Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Hukum Acara Pidana

Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana

Disusun oleh:
Kelompok 4
Anisa (1810104007)
Ercy Sanova (1810104017)
Ilham Perdana (1810104022)
Indri Margareta (1810104024)
Meisi Tri Buana (1810104040)
Miftahul Jannah (1810104041)
Rosalinda (1820104153)

Dosen Pengampu: Antoni, SH., M.Hum

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2020
ABSTRAK: Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apa peranan upaya
hukum baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa dalam perkara pidana dan
apa perbedaan antara upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Dengan metode
penelitian yuridis normatif, disimpulkan: Upaya hukum memiliki peran yang sangat penting
dalam rangka untuk mendapatkan keadilan dan kebenaran materil atau kebenaran
sesungguhnya, baik untuk terdakwa maupun penuntut umun dari pengadilan yang lebih
tinggi. dan tujuan adanya upaya hukum adalah untuk memperbaiki kesalahan yang dibuat
oleh pengadilan yang sebelumnya, untuk rasa keadilan bagi terdakwa/penuntut umum, untuk
kesatuan dalam keadilan. Di dalam KUHAP dikenal ada dua macam upaya hukum, yaitu
Upaya hukum biasa, terdiri dari: Verzet (Perlawanan), banding, dan kasasi. Upaya hukum
luar biasa, terdiri dari: Kasasi dalam kepentingan hukum dan eninjauan kembali putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (herzi ening). Perbedaan antara
upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa adalah upaya hukum biasa diajukan terhadap
putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan upaya hukum
biasa tidak selamanya diajukan kepada mahkamah agung. Sedangkan upaya hukum luar biasa
diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan
upaya hukum luar biasa diajukan kepada mahkamah agung dan diperiksa serta diputusakan
mahkamah agung sebaga instansi pertama dan terakhir.
Kata kunci: Upaya hukum, upaya hukum biasa, upaya hukum luar biasa, perkara pidana
A. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu asas negara hukum adalah asas perlindungan terhadap hak asasi manusia dan
asas peradilan yang adil dan tidak memihak (Fair Trail). Asas negara hukum ini dianut dan
dikembangkan untuk melindungi dari ancaman atau pelanggaran dari penguasa. Hak atas
peradilan yang adil dan tidak memihak sebagai norma dalam hukum dan Hak Asasi Manusia
bertujuan untuk melindungi individu dari pembatasan yang tidak sah dan sewenang-wenang
atau perampasan atas hak-hak dasar dan kebebasan lainnya dalam proses sistem peradilan.
Hal atas kepastian hukum yang adil ini sering kali tercederai oleh sistem peradilan.
Kesewenang-wenangan aparat penegak hukum pada pradjudiksi dapat mengakibatkan
putusan pengadilan yang tidak adil sehingga terlanggarnya hak asasi manusia, sehingga
kesewenang-wenangan yang terjadi akan berakibatkan putusan pengadilan yang keliru.
Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan
terbuka, yang dapat berupa pemidanaan, bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dala hal
serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 butir 11 KUHAP).
Dalam pembuatan putusan pengadilan, hakim dapat saja melakukan kesalahan atau
kekeliruan yang dapat mencederai hak asasi manusia, seperti hak setiap orang untuk
mendapatkan hak atas peradilan yang adil dan jujur. Untuk mengoreksi dan meluruskan
kesalahan dalam putusan pengadilan, setiap orang dapat mengajukan upaya hukum demi
tegaknya hukum, kebenaran serta keadilan.1
Upaya hukum merupakan hak bagi terpidana atau penuntut umum untuk menerima atau
menolak putusan pengadilan. Definisi upaya hukum dijelaskan dalam pasal 1 butir 12
KUHAP, dimana upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak
menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak
terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara
yang di atur dalam undang-undang ini.
Di dalam KUHAP dikenal ada dua macam upaya hukum, yaitu:
1) Upaya hukum biasa, terdiri dari:
a. Verzet (Perlawanan)
b. Banding
c. Kasasi
2) Upaya hukum luar biasa, terdiri dari:
a. Kasasi dalam kepentingan hukum
b. Peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
(herzi ening).
B. PERMASALAHAN
1. Apa peranan dan tujuan pengajuan upaya hukum ?
2. Apa yang membedakan antara upaya hukum biasa dengan upaya hukum luar biasa ?
C. RUANG LINGKUP
Dalam rangka untuk mendapatkan keadilan dan kebenaran materil atau kebenaran
sesungguhnya, baik untuk terdakwa maupun penuntut umun dari pengadilan yang lebih
tinggi. terdakwa atau penuntut umum dapat melakukan pembelaan atau penolakan dengan
cara upaya hukum.
Di dalam KUHAP dikenal ada dua macam upaya hukum, yaitu Upaya hukum biasa, terdiri
dari: Verzet (Perlawanan), banding, dan kasasi. Upaya hukum luar biasa, terdiri dari: Kasasi
dalam kepentingan hukum dan eninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh

1
Aristo Pangaribuan, Arsa Mufti, Ichsan Zikry, Pengantar Hukum Acara Pidana Di Indonesia (Depok:
Rajawali Pres, 2018), hal. 247-248.
kekuatan hukum tetap (herzi ening). Setiap upaya hukum mempunyai tujuan dan perbedaan
yang akan dibahas dalam jurnal ini.
D. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian normatif, yaitu dengan melihat hukum sebagai kaidah
(norma). Untuk mendapatkan data penelitian ini menggunakan metode kepustakaan (library
research), yaitu dengan mempelajari kepustakaan hukum yang berkaitan dengan pokok
permasalahan, himpunan peraturan perundang-undangan, artikel-artikel hukum dan berbagai
sumber tertulis lainnya.
Bahan-bahan yang telah kami dapatkan, kemudian dianalisis mengunakan metode analisis
kualitatif, yang hasilnya disusun dalam bentuk karya ilmiah berupa jurnal.
E. PEMBAHASAN
1. Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau pununtut umum untuk tidak menerima putusan
pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk
mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur
undang-undang ini (pasal 1 angka 12 KUHAP). Demikian pula yang dijelaskan dalam
KUHAP bahwa upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak
menerima putusan pengadilan.
Maksud dengan diadakannya upaya hukum adalah:
a. Untuk memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh pengadilan yang sebelumnya.
b. Untuk rasa keadilan bagi terdakwa/penuntut umum
c. Untuk kesatuan dalam keadilan.2
Dengan adanya upaya hukum ini merupakan jaminan bagi terdakwa maupun masyarakat
bahwa peradilan baik menurut fakta dan hukum adalah benar dan sejauh mungkin seragam.
2. Macam-Macam Upaya Hukum
Di dalam KUHAP upaya hukum ada dua macam upaya hukum, yaitu:3
1) Upaya hukum biasa, terdiri dari:
a. Verzet (Perlawanan)
b. Banding
c. Kasasi
2) Upaya hukum luar biasa, terdiri dari:
2
Tri Astuti Handayani, Hukum Acara Pidana Suatu Orientasi Wewenang Pengadilan Untuk Mengadili
(Bandung: Nusa Media, 2018), hal. 119.
3
Tri Astuti Handayani, Hukum Acara Pidana Suatu Orientasi Wewenang Pengadilan Untuk Mengadili, hal.
119-120.
a. Kasasi dami kepentingan hukum
b. Peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
(herzi ening)
Untuk penjelasannya sebagai berikut:
1) Upaya Hukum Biasa
Upaya hukum biasa diatur dalam Bab XVII, bagian kesatu dari pasal 233 sampai pasal 243
KUHAP tentang pemeriksaan tingkat banding dan bagia kedua dari pasal 244 sampai pasal
258 KUHAP tentang pemeriksaan tingkat kasasi.
Upaya hukum biasa adalah hak terdakwa dan penuntut umum untuk tidak menerima
putusan pengadilan negeri atau tingkat pertama (judex factie).4
Apabila setelah diputus oleh hakim di pengadilan tingkat pertama, ia merasa tidak terima
atau menolak isi putusan tersebut, banding ke pengadilan tinggi untuk diperiksa dan di putus
oleh pengadilan tingkat banding. Apabila setelah diperiksa dan diputuskan hakim agung
terhadap putusan pengadilan tingkat kasasi maka putusan tersebut sudah memiliki kekuatan
hukum yang tetap.
Upaya hukum biasa, terdiri dari:
a. Verzet (Perlawanan)
Perlawanan merupakan upaya hukum yang diajukam terhadap putusan sela yang
dijatuhkan oleh hakim mengenai eksepsi kewenangan mengadili.5
Didalam KUHAP, aturan tentang perlawanan tidak dicantumkan secara sistematis, namun
terpisah-pisah. Aturan perlawanan di dalam KUHAP dicantumkan dalam beberapa pasal
yaitu: pasal 149 ayat (1) huruf a KUHAP, pasal 156 ayat (3) KUHAP, pasal 156 ayat (4)
KUHAP, dan 214 ayat (4) KUHAP.6
Menurut ketentuan dalam pasal 214 ayat (4) KUHAP ditentukan bahwa dalam hal putusan
dijatuhkan diluar hadirnya terdakwa dan putusan itu berupa pidana perampasan kemerdekaan,
terdakwa dapat mengajukan perlawanan. Selanjutnya dalam ayat dan pasal tersebut
ditentukan bahwa dalam waktu tujuh hari sesudah putusan diberikan secara sah kepada
terdakwa, ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan
tersebut.

