KEPERAWATAN GERONTIK
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY. A
DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELLITUS DI DESA
PENIMBUNG BARAT KECAMATAN PENIMBUNG
DISUSUN OLEH :
2. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan
batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
3. Klasifikasi
a. Diabetes melitus tipe I
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik
melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus
tipe I:
1. Mudah terjadi ketoasidosis
2. Pengobatan harus dengan insulin
3. Onset akut
4. Biasanya kurus
5. Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6. Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7. Didapatkan antibodi sel islet
8. 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
4. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar.
Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas.
Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat
glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di
dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang
merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon
autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans
dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin
normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam
darah menjadi meningkat.
5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia
umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan
ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan
tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia
kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.
Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni :
penatalaksanaan secara medis dan penatalaksanaan secara keperawatan.
Penatalaksanaan secara medis adalah sebagai berikut:
a. Obat Hipoglikemik oral
1) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat
golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat
golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel-
sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II
dengan berat badan yang berlebihan. Obat – obat yang beredar dari
kelompok ini adalah:
a. Glibenklamida (5mg/tablet).
b. Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
c. Glikasida (80 mg/tablet).
d. Glikuidon (30 mg/tablet).
2) Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki
ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat
tunggal pada pasien dengan kelebihan berat badan.
3) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran
pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human
Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar
adalah Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe II
yang kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak berhasil dengan
penggunaan obat – obatan anti DM dengan dosis maksimal, atau mengalami
kontraindikasi dengan obat – obatan tersebut, bila mengalami ketoasidosis,
hiperosmolar, dana sidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien
operasi berat, wanita hamil dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat
dikontrol dengan pengendalian diet.
2) Jenis Insulin
a. Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink,
dan semilente.
b. Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral Protamine
Hagerdon)
c. Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc
Insulin)
d. Sedangkan untuk penatalaksanaan secara keperawatan adalah sebagai
berikut:
1) Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan.
Walaupun telah mendapat tentang penyuluhan perencanaan
makanan, lebih dari 50 % pasien tidak melaksanakannya. Penderita
DM sebaiknya mempertahankan menu diet seimbang, dengan
komposisi idealnya sekitar 68 % karbohidrat, 20 % lemak dan 12 %
protein. Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan
mencegah agar berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara :
Kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi karbohidrat komplek,
hindari makanan yang manis, perbanyak konsumsi serat.
2) Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena
membuat insulin bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu
menurunkan berat badan, memperkuat jantung, dan mengurangi
stress. Bagi pasien DM melakukan olahraga dengan teratur akan
lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang berat – berat.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Komplikasi akut
Diabetes ketoasidosis
A. Data biografi
Nama : Ny. A
Tempat/tgl lahir : Penimbung, 28 Juli 1955
Umur : 65 tahun
Pendidikan terakhir : Tidak sekolah
Agama : Islam
Status perkawinan : Janda
Tb/BB :-
Alamat : RT 01 Penimbung barat, kecamatan penimbung
TD 160/100 mmHg
Nadi 80x/menit
RR 21x/menit
Suhu 36,7’C
Do :
TD : 160/100 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 21x/menit
Suhu : 36,7’C
GDS : 344 mg/dL
MFS : 25 (resiko
rendah)
D. Diagnosa Keperawatan
- Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin
E. Rencana Keperawatan
TUJUAN
DIAGNOSA
NO. KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN
HASIL
1. Ketidakstabilan Setelah dilakukan Observasi
kadar glukosa kunjungan 1 hari, - Identifikasi kemungkinan
darah berhubungan diharapkan penyebab hiperglikemia
dengan resistensi kestabilan kadar - Monitor kadar glukosa
insulin glukosa darah dan darah
tingkat - Monitor tanda dan gejala
pengetahuan hiperglikemia
meningkat dengan
Kriteria hasil :
Edukasi
- Pusing sedang -
menurun (3-5) - Edukasi tentang penyakit
- Lelah sedang - DM
menurun (3-5) - Anjurkan monitor kadar
- Kemampuan glukosa darah secara
menjelaskan mandiri
pengetahuan - Anjurkan kepatuhan
tentang suatu terhadap diet dan olahraga
topik sedang – - Ajarkan pengelolaan
meningkat (3-5) diabetes (penggunaan obat
dan kontrol gula darah
rutin)
DX. EVALUASI
IMPLEMENTASI PARAF
KEP TINDAKAN
1 O bservasi S:
- Mengidentifikasi kemungkinan - Ny. A saat
penyebab hiperglikemia dikaji
- Memonitor kadar glukosa darah mengeluhkan
- Memonitor tanda dan gejala pusing
hiperglikemia - Ny. A
Edukasi mengatakan
paham tentang
- Memberikan edukasi tentang
penyakit DM
penyakit DM
- Menganjurkan monitor kadar O:
glukosa darah secara mandiri - Ny. A mampu
- Menganjurkan kepatuhan menjelaskan
terhadap diet dan olahraga kembali
- Mengajarkan pengelolaan penyebab, diit,
diabetes (penggunaan obat dan dan
kontrol gula darah rutin) pencegahan
DM
TD : 150/90
mmHg
Nadi : 75x/menit
RR : 21x/menit
Suhu : 36,6’C
GDS : 320 mg/dL
A : Ketidakstabilan
kadar glukosa darah
P : Intervensi
dilanjutkan mandiri
- Anjurkan monitor
kadar glukosa darah
secara mandiri
- Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2002) . Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. EGC,
Jakarta.
Corwin, EJ. (2009). Buku Saku Patofisiologi, edisi revisi. EGC, Jakarta.
Kushariyadi. (2010) . Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia . Salemba Medika,
Jakarta.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Media Aesculapius,
Jakarta.
Smeltzer; Suzanne C; dkk. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih. EGC, Jakarta.