Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

RISK ASSESMENT DENGAN DATA SEKUNDER

DI AREA PRODUKSI PABRIK GULA

Dosen Pembimbing :
Winarko, SKM, M.Kes
Demes Nurmayanti, ST., M.Kes
Novra Herlian Rojabiansyah, S.Tr. Kes

Disusun Oleh:

Achmad Efendy Pratama P27833319001


Berlinda Rekta Putri Januariska P27833319007
Dania Wilda Riza Putri P27833319009
Fitria Dwi Yuliatiningsih S. P27833319012

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN SURABAYA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI DIV SANITASI LINGKUNGAN SURABAYA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah
mata kuliah Kesehatan, Keselamatan Kerja tepat waktu. Tidak lupa shalawat
serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan
kelak.

Penulisan makalah berjudul “ Risk Assesment dengan Data Sekunder di


Area Produksi Pabrik Gula ” dapat diselesaikan. Kami berharap dapat menjadi
referensi bagi pihak yang tertarik pada. Selain itu, kami juga berharap agar
pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih memerlukan penyempurnaan,


terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran
pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini, kami memohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Surabaya, 3 September 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 5
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 5
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 6
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja ....................................................... 6
2.2 Kecelakaan Kerja .................................................................................... 6
2.3 Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja ............................................. 8
2.4 Metode HIRADC ..................................................................................... 9
2.5 Penilaian Risiko ....................................................................................... 14
2.6 Pengendalian Risiko ................................................................................ 16
BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN ................................................. 18
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................ 18
3.2 Lokasi Penelitian ..................................................................................... 18
3.3 Definisi Operasional ................................................................................ 19
3.4 Metode Pengumpulan Data .................................................................... 19
3.5 Analisis Data ............................................................................................ 19
3.6 Proses Produksi Gula .............................................................................. 20
3.7 Lembar Penilaian Resiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja pada
Kegiatan Produksi Di Area Produksi Pabrik Gula ................................... 21
BAB IV PENUTUP ....................................................................................... 25
4.1 Kesimpulan .............................................................................................. 25
4.2 Saran ......................................................................................................... 25
Daftar Pustaka
Lampiran

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam sebuah industri merupakan
bagian sangat penting. Masalah K3 secara umum di Indonesia masih sering
terabaikan, hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja
(Kani, 2013).
Jumlah kecelakaan di Indonesia adalah yang tertinggi di kawasan ASEAN.
Pada tahun 2010, 32% dari kasus kecelakaan kerja yang terjadi di sektor
konstruksi melibatkan semua jenis proyek kerja seperti pembangunan jalan,
jembatan, terowongan dan bendungan. Kecelakaan kerja sektor konstruksi
menempati presentase tertinggi yakni 32%, diikuti dengan sektor industri
31,60%, sektor transportasi 9,30%, sektor kehutanan 3,80%, sektor
pertambangan 2,60% dan lain-lain 21% (Jamsostek, 2011). Dibandingkan
dengan sektor pertanian, perikanan, perkayuan, dan pertambangan, sektor
konstruksi menjadi perhatian karena terus mendaftarkan tingkat korban
kecelakaan kerja tertinggi (Camino López dkk., 2008).
Pada Industri konstruksi pekerja menghadapi bahaya dan risiko kerja 2 - 4
kali lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja-pekerja lain pada umumnya
(Sucita dan Broto, 2011). Bahaya dan risiko K3 dapat diketahui dengan
melakukan identifikasi bahaya dan risiko K3 yang memungkinkan terjadinya
kerugian (Rijanto, 2012). Terdapat berbagai risiko tinggi dalam industri
konstruksi seperti tertimpa material, tersengat listrik, terjatuh dari ketinggian
(Adiyanto dan Irawan, 2013).

Hal ini sejalan dengan tingginya angka kecelakaan kerja di Indonesia.


Angka kecelakaan kerja di Indonesia menurut data Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) pada tahun 2013 diketahui kecelakaan kerja menimpa
sebanyak 192.911 orang (BPJS Ketenagakerjaan, 2013). Di Indonesia, angka
kecelakaan kerja tertinggi terdapat pada sektor konstruksi. Hampir 32% kasus
kecelakaan kerja yang ada di Indonesia pada tahun 2010 terjadi di sektor

4
konstruksi yang meliputi semua jenis pekerjaan proyek gedung, jalan,
jembatan, terowongan, irigasi bendungan dan sejenisnya (Jamsostek, 2011).

1.2 Rumusan Masalah


1) Bagaimana penilaian resiko keselamatan dan kesehatan kerja pada kegiatan
produksi di area produksi pabrik gula?
2) Bagaimana upaya pengendalian bahaya pada kegiatan produksi di area
produksi pabrik gula?

1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui cara penilaian resiko keselamatan dan kesehatan kerja
pada kegiatan produksi di area produksi pabrik gula
2) Untuk mengetahui upaya pengendalian bahaya pada kegiatan produksi di
area produksi pabrik gula

1.4 Manfaat
1) Bagi Kesehatan Lingkungan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi tambahan untuk
civitas akademik program studi sanitasi lingkungan Poltekkes Kemenkes
Surabaya . Penelitian ini sebagai sarana dalam mengembangkan keilmuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, khususnya mengenai pelaksanaan risk
assessment pada kegiatan .

2) Bagi Proyek Cibis


Hasil penelitian dapat menjadi informasi dan rekomendasi untuk
perusahaan dan mitra kerja sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki
pelaksanaan risk assessment pada kegiatan

5
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 menurut
PP RI No. 50 Tahun 2012 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
sebagai segala daya dan upaya serta pemikiran yang dilakukan dalam rangka
mencegah, mengurangi, dan menanggulangi terjadinya kecelakaan dan
dampaknya melalui langkah-langkah identifikasi, analisa, dan pengendalian
bahaya dengan menerapkan sistem pengendalian bahaya secara tepat dan
melaksanakan perundang-undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja
(Depnaker, 2005).

2.2 Kecelakaan Kerja


Kecelakaan adalah suatu insiden yang menyebabkan cidera, sakit penyakit
atau kematian (OHSAS 18001, 2007). Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan
yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang
timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam
perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah
melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui (Menakertrans, 2012).

1) Kecelakaan Kerja Konstruksi


Menurut Permen PU Nomor 05/PRT/M/2014, pekerjaan konstruksi
adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan
dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup bangunan
gedung, bangunan sipil, instalasi mekanikal dan elektrikal serta jasa
pelaksanaan lainnya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik
lain dalam jangka waktu tertentu. Kecelakaan kerja konstruksi merupakan
kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk
penyakit yang timbul karena hubungan kerja pada seluruh kegiatan dalam

6
pekerjaan konstruksi baik dalam rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau
pelaksanaan beserta pengawasan.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi yang disingkat K3


Konstruksi adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada pekerjaan konstruksi.

2) Faktor yang Berhubungan dengan Kecelakaan Kerja


Faktor - faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan tenaga kerja
adalah kelemahan sistem manajemen K3, kondisi – kondisi yang
membahayakan yang berhubungan dengan pekerjaan seperti penempatan
mesin dan bahan – bahan yang mengganggu, lingkungan pekerjaan yang
kurang mendukung, proses, sifat pekerjaan dan cara kerja. Selain itu,
tindakan yang membahayakan seperti kurangnya pengetahuan
keterampilan pelaksana, cacat tubuh yang tidak kentara, keletihan dan
kelesuan, serta sikap dan tingkah laku yang tidak sempurna juga
menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja (Srijayanti dkk., 2013). Salah
satu faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan tenaga kerja adalah
kelemahan sistem manajemen K3 (Srijayanti dkk., 2013). Manajemen
risiko merupakan elemen sentral dari manajemen K3 yang diibaratkan
sebagai mata uang dengan dua sisi. Jika tidak ada bahaya dan risiko, maka
upaya K3 tidak diperlukan dan sebaliknya manajemen K3 diperlukan
sebagai antisipasi terhadap adanya bahaya dan risiko (Ramli, 2010).
a. Bahaya
Bahaya adalah segala sesuatu atau kondisi yang berpotensi
menyebabkan kecelakaan atau membahayakan kesehatan atau
sumber potensial yang dapat merusak energi (Taylor, 2004). Banyak
definisi mengenai bahaya, namun istilah ini akan menjadi sangat
umum saat dibicarakan pada keselamatan dan kesehatan ditempat
kerja dimana suatu bahaya (hazard) bisa menjadi sumber dari potensi
kerusakan, gangguan efek kesehatan yang mempengaruhi sesuatu
atau seseorang di bawah kondisi-kondisi tertentu dtempat kerja

7
(workplace) (CCOHS, 2009). Keberadaan bahaya dapat
mengakibatkan terjadinya kecelakaan atau insiden yang membawa
dampak terhadap manusia, peralatan, material dan lingkungan
(Ramli, 2010).
b. Risiko
Risiko adalah kemungkinan atau peluang terjadinya sesuatu yang
dapat menimbulkan suatu dampak dari suatu sasaran, risiko diukur
berdasarkan adanya kemungkinan terjadinya suatu kasus atau
konsekuensi yang dapat ditimbulkannya (AS/NZS 4360, 2004).
Risiko merupakan kombinasi dari kemungkinan terjadinya kejadian
berbahaya atau paparan dengan keparahan suatu cidera atau sakit
penyakit yang dapat disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut
(OHSAS 18001, 2007).
Risiko yang dihadapi oleh suatu organisasi atau perusahaan
dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun dari luar.
Oleh karena itu, risiko dalam organisasi sangat beragam sesuai
dengan sifat, lingkup, skala, dan jenis kegiatannya. Risiko juga
menggambarkan besarnya potensi bahaya untuk dapat menimbulkan
insiden atau cidera pada manusia yang ditentukan oleh kemungkinan
dan keparahan yang diakibatkannya, sehingga diperlukan
manajemen risiko sebagai bentuk pengelolaan manajemen K3 yang
baik (Ramli, 2010)
2.3 Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja

Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi


bahaya di tempat kerja, Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan
dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat
dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka
pencegahan penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi. Secara umum, potensi
bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor,
antara lain faktor fisik (kebisingan dengan intensitas tinggi, getaran, radiasi,
tekanan udara, iklim kerja), faktor kimia, faktor biologi, faktor fisiologi-
ergonomic dan faktor psikologi.

8
2.4 Metode HIRADC
HIRADC adalah salah satu bagian dari standar ohsas 18001;2007 Di
indonesia biasa juga disebut sebagai risk assesment atau identifikasi bahaya
dan aspek K3L. di klausa itu menyebutkan bahwa organisasi harus
menetapkan, membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk
melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan menentukan pengendalian
bahaya dan risiko yang diperlukan.
Di dalam klausa ini menjelaskan mengenai proses/hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pelaksananaan HIRADC :
1) Hazard/Bahaya
2) Risk/Risiko
3) Penentuan untuk pengendalian bahaya dan risiko ( harus
mempertimbangkan hierarki dari pengendalian : eliminasi, subtitusi,
isolasi, engineering control, penandaan/peringatan/administrative
control, PPE)
4) Perubahan dari management
5) Pencatatan dan dokumentasi dari kegiatan HIRADC (misalnya :
HIRADC register)
6) Tinjauan yang berkelanjutan.

HIRADC merupakan salah satu dasar dari penerapan OHSAS :

1) Kegiatan rutin dan non rutin ( keadaan gawat darurat, bencana alam,
kegiatan pemeliharaan yg diluar jadwal, pembersihan, pengoperasian
mesin,shut down/ start up, visit dari kontraktor/pelanggan, keadaan lain yg
memang tidak rutin dilakukan oleh organisasi)
2) Semua kegiatan yang memungkinkan seluruh pekerja/orang mempunyai
akses masuk di area kerja ( termasuk kontraktor dan juga
pengunjung/tamu).
3) Perilaku manusia, kemampuan, dan juga faktor manusia. ( sifat, kesalahan
dari pihak manusia, perilaku, kebiasaan, stress dll).
4) Bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat menimbulkan efek
buruk ke kesehatan dan keselamatan pekerja di organisasi.

9
5) Hazard / bahaya yg timbul dari kegiatan berkaitan dengan pekerjaan atau
aktivitas yang berada dibawah kendali dilingkungan kerja dan organisasi.(
semua ini bisa berasal dari aspek lingkungan)
6) Infrastruktur/sarana/prasarana, peralatan dan material di tempat kerja, yg
disediakan oleh pihak organisasi atau pihak luar.
7) Perubahan atau rencana perubahan pada organisasi, kegiatannya, dan bahan
yang digunakan.
8) Modifikasi dari SMK3, termasuk bersifat sementara, dan pengaruhnya
terhadap kegiatan operasi, proses atau aktivitas.
9) Semua peraturan yg mengikat yg berkaitan dengan penilaian risiko dan
pengendalian yang dibutuhkan.
10) Disain dari area kerja, proses, instalasi, mesin/peralatan, termasuk
kemampuan adaptasi dari pekerja/manusia.

Di dalam klausa ini mengharuskan menentukan metodologi atau cara untuk


melakukan HIRADC, dan metodologi yang digunakan itu berbentuk tindakan
yang proaktif :
1) Cara-cara untuk melakukan ini diserahkan kepada organisasi tergantung
dari kebutuhan organisasi untuk melakukan HIRADC, tergantung dari
ruang lingkup, sifat, besar kecil organisasi, waktu,biaya dan ketersediaan
data untuk pelaksanaan HIRADC.dari semua itu diharapkan metode yang
dipilih dapat mencakup untuk pelaksanaan HIRADC yg ada di organisasi.
2) Orang yg melakukan punharus kompeten.

Setelah HIRADC tersusun secara sistematis, maka hasil tersebut dapat


digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan K3 terutama dalam hal mengenal
bahaya dan menghindarinya, meminimalisasi risiko, serta acuan dalam
melakukan tindakan kontrol termasuk tindakan perbaikan bila baha-ya tersebut
menyebabkan kesehatan dan/atau keselamatan karyawan terganggu.

Perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap HIRADC yang sudah disusun


paling tidak dua tahun sekali atau jika ada rekayasa teknik, pendesainan ulang
fasilitas, atau penataan ulang ruang, perubahan peralatan, metode atau gedung,

10
adanya proyek baru, adanya penggantian material atau penggunaan material
baru termasuk bahan kimia, adanya perubahan prosedur, instruksi kerja, atau
standar baru, pada saat tindakan perbaikan telah dilakukan, dan jika ada
indikasi bahaya yang berpotensi menimbulkan gangguan kepada manusia.

Tahapan atau Langkah-Langkah Penyusunan HIRADC

Langkah dalam menyusun HIRADC adalah sebagai berikut:

11
1) Menentukan ruang lingkup identifikasi bahaya dan asesmen risiko
2) Mengidentifikasi jenis bahaya yang mungkin ada dan berpotensi
membahayakan/menimbulkan kerugian. Jenis bahaya yang harus diidentifikasi
termasuk: bahaya fisika, kimia, biologi, ergonomi, dan psikologi. Lihat Tabel
1
3) Menganalisa potensi konsekuensi dimaksud adalah menganalisa ter-hadap
potensi dari tingkat kerugi-an, analisa ini dilakukan dengan mempertimbangkan
potensi keparahan dampak yang terjadi dan potensi jumlah yang terkena
dampak, dan jika diperlukan pada ka-sus tertentu dapat pula dipertimbangkan
tingkat gangguan terha-dap kelangsungan kegiatan (bisnis). Lihat Tabel 2
4) Menganalisa kemungkinan /Likelyhood analysis dengan menentukan tingkat
kemungkinan ter-jadinya bahaya yang dapat mem-bahayakan. Ada tiga hal
yang harus menjadi pertimbangan dalam menganalisa tingkat kemungkinan
potensi kerugian terjadi.
5) Penilaian risiko dengan menentu-kan kriteria risiko yang merupakan hasil
perkalian dari kriteria kemungkinan dan kriteria konsekuensi. Risiko (R) =
kemungkinan (P) x konsekuensi (C). tabel 3.
6) Menetapkan tingkat risiko dan menentukan tindakan kontrol yang diperlukan
dilakukan berdasarkan perhitungan pada tabel 4.

Penentuan tindakan kontrol untuk mengurangi risiko harus mengikuti hirarki


tindakan pengen-dalian sebagai berikut:
1. Pemusnahan yaitu menghilangkan bahaya dengan cara mengerjakan
pekerjaan dengan cara lain/ cara berbeda.
2. Substitusi yaitu menurunkan risiko dari sumbernya atau mengguna-kan
alternatif yang lebih aman
3. Rekayasa desain atau teknik; tindakan kontrol ini biasa dilakukan sebagai
tindakan pencegahan secara kolektif melalui rekayasa teknik termasuk
dalam tindakan ini adalah:
a) Pengisolasian/Pemisahan,
b) Pemasangan Ventilasi,
c) Pemberian Alat Pengaman

12
4. Pengendalian administratif; tindakan yang bersifat administratif seperti
misalnya tindakan yang berkaitan dengan pembatasan waktu kerja, jumlah
paparan, pemberian pelatihan, rotasi kerja, papan informasi, pemasangan
label, prosedur kerja dan intruksi kerja, serta pengawasan.
5. Jika seluruh upaya tidak berhasil maka dilakukan langkah terakhir yaitu
tindakan pengamanan perorangan. Tindakan pengamanan perorangan yaitu
tindakan kontrol yang bertujuan untuk mengurangi potensi terjadinya
kerugian kepada karyawan secara pribadi/perorangan, seperti penyediaan
dan pengharusan dalam memakai alat pelindung.

IDENTIFIKASI BAHAYA
Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah
identifikasi atau\ pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan
identifikasi faktor risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi,
ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan
faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan
produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan
termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses
produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan pemilikan
material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan,
pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang terkandung,
mengidentifikasi
bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek
toksiknya.
Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin
berinteraksi
dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang berbahaya.
Sebagai
contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan terdapat pajanan
toluen, maka
ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi.

13
Identifikasi bahaya merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk
mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat
kerja. (Tarwaka, 2008).

2.5 Penilaian Risiko


Risk assessment adalah proses penilaian yang digunakan untuk
mengidentifikasi potensi bahaya yang dapat terjadi. Tujuan dari risk assessment
adalah memastikan kontrol resiko dari proses, operasi atau aktivitas yang
dilakukan berada pada tingkat yang dapat diterima (Ramli, 2010). Penilaian
dalam risk assessment yaitu Likelihood dan severity. Likelihood menunjukkan
seberapa mungkin kecelakaan itu terjadi, Severity menunjukkan seberapa parah
dampak dari kecelakaan tersebut. Nilai dari likelihood dan severity akan
digunakan untuk menentukan risk rating. Risk rating adalah nilai yang
menunjukkan resiko yang ada berada pada tingkat rendah, menengah, tinggi,
atau ekstrim.Menilai tingkat risiko dari kegiatan yang di identifikasi dalam
huubungan nya dengan tingkat kemungkinan dan tingkat keparahan pada Table
risiko WRAC (Workplace Risk Assessment And Control) atau pengendalian
dalam penilaian risiko tempat kerja.
Penilaian risiko terutama ditujukan untuk menyusun prioritas penanganan
bahaya yang sudah diidentifikasi. Semakin tinggi risiko yang dikandung suatu
bahaya semakin kritis sifat bahaya tersebut dan berarti menuntut tindakan
perbaikan atau penangganan yang semakin mendesak. Setelah diketahui
berbagai potensi bahaya yang ada di lingkungan pekerjaan selanjutnya perlu
diadakan penilaian risiko tersebut untuk menentukan tindakan pengendalian
sesuai prioritas apakah risiko tersebut cukup besar dan memerlukan
pengendalian langsung atau dapat ditunda. Penilaian risiko pada hakikatnya
merupakan proses untuk menentukan pengaruh atau akibat pemaparan potensi
bahaya yang dilaksanakan melalui tahap atau langkah yang berkesinambungan.
Oleh karenanya dalam melakukan penilaian risiko ada dua komponen yang
utama yaitu:

14
1) Analisis Risiko. Dalam kegiatan ini, semua jenis bahaya, risiko yang
bisa terjadi, kontrol atau proteksi yang sudah ada, peluang terjadinya risiko,
akibat yang mungkin timbul, dan upaya pengendalian bahaya dibahas secara
rinci dan dicatat selengkap mungkin (Sahab, 1997).
2) Penilaian Risiko dalam kegiatan ini dilakukan prediksi tingkat risiko
melalui evaluasi dan merupakan langkah yang sangat menentukan dalam
rangkaian penilaian tingkat risiko (Ichsan, 2004). Tingkat resiko merupakan
perkalian antara tingkat kekerapan (probability) dan keparahan (severity) dari
suatu kejadian yang dapat menyebabkan kerugian, kecelakaan atau cedera dan
sakit yang mungkin timbul dari pemaparan suatu hazard ditempat kerja.
a) Tingkat kekerapan Merupakan keseringan terjadinya kecelakaan terhadap
tenaga kerja/manusia. Tingkat kekerapan atau keseringan kecelakaan
dikategorikan menjadi 4 (empat) kategori sebagai berikut:
1. Sering; dimana kemungkinan terjadi sangat sering dan berulang (nilai: 4)
2. Agak sering; dimana kemungkinan terjadi beberapa kali (nilai: 3)
3. Jarang; dimana kemungkinan terjadinya jarang terjadi atau terjadinya
sekali waktu (nilai: 2)
4. Jarang sekali; kemungkinan terjadi kecil tetapi tetap ada kemungkinan
(nilai: 1)
b) Tingkat keparahan Merupakan seberapa berat dampak kecelakaan yang di
alami para tenaga kerja/manusia. Tingkat keparahan kecelakaan dapat di
kaegorikan menjadi 5 (lima) kategori sebagai berikut:
(1) Bencana; kecelakaan yang banyak menyebabkan kematian (nilai: 5)
(2) Fatal; kecelakaan yang mengakibatkan kematian tunggal (nilai: 4)
(3) Cedera Berat; kecelakaan yang mengakibatkan cedera atau sakit yang
parah untuk waktu yang lama tidak mampu bekerja atau menyebabkan cacat
tetap (nilai: 3)
(4) Cedera Ringan; kecelakaan yang dapat mengakibatkan cedera atau sakit
ringan dan segera dapat bekerja kembali atau tidak menyebabkan cacat tetap
(nilai: 2)
(5) Hampir Cedera; kejadian hampir celaka yang tidak mengakibatkan cedera
atau memerlukan perawatan kesehatan (nilai: 1)

15
c) Penentuan Tingkat Risiko. Penentuan tingkat risiko adalah dengan
mengkombinasikan perhitungan dari dampak risiko dan peluang risiko.
Penentuan tingkat risiko adalah dengan mengkombinasikan perhitungan
dari dampak risiko dan peluang risiko. Risiko = Kekerapan X Keparahan

2.6 Pengendalian Risiko


Pengendalian Risiko Apabila suatu risiko terhadap kecelakaan dan
penyakit akibat kerja telah diidentifikasi dan dinilai, maka pengendalian risiko
harus diimplementasikan untuk mengurangi risiko sampai batas-batas yang
dapat diterima berdasarkan ketentuan peraturan dan standar yang berlaku.
Pengendalian risiko dapat mengikuti pendekatan hirarki pengendalian (hirarchy
of control). Hirarki pengendalian risiko adalah suatu urutan-urutan xxxiv dalam
pencegahan dan pengendalian risiko yang mungkin timbul yang terdiri dari
beberapa tingkatan secara berurutan. Hirarki pengendalian risiko (Tarwaka,
2008) antara lain :
1. Eliminasi (elimination) Eliminasi adalah menghilangkan suatu bahan
atau tahapan proses yang berbahaya. Eliminasi dapat dicapai dengan
memindahkan objek kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan tempat
kerja yang kehadirannya pada batas yang tidak dapat diterima oleh ketentuan,
peraturan atau standar baku K3 atau kadarnya melampaui Nilai Ambang Batas
(NAB) diperkenankan. Eliminasi adalah cara pengendalian risiko yang paling
baik, karena risiko terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja ditiadakan.
2. Substitusi (substitution) Pengendalian ini dimaksudkan untuk
menggantikan bahan-bahan dan perlatan yang lebih berbahaya dengan yang
kurang berbahaya atau yang lebih aman, sehingga pemaparannya selalu dalam
batas yang masih diterima. Misalnya: a) Mengganti bahan bentuk serbuk
dengan bentuk pasta. b) Proses menyapu diganti dengan proses vakum. c)
Bahan solvent diganti dengan bahan deterjen.
3. Rekayasa teknik (engineering control) Rekayasa teknik termasuk
merubah struktur objek kerja untuk mencegah seseorang terpapar kepada
potensi bahaya, seperti pemberian pengaman mesin, penutup ban berjalan,
pembuatan struktur pondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu

16
mekanik, pemberian absorben suara pada dinding ruang mesin yang
menghasilkan kebisingan tinggi.
4. Isolasi (isolation) Isolasi merupakan pengendalian risiko dengan cara
memisahkan seseorang dari objek kerja, seperti menjalankan mesin-mesin
produksi dari tempat tertutup (control room) menggunakan remote control.
5. Pengendalian Administrasi (administration control) Pengendalian
administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat
mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya. Metode
pengendalian ini sangat tergantung dari perilaku pekerjanya dan memerlukan
pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya pengendalian administrasi ini.
Metode ini meliputi; rekruitmen tenaga kerja baru sesuai jenis pekerjaan yang
akan ditangani, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk
mengurangi kebosanan dan kejenuhan, penerapan prosedur kerja, pengaturan
kembali jadwal kerja, training keahlian dan training K3.
6. Alat Pelindung Diri (personal protective equipment) Alat pelindung diri
merupakan pilihan terakhir yang dapat kita lakukan untuk mencegah bahaya
dengan pekerja. Akan tetapi penggunaan APD bukanlah pengendalian dari
sumber bahaya itu. Alat pelindung diri sebaiknya tidak digunakan sebagai
pengganti dari sarana pengendalian risiko lainnya. Alat pelindung diri ini
disarankan hanya digunakan bersamaan dengan penggunaan alat pengendali
lainnya. Dengan demikian perlindungan keamanan dan kesehatan personel
akan lebih efektif. Keberhasilan penggunaan APD tergantung jika peralatan
pelindungnya tepat pemilihannya, digunakan secara benar, sesuai dengan
situasi dan kondisi bahaya serta senantiasa dipelihara. (Tarwaka, 2008)

17
BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif karena bertujuan untuk
melakukan deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan, baik yang berupa
faktor risiko maupun efek atau hasil. Penelitian ini menggunakan analisis
kualitatf dengan pendekatan observasional. Dalam penelitian ini dilakukan
identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko potensi bahaya, dengan studi
kasus di area produksi pabrik gula.
Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis tingkat risiko kesemalatan dan
kesehatan kerja dan lingkungan pada area produksi pabrik gula. Metode
pengumpulan data yang digunakan menggunakan data sekunder. Penelitian ini
dilengkap dengan menyajikan dan mendeskripsikan faktor-faktor yang
mendukung atau melengkapi dalam mendeskripsikan identifikasi bahaya,
penilaian risiko dan pengendalian risiko di area produksi pabrik gula.

3.2 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian ini berada di area produksi pabrik gula.

3.3 Definisi Operasional


1. Identifikasi bahaya adalah suatu proses untuk mengetahui adanya suatu
bahaya dalam suatu aktifitas kegiatan yang terdiri dari sumber bahaya,
penyebab bahaya, dan konsekuensi potensi bahaya.
2. Penilaian risiko adalah suatu proses untuk menentukan besarnya nilai suatu
risiko yang ditimbulkan dengan mempertimbangkan kemungkinan
terjadinya dan besarnya nilai akibat yang ditimbulkan.
3. Pengendalian risiko adalah suatu proses yang dilakukan untuk
meminimalisir risiko kecelakaan pada suatu aktifitas kegiatan.

18
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengmpulan data menggunakan form penelitian yakni form HIRADC
(Hazard Identification Risk Assesment Determining Control) penelitian dalam
menganalisis data.

3.5 Analisis Data


Analisis data menggunakan form penelitian HIRADC (Hazard
Indentification Risk Assesment and Determining Control) dan matriks penilaian
risiko dengan acuan Manajemen Risiko K3 Fasilitas Pelayanan Kesehatan
KEMENKES RI 2016 yang menggunakan matriks bersumber dari Australian
Standar/New Zealand Standar 4360 : 2003 dan Australian Standar/New Zealand
Standar ISO 31000 : 2009 dengan sedikit modifikasi yang dilakukan untuk
mengidentifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko K3 di area produksi
pabrik gula. Pada penelitian ini akan terfokus untuk membahas gedung yang
memiliki jumlah tingkat risiko paling tinggi setelah dilakukannya pengendalian
tambahan. Karena tingkat risiko tinggi mempunyai dampak yang sangat serius
bila terjadi suatu kecelakaan kerja. Sedangkan untuk keseluruhan hasil penelitian
dari kegiatan identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko di area
produksi pabrik gula yang terdapat pada lampiran dapat diketahui detail potensi
bahaya yang memiliki tingkat risiko rendah, sedang, bermakna, dan tinggi.

3.6 Proses Produksi Gula


Proses produksi tebu menjadi gula, yaitu:
1. Tebu yang masuk ke pabrik ditimbang terlebih dahulu kemudian diangkat
dan angkut ke meja tebu;
2. Tebu masuk ke dalam alat pengerjaan pendahuluan yang bertujuan agar sel-
sel tebu terbuka sehingga memudahkan keluarnya sukrosa dari dalam tebu
semaksimal mungkin;
3. Cacahan tebu masuk ke dalam gerbong diffuser, pada tahap pemerahan ini
dilakukan dengan proses difusi dan osmosis, dimana cacahan tebu tersebut
disiram dalam gerbong diffuser dengan penambahan air imbibisi 80oC di
tray akhir. Proses pengencerannya adalah dari larutan nira dalam tray

19
dibelakangnya dipompa untuk mengencerkan larutan nira tray didepannya
dan seterusnya sampai melalui 12 tray;
4. Nira mentah dari diffuser selanjutnya dikirim ke stasiun pemurnian untuk
dipisahkan kandungan bukan gulanya, melalui proses pengendapan dengan
bahan pembantu kapur, belerang dan flokulan;
5. Nira jernih kemudian di proses di stasiun penguapan untuk menguapkan
sebagian besar air dalam nira, proses penguapan menggunakan 5 tingkat
bejana penguap dalam keadaan hampa. Nira yang dihasilkan dalam proses
ini nira kental selanjunya dikirim ke peti sulfitir untuk pemucatan warna;
6. Nira kental kemudian diproses di stasiun pemasakan untuk membentuk
kristal gula sebanyak mungkin pada pan masakan.
7. Dari hasil pan masakan tersebut selanjutnya diproses di stasiun puteran
untuk dipisahkan cairan bukan kristalnya
8. Hasil gula produk dari stasiun puteran yang masih basah dan tidak seragam
ukuran kristalnya diproses melalui tahapan pemanasan, pendinginan,
pemisahan gula debu, penyaringan gula kasar dan gula halus. Hasil gula
yang sudah kering, rata dan bersih selanjutnya ditampung di sugar bin untuk
siap dikemas.

3.7 Lembar Penilaian Resiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja pada


Kegiatan Produksi Di Area Produksi Pabrik Gula
Untuk mengetahui Penilaian Resiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
pada Kegiatan Produksi Di Area Produksi Pabrik Gula perlu dibuat tabel
penialian tersebut menggunakan data sekunder dan menggunakan metode
HIRADC (Hazard Identification Risk Assesment Determining Control) agar
mempermudah berikut adalah tabel analisis :

20
Lembar Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Pada Kegiatan Produksi Di Area Produksi Pabrik Gula
No. Area/ Potensi Jenis Risiko Penilaian Resiko Jadwal Pengendalin
aktivitas Bahaya Bahaya
Frekuensi Keparahan Resiko

1. Stasiun Berada Mekanis Pekerja 2 2 4 Menggunakan


Penggilingan dibawah tebu tertimpa tebu 4 – 05 – 2020 safety helmet
yang diangkat
2. Stasiun Menyentuh Mekanis Pekerja 2 1 2 Menggunakan
Penggilingan tebu tanpa APD tersayat kulit 9 – 05 – 2020 sarung tangan
tebu
3. Stasiun Bekerja tanpa Mekanis Pekerja 2 3 6 Menggunakan
Penggilingan menggunakan terbentur safety helmet
11 – 05 – 2020
alat pelindung material /
kepala alat

21
4. Stasiun Bekerja dengan Mekanis Pekerja 2 1 2 Memasang
Penggilingan ketidak hati- terjepit kran simbol- simbol
hatian 11 – 05 – 2020 tanda bahaya
dan Penggunaan
sarung tangan
5. Stasiun Terlalu lama Ergonomi Pekerja 2 1 2 Membuat desain
Penggilingan duduk mengalami atau rangkaian
cedera otot tempat duduk
17 – 05 – 2020 yang nyaman
agar duduk
dengan posisi
benar
6. Stasiun Tidak Kimia Pekerja 2 3 6 Penggunaan
Pemurnian menggunakan terkena sarung tangan,
19 – 05 – 2020
APD percikan nira sepatu safety
panas dan apron
7. Stasiun Bekerja dengan Mekanis Pekerja 2 2 4 Menggunakan
Penggilingan tidak menghirup 21 – 05 – 2020 masker
debu

22
menggunakan
masker
8. Stasiun Tidak Mekanis Pekerja 2 1 2 Pernggunaan
Pemasakan menggunakan tersandung 22 – 05 – 2020 sepatu safety
sepatu safety lantai
9. Stasiun Tidak Mekanis Pekerja 2 2 4 Menggunakan
Pemurnian menggunakan menghirup masker
22 – 05 – 2020
masker asap
belerang
10. Stasiun Tidak Kimia Pekerja 2 3 6 Menggunakan
Pemurnian menggunakan tersiram apron, sarung
27 – 05 – 2020
apron, sarung cairan kimia tangan
tangan. HCL
11. Stasiun Tidak Mekanis Pekerja 2 1 2 Menggunakan
Penguapan menggunakan terpleset sepatu safety
29 – 05 – 2020
sepatu safety karena lantai
licin

23
12. Stasiun Terlalu lama Ergonomi Pekerja 2 2 4 Dilakukan rotasi
Penggilingan berdiri atau mengalami pekerja dengan
3 – 06 – 2020
duduk cedera pengaturan jam
pinggang istirahat
13. Stasiun Terlalu banyak Psikologi Pekerja 3 1 3 Menerapkan
Penggilingan beban kerja dan mengalami shift kerja, rotasi
7 – 06 – 2020
waktu kerja konflik pekerja
yang lama mental

24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang di dapatkan dari kegiatan yang dilakukan pada produksi
pabrik gula. Dalam identifikasi bahaya yang dilakukan,bahaya yang terdapat
di area produksi pabrik gula antara lain :
a) Pada proses aktivitas pengilingan,pemurnian,penguapan,terdapat bahaya
antara lain.panas,tertimpa,terjepit,terpeleset,terbentur,sakit pingang,dan pegal
pada tangan.
b) Untuk penilaian risiko bahaya yang mempunyai tingkat risiko tinggi di
area produksi pabrik gula,terbentur material atau alat dan sakit pinggang yang
dalam kategori medium
c) Pengendalian bahaya yg terdapat di area produksi lebih banyak
mengunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan uu no 1 thn1970 pasal 14
c tentang pengadaan alat pelindung diri secara cuma cuma oleh perusahaan.

4.2 Saran
Melakukan inspeksi secara rutin baik pada mesin,apd maupun lingkungan
sekitar untuh mengetahui bahaya yg terdapat di sekitar tempat kerja.
Lebih mensosialisasikan keselamatan dan kesehatan kerja (k3) salah satunya
adalah poster keselamatan kerja,penyuluhan,dan pertemuan 5 menit sebelum
pekerjaan di mulai kepada tenaga kerja supaya tenaga kerja aman dan nyaman
dalam bekerja .
Sebaiknya semua orang yang berada di area produksi pabrik gula lebih sadar
diri dengan bahaya – bahaya yang berada di sekitar tempat kerja sehingga
dapat mengurangi kecelakaan akibat kerja.

25
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 “Penerapan Sistem Manajemen K3”.

Soehatman, R. (2010). Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian


Risiko PT. Sicamindo, 2016 Manajemen Kebakaran. Jakarta: Dian Rakyat.

Occupational Health and Safety Asessment Series (OHSAS) 18001:2017

Lenggo, R. (2015).ANALISIS PELAKSANAAN RISK ASSESMENT PADA PROYEK CIBIS


TOWER 9 JAKARTA SELATAN PT WASKITA

26
LAMPIRAN
Data Kecelakaan Kerja
NO WAKTU KEJADIAN LOKASI KETERANGAN
1 4 – 05 – 2020 Pekerja tertimpa tebu Stasiun Penggilingan -
Pekerja tersayat kulit -
2 9 – 05 – 2020 Stasiun Penggilingan
tebu
Pekerja terbentur -
3 11 – 05 – 2020 Stasiun Penggilingan
material / alat
4 11 – 05 – 2020 Pekerja terjepit kran Stasiun Penggilingan -
Pekerja mengalami -
5 17 – 05 – 2020 Stasiun Penggilingan
cedera otot
Pekerja terkena percikan -
6 19 – 05 – 2020 Stasiun Pemurnian
nira panas
7 21 – 05 – 2020 Pekerja menghirup debu Stasiun Penggilingan -
8 22 – 05 – 2020 Pekerja tersandung lantai Stasiun Pemasakan -
Pekerja menghirup asap -
9 22 – 05 – 2020 Stasiun Pemurnian
belerang
Pekerja tersiram cairan -
10 27 – 05 – 2020 Stasiun Pemurnian
kimia HCL
Pekerja terpleset karena -
11 29 – 05 – 2020 Stasiun Penguapan
lantai licin
Pekerja mengalami -
12 3 – 06 – 2020 Stasiun Penggilingan
cedera pinggang
Pekerja mengalami -
13 7 – 06 – 2020 Stasiun Penggilingan
konflik mental
14 13 – 06 – 2020 Pekerja tertimpa tebu Stasiun Penggilingan -
Pekerja tersayat kulit -
15 19 – 06 – 2020 Stasiun Penggilingan
tebu
Pekerja menghirup asap -
16 20 – 06 – 2020 Stasiun Pemurnian
belerang

27
Pekerja tersiram cairan -
17 20 – 06 – 2020 Stasiun Pemurnian
kimia HCL
Pekerja terpleset karena -
18 22 – 06 – 2020 Stasiun Penguapan
lantai licin
Pekerja tersayat kulit -
19 7 – 07 – 2020 Stasiun Penggilingan
tebu
Pekerja terbentur -
20 12 – 07 – 2020 Stasiun Penggilingan
material / alat
Pekerja terkena percikan -
21 14 – 07 – 2020 Stasiun Pemurnian
nira panas
22 22 – 07 – 2020 Pekerja menghirup debu Stasiun Penggilingan -
23 25 – 07 – 2020 Pekerja tersandung lantai Stasiun Pemutaran -
Pekerja menghirup asap -
24 26 – 07 – 2020 Stasiun Pemurnian
belerang
Pekerja tersayat kulit Stasiun Penggilingan -
25 9 – 08 - 2020
tebu
Pekerja terbentur Stasiun Penggilingan -
26 14 – 08 - 2020
material / alat
27 16 – 08 - 2020 Pekerja terjepit kran Stasiun Penggilingan -
Pekerja mengalami -
28 17 – 08 – 2020 Stasiun Penggilingan
cedera otot
Pekerja terkena percikan -
29 20 – 08 – 2020 Stasiun Pemurnian
nira panas
30 23 – 08 – 2020 Pekerja menghirup debu Stasiun Penggilingan -
31 23 – 08 – 2020 Pekerja tersandung lantai Stasiun Pemasakan -
Pekerja menghirup asap -
32 27 – 08 – 2020 Stasiun Pemurnian
belerang

28

Anda mungkin juga menyukai