4
Andi Sofyan dan Abd Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar (Jakarta: Kencana, 2014), hal. 269.
5
Aristo Pangaribuan, Arsa Mufti, Ichsan Zikry, Pengantar Hukum Acara Pidana Di Indonesia (Depok: Rajawali
Pres, 2018), hal. 370.
6
Ramiyanto, Upaya-Upaya Hukum Perkara Pidana Di Dalam Hukum Positif dan Perkembangannya (Bandung:
PT Citra Aditya Bakti, 2018), hal. 46-47.
Berdasarkan rumusan ayat 5 tersebut dapat disimpulkan bahwa yang berhak mengajukan
perlawanan adalah terdakwa.
Dengan adanya perlawanan tersebut putusan diluar hadirnya terdakwa menjadi gugur. Dan
apabila setelah panitera memberitahukan kepada penyidik tentang perlawanan itu hakim
menetapkan hari sidang untuk memeriksa kembali perkara itu. Jika putusan setelah diajukan
perlawanan tetap berupa pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 4, terhadap putusan
tersebut terdakwa dapat mengajukan banding.7
Apabila terdakwa yang telah mengajukan perlawanan tenyata tidak hadir dalam sidang,
maka menurut hukum putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya terdakwa menjadi lebih kuat
lagi. Apabila putusan pengadilan setelah diajukannya perlawanan tetap berupa perampasan
kemerdekaan, maka terdakwa dapat mengajukan pemeriksaan banding.
b. Banding
Banding adalah suatu alat (rechtsniddel) yang merupakan hak terdakwa dan hak jaksa
pununtut umum untuk memohon, supaya putusan pengadilan negeri diperiksa kembali oleh
pengadillan tinggi. Tujuan dari banding ini adalah untuk memperbaiki kemungkinan adanya
kekhilafan pada putusan pertama.
Hak memohon ini selalu diperingatkan hakim kepada terdakwa setelah putusan diucapkan,
dimana pengadilan tinggi dapat membenarkan, mengubah, atau membatalkan putusan
pengadilan.8
Dalam memutuskan suatu perkara, hakim bisa saja melakukan kesalahan dan kelalaian.
Untuk itu KUHAP memberi upaya hukum untuk mengoreksi kesalahan tersebut.
Dengan adanya pemeriksaan pada tingkat banding, hal ini dapat memengaruhi pengadilan
tingkat pertama untuk bersikap lebih hati-hati dan korektif karena sejak semula sudah
berpikir tentang kemungkinan putusan yang dijatuhkannya akan diuji kebenarannya pada
pemeriksaan tingkat banding.
Di dalam KUHAP pemeriksaan untuk banding diatur dalam pasal 233 sampai pasal 243.
Beberapa catatan tentang upaya hukum banding yaitu:9
a. Putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan pembebasan dari dakwaan atau
putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dapat dimintakan banding kepada pengadilan

