Anda di halaman 1dari 11

Identifikasi Flavonoid dari Alga Merah pada Skrining Fitokimia

dan Analisis Kualitatif dengan metode


Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Dosen Pembimbing : Sandry Kesuma


Nama : Melda Purwiyana Putri
NIM : P17120194088

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


D III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
2020
BAB II
Kromatografi lapis lapis
2.1. LANDASAN TEORI
2.1.1 Teori KLT
KLT merupakan metode pemisahan yang lebih mudah, cepat dan memberikan resolusi
baik dibandingkan kromatografi kertas. Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk
memisahkan berbagai senyawa seperti ion-ion organik, kompleks senyawa- senyawa organic
anorganik, dan senyawa-senyawa organik baik yang terdapat di alam dan senyawa organik
sintetik. Pada hakikatnya KLT melibatkan dua fase yaitu fase diam (sifat lapisan) dan fase
gerak (campuran larutan pengembang).Pemisahan senyawa dengan kromatografi lapis tipis
secara prinsip sama dengan kromatografi kertas, tetapi mempunyai beberapa keuntungan
tambahan. Metode ini sangat cepat dan dapat dilakukan dalam 1 hari. Noda yang dihasilkan
sangat rapat, sehinga memungkinkan untuk mendeteksi senyawa dalam konsentrasi rendah.
Jika senyawa yang dianalisis dengan KLT adalah senyawa yang tidak berwarna, maka
diperlukan suatu prosedur untuk mendeteksi noda yang diamati. Senyawa-senyawa yang
dapat menyerap sinar (fluoresence) dapat ditampakkan melalui penyinaran plat dengansinar
ultraviolet (lampu ultraviolet) di dalam tempat yang gelap. Senyawa seperti itu akan
memancarkan sinar yang diserap sehingga akan tampak sebagai noda yang terang pada pelat.
Jika padatan penyerap pada pelarut KLT telah mengandung indikator fluoresence, maka
seluruh pelat akan menjaditerang bila disinari dengan lampu ultraviolet kecuali daerah
dimana senyawa berada. Keberadaan senyawa ditandai dengan noda hitam pada saat
penyinaran.
Kromatografi lapisan tipis (KLT) merupakan metode pemisahan komponen-komponen
atas dasar perbedaan adsorbsi atau partisi oleh fase diam di bawah pengaruh gerakan pelarut
pengembang atau pelarut pengembang campur. Pemilihan pelarutpengembang sangat
dipengaruhi oleh macam dan polaritas zat-zat kimia yang dipisahkan (Mulya,M. dan
Suharman, 1995).KLT merupakan salah satu bentuk/model dari kromatografi cair dimana
sampel diaplikasikan sebagai noda pada lapisan tipis yang dilaburkan diatas lempeng logam
(Friedet al., 1994).Beberapa alasan digunakannya KLT diantaranya adalah penggunaan yang
mudah, dapat digunakan secara luas pada sampel yang berbeda, sensitivitasnya tinggi,
kecepatan pemisahan dan biaya yang relatif lebih murah. KLT dapat digunakan untuk :
1. Mengetahui kemurnian suatu senyawa
2. Memisahkan dan mengidentifikasi komponen dalam suatu campuran
Keuntungan daripada pemakaian KLT antara lain : 1.Eluen yang digunakan sedikit
2.Jumlah sampel yang diukur dalam satu kali pengukuran, dalam satu pelat KLT berukuran
20x20 cm dapat ditotolkan lebih kurang 20 titik.(Touchstoneet al.,1983).
2.1.2 Teori Sampel Analisis
Rumput laut (sea weed) adalah tumbuhan talus yang berukuran makrospkopik dan
secara ilmiah dikenal dengan istilah alga. Istilah talus bagi tubuh rumput laut yang mirip
tumbuhan tetapi tidak memiliki akar, batang, dan daun sejati. Bentuk talus rumput laut
bermacam macam antara lain, bulat seperti tabung, pipih, gepeng dan bulat seperti kantong
rambut dan sebagainya (Hidayat, 2006). Jenis-jenis rumput laut yang dibudidayakan di
Indonesia, yaitu rumput laut atau alga yang tergolong dalam divisi Thallophyta. Thallophyta
adalah jenis tumbuhan bertalus yang terdiri dari 4 kelas, yaitu alga hijau (Chlorophyceae),
alga merah (Rhodophyceae), alga coklat (Phaeophyceae) dan alga biru (Cyanophyceae).
Pembagian ini didasarkan atas pigmen yang dikandungnya (Kordi dan Ghurfan, 2011).
Alga merah (Rhodophyceae) yang merupakan kelas dengan spesies yang paling efisien
dan paling banyak dimanfatkan. Tumbuhan jenis ini dapat hidup di dasar laut dengan
menancapkan diri pada substrat lumpur, pasir, karang hidup, karang mati. Habitat atau tempat
hidup ini adalah karang yang tumbuh sekitar 40 m. Di Indonesia alga merah terdiri dari 17
marga dan 34 jenis serta 31 jenis lain yang telah digunakan. Jenis rumput laut yang termasuk
dalam kelas alga merah sebagai penghasil karaginan (karaginofit) adalah Kappapivcus dan
Hypnea, sedangkan yang mengandung agar-agar (agarofit) adalah Gracilaria dan Gelidium
(Kordi dan Ghurfan, 2011).
Alga hijau (Chlorophyceae) dapat ditemukan pada kedalaman hingga 10 m atau lebih di
daerah yang memilıki penyinaran yang cukup Rumput laut jenis ini tumbuh melekat pada
substrat seperti batu, batu karang mati dan ada juga yang tumbuh di atas pasir. Di Indonesia
rumput laut jenis ini terdapat 12 marga. Terdapat sekitar 14 jenis telah dimanfaatkan sebagai
bahan konsumsi dan obat (Kordi dan Ghurfan, 2011).
Alga Coklat pada perairan Indonesia terdapat sekitar 8 marga kelas alga coklat
(Phaeoplyceae). Tumbuhan jenis ini merupakan kelompok alga laut penghasil algin
(alginofit). Jenis rumput laut seperti penghasil algin adalah Sargassum dan Turbinaria. Alga
coklat memiliki ukuran besar dan membentuk padang alga di laut lepas (Kordi dan Ghurfan,
2011)
2.1.3 Teori senyawa yang dianalisis KLT
Senyawa Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol (Lenny,
2006). Flavonoid merupakan golongan metabolit sekunder yang disintesis dari asam piruvat
melalui metabolisme asam amino (Bhat et al, 2009). Flavonoid merupakan kelompok
senyawa fenol sehingga warnanya berubah jika ditambahkan dengan basa atau asam
amoniak.Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan sebagai glikosida. Flavonoid terdapat
pada seluruh bagian tanaman termasuk pada buah, tepung sari dan akar.
Flavonoid pada tanaman berikatan dengan gula sebagai glikosida dan ada pula yang
berada dalam aglikon(Ariffudin, 2013).Flavonoid merupakan senyawa yang terdiri dari C6–
C3–C6. Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida dan umumnya
terdapat pada seluruh bagian tanaman termasuk pada buah, tepung sari dan akar. Flavonoid
merupakan inhibitor kuat terhadap peroksidasi lipida, sebagai penangkap oksigen atau
nitrogen yang reaktif dan juga mampu menghambat aktivitas enzim lipooksigenase dan
siklooksigenase(Ariffudin, 2013).Uji flavonoid dapat dilakukan dengan cara Ekstrak Alga
merah (Eucheuma spinosum) dimasukan dalam tabung reaksi kemudian dilarutkan dalam 2
mL metanol panas 50%. Setelah itu ditambahkan logam Mg dan 4 tetes HCL pekat. Larutan
berwarna merah atau jingga yang terbentuk, menunjukan adanya flavonoid (Miftahul, 2014)

2.2. TUJUAN
Dapat memahami dan dapat melakukan identifikasi Flavonoid dari alga merah pada
Skrining Fitokimia dan Analisis Kualitatif dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

2.2. METODOLOGI
2.2.1. Alat dan Bahan
Alat :
1. Blender 8. Beaker glass
2. Ayakan 80-100mesh 9. Tabung reaksi
3. Oven 10. Gelas ukur
4. Kertas saring 11. Rotary evaporator
5. Timbangan analitik 12. Penyaring buchner
6. Cawan porselin 13. Aluminium foil
7. Sendok tanduk
Bahan :
1. alga merah (Eucheuma 4. n- heksana
spinosum) 5. asam asetat anhidrat
2. etanol 6. akuades
3. etil asetat

2.2.2. Persiapan Sampel

Sampel

• Sortasi kering dengan memisahkan benda benda asing dilakukan secara


manual (visual)
• melakukan pencucian dengan cara dicuci dengan sedikit di remas –
remas menggunakan air yang telah ditampung pada ember untuk
membersihkan pengotor yang masih tertinggal pada alga merah
• melakukan pengeringan dengan cara diangin - anginkan selama 3 hari
dilanjutkan dengan cara di oven pada suhu 50˚C sampai didapatkan
hasil alga yang kering.
• melakukan proses pengecilan ukuran (penyerbukan) dengan
menggunakan blender dan diayak dengan ayakan ukuran 80 mesh.

serbuk alga
merah

2.2.3. Ekstraksi Sampel

serbuk alga
merah

• Ekstraksi maserasi dengan merendam serbuk alga merah sebanyak


1000gram ke dalam pelarut N-Heksana sebanyak 3000ml didiamkan
selama 3x24 jam dan dilakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat
dan residu.
• Filtrat dipekatkan dengan vacum rotary evaporator sehingga diperoleh
ekstrak N-Heksana pekat, Ektrak pekat dimasukan ke dalam botol
yang beratnya sudah diketahui, ditimbang, dan di hitung rendemen
ekstraknya.
• Residu yang didapat dimaserasi dengan pelarut selanjutnya etil asetat
sebanyak 3000ml didiamkan selama 3x24 jam dan dilakukan
penyaringan untuk memisahkan filtrat dan residu.
• Filtrat dipekatkan dengan vacum rotary evaporator sehingga diperoleh
ekstrak etil asetat pekat, Ektrak pekat dimasukan ke dalam botol yang
beratnya sudah diketahui, ditimbang, dan di hitung rendemen
ekstraknya.
• Residu yang didapat dimaserasi dengan pelarut selanjutnya etanol
sebanyak 3000ml didiamkan selama 3x24 jam dan dilakukan
penyaringan untuk memisahkan filtrat dan residu.
• Filtrat dipekatkan dengan vacum rotary evaporator sehingga diperoleh
ekstrak etanol pekat. Ekstrak pekat dimasukan ke dalam botol yang
beratnya sudah diketahui, ditimbang dan dihitung rendemen
ekstraknya.

Ekstrak pekat

2.2.4. Skrinning Fitokimia senyawa Flavoloid

Ekstrak Alga
merah

• dimasukan dalam tabung reaksi kemudian dilarutkan dalam 2 mL


metanol panas 50%
• Setelah itu menambahkan logam Mg dan 4 tetes HCl pekat
• Larutan berwarna merah atau jingga yang terbentuk, menunjukan
adanya flavonoid

n- heksana –
etil asetat –
etanol +

2.2.5. Analisis Kualitatif Dengan KLT

Identifikasi senyawa flavonoid

Fase gerak Reaksi positif


Asam asetat glacial : Timbulnya noda berwarna kuning
butanol : Air (1:4:5 ) coklat setelah di uapi amonia pada
pengamatan dengan sinar tampak
dan berwarna biru pada uv 366 nm
menegaskan adanya kandungan
flavonoid

KLT

• Praktikan menotolkan ekstrak pada plat KLT yang telah diberi batas
atas 0,5 cm dan batas bawa 1 cm. Batas atas dan batas bawah pelat
harus diberi tanda dengan pensil
• Kemudian praktikan memasukan plat KLT kedalam chamber yang
berisikan pelarut yang telah jenuh menggunakan pinset dengan posisi
berdiri dan tempat penotolan tidak terendam dengan eluen
• Kemudian plat KLT yang telah dielusi selanjutnya dikeringkan dan
diamati noda – noda yangtampak pada sinar UV 254 nm dilanjutkan
dengan sinar UV 366 nm.

Noda berwarna kuning coklat padasinar UV 366 nm pada RF


0,56

2.3. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.3.1 Hasil
Ekstraksi Alga Merah (Eucheuma spinosum)

Jenis pelarut Berat sampel Berat ekstrak Volume pelarut % Rendemen


N- Heksan 1000 g 3,7010 g 3000 ml 0,3701 %
Etil asetat 1000 g 3,5469 g 3000 ml 0,3546 %
Etanol 1000 g 67,6839 g 3000 ml 6,783 %

Skrining fitokimia flavoloid

Pereaksi Tanda positif Hasil kesimpulan


N- Heksana Etil asetat Etanol
Logam mg HCl Larutan
berwarna merah (-) (-) (+)
pekat atau jingga

Kromtografi Lapis Tipis (KLT) flavoloid


Eluen Pereaksi Tanda Hasil kesimpulan
positif N- Heksana Etil asetat Etanol
Fase gerak Bercak
Asam asetat Uap Amoniak berwarna (-) (-) (+)
glacial : kuning coklat
Butanol : Air
(1:4:5)

2.3.1 Pembahasan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui senyawa yang terdapat pada ekstrak Alga
Merah (Eucheuma spinosum) dengan berbagai macam pelarut berdasarkan tingkat
kepolarannya. Sampel pada penelitian ini berupa Alga Merah (Eucheuma spinosum) yang
berasal dari Pulau Poteran Madura dan selanjutnya dilakukan determinasi tanaman.
Determinasi dari suatu tumbuhan bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tumbuhan
yang akan digunakan dalam penelitian, apakah tumbuhan tersebut benar-benar tumbuhan
yang diinginkan. Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian yaitu melakukan
preparasi sampel. Pertama-tama Alga Merah dicuci menggunakan air yang ditampung pada
ember pencucian dengan cara dicelupkan dalam ember kemudian diremas- remas. Kemudian
setelah dicuci tanaman diangin–anginkan selama ± 4 hari hinggakering dan dipastikan apakah
masih terdapat kandungan garamnya, jika masih terdapat garam dilakukan pencucian ulang
dan diangin–anginkan kembalihingga tidak terdapat garam pada tanaman tersebut.
Kemudian hasil sampel yang telah kering dimasukan kedalam oven pengering selama 1
hari dengan suhu 50C hingga sampel kering sempurna, kemudian dihaluskan menggunakan
blender lalu di ayak dan akan menghasilkan 2 bagian yaitu bagian kasar dan bagian halus.
Kemudian dilakukan proses ekstraksi dengan metode maserasi bertingkat untuk memperoleh
ekstrak yang akan dilakukan pengujian skrining fitokimia dan standarisasi ekstrak alga merah
Eucheuma spinosum, serta identifikasi secara kualitatif menggunakan KLT (Retnowati
2006). Metode maserasi tersebut dipilih