Anda di halaman 1dari 7

STEP 7

1. Mengapa didapatkan pasien dalam keadaan somnolen?


Somnolens : GCS 7-9 (mengantuk tp dapat sadar bila diberi rangsang)
Kesadaran penderita trauma dapat menurun sampai hilang atau koma bila penderita
trauma mengalami hipovolemia karena perdarahan berlebihan maka kemungkinan besar
gagal otak disebabkan oleh iskemia otak. Kesadaran yang terus menurun tanpa ada
gangguan sirkulasi yang pertama dicurigai adalah perdarahan intracranial yang meluas.
Buku Ajar Ilmu Bedah ; R.Sjamsuhidajat & Wim de Jong

2. Mengapa ditemukan akral dingin pada pasien?


3. Mengapa pada pasien didaptkan oedem regio nasal, nafas cuping hidung, mulut tidak bisa
menutup?
Tiga tipe yang dominan dapat dijelaskan yaitu :
a. fraktur Le Fort I
(horizontal) yang dihasilkan dari trauma langsung pada bagian bawah rima alveolar
maksilaris pada arah bawah. Fraktur mulai dari septum nasi ke rima pirifomis lateral,
berjalan secara horizontal ke atas apeks gigi, menyeberang di bawah
zigomaticomaksilaris junction, dan melewati pterigomaksilaris junction untuk sampai
ke pterigoid plate.
b. Fraktur Le Fort II
(piramidal) hasil dari trauma pada mid maksila. Seperti fraktur yang mempunyai
bentuk piramidal dan melewati nasal bridge atau di bawah sutura nasofrontal melalui
prosesus frontal dari maksila, di bagian inferolateral melewati os lakrimal dan lantai
serta rima orbita inferior atau dekat dengan foramen orbita inferior dan ke inferior
melalui dinding anterior sinus maksila. Ini kemudian berjalan di bawah zigoma, ke
fisura pterigomaksilaris dan melalui pterigoid plate.
c. Le Fort III (transversa)
juga dinamakan craniofasial disjunction, dapat mengikuti trauma pada nasal bridge
atau maksila bagian atas. Ini hasil dari trauma langsung dari anterior ke sepertiga
tengah wajah atau dari inferior trauma ke simfisis mandibular menjalar ke midface
melalui segmen dentoalveolar mandibular. Fraktur ini mulai dari sutura nasofrontal
dan frontomaksilaris dan meluas bagian posterior sepanjang dinding medial orbita
melalui alur nasolakrimal dan os etmoid. Kemudian, fraktur berlanjut sepanjang
fisura orbita inferior dan ke superolateral melalui dinding orbita lateral, melewati
zigomaticofrontal junction dan arkus zigoma. Intra nasal, cabang dari fraktur meluas
melalui dasar dari perpendicular plate dari etmoid, melalui vomer dan melalui
penghubung dari pterigoid plate ke dasar dari sfenoid.

FRAKTUR PADA TULANG MAKSILA Ni Putu Enny Pratiwi Suardi, AA GN Asmara Jaya, Sri
Maliawan, Siki Kawiyana SMF/Bagian Ilmu Bedah RSUP Sanglah Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana

4. Mengapa pada pasien terdapat nyeri tekan lepas pada abdomen sebelah kanan dan bising
usus melemah pada sebelah kanan?
Nyeri tekan
Bising usus melemah
Bising usus yang normal memiliki frekuensi 5–34 kali per menit. Terkadang, jarak antar
siklus bising usus mencapai 5–35 menit. Hal ini berarti bahwa pemeriksaan bising usus yang
ideal dilakukan selama >35 menit. Sebab, bising usus mungkin tidak terdengar selama 35
menit dan hal tersebut belum tentu menandakan kelainan pada abdomen. Meskipun
demikian, pemeriksaan yang ideal tersebut sangat memakan waktu dan tidak mungkin
dilakukan. Biasanya, pemeriksaan bising usus dilakukan 30 detik–7 menit. Selain itu, tidak
semua gerakan peristaltik usus menghasilkan bising usus yang dapat didengar melalui
stetoskop. Oleh karena itu, tidak terdengarnya bising usus bukan berarti tidak ada gerakan
peristaltik. Tidak terdengarnya bising usus berhubungan dengan obstruksi usus, iskemia
usus, ileus paralitik, dan peritonitis. Sementara itu, peningkatan bising usus dapat
disebabkan oleh gastroenteritis, diare, penyakit inflamasi usus (inflammatory bowel
disease/IBD). Pemeriksaan bising usus merupakan pemeriksaan sederhana dan cepat
untuk mengetahui obstruksi usus.
L. S. Bickley, P. G. Szilagyi, Bates’ guide to physical examination and history taking, Wolters Kluwer,
Philadelphia, 12 th ed, 2017.

5. Mengapa pada RT ditemukan feses dan darah?


Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani biasanya cukup namun
ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi perforasi akibat
obstruksi. Kita juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum.Pada ileus obstruktif
usus feses tidak teraba pada colok dubur dan tidakdapat ditemukan padasarung tangan.
Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi
intrinsik di dalam usus
Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-ProsesPenyakit . Edisi 6, Volume1. EGC: Jakarta

6. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada scenario?


RR
karena terjadi metabolisme jaringan hipoksik yang menghasilkan asam laktat yang
menyebabkan asidosis metabolic sehingga terjadi takipnoe. pada trauma multiple, gagal
nafas dapat pula terjadi bila trauma mengenai abdomen atas. Cadangan nafas dapat
menurun bila penderita telah menderita gangguan napas sebelum terjadi trauma sehingga
pertukaran gas tidak cukup. Gagal napas dapat terlihat jika frekuensi napas dalam 1 menit
mencapai 25-30 kali dengan isi alun napas < 4ml/kg dan curah jantung yang rendah
TD
Penurunan tekanan darah sistolik dianggap tanda khas syok hipovolemik. Sebelum terjadi
penurunan tekanan darah terjadi reaksi kompensasi tubuh untuk mempertahankan perfusi
jaringan organ vital. Untuk mempertahankan perfusi jaringan supaya kebutuhan metabolit
dan zat asam jaringan dapat dipenuhi, diperlukan tekanan darah sekurang-kurangnya 70-80
mmHg. Tekanan darah ini dapat dicapai dengan memperhatikan prinsip resusitasi ABC.
Karena kehilangan cairan intravaskuler terus menerus, maka tindakan kompensasi tidak
dapat mempertahankan tekanan darah yang memadai sehingga terjadi dekompensasi
dengan akibat penurunan tekanan darah secara tiba
Nadi
Cedera  volume darah turun secra akut shg tekanan darah turun  penigkatan detak
jantung sbg usaha menjaga otot jantung  takikardia  timbul gejala awal syok 
pelepasan katekolamin2 endogen  tahanan pembuluh darah perifer meningkat 
meningkatkan tekanan darah diastole dan mengurangi tekanan nadi
The Advanced Trauma Life Support (ATLS)
Buku Ajar Ilmu Bedah ; R.Sjamsuhidajat & Wim de Jong

7. Apa saja primary survey yang dilakukan pada scenario?


8. Bagaimana tatalaksana dari scenario?
Secodary Survey
- Evaluasi keseluruhan termasuk tanda vital, BP, nadi, respirasi dan temperature
- Dilakukan setelah primary survey, resusitasi, dan pemeriksaan ABC.
- Dapat disingkat menjadi ‘tubes and fingers in every orifice’
- Dimulai dengan anamnesa AMPLE :
A Alergi
M Medikasi yang dikonsumsi baru-baru ini
P Past illness (RPD)
L Last meal (makan terakhir)
E Event/environment yang terkait injury
- Lakukan pemeriksaan fisik head-to-toe
Kepala dan Wajah
 Pemeriksaan
1. inspeksi adanya laserasi, kontusio dan trauma panas
2. Palpasi adanya fraktur
3. Evaluasi ulang pupil
4. Fungsi nervus cranial
5. Mata : perdarahan, penetrating injury, dislokasi lensa pemakaian contact lenses
6. Inspeksi telinga dan hidung untuk mencari CSF leakage
7. Inspeksi mulut untuk mencari perdarahan dan CSF
 Penatalaksanaan
1. Pertahankan airway
2. Kontrol perdarahan
3. Hindari brain injury sekunder
4. Lepaskan lensa kontak
Leher
 Pemeriksaan
1. Inspeksi : trauma tumpul dan tajam, deviasi trakea, penggunaan otot pernafasan
tambahan
2. Palpasi : nyeri tekan, deformitas, pembengkakan, emfisema subkutaneus, deviasi
trakea
3. Auskultasi : periksa ‘bruit’ pada arteri karotis
4. X ray lateral, cross-tabel cervical spine
 Penatalaksanaan
Pertahankan immobilisasi cervical spine in-line yang adekuat
Dada
 Pemeriksaan
1. Inspeksi : trauma tumpul dan tajam, penggunaan otot pernafasan tambahan,
penyimpangan pernafasan bilateral.
2. Auskultasi : nafas dan suara jantung
3. Perkusi : ‘dull’ atau resonan
4. Palpasi : trauma tumpul dan tajam, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
 Penatalaksanaan
1. Pasang chest tube
2. dekompresi menggunakan jarum venule 14G pada ICS 2
3. tutup luka pada dada dengan benar
4. Lakukan CXR
Catatan : tidak direkomendasikan untuk melakukan Perikardiocentesis. Torakotomi
pada Emergency Room lebih diperlukan pada pasien tamponade jantung. Rata-rata
keberhasilan pasien dengan luka penetrasi pada dada abdomen, serta pada pasien yang
baru mengalami serangan jantung, juga pada pasien dengan trauma tumpul. Sehingga
prosedur ini secara umum tidak diindikasikan pada trauma tumpul.
Abdomen

 Pemeriksaan
1. inspeksi : trauma tumpul dantajam
2. Auskultasi : Bising usus
3. Perkusi : nyeri tekan
4. Palpasi
5. X ray Pelvis
 Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan klinis pada trauma multiple bisaanya sering menghasilkan pemeriksaan
abdomen yang kurang terperinci. Sehingga diindikasikan pemeriksaan FAST (Focuses
Assessment using Sonography in Trauma), CT scan abdomen atau peritoneal lavage.
Lihat Bab Trauma, abdominal.
2. Pindahkan pasien ke ruang operasi, jika diperlukan.
Pemeriksaan Perineal dan Rektum

 Evaluasi
1. Tonus sphincter ani
2. Darah pada rectal
3. Integritas dinding usus
4. Posisi prostate
5. Darah pada meatus urinary
6. Hematoma scrotum
 Pemeriksaan Perineal
1. kontusio, hematom
2. Laserasi
 Pemeriksaan Vagina
1. adanya perdarahan pada vaginma
2. Laserasi vagina
 Pemeriksaan Rektum
1. Perdarahan rectum
2. Tonus sphincter ani
3. integritas dinding usus
4. bony fragments
5. Posisi prostate
Punggung

 Logroll pasien untuk mengevaluasi :


1. Deformitas tulang
2. adanya trauma tajam atau tumpul
Ekstremitas

 Pemeriksaan
1. inspeksi : deformitas, perdarahan yang meluas
2. Palpasi : nyeri tekan, krepitasi, pergerakan abnormal
 Manajemen
1. Splinting fraktur yang tepat
2. hilangkan nyeri
3. Imunisasi tetanus
Neurologik

 Pemeriksaan : reevaluasi pupil dan tingkat kesadaran, skor GCS


1. Evaluasi Sensorimotor
2. Paralise
3. Parese
 Manajemen
Imobilisasi pasien secara adekuat
Perawatan Definitif/Pemindahan

 Jika trauma pada pasien membutuhkan penanganan yang lengkap, pindahkan pasien
secepatnya.

9. Apa pemeriksaan penunjang dari kasus di scenario?


a. Diagnostik Peritoneal Lavage
DPL adalah prosedur invasive yang bisa cepat dikerjakan yang bermakna merubah
rencana untuk pasien berikutnya ,dan dianggap 98 % sensitive untuk perdarahan
intraretroperitoneal.
b. FAST (Focused Assesment Sonography in Trauma)
Individu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan USG untuk mendeteksi adanya
hemoperitoneum. Dengan adanya peralatan khusus di tangan mereka yang
berpengalaman, ultrasound memliki sensifitas, specifitas dan ketajaman untuk
meneteksi adanya cairan intraabdominal yang sebanding dengan DPL dan CT abdomen
Ultrasound memberikan cara yang tepat, noninvansive, akurat dan murah untuk
mendeteksi hemoperitorium, dan dapat diulang kapanpun. Ultrasound dapat
digunakan sebagai alat diagnostik bedside dikamar resusitasi, yang secara bersamaan
dengan pelaksanaan beberapa prosedur diagnostik maupun terapeutik lainnya.
c. Computed Tomography (CT)
Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang mengalami kerusakan
dan tingkat kerusakannya, dan juga bisa untuk mendiagnosa trauma retroperineal
maupun pelvis yang sulit di diagnosa dengan pemeriksaan fisik, FAST, maupun DPL
American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151

10. Apa komplikasi yang bisa terjadi dari scenario?


Angka mortalitas meningkat tiga kali lipat setiap 30 menit dari saat pasien kecelakaan
sampai mendapatkan penanganan definitif. Secara spesifik untuk kasus pasien trauma
abdomen pemendekan waktu prehospital memberikan outcome yang baik bagi pasien.

Anda mungkin juga menyukai