Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ETIKA DAN UNDANG-UNDANG KESEHATAN

PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF)

Oleh :
Siti Nur Asiyah
NIM 52019050110

Dosen Pengampu :

apt. Kharisma Aprilita R., M.Pharm.Sc.

JURUSAN S1 KEFARMASIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2020
BAB I

PENDAHULUAN

Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman berkhasiat bermanfaat

bermutu dan terjangkau kriteria tersebut harus terpenuhi mulai dari pembuatan

pendistribusian hingga penyerahan obat ke tangan konsumen perlu diperhatikan

agar kualitas obat sampai pada akhirnya obat tersebut dikonsumsi oleh pasien

hingga tercapai tujuan pengobatan

Pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang

memiliki izin pengadaan penyimpanan penyaluran perbekalan Farmasi dalam

jumlah besar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pedagang Besar

Farmasi bertugas menyalurkan obat kepada pedagang besar farmasi lain Apotek

Puskesmas hingga rumah sakit. Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung

jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan

penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat apoteker penanggung

jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan perundang-undangan pedagang besar

farmasi merupakan salah satu fasilitas distribusi yang akan mendistribusikan obat

kepada Rumah Sakit Puskesmas apotek agar bisa langsung diberikan kepada

pasien oleh karena itu apoteker merupakan penanggung jawab di PBF harus

melaksanakan prinsip-prinsip cara distribusi obat yang baik


BAB II

PEDAGANG BESAR FARMASI

A. DEFINISI

Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya disingkat PBF adalah

perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,

penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan PBF Cabang

adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan

pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam

jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan

yang mengatur tentang perijinan, penyelenggaraan kegiatan dan pelaporan

pedagang besar farmasi diantaranya adalah Permenkes No

1148/MENKES/PER/VI/2011, Permenkes No 30 Tahun 2017, dan Keputusan

Menteri Kesehatan Nomor 1191/MENKES/SK/IX/2002.

B. PERIZINAN

Perizinan PBF diberikan oleh Direktort Jendral Kefarmasian dan Alat

Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Sedangkan PBF

Cabang pengakuan diberikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

setempat dimana PBF cabang bersangkutan berada. Ijin PBF berlaku

selama lima tahun dan dapat diperbarui kembali. Sedangkan pengakuan

PBF cabang mengikuti jangka waktu izin PBF induknya.Untuk

mendapatkan izin PBF harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;

2. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);


3. memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai

penanggung jawab;

4. komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah

terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran

peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;

5. menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat

melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta

dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF;

6. menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan

yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan

7. memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain

sesuai CDOB

Untuk PBF yang menyalurkan bahan baku obat selain kriteria diatas masih

ditambahkan persyaratan

1. memiliki laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk pengujian

bahan obat yang disalurkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan

2. memiliki gudang khusus tempat penyimpanan bahan obat yang

terpisah dari ruangan lain.

Permohonan ijin ditujukan kepada Direktur Jendral Kefarmasian dan Alat

Kesehatan dan tembusan kepada Kepala Badan Pengawasan Obat dan

Makanan, Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan dan Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi dengan melampirkan

1. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua;


2. susunan direksi/pengurus;

3. pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak

pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang

farmasi;

4. akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan;

5. surat Tanda Daftar Perusahaan;

6. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan;

7. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;

8. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;

9. peta lokasi dan denah bangunan

10. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung

jawab; dan

11. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.

12. Untuk PBF yang menyalurkan bahan obat ditambahkan surat bukti

penguasaan laboratorium dan daftar peralatan

Sedangkan untuk mendapatkan Ijin pengakuan PBF cabang permohonan

diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan

kepada Direktur Jendral Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kepala Badan

Pengawasan Obat dan Makanan, Kepala Balai Pengawasan Obat dan

Makanan dengan melampirkan :

1. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas kepala PBF Cabang;

2. fotokopi izin PBF yang dilegalisasi oleh Direktur Jenderal;

3. surat penunjukan sebagai kepala PBF Cabang;


4. pernyataan kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran

peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;

5. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker calon

penanggung jawab;

6. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;

7. peta lokasi dan denah bangunan; dan

8. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab

C. PENYELENGGARAAN

Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung

jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan

pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.

Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai

direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang. PBF hanya dapat melaksanakan

pengadaan obat dari industri farmasi, PBF hanya dapat melaksanakan

pengadaan bahan obat dari industri farmasi, sesama PBF dan/atau melalui

importasidan/atau sesama PBF. Sedangkan PBF Cabang hanya dapat

melaksanakan pengadaan obat / bahan baku obat dari PBF induknya. PBF

dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan

penyaluran obat dan/atau bahan obat sesuai dengan CDOB. Setiap PBF

dilarang melakukan penjualan obat secara eceran dan dilarang menerima

atau melayani resep dokter.PBF dan PBF Cabang hanya dapat melakukan

penyaluran obat kepada :

1. PBF cabang lainnya

2. apotek;
3. instalasi farmasi rumah sakit;

4. uskesmas;

5. klinik;

6. Instansi pemerintah

7. Toko Obat kecuali untuk obat keras

PBF cabang hanya berhak menyalurkan obat dalam wilayah provinsi

sesuai dengan surat pengakuannya.Pedangang Besar Farmasi hanya

melaksanakan penyaluran berdasarkan surat pesenan yang ditandatangani

oleh apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung

jawab.Sedangkan surat pesanan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan

ditandatangani oleh Pimpinan Lembaga.

D. PERGUDANGAN

PBF diwajibkan memiliki Gudang yang terpisah. PBF dalam kegiataannya

dapat melakukan penambahan gudang untuk keberlangsungan operasional.

Setiap penambahan gudang wajib mendapatkan surat persetujuan dari

Direktur Jendral Kefarmasian dan Alat Kesehatan Untuk PBF , sedangkan

PBF cabang mendapatkan ijin dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

E. PELAPORAN

PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga)

bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau

bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala

Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM.

Sedangkan PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan


psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika

dan psikotropika
BAB III

PENUTUP

Demikianlah makalah tentang Pedagang Besar Farmasi hasil dari studi

dokumen dari beberapa peraturan perundangan yang mengatur tentang

berbagai hal mengenai Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Fesar

Farmasi Cabang. Sekiranya banyak kekurangan penulis dengan senang

hati untuk menerima kritik dan saran .


DAFTAR PUSTAKA

Permenkes No 1148/MENKES/PER/VI/2011,

Permenkes No 30 Tahun 2017,

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1191/MENKES/SK/IX/2002

Himawan Yosef, Pelaksanan Cara Distribusi Obat yang Baik Sesuai

dengan SK Badan POM SK 00.05.3.2522 pada Pedagang Besar Farmasi

Di Provinsi Bangka Belitung taun 2012

Anda mungkin juga menyukai