Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM IDENTIFIKASI DAN ANALISIS ZAT PERWARNA

RHODAMIN B PADA SAMPEL LIPSTICK

Dosen Pembimbing
Febrina Sarlinda,ST.,M.Eng

Disusun Oleh :

MONICA YOLANDA
1913451004

D3 SANITASI REGULER 1 SEMESTER 3

JURUSAN KESEHATAN TANJUNG KARANG


POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN TANJUNG KARANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
ANALISIS ZAT PERWARNA RHODAMIN B PADA GULA KAPAS MERAH

Hari/Tanggal : Senin,09 November 2020

Tempat : waylayap,Natar lampung selatan

Tujuan :

1.Untuk Menguji kandungan Rhodamin B pada suatu sampel makanan dengan mengamati
perubahan warna yang terjadi setelah ditetesi reagent

2Identifikasi senyawa rhondamin B pada lipstick dengan menggunakan KLT

3Mengetahui kadar rhondamin

A. Tinjauan Pustaka
Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.239/MenKes/Per/V/85 disebutkan ada 30 jenis pewarna yang dinyatakan
sebagai bahan berbahaya bagi kesehatan dan dilarang untuk digunakan sebagai
bahan tambahan makanan. Salah satunya yaitu zat warna sintesis Rhodamin B
yang merupakan pewarna yang dilarang digunakan untuk zat tambahan
makanan. Rhodamin B adalah zat pewarna buatan yang digunakan dalam
industri tekstil dan kertas. Rumus molekul dari Rhodamin B adalah C1NCl
dengan berat molekul sebesar 479.000. Zat Rhodamin B berbentuk kristal
hijau atau serbuk ungu kemerah-merahan, sangat larut dalam air dan akan
menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berflouresensi kuat. Rhodamin
B dapat larut dalam alcohol, HCl, dan NaOH selain mudah larut dalam air
(Wisnu, 2008).

Rhodamin B adalah zat pewarna sintesis yang digunakan pada industri tekstil
dan kertas, zat pewarna sintesis ini sangat berbahaya apabila terhirup,
mengenai mata dan kulit serta tertelan. Pengaruh buruk bagi kesehatan antara
lain menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan dan air seni menjadi
berwarna merah atau merah muda. Pada kondisi yang lebih akut dapat
mengganggu fungsi hati dan menimbulkan kanker hati (Wijaya, 2011).
Identifikasi adanya zat tambahan Rhodamin B dalam makanan dapat
dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Tahap identifikasi
dengan KLT dimulai dengan sampel ditotolkan pada plat KLT dan totolkan
larutan baku Rhodamin B. Plat KLT yang mengandung cuplikan dimasukkan
kedalam chamber yang lebih dahulu telah dijenuhi fase gerak berupa n-butanol
: etil asetat : ammonia (10 : 4 : 5). Biarkan hingga lempeng terelusi sempurna
kemudian plat KLT diangkat dan dikeringkan. Ketika pelarut naik akibat dari
aksi kapiler pada adsorben, komponen sampel terbawa dengan kecepatan yang
berbeda dan dapat dilihat sebagai deretan titik-titik setelah platnya dikeringkan
dan diwarnai atau dilihat dibawah cahaya ultraviolet. Mengamati warna secara
visual dan dibawah sinar UV 254 nm. Jika secara visual noda berwarna merah
jambu dan dibawah sinar UV 254 nm warna kuning dan 366 nm merah muda
hal tersebut menunjukkan adanya Rhodamin B (Kumalasari, 2015).
Pemakaian bahan pewarna sintesis dalam pangan walaupun mempunyai
dampak positif bagi produsen dan bagi konsumen, diantaranya dapat membuat
suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan, dan mengembalikan
warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata
dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin
memberi dampak negative terhadap kesehatan manusia. Penggunaan pewarna
sintesis oleh para pedagang makanan tradisional di pasar-pasar atau dikantin
atau kios pada makanan disebabkan kurangnya pengetahuan terhadap bahaya
pewarna sintesis yang dilarang. Selain itu pertimbangan harga relatif murah
sehingga para pedagang menggunakan pewarna yang tidak diizinkan tersebut
(Abdurrahmansyah, 2017).
B.PRINSIP
1. KLT [Kromatografi Lapis Tipis] adalah suatu Teknik pemisah yang sederhana
menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastic yang di tutupi penyerapan
lapisan tipis dan kering berbentuk silika, alumina ,selulosa ataupun polianida.
2. Spektrofotometri UV-Vis
Adalah suatu metode analisis menggunakan prinsip penyerap gelombang 100-
400 m dan 400-800 oleh molecular senyawa.
3. Hukum lambert – beer
Menyatakan bahwa konsentrasi zat berbanding lurus dengan jumlah cahaya
yang di absorpsi atau berbanding terbaik dengan logaritma cahaya yang di
transmisikan.
C.TEORI DASAR RHONDAMIN B
Rhondamin b adalah salah satuzat pewarna sintesis yang biasa di gunakan
pada industry tekstil dan kertas zat ini di tetapkan sebagai zat yang di larang
penggunaanya pada makanan melalui Menteri kesehatan [ permenkes ] no.
239/menkes/per/v/85. Namun penggunaan rhondamin-B pada kerupuk , seblak,
sambal botol, dan sirup melalui pemeriksaan pada sejumlah sampel makanan dan
minuman. Rhondamin-b ini juga bahan makanan kimia yang berbahaya yang di
gunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstill dan kertas. Pada awalnya zat
ini di gunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai
keperluan yang berhubungan dengan sifatnya berfluorensi dalam sinar matahari
zat yang sangat di larang penggunaanya dalam makanan ini berbentuk kristal hijau
atau serbuk ungu-kemerahan – merahan sangat larut dalam air yang akan
menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat, rhondsminb juga
merupakan zat larut dalam alcohol.
D. Alat Dan Bahan

 Alat
1. Beaker glass
2. Sendok teh
3. Sendok makanan
4. Pipet tetes
5. Bulp tetes
6. Pipet volume
7. Chamber
8. Slica gel
9. Gelas ukur
10. Gelas arloji
11. Tabung reaksi
12. Spektrofotometer uv-vis
13. Labu ukur
14. Kuvet
15. Timbangan analitik

 Bahan
1. gula kapas merah
2. air
3. reagen A
4. ammonia
5. rhondamin b
6. etilasetat
7. HCI4 M
8. Menthol
9. Na-sulfatanhidrat
10. Sampel lipstik
E. PROSEDUR KERJA

1. 1 sendok Teh bahan makan yang akan di uji, lalu cacah menjadi bagian-bagian
kecil atau di potong menjadi kecil-kecil.
2. 10 gram sampel makanan
3. Masukkan dalam beaker gelas
4. Tambahkan air mendidih sebanyak 2 sendok makan (10 ml) lalu aduk agar
Rhodamin B yang ada pada makanan tertarik ke fase Air, biarkan sampai
dingin.
5. Ambil 1 sendok teh airnya saja, tambahkan Reagent A sebanyak 10 tetes.
Kocok dengan keras (kencang) atau dapat menggunakan vortex untuk
pengocokan.
6. Warna merah pada larutan akan menghilang atau berkurang Drastis Intensitas
warnanya
7. Tambahkan 4 tetes Reagent B, kocok kembali.
8. Amati perubahan warna bila warna merah kembali muncul atau menguat
intensitas warnanya menjadi ungu atau magenta berarti sampel positif terdapat
pewarna sintesis (Rhodamin B) pada makanan gula kapas merah tersebut.
9. Data yang dikumpulkan disajikan dalam bentuk tabel kemudian diolah dan
dianalisis secara deskriptif yaitu :
10. Dihitung jumlah positif dan negative kandungan Rhodamin B
11. Dihitung persentase positif dan negatif kandungan Rhodamin B dan disajikan
dalam bentuk diagram.
 Kuantitatif
Pembuatan uji [ larutan A ]
1. Ditimbang sebanyak 4 tetes HCL 4 M dan 5 ml menthol.
2. Di panaskan selama 5 menit hingga sampel melarut. Selajutnya di
tambahkan methol ad 30ml , di saring dengan kertas saring dan di
tambahkan Na-sulfat anhidrat kedalamnya. Filtrat diambil dan di
masukkan kedalam botol vial.
Pembuatan larutan baku [ larutan B ]
 Di timbang sebanyak 5 mg pewarna rhondamin b baku pembanding ,
di larutkan 10 ml. menthol di kocok hingga larut.
Pembuatan larutan c
Di pepet dengan sejumlah larutan Bersama antar larutan A dan larutan B `

Uji dentifikasi sampel


 Plat KLT di siapkan kemudian di totolkan larutan baku dan larutan
sampel secara terpisah. Di diamkan plat KLT hingga homogen kering ,
kemudian plat KLT dimasukkan kedalam chamber yang telah di
jenuhkan dengan propanol : Batas plat dan di keringkan selanjutnya di
amati noda di bawab uv pada Panjang gelombang 254 nm. Warna
merah berfluonsi kuning menunjukan adanya rhondaminB.
Preparing sampel
 Di timbang 2 g sampel, di letakkan di atas cawan penguap dan di
tambah kan 16 tetes HCL4 M, di masukkan dalam beker glass dan di
tambahkan 30ml menthol. Kemudian di lelehkan di atas penangas air
hingga melarut di saring dengankertas saring dan di tambah na-sulfat
anhidrat dan di saring kembali.
Standaradisi
 Di buat larutan dengan lima konsentrasinya yang berbeda pada tiap
tiap labu ukur. Di pipet sampel sebnyak 0,3 ml kedalaman lima buah
labu ukur 25 ml yang berbeda pada masing2 labu di tambahkan larutan
baku pada berbagai volume yang berbeda, kemudian di tambahkan
menthol hingga batas labu ukur selanjutny di lakukan analisis dengan
instrument spektrofometer uv-vis pada masing masing konsentrasinya,
di catat hasil absorpsinya.
F. Hasil

Tabel 1. Hasil Perlakuan Analisis Zat Pewarna Rhodamin B Pada Gula Kapas
Merah.

Hasil

Metode Uji
No Perlakuan Rhodamin Test Keterangan
kit

1. Kontrol Positif Positif (+)

2. Kontrol Negatif Negatif (-)

3. Sampel A Positif (+) Arena Buah kec. Cakranegara

4. Sampel B Positif (+) Arena Buah kec.

Cakranegara

5. Sampel C Positif (+) Arena Buah kec. Cakranegara

6. Sampel D Negatif (-) Udayana kec.

Selaparang

7. Sampel E Negatif (-) Udayana kec.

Selaparang

8. Sampel F Negatif (-) Udayana kec. Selaparang

9. Sampel G Negatif (-) Loang Balok kec.

Sekarbela

10. Sampel H Negatif (-) Loang Balok kec.

Sekarbela

11. Sampel I Negatif (-) Loang Balok kec.

Sekarbela

G. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini bertujuan untuk menganalisis Rhodamin b yang diduga


terkandung dalam sampel lipstick. Analisis yang dilakukan yaitu analisis kualitatif
dengan uji kromatografi lapis tipis dan analisis kuantitatif dengan
spektrofotometri UV-Visible. Sampel lipstik yang digunakan adalah Quina, lipstik
yang beredar di pasaran namun tidak memiliki nomor registrasi. Analisis ini
dilakukan karena rhodamin b dalam kosmetik terutama lipstik perlu diawasi
keberadaanya sebab rhodamin b merupakan pewarna sintesis yang biasa
digunakan pada tekstil. Pengunaan rhodamin b dalam suatu sediaan dilarang
karena dapat menimbulkan dampak yang tidak diharapkan seperti gangguan
kesehatan. Analisis kualitatif ini berfungsi untuk mengidentifikasi keberadaan
rhodamin b dalam sampel lipstick, yaitu menggunakan Kromatografi Lapis Tipis
yang merupakan salah satu teknik pemisahan senyawa dengan prinsip adsorpsi
dan koefisien partisi. KLT dilakukan karena pengujian menggunakan metode ini
mudah dilakukan dan murah. Prinsip kromatografi lapis tipis yaitu perbedaan
kepolaran ‘like dissolve like’ dimana pelarut yang bersifat polar akan berikatan
dengan senyawa yang bersifat polar juga dan sebaliknya. Semakin dekat
kepolaran antara senyawa dengan eluent maka senyawa akan semakin terbawa
oleh fase gerak tersebut.
Tahap pertama yang dilakukan adalah preparasi larutan sampel. Preparasi sampel
dilakukan untuk memperoleh larutan sampel sehingga bisa dianalisis karena
dalam KLT, sampel yang diuji harus berbentuk larutan. Sampel lipstik ditimbang
sebanyak 500 mg secara seksama dan diletakkan di cawan penguap supaya
preparasi mudah dilakuakan. Setelah itu sampel tersebut ditambahkan HCl 4 M.
Larutan HCl 4 M ini digunakan untuk mendestruksi senyawa-senyawa yang ada di
dalam sampel lipstik dan menstabilkan rhodamine agar tidak berubah dari bentuk
terionisasi menjadi bentuk netral. Selanjutnya, ditambahkan 5 ml methanol.
Fungsi methanol ini yaitu sebagai pelarut karena rhodamin b bersifat sangat
mudah larut dalam alkohol.
Setelah ditambahkan pelarut, sampel dipindahkan ke beaker glass kecil dan
ditutup dengan kaca arloji yang berfungsi untuk meminimalisir penguapan karena
methanol bersifat mudah menguap, terlebih lagi jika dipanaskan. Beaker glass
tersebut kemudian dipanaskan di atas penangas air. Tujuannya yaitu untuk
mempercepat proses pelarutan lipstick yang berwujud padat hingga diperoleh
larutan berwarna merah. Setelah diperoleh larutan berwarna merah, maka larutan
kemudian difiltrasi dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring dan
bantuan corong penyaring. Namun sebelumnya, larutan sampel ditambahkan
dengan Natrium sulfat anhidrat. Fungsinya yaitu untuk menyerap air. Penyaringan
ini dilakukan untuk memisahkan senyawa Rhodamin b yang akan dianalisis dari
senyawa-senyawa pengotor yang dapat mengganggu absorbansi, misalnya basis
lipstik. Filtrat yang diperolah ditampung dalam beaker glass bersih. Filtrat hasil
penyaringan berupa larutan bening berwarna merah yang diduga berasal dari
pewarna merah Rhodamin b. Setelah dibuat larutan sampel, maka dibuat larutan
rhodamin-B BPFI dengan pelarut yang sama yaitu methanol. Larutan baku ini
digunakan sebagai pembanding nilai Rf dalam KLT.
Selanjutnya dilakukan penyiapan fasa diam dan fasa gerak dari sistem
kromatografi lais tipis ini. Fasa diam yang digunakan adalah silica gel. Dalam fase
diam terdapat plat tipis aluminium yang berfungsinya untuk tempat berjalannya
adsorbens sehingga proses migrasi analit oleh solventnya bisa berjalan. Dalam
KLT adsorbens yang digunakan berupa silika gel (SiO2) yang tidak mengikat
molekul air, sehingga noda yang tercipta lebih terfokus dan tajam. Fase diam ini
bersifat polar. Sedangkan fase gerak yang digunakan adalah campuran propanol :
amoniak (90:10) dengan total volume eluent yaitu 100 ml. Eluent yang digunakan
bersifat lebih polar dari fase diamnya agar sampel yang polar tidak terikat kuat
pada fase diamnya. Penggunaan eluent ini disesuaikan dengan sifar polar
Rhodamin b karena memiliki gugus karboksil dengan pasangan elektron bebas
dan gugus amina pada struktur molekulnya. Gugus karboksil dan amina ini akan
membentuk ikatan hidrogen intermolekular dengan pelarut polar sehingga mudah
larut dalam pelarut polar seperti alkohol Oleh karena itu, digunakan campuran
eluen polar agar dapat mengeluasi Rhodamin b dengan baik.
Setelah dibuat eluent, maka larutan eluent tersebut dijenuhkan terlebih dahulu.
Tujuan penjenuhan adalah untuk memastikan partikel fasa gerak terdistribusi
merata pada seluruh bagian chamber sehingga proses pergerakan spot di atas fasa
diam oleh fasa gerak berlangsung optimal, dengan kata lain penjenuhan digunakan
untuk mengotimalkan naiknya eluent. Selain itu juga berfungsi untuk menghindari
hasil tailing pada pelat KLT. Untuk mengetahui kejenuhan tersebut maka
digunakan kertas saring yang disimpan diatas bagian dalam chamber. Kejenuhan
ditandai dengan suhu di dalam chamber hangat serta lebabnya kertas saring.
Selama proses penjenuhan, dilakukan persiapan fase diam. Pelat aluminium yang
digunakan berukuran 20 x 20 cm. Pelat tersebut diberi batas atas dan bawah
masing-masing 1 cm. Fungsinya sebagai penanda jarak tempuh eluent. Batas
bawah plat dibuat sedemikian rupa sehingga tidak terendam oleh eluent. Setelah
itu, dilakukan penotolan larutan baku dan sampel menggunakan pipa kapiler.
Tujuannya yaitu supaya penotolan kecil karena dalam KLT, penotolan yang baik
diusahakan sekecil mungkin untuk menghindari pelebaran spot dan jika sampel
yang digunakan terlalu banyak akan menurunkan resolusi.. Pelebaran spot dapat
mengganggu nilai Rf karena memungkinkan terjadinya himpitan puncak.
Penotolan dilakukan pada garis bawah yang telah dibuat. Kemudian dibiarkan
beberapa saat hingga mengering. Penotolan plat juga tidak boleh terlalu
berdekatan untuk menghindari bergabungnya spot masing-masing larutan dan
tidak boleh terlalu pekat untuk menghindari adanya tailing saat spot naik bersama
fasa gerak.
Selanjutnya, plat dimasukkan dengan hati-hati ke dalam chamber tertutup yang
berisi fasa gerak dengan posisi fasa gerak berada di bawah garis. KLT ini
menggunakan metode ascending (naik). Kemudian fase gerak dibairkan naik
sampai hampir mendekati batas atas plat. Fase gerak perlahan-lahan bergerak
naik. Meskipun melawan gravitasi, namun eluent bisa naik karena adanya afinitas.
Dalam proses naiknya fase gerak, komponen-komponen yang berbeda dari
campuran berjalanan pada tingkat yang berbeda sesuai dengan kepolarannya.
Setelah kira-kira mencapai jarak tempuh 6 cm, plat KLT diangkat dan dibiarkan
kering diudara. Tujuannya untuk menguapkan sisa pelarut yang masih terdapat
pada plat untuk menjamin penguapan telah sempurna dan agar spot jelas terlihat.
Kemudian diamati dibawah sinar UV pada panjang gelomang 254 nm. UV254
tersebut merupakan deteksi universal yang bisa digunakan untuk senyawa yang
berfluorsensi seperti rhodamin b. Hasilnya yaitu terbentuk 2 spot berfluoresensi
berwarna merah muda kebiruan dengan jarak tempuh spot yang berdekatan.
Namun, spot yang dianalisis adalah spot yang mirip dengan spot larutan baku
Rhodamin b. Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh jarak spot dengan batas
bawah yaitu 3,9 cm sedangkan jarak tempuh pelarut yaitu 5,2 cm. kemudian
dilakukan perhitungan Rf dengan menggunakan rumus
Rf yang didapat dari hasil pengamatan yaitu 0.75. Nilai Rf menyatakan ukuran
daya pisah suatu zat dengan kromatografi planar (KLT), dimana jika nilai Rf-nya
besar berarti daya pisah zat yang dilakukan solvent (eluenya) maksimum
sedangkan jika nilai Rf-nya kecil berarti daya pisah zat yang dilakukan solvent
(eluenya) minimum. Rf yang optimum yaitu berada pada rentang 0.5 – 0.8.
Rf sampel kemudian dibandingkan dengan Rf baku. Dalam larutan baku, jarak
spot dengan batas bawah yaitu 4,2 dan jarak tepuh pelarut yaitu 5,7 sehingga
diperoleh Rf yaitu 0.74. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Rf sampel yang
dianalisis berdekatan dengan Rf baku. Hal ini mengindikasikan bahwa sampel
lipstick mengandung Rhodamin b. .
Dalam KLT, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemisahan komponen
adalah struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, sifat dari penyerap dan
derajat aktifitasnya, tebal dan kerataan zat penyerap, kemurnian pelarut, derajat
kejenuhan, teknik percobaan, jumlah cuplikan, temperatur, dan kesetimbangan.
Selain uji kualitatif, dilakukan juga uji kuantitatif. Analisis kuantitatif ini
bertujuan untuk mengetahui kadar rhodamin b dalam sampel lipstick karena
berdasakan uji kualitatif, sampel mengandung rhodamin b. Analisis kuantitatif
yang dilakukan adalah spektrofotometri UV-Vis. Metode spektrofotometri ini
mempunyai prinsip yaitu hukum lambert beer. Hukum lambert beer menyatakan
konsentrasi suatu zat berbanding lurus dengan jumlah cahaya yang diabsorbsi,
atau berbanding terbalik dengan logaritma cahaya yang ditransmisikan. Dengan
demikian, dari pengukuran spektrofotometri dapat dihitung konsentrasi sampel
yang dianalisis.
Alasan menggunakan metode analisis spektrofotometri UV-Vis adalah karena
senyawa rhodamin b memiliki gugus kromofor yaitu gugus dalam senyawa
organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak seperti gugus
karboksil, senyawa aromatik dan juga memiliki gugus auksokrom yaitu gugus
yang memiliki pasangan elektron bebas seperti NR2. Alasan lain, yaitu karena
metode ini mudah dilakukan.
Hal pertama yang dilakukan adalah pembuatan larutan baku. Untuk larutan baku,
dibuat sejumlah 25 mg rhodamin b BPFI ditimbang seksama kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL, ditambah dengan pelarut methanol
hingga batas labu dan dikocok hingga larutan homogen. Hasilnya yaitu terbentuk
larutan pink bening dengan konsentrasi 100 ppm. Setelah dibuat larutan baku, lalu
dibuat larutan sampel. Prosedur dan bahan preparasi sampel sama seperti pada
analisis kualitatif, yang berbeda hanya jumlah sampel. Untuk analisis kuantitatif,
sampel lipstick yang digunakan yaitu sebanyak 2 gram ditambah HCl 16 tetes dan
pelarut methanol sebanyak 60 mL. Setelah dipanaskan dan disaring dengan
tambahan Na-Sulfat, maka diperoleh filtrat sebanyak 50 mL berwarna merah
terang.
Analisis kuantitatif ini menggunakan metode standar adisi karena standar adisi
biasa digunakan untuk mengukur sampel yang konsentrasinya kecil. Pada
percobaan, senyawa yang dianalisis adalah rhodamin b dalam sediaan kosmetik
lipstick. Konsentrasi rhodamin b dalam sampel lipstick diperkirakan kecil karena
seharusnya rhodamin b tidak digunakan untuk pewarna sediaan kosmetik. Oleh
karena itu, untuk bisa mengukur konsentrasinya dipilih metode standar adisi.
Alasan lain yaitu karena metode standar adisi lebih akurat.
Pada dasarnya, metode standar adisi dilakukan dengan menambahkan sejumlah
larutan standar dengan volume yang bervariasi ke dalam sejumlah sampel.
Kemudian diencerkan hingga volumenya sama. Dengan demikian matrik sampel
dan matrik standar sama, yang berbeda yaitu konsentrasi standar yang
ditambahkan pada sampel. Sesuai metode standar adisi, prosedur yang dilakukan
yaitu ke 5 labu ukur masing-masing dimasukkan larutan sampel dengan volume
yang sama yaitu 0.3 ml. Kemudian dimasukkan larutan baku dengan volume
berbeda sehingga menghasilkan variasi konsentrasi yaitu 1.1 mL (4.4 ppm), 1.2
mL (4.8 ppm), 1.3 mL (5.2 ppm), 1.4 mL (5.6 ppm), dan 1.5 mL (6 ppm).
Kemudian add ke dalam labu tersebut methanol hingga tanda batas. Semua larutan
tersebut dikocok supaya larutan homogeny. Dalam percobaan digunakan labu
ukur karena analisis bersifat kuantitatif.
Larutan ini kemudian diukur pada panjang gelombang, suhu, kuvet dan kondisi
pelarut yang sama, karena jika dilakukan dalam kondisi yang berbeda maka akan
memberikan nilai pengukuran yang berbeda-beda dan tidak memenuhi Hukum
Lambert-Beer. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang yang memberikan
absorbansi maksimum karena pada panjang gelombang serapan maksimum,
kepekaannya juga maksimum. Selain itu disekitar panjang gelombang serapan
maksimum, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum
lambert-beer akan terpenuhi serta jika dilakukan pengukuran ulang maka
kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil
sekali.
Penentuan panjang gelombang maksimum pada rhodamin b dilakukan pada
rentang panjang gelombang 400-800 nm. Hal ini dilakukan karena larutan
rhodamin b merupakan larutan berwarna sehingga dipilih sinar tampak yang
mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Selain itu pengukuran dilakukan
pada rentang tersebut karena hukum Lambert-Beer terpenuhi. Hasil penentuan
panjang gelombang dengan serapan maksimum larutan rhodamin b diperoleh l
pada 544 nm. Menurut literatur, panjang gelombang ini sama dengan panjang
gelombang untuk rhodamin b.
Sebelum melakukan pengukuran, dilakukan blanko terlebih dahulu. Blanko yaitu
pengukuran absorbansi pelarut yang digunakan, yaitu methanol. Tujuannya adalah
supaya alat mengenali pelarut sebagai pengotor. Absorbansi dari pelarut tersebut
dinolkan. Dengan demikian, pengukuran absorbansi sampel rhodamin b tidak
akan dipengaruhi oleh absorbansi pelarutnya. Kemudian masing-masing
konsentrasi dimasukkan ke dalam kuvet. Kuvet yang digunakan harus bersih dan
kering sebelum dimasukkan ke dalam alat spektro dan sisi kuvet yang bening
tidak boleh disentuh
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Tina. 2009. Available Online at


http://www.scribd.com/doc/23648388/15/II-3-4Kromatografi-Lapis-Tipis-Preparatif
[Diakses tanggal 15-05-13].
Gritter J.R, dkk. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung. Penerbit ITB
Hamdani. 2013. Available online at http://catatankimia.com/catatan/rhodamin-b.html
[Diakses tanggal 15-05-13].
Roth, H.J., Blaaschke, G. 1988. Analisis Farmasi. Penerjemah Sarjono Kisman.
Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada Press
Sastrohamidjojo. 1985. Kromatografi. Yogyakarta. Penerbit Liberty
Wiryawan, Adam . 2011. Available Online at http://www.chem-is-
try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrofotometri-serapan-atom/metode

Anda mungkin juga menyukai