7
Tri Astuti Handayani, Hukum Acara Pidana Suatu Orientasi Wewenang Pengadilan Untuk Mengadili
(Bandung: Nusa Media, 2018), hal. 120-121.
8
Aristo Pangaribuan, Arsa Mufti, Ichsan Zikry, Pengantar Hukum Acara Pidana Di Indonesia (Depok: Rajawali
Pres, 2018), hal. 350.
9
Didik Endro Purwoleksono, Hukum Acara Pidana (Surabaya: Airlangga University Press (AUP), 2015), hal.
127-128.
tinggi oleh pihak-pihak yang berkepentingan (pasal 26 UU kekuasaan kehakiman dan
pasal 67 KUHAP)
b. Merupakan hak terdakwa dan/atau penuntut umum:
1) Diajukan melalui panitera pengadilan negeri;
2) 7 hari setelah putusan di jatuhkan (pasal 233 ayat (2) KUHAP), lebih dari 7 hari
permohonan banding akan ditolak oleh panitera pengadilan negeri.
3) Selama perkara belum diputuskan dalam tingkat banding, pemohon sewaktu-waktu
dapat mencabut permohonan. Dengan adanya pencabutan ini, tidak boleh mengajukan
banding lagi.
4) Memori banding maupun kontra banding tidak wajib diajukan.
c. Putusan banding dapat berupa
1) Menguatkan putusan pengadilan negeri
2) Mengubah putusan pengadilan negeri
3) Membatalkan putusan pengadilan negeri
d. Putusan yang dapat dimintakan banding
1) Pemidanaan
2) Putusan dalam acara lalu lintas yang pidananya berupa kurungan (pasal 214 ayat (8)
KUHAP)
3) Penolakan eksepsi yang diajukan penasihat hukum.
e. Putusan yang tidak dapat dimintakan banding
1) Pembebasan
2) Lepas dari segala tuntutan hukum
3) Sahnya penangkapan
4) Tidak sahnya penangkapan
5) Sahnya penahanan
6) Tidak sahnya penahanan
7) Sahya penggeledahan
8) Tidak sahnya penggeledahan
9) Sahnya penyitaan
10) Tidak sahnya penyitaan
11) Sahnya penyelidikan
12) Tidak sahnya penyelidikan
13) Sahnya penuntutan
14) Tidak sahnya penuntutan
15) Putusan dalam perkara lalu lintas yang pidananya berupa pidana denda.
c. Kasasi
Kasasi adalah suatu alat hukum yang merupakan wewenang dari mahkamah agung untuk
memeriksa kembali putusan-putusan dari pengadilan-pengadilan terdahulu dan ini merupakan
peradilan yang terakhir.10
Tujuan kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan
membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam
menerapkan hukum.
Di dalam KUHAP pemeriksaan untuk kasasi diatur dalam pasal 244 sampai pasal 258.
Dalam pasal 253 ayat 1 KUHAP dinyatakan bahwa dalam tingkat kasasi dilakukan oleh
mahkamah agung para pihak sebagaimana dimaksud dalam 244, pasal 248 KUHAP guna
menentukan:11
1) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan sebagaimana
mestinya
2) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang
3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
Pemohonan kasasi diajukan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah putusan
pengadilan yang dimohonkan kasasi diberitahukan kepada terdakwa. Jika dalam kurun waktu
14 (empat belas) hari itu, tidak ada permohonan kasasi, maka yang bersangkutan dianggap
telah menerima putusan yang terakhir tersebut. Begitu pula jika yang bersangkutan terlambat
mengajukan permohonan (telah lewat dari waktu empat belas hari) maka hak untuk
mengajukan kasasi tersebut menjadi gugur (pasal 246 ayat (1) dan (2) KUHAP).
Menurut ketentuan dalam pasal 253 ayat 2 KUHAP ditentukan bahwa dalam pemeriksaan
tingkat kasasi dilakukan oleh majelis hakim sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang hakim
agung. Selama perkara permohonan kasasi belum diputus oleh mahkamah agung, pemohonan
kasasi dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, pemohonan kasasi dalam
perkara itu tidak dapat diajukan lagi. jika pencabutan dilakukan sebelum berkas perkara
dikirim ke mahkamah agung berkas tersebut tidak jadi dikirimkan. Apabila perkara telah
mulai diperiksa akan tetapi belum diputus, sedangkan sementara itu pemohon mencabut
permohonan kasasinya, maka pemohon dibebani membayar biaya perkara yang telah

10
Aristo Pangaribuan, Arsa Mufti, Ichsan Zikry, Pengantar Hukum Acara Pidana Di Indonesia (Depok:
Rajawali Pres, 2018), hal. 358.
11
Aristo Pangaribuan, Arsa Mufti, Ichsan Zikry, Pengantar Hukum Acara Pidana Di Indonesia, hal. 298-299.
dikeluarkan oleh mahkamah agung hingga saat pencabutannya. Pemohonan kasasi hanya
dapat dilakukan satu kali (Pasal 247 KUHAP).12
2) Upaya Hukum Luar Biasa
Upaya hukum luar biasa diatur dalam bab XVIII bagian kesatu dari pasal 259 sampai
dengan pasal 262 KUHAP tentang kasasi demi kepentingan hukum dan bagian kedua dari
pasal 263 sampai pasal 269 KUHAP tentang peninjauan kembali atas putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum.
Jadi upaya hukum luar biasa hanya dapat dilakukan apabila putusan hakim telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap.13
Upaya hukum luar biasa adalah pengecualian dari upaya hukum biasa yang diajukan
terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dimana
hukum biasa sudah tidak dimungkinkan lagi untuk dilakukan.
Sebelum memberikan pembelaan perkara pidana, terlebih dahulu penasihat hukum harus
mendapat surat kuasa khusus dari terduga, tersangka atau terdakwa sebagai pemberi kuasa,
baik tanpa subsitusi maupun dengan hak subsitusi.
Upaya hukum luar biasa, terdiri dari:
a. Kasasi demi kepentingan hukum
Pemerikasaan kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan terhadap sumua putusan
yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, yang hanya dapat diajukan oleh jaksa
agung berdasarkan penyampaian dari pejabat kejaksaan yang menurut pendapatnya perkara
ini dimintakan kasasi demi kepentingan hukum. Adapun putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum yang tetap yang dapat dimintakan kasasi demi kepentingan hukum oleh
jaksa agung adalah putusan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, kecuali putusan
mahkamah agung.
Dalam pengajuan kasasi demi kepentingan hukum oleh jaksa agung dimaksudkan untuk
menjaga kepentingan terpidana, sebab putusan kasasi demi kepentingan terpidana (pasal 259
ayat (2) KUHAP), artinya hukuman yang akan djatuhkan oleh mahkamaah agung atas
permintaan kasasi demi kepentingan hukum oleh jaksa agung tidak boleh lebih berat dari
hukuman semula yang telah dijatuhkan dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Jadi permintaan kasasi demi hukum oleh jaksa agung, tidak lain dimaksudkan untuk
membuka kemungkinan bagi perubahan atas putusan pengadilan dibawah mahkamah agung,

12
Aristo Pangaribuan, Arsa Mufti, Ichsan Zikry, Pengantar Hukum Acara Pidana Di Indonesia, hal. 360.
13
Andi Sofyan dan Abd Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar (Jakarta: Kencana, 2014), hal. 287.
dengan kata lain putusan dijatuhkan oleh pengadilan negeri atau pengadilan tinggi terlalu
berat yang tidak sesuai dengan tuntutan penuntut umum.14
Kasasi demi kepentingan hukum diatur dalam bab XVIII bagian kesatu dari pasal 259
sampai dengan pasal 262 KUHAP, sebagai berikut:
1. Pasal 259 KUHAP, bahwa:
1) Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada mahkamah agung, dapat diajukan satu
kali permohonan kasasi oleh jaksa agung.
2) Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang
berkepentingan.
2. Pasal 260 KUHAP, bahwa:
1) Permohonan kasasi demi kepentingan hukum disampaikan secara tertulis oleh jaksa agung
kepada mahkamah agung melalu panitera pengadilan yang telah memutus perkara dalam
tingkat pertama, disertai risalah yang memuat alasan permintaan itu.
2) Salinan risalah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh panitera segera disampaikan
kepada pihak yang berkepentingan.
3) Ketua pengadilan yang bersangkutan segera meneruskan permintaan itu kepada
mahkamah agung.
3. Pasal 261, KUHAP, bahwa:
1) Salinan putusan kasasi demi kepentingan hukum oleh mahkamah agung disampaikan
kepada jaksa agung dan kepada pengadilan yang bersangkutan dengan disertai berkas
perkara.
2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 243 ayat (2) dan ayat (4) berlaku juga
dalam hal ini
4. Pasal 262, KUHAP, bahwa “ ketentuan sebagaimana dimaksud dalam hal 259, pasal 260,
dan pasal 261 berlaku bagi acara permohonan kasasi demi kepentingan hukum terhadap
putusan pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
b. Peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap (herzi ening)
Peninjauan kembali merupakan suatu kesempatan bagi terpidana yang merasa bahwa
pidana yang dijatuhkan adalah keliru, untuk mengajukan permohonan agar perkaranya dapat
ditinjau kembali.

14
Andi Sofyan dan Abd Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, hal. 287-289.
Peninjauan kembali atau disingkat PK, diatur dalam pasal 263 sampai pasal 270 KUHAP.
Pengajuan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan terhadap putusan bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum. Peninjauan kembali dilakukan oleh terpidana atau ahli warisnya
kepada mahkamah agung terhadap putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
Peninjauan kembali atau herziening diartikan sebagai upaya mengembalikan putusan yang
sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti kepada keadaan yang tidak sama dengan
keputusan sebelumnya melalui pemeriksaan ulang karena adanya bukti baru (novum) yang
dapat menggugurkan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap.15
Permintaan peninjauan kembali tidak dibatasi dengan suatu jangka waktu. Dalam putusan
peninjauan kembali (PK), pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak
boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula. Peninjauan kembali tidak
menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut.
Dalam hal permintaan peninjauan kembali (PK) sudah diterima mahkamah agung namun
belum diputus dan pemohon meninggal dunia, maka mengenai diteruskan atau tidaknya
pemeriksaan peninjauan kembali (PK), diserahkan kepada kehendak ahli warisnya.
Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja.
F. PENUTUP
Kesimpulan
1. Upaya hukum memiliki peran yang sangat penting dalam rangka untuk mendapatkan
keadilan dan kebenaran materil atu kebenaran sesungguhnya, baik untuk terdakwa maupun
penuntut umun dari pengadilan yang lebih tinggi. dan tujuan adanya upaya hukum adalah
untuk memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh pengadilan yang sebelumnya, untuk rasa
keadilan bagi terdakwa/penuntut umum, untuk kesatuan dalam keadilan.
2. Perbedaan antara upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa adalah upaya hukum
biasa diajukan terhadap putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum
yang tetap dan upaya hukum biasa tidak selamanya diajukan kepada mahkamah agung.
Sedangkan upaya hukum luar biasa diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan upaya hukum luar biasa diajukan kepada
mahkamah agung dan diperiksa serta diputusakan mahkamah agung sebaga instansi
pertama dan terakhir.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, Andi. 2018. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

15
Monang Siahaan, Falsafah dan Filosofi Hukum Acara Pidana (Jakarta: Grasindo, 2017), hal. 46-47.
Handayani, Tri Astuti. 2018. Hukum Acara Pidana Suatu Orientasi Wewenang Pengadilan
Untuk Mengadili. Bandung: Nusa Media.
Pangaribuan, Aristo. dkk. 2018. Pengantar Hukum Acara Pidana Di Indonesia. Depok:
Rajawali.
Purwoleksono, Didik Endro. 2015. Hukum Acara Pidana. Surabaya: Airlangga University
Press (AUP).
Ramiyanto. 2018. paya-Upaya Hukum Perkara Pidana Di Dalam Hukum Positif dan
Perkembangannya. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Siahaan, Monang. 2017. Falsafah dan Filosofi Hukum Acara Pidana. Jakarta: Grasindo.
Sofyan, Andi dan Abd Asis. 2014. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai