Disusun Oleh :
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan
karunianya, kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Agama Islam dengan
materi pembahasan “Sumber hukum dalam islam” tepat waktu. Makalah ini selain
kami susun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Agama Islam, sekaligus sebagai
sumber bacaan dan refrensi guna lebih mengetahui lebih detail mengenai Sumber
hukum dalam islam.
Kami sadar bahwa sesuatu yang kami tulis ini belum lah sempurna, untuk
itu kami sangat mengharap kritik dan saran yang membangun guna menjadikan
perbaikan dalam penyusunan makalah selanjutnya serta dalam pemberian
informasi yang lebih baik lagi.
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
- 1.1 Latar belakang
- 1.2 Tujuan
- 1.3 Sistematika Penulisan
Bab II Pembahasan
- 2.1 Tiga Sumber hukum dalam islam
- 2.2 Fungsi, tujuan dan pembagian hukum dalam islam
- 2.3 Keunggulan hukum islam dari hukum positif
- 2.4 komitmen seorang muslim terhadap sumber
hukum islam
- 2.5 Fungsi agama dalam mengatasi persoalan dalam masyarakat
Bab III Penutup
- 3.1 Kesimpulan
- 3.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Allah telah menetapkan sumber ajaran Islam yang wajib diikuti oleh setiap
muslim. Ketetapan Allah itu terdapat dalam Surat An-Nisa (4) ayat 59 yang
artinya :” Hai orang-orang yang beriman, taatilah (kehendak) Allah, taatilah
(kehendak) Rasul-Nya, dan (kehendak) ulil amri di antara kamu ...”. Menurut ayat
tersebut setiap mukmin wajib mengikuti kehendak Allah, kehendak Rasul dan
kehendak ’penguasa’ atau ulil amri (kalangan) mereka sendiri. Kehendak Allah
kini terekam dalam Al-Quran, kehendak Rasul terhimpun sekarang dalam al
Hadis, kehendak ’penguasa’ (ulil amri) termaktum dalam kitab-kitab hasil karya
orang yang memenuhi syarat karena mempunyai ”kekuasaan” berupa ilmu
pengetahuan.
Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum
islam adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda, “
Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat
selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah dan
sunnahku.” Dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai
salah satu dasar hukum islam, setelah Alquran dan hadist.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Segi Kuantitas
Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat, 323.015 huruf dan 77.439 kosa
kata
2. Segi Kualitas
Isi pokok Al Qur’an (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3 (tiga) bagian:
1. Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti shalat, puasa, zakat,
haji, nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan dengan hubungan
manusia dengan tuhannya.
2. Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah) seperti
perjanjian perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian, pendidikan,
perkawinan dan lain sebagainya.
Ketetapan hukum yang terdapat dalam Al Qur’an ada yang rinci dan ada yang
garis besar. Ayat ahkam (hukum) yang rinci umumnya berhubungan dengan
masalah ibadah, kekeluargaan dan warisan. Pada bagian ini banyak hukum
bersifat ta’abud (dalam rangka ibadah kepada Allah SWT), namun tidak tertutup
peluang bagi akal untuk memahaminya sesuai dengan perubahan zaman.
Sedangkan ayat ahkam (hukum) yang bersifat garis besar, umumnya berkaitan
dengan muamalah, seperti perekonomian, ketata negaraan, undang-undang
sebagainya. Ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan masalah ini hanya berupa
kaidah-kaidah umum, bahkan seringkali hanya disebutkan nilai-nilainya, agar
dapat ditafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman.
Selain ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan hukum, ada juga yang
berkaitan dengan masalah dakwah, nasehat, tamsil, kisah sejarah dan lain-lainnya.
Ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut jumlahnya banyak sekali.
2. Hadits
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber
hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk
menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi
Muhammad SAW dalam haditsnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT
Artinya: “ … Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa
yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, …” (QS Al Hasyr : 7)
Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak akan sesat
selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah
rasulnya”. (HR Imam Malik)
Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki kedua fungsi sebagai
berikut.
Ayat diatas juga diperkuat oleh hadits-hadits yang juga berisi larangan berdusta.
Dalam ayat tersebut, bangkai itu haram dimakan, tetap tidak dikecualikan bangkai
mana yang boleh dimakan. Kemudian datanglah hadits menjelaskan bahwa ada
bangkai yang boleh dimakan, yakni bangkai ikan dan belalang. Sabda Rasulullah
SAW:
Artinya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun
dua macam bangkai adalah ikan dan belalalng, sedangkan dua macam darah
adalah hati dan limpa…” (HR Ibnu Majjah)
1. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al
Qur’an. Misalnya, cara menyucikan bejana yang dijilat anjing, dengan
membasuhnya tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
1. Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil,
sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak janggal.
Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang
dapat menodai keshohehan suatu hadits
2. Hadits Hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tapi
tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya, dan
tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan
termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal
yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting
3. Hadits Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih syarat-
syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak macam
ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan
banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak
dipenuhi
Islam menghargai ijtihad, meskipun hasilnya salah, selama ijtihad itu dilakukan
sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Dalam hubungan ini Rasulullah
SAW bersabda:
Islam bukan saja membolehkan adanya perbedaan pendapat sebagai hasil ijtihad,
tetapi juga menegaskan bahwa adanya beda pendapat tersebut justru akan
membawa rahmat dan kelapangan bagi umat manusia. Dalam hal ini Rasulullah
SAW bersabda:
Dalam berijtihad seseorang dapat menmpuhnya dengan cara ijma’ dan qiyas.
Ijma’ adalah kese[akatan dari seluruh imam mujtahid dan orang-orang muslim
pada suatu masa dari beberapa masa setelah wafat Rasulullah SAW. Berpegang
kepada hasil ijma’ diperbolehkan, bahkan menjadi keharusan. Dalilnya dipahami
dari firman Allah SWT:
Artinya: “Hai orang-oran yang beriman, taatilah Allah dan rasuknya dan ulil amri
diantara kamu….” (QS An Nisa : 59)
Dalam ayat ini ada petunjuk untuk taat kepada orang yang mempunyai kekuasaan
dibidangnya, seperti pemimpin pemerintahan, termasuk imam mujtahid. Dengan
demikian, ijma’ ulam dapat menjadi salah satu sumber hukum Islam. Contoh
ijam’ ialah mengumpulkan tulisan wahyu yang berserakan, kemudian
membukukannya menjadi mushaf Al Qur’an, seperti sekarang ini
1. Dasar (dalil)
2. Masalah yang akan diqiyaskan
3. Hukum yang terdapat pada dalil
4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan
b. Sunah, yaitu anjuran. Jika dikerjakan dapat pahala, jika tidak dikerjakan tidak
berdosa.
c. Haram, yaitu larangan keras. Kalau dikerjakan berdosa jika tidak dikerjakan
atau ditinggalkan mendapat pahala, sebagaiman dijelaskan oleh nabi Muhammad
SAW dalam sebuah haditsnya yang artinya:
Jauhilah segala yang haram niscaya kamu menjadi orang yang paling beribadah.
Relalah dengan pembagian (rezeki) Allah kepadamu niscaya kamu menjadi orang
paling kaya. Berperilakulah yang baik kepada tetanggamu niscaya kamu termasuk
orang mukmin. Cintailah orang lain pada hal-hal yang kamu cintai bagi dirimu
sendiri niscaya kamu tergolong muslim, dan janganlah terlalu banyak tertawa.
Sesungguhnya terlalu banyak tertawa itu mematikan hati. (HR. Ahmad dan
Tirmidzi)
d. Makruh, yaitu larangan yang tidak keras. Kalau dilanggar tidak dihukum (tidak
berdosa), dan jika ditinggalkan diberi pahala.
e. Mubah, yaitu sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan. Kalau
dikerjakan tidak berdosa, begitu juga kalau ditinggalkan.
4. Dakwah wal Jihad, Komit atau memiliki iltizam terhadap dakwah dan jihad.
Seorang a’dha yang memiliki komitmen terhadap jamaah dengan harakah, tentu
saja harus memiliki iltizam terhadap dakwah dan jihad.Ada konsekuensi logis
ketika seseorang beriltizam pada jihad yakni ia juga harus beriltizam terhadap
segala sesuatu yang merupakan persiapan untuk itu seperti tarbiah takwiniah yang
istimrar dan lain-lain.
1. Iltizam terhadap bai’ah. Transaksi ‘jual-beli’ antara Allah sebagai pembeli dan
mukmin sebagai penjual ini erat kaitannya dengan masalah bai’ah. Sikap iltizam
terhadap bai’ah yang telah diucapkan nampak jelas pada tokoh Anshar, Habibi bin
Zaid. Ia disiksa Musailamah Al-Kadzab karena tidak mau mengakuinya sebagai
nabi, tidak rela menodai bai’ah yang telah Habib bin Zaid diucapkannya walaupun
untuk itu ia harus menebusnya dengan nyawa. Tubuhnya dicabik-cabik dan
disayat-sayat selagi masih hidup. Sekali kita mengucapkan bai’ah seumur hidup
kita terikat untuk beriltizam kepadanya.
4. Iltizam atau komit terhadap infaq. Keutamaan berinfaq atau berjuang dengan
harta dan jiwa (QS 9: 111, 61:10-11) sangat sering diungkapkan dalam firman-
firman Allah. Bahwa ia akan membalasnya dengan beratus-ratus kali lipat, bahkan
dengan surga.Maka suatu kewajaranlah bila kita yang telah berbaiat ini terikat
untuk memenuhi kewajiban berinfaq, baik yang wajib maupun yang sunnah.
b.Melaksanakan salat fardu, puasa, zakat, dan haji/umrah sesuai dengan syariat
yang telah ditentukan berdasarkan al-Quran dan hadis Nabi saw.
Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi
persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahakan
secara empiris karena adanya keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian.
Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan fungsinya sehingga
masyarakat merasa sejahtera, aman, stabil, dan sebagainya. Agama dalam
masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut :
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber ajaran
islam ada tiga macam, yaitu Al-qur’an, hadits dan ijtihad. Al-qur’n sebagai
sumber hukum Islam yang pertama yaitu Al-qu’an berisi tentang semua
kehidupan yang ada di alam, perintah, akidah dan kepercayaan, akhlak yang
murni, mengenai syari’at dan hukum dan sebagai petunjuk umat Islam. Sedangkan
Hadits itu sebagai sumber ajaran islam karena dalam Dalil al-qur’an mengajarkan
kita untuk mempercayai dan menerima apa yang telah disampaikan oleh Rasul
untu dijadikan sebagai pedoman hidup. Selain itu dalam hadits juga terdapat
pertnyataan bahwa berpedoman pada hadits itu wajib, bahkan juga terdapat dalam
salah satu pesan Rasulullah berkenaan menjadikan hadist sebagai pedoman hidup
setelah Al-qur’an sebagai sumber yang pertama. Ijtihad sebagai sumber ajaran
karena melalui konsep ijtihad, setiap peristiwa baru akan didapatkan ketentuan
hukumnya Dari pemaparan makalah kami tersebut kita tahu bahwa sumber ajaran
islam sangat penting sebagai pedoman hidup, untuk itu hendaknya apabila kita
melenceng dari salah satu sumber ajaran tersebut, maka akan menjadikan hal yang
fatal.
3.2 Saran
Kita sebagai makhluk Allah hendaknya kita beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT, karena Allah telah menciptakan kita dengan sangat sempurna
dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain. Kita juga diberi akal oleh Allah
seharusnya kita berpikir sebelum kita melakukan sutu tindakan mana yang baik
dan mana yang buruk. Dan sebagai seorang kholifah di muka bumi ini kita
seharusnya juga bisa menjadi seorang pemimpin yang adil dan bijaksana. Dan
jangan sampai kita berkhianat atas kepercayaan yang sudah diberikan kepada kita.
Daftar Pustaka
1. Mahfud, Rois. Al-Islam PendidikanAgama Islam, Jakarta: Penerbit Erlangga,
2011
2. H Daud Ali, Muhammad. Hukun Islam. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada. 2007.
3. http://lylamasiv.blogspot.co.id/2013/05/ijtihad-dan-fungsi-hukum-
islam-dalam.html
4. http://mardiunj.blogspot.com/2010/06/sumber-sumber-hukum-islam.html