ non produktif), sputum banyak,
penggunaan otot bantu pernafasan, SpO2, PO2 , PCO2 ,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju pernafasan
meningkat, ronchi pada lapang pandang paru, kulit pucat, cyanosis.
2) B2 (Blood)
Denyut nadi meningkat, denyut jantung tidak teratur, suara jantung
tambahan, banyak keringat, suhu kulit meningkat, kemerahan, akral
dingin dan lembab, CRT> 2 detik, tekanan darah meningkat
3) B3 (Brain)
Gelisah, penurunan kesadaran, kejang, GCS menurun, reflex
menurun
4) B4 (Bladder)
Produksi urine menurun, VU(vesika urinaria) teraba lembek.
5) B5 (Bowel)
Kadang mual, muntah, bising usus normal.
6) B6 (Bone)
Lemah, cepat lelah, tonus otot menurun, sensasi nyeri sendi
berkurang.

2. Diagnosis
a. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan retensi
secret/produksi secret yang banyak yang ditandai dengan ekspansi
paru tidak maksimal, ronkhi +, takipnoe, batuk dengan secret yang
sulit dikeluarkan.
b. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas berhubungan dengan:
intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan
c. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport
oksigen melalui alveolar dan membran kapiler yang ditandai dengan
dispneu, CRT>2 detik, sianosis, retraksi dada, RR.12-20x/menit,
penggunaan otot bantu pernafasan.

3. Intervensi
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan retensi
secret/produksi secret yang banyak yang ditandai dengan ekspansi
paru tidak maksimal, ronkhi +, takipnoe, batuk dengan secret yang
sulit dikeluarkan
Tujuan : Klien akan mempertahankan keefektifan poal napas selama
dalam perawatan.
Objective : Klien tidak akan mengalami retensi secret selama dalam
perawatan.
Outcomes : Dalam waktu 3 x 24 jam perawatan klien menunjukkan
pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan
kriteria hasil:
1) Klien tidak akan mengalami sesak napas
2) Napas normal 12-20x/mnt,
3) Tidak menggunakan otot bantu pernapasan,
4) Tidak ada retraksi dinding dada.
Intervensi:
1) Motivasi pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif, fisio terapi
nafas
R/ Untuk memudahkan secret keluar dan memudahkan upaya
bernafas dalam dan meningkatkan drainase secret untuk
memudahkan pembersihan nafas.
2) Auskultasi bunyi nafas
R/ Bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan nafas obstruksi
sekunder
3) Berikan posisi semi fowler
R/ Posisi semi fowler memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan untuk bernafas.
4) Obsevasi frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
R/ Frekuensi nafas biasanya meningkat dan sesak terjadi karena
adanya peningkatan kerja nafas, ekspansi dada terbatas
berhubungan dengan atelektasis.
5) Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
2) Ketidakefektifan Bersihan jalan napas berhubungan dengan:
intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan
Tujuan : klien akan mempertahankan keefektifan bersihan jalan
napas selama dalam perawatan.
Objective : klien tidak akan mengalami intubasi,ventilasi, proses
penyakit, kelemahan dan kelelahan selama perawatan.
Outcomes : klien tidak akn mengalami sesak napas, tidak mengalami
batuk (produktif dan non produktif), tidak ada bunyi napas
tambahan, tidak mengalami demam.
Intervensi:
1)Jelaskan pada pasien setiap prosedur tindakan dan tujuan
dilakukan tindakan.
Rasional: dengan penjelasan pasien akan mengerti sehingga
kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan.
2)Lakukan hisap lendir bila ronchii terdengar
R/ Tekanan penghisapan tidak lebih 100-200
mmHg.Hiperoksigenasi dengan 4-5 kali pernafasn dengan O2 100
% dan hiperinflasi dengan 1 ½ kali VT menggunakan resusitasi
manual atau ventilator. Auskultasi bunyi nafas setelah
penghisapan
3)Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam
R/ Monitor produksi sekret
4)Beri fisioterapi dada sesuai indikasi
R/ Fasilitasi pengenceran dan penge-luaran sekret menuju bronkus
utama.
5)Beri bronkodilator
R/ Fasilitasi pengeluaran sekret menuju bronkus utama.
6)Ubah posisi, lakukan postural drainage
R/ memberikan kenyamanan klien untuk bernapas
7)Monitor ventilator tekanan dinamis
R/ Peningkatan tekanan tiba-tiba mungkin menunjukkan adanya
perlengketan jalan nafas
8)Monitor status hidrasi klien
R/ Mencegah sekresi kental
9)Monitor humidivier dan suhu ventilator
R/ Oksigen lembab merangasang pengenceran sekret.Suhu ideal
35-37,80C.
3) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport
oksigen melalui alveolar dan membran kapiler yang ditandai dengan
dispneu, CRT>2 detik, sianosis, retraksi dada, RR.12-20x/menit,
penggunaan otot bantu pernafasan.
Tujuan : Klien tidak akan mengalami perfusi jaringan selama dalam
perawatan.
Objective : Klien tidak akan mengalami gangguan transport oksigen
dan membrane kapiler.
Outcomes : Dalam waktu 3 x 24 jam klien akan tidak mengalami
perfusi jaringan, setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan
kriteria hasil:
1) Klien tidak akan mengalami nyeri tekan pada dada
2) Tidak akan mengalami edema,
3) Nadi normal (55-90x/mnt),
4) Warna kulit normal,
5) Akral hangat,
6) Tidak mengalami sianosis,
7) CRT < 3 dtik,
8) Tidak ada takipnea.
Intervensi:
1) Jelaskan kepada klien tindakan yang akan diberikan kepada klien.
Rasional: Pengetahuan yang cukup akan meningkatkan peran serta
dan ketelibatan pasien dan keluarga dalam tindakan keperawatan
yang akan dilakukan.
2) Beri posisi semi fowler
Rasional: meningkatkan inspirasi dan memperbaiki ventilasi
3) Minta pasien untuk tetap beristirahat
Rasional: mencegah peningkatan penggunaan oksigen sehingga
dapat memperparah kekurangn oksigen dijaringan.
4) Observasi kondisi yang dirasakan oleh pasien yaitu dispneu,
CRT>2 detik, sianosis, retraksi dada, RR.12-20x/menit,
penggunaan otot bantu pernafasan
Rasional : perbaikan kondisi mengindikasikan adekuatnya
pemenuhan kebutuhan oksigen.
5) Kolaborasi dalam pemberian: oksigen tekanan tinggi.
Rasional: oksigen diberikan untuk membantu pemenuhan
kebutuhan oksigen yang kurang.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Edema paru merupakan suatu keadaan dimana terdapat akumulasi
cairan pada ekstravaskuler paru yang disebabkan suatu keadaan
patologis. Penyebabnya sendiri secara garis besar dibagi menjadi dua,
yaitu penyebab yang berasal dari jantung atau sistem kardiovaskuler
(kardiogenik) dan penyebab diluar sistem kardiovaskuler (non
kardiogenik) yang dapat berasal dari bagaian paru itu sendiri maupun
dari bagain tubuh lain. Gejala awitan dari seseorang yang mengalami
Edema paru adalah kesulitan bernapas dan perasaan tercekik.Selain itu,
karena terjadi kesulitan bernapas akibat akumulasi cairan tersebut
mengakibatkan pertukaran oksigen di paru-paru mengalami penurunan
dan berefek pada suplai oksigen di seluruh tubuh.Hal ini dapat
mengakibatkan sianosis, pucat, dan tubuh menjadi dingin dan basah.
Untuk penatalaksanaan Edema paru sendiri harus dilakukan segera
untuk menghindari terjadinya gagal napas sampai henti napas.Hal ini
dilakukan denga memberikan oksigen secar kontinue maupun diberikan
intubasi endotrakea.Selain Selain itu dapat pula diberikan obat berupa
morfin dalam dosis kecil, obat diuretik dan digitalis.

B. Saran
Dapat menerapkan asuhan keperawatan dengan pasien edema paru
sesuai dengan standar operasional yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/100036256/Askep-Edema-Paru-Akut (diunduh
pada 19 september 2020 pada pukul 19:50)

https://www.academia.edu/14635546//Askep_gadar_edema_paru (diunduh
pada 19 september 2020 pada pukul 20.22)

Rampengan, SH. (2014). Edema Paru Kardiogenik Akut. Jurnal Biomedik.


Vol (6) No (3). 149-156

Rab Tabrani. 2017. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai