Endokrin Janin
Endokrin Janin
Sistim hipotalamus-hipofisis
Aksis neuroendokrin janin terdiri dari hipotalamus, eminensia mediana,
pembuluh darah portal hipotalamus-hipofisis, dan hipofisis 1,2,3. Perkembangan sistim
neural hipotalamus dimulai pada minggu1. Hipotalamus menghasilkan hormon pelepas
(releasing hormone) seperti: gonadotropin releasing hormone (GnRH); thyrotropin
(TRH); corticotropin relesing hormone (CRH); dan growth hormone releasing hormone
(GHRH), dan hormon penghambat (inhibitory hormone) seperti prolactin inhibiting
factor (PIF) untuk mengontrol pelepasan hormon hipofisis 1,2. Perkembangan emenensia
mediana terjadi pada umur kehamilan 9 minggu, sedangkan perkembangan pembuluh
darah portal hipofisis-hipotalamus terjadi pada umur kehamilan 12 minggu. Pada
kehamilan minggu ke 8 sampai 13, hipotalamus dan hipofisis janin secara in vitro mulai
merespon rangsangan stimulus maupun inhibisi. Pada pertengahan umur kehamilan, aksis
hipotalamus-hipofisis janin sudah merupakan suatu unit fungsional dan autonom untuk
mengadakan mekanisme kontrol umpan balik2.
Gonadotropin
Gonadotropin (FSH dan LH) telah ditemukan pada hipofisis sejak kehamilan
minggu ke sembilan. Terdapat perbedaan profil gonadotropin antara janin perempuan dan
laki laki. Pada janin perempuan gonadotropin hipofisis meningkat sampai pertengahan
kehamilan, kemudian terjadi penurunan setelah itu. Sedangkan pada janin laki laki,
gonadotropin hipofisis meningkat sepanjang kehamilan3.
Hormon testosteron diproduksi oleh sel Leydig yang dimulai pada trimester
pertama kehamilan, dan mencapai maksimal pada minggu ke 17-21 kehamilan 3. Selain
itu testis juga menghasilkan hormon estradiol dalam jumlah sangat minimal 3. Fungsi sel
Leydig testis diatur oleh LH janin 1, walaupun demikian produksi testosteron janin
meningkat maksimal seiring dengan produksi hCG maksimal oleh plasenta 4. Pada
ovarium janin perempuan, bakal sel primordial berdiferensiasi menjadi ova sepanjang
trimester pertama dan kedua kehamilan. Janin bulan ke empat kehamilan telah
menghasilkan folikel, bahkan pada bulan ke enam kehamilan banyak folikel preantral
telah berkembang5. Aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium pada fetus telah terbentuk utuh
pada akhir trimester ke dua kehamilan dan mempunyai kemampuan untuk memproduksi
hormon. Namun demikian produksi hormon estrogen dan progesteron dari plasenta ibu
pada trimester ke tiga kehamilan lebih lanjut akan menekan pematangan aksis
hipotalamus-hipofisis ovarium pada janin5.
TSH (tirotropin)
TSH (tirotropin) plasma janin meningkat sesuai umur kehamilan dimana kadarnya
rendah pada umur kehamilan 16-18 minggu dan maksimal pada umur kehamilan 35-40
minggu1. Kadar TSH janin didapatkan lebih tinggi dibandingkan kadar TSH orang
dewasa. Sebaliknya kadar tiroxin (T4) total janin didapatkan lebih rendah dibandingkan
dengan orang dewasa3. Hal ini diduga disebabkan oleh nilai ambang untuk terjadinya
umpan balik negatif lebih tinggi pada fase prenatal dibandingkan periode postnatal3.
Tidak ada hubungan antara nilai hormon tiroid serum janin dan ibu dengan kadar TSH,
dan keadaan ini menunjukkan bahwa aksis hipofisis-tiroid janin berkembang secara
tersendiri dan tidak dipengaruhi oleh sistim tiroid ibu5. Respon TSH hipofisis terhadap
TRH hipotalamus terjadi pada awal trimester tiga kehamilan. Demikian juga injeksi T4
kedalam cairan amnion 24 jam sebelum seksio sesar elektif akan meningkatkan kadar T4
janin dan sebaliknya terjadi penurunan kadar TSH janin. Hal ini menunjukkan bahwa
pada janin tejadi mekanisme umpan balik negatif dari TSH3.
Adrenocotricotropin (ACTH)
ACTH terdeteksi dengan tehnik imunohistokimia pada hipofisis janin pada
minggu ke 10 kehamilan3. Penelitian menunjukkan bahwa hipofisis janin manusia respon
terhadap CRH dari hipotalamus yaitu pada minggu ke 14 kehamilan, respon ini
cenderung tidak mengalami peningkatan sesuia peningkatan umur kehamilan 3. Kadar
CRH pada plasma janin aterm berkisar 0,03 nmol/L, sedangkan kadar ACTH plasma
janin pada pertengahan kehamilan berkisar 55 pmol/L yang merupakan kadar maksimal
untuk menstimulasi pembentukan steroid adrenal 1. Pada umur kehamilan lanjut, kelenjar
adrenal janin menghasilkan 100-200 mg steroid termasuk dehydroepiandrosterone
(DHEA) dan pregnenolone6. Selain itu kelenjar adrenal janin juga menghasilkan kortisol
dan aldosteron. Kortisol adrenal merupakan 2/3 dari seluruh kortisol janin, sedangkan 1/3
lainnya berasal dari transfer kortisol plasenta 1. Sistim kontrol umpan balik ACTH matang
selama paruh kedua kehamilan dan periode neonatal dini. Deksametason dapat menekan
aksis hipofisis-adrenal janin aterm tetapi tidak pada minggu ke18-20 kehamilan 1. Fungsi
kortisol adalah untuk mempersiapkan janin menghadapi kehidupan ekstra uterina1.
Arginine vasopressin
Arginine vasopressin disebut juga hormon antidiuretik (ADH) telah ditemukan
sejak minggu ke 12 kehamilan3. Kadar vasopressin pada janin manusiasebelum
persalinan belum diketahui dengan jelas, namun pada janin hewan aterm didapatkan
kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan hewan dewasa6. Fungsi vasopressin antara
lain untuk memelihara kondisi kardiovaskular janin saat terjadi stres. Hal ini dibuktikan
dengan kadar yang meningkat saat terjadi hipoksia janin dan perdarahan 3,6. Pada kasus
resus isoimunisasi, kadar vasopressin janin bisa digunakan sebagai petunjuk adanya
distres janin3.
Oksitosin
Oksitosin ditemukan di hipofisis janin pada trimester kedua kehamilan 3. Kadar
oksitosin meningkat sesuai dengan meningkatnya umur kehamilan. Persalinan secara
bermakna menstimulasi peningkatan kadar oksitosin janin, sedangkan pada saat yang
sama kadar oksitosin ibu tetap atau hanya meningkat sedikit3,6. Tidak diketahui dengan
jelas saat kapan pelepasan oksitosin janin terjadi, demikian juga mekanisme
pelepasannya6. Diduga oksitosin janin berperan terhadap aktivasi sistim endokrin lain
dari janin yang memainkan peranan penting dalam terjadinya persalinan6.
Kepustakaan
1. Fisher DA. Endocrinology of fetal development. In: Wilson JD, Foster DW, Kronenberg HM,
editors. Williams textbook of endocrinology, 9 th ed. Philadelphia, W.B.Sounders company, 1998:
1273-300
2. Nader S. In: Creasy RK and Resnik R, editors. Maternal-fetal medicine. 3 rd ed. Philadelphia,
W.B.Sounders company, 1994: 1004-25
3. Beeston-Thorpe JG. Fetal endocrinology. In: Rodeck CH, Whittle MJ. editors. Fetal medicine
basic science and clinical practice. 1 st edition. London, Churchill Livingstone, 1999: 197-206
4. Marin MC, Taylor RN, Kitzmiller JL. Endokrinologi kehamilan. In: Greenspan FS, Baxter JD.
Editors. Endokrinologi dasar dan klinik. Jakarta, Penerbit buku kedokteran EGC, 1995: 683-715
5. Knockenhauer E, Azziz R. Ovarian hormones and adrenal androgens during a womens life span. J
Am Acad Dermatol 2001;45:S105-15
6. Peterson RE. Corticosteroids and cotricotropins. In: Fuchs F,Klopper A, editors. Endocrinology of
pregnancy. 3 rd edition, 1983: 112-143
7. Robson SC. Fetal endocrinology. In: James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B, editors. High risk
pregnancy: management option. 2 nd ed. London, WB Saunders company, 1999: 489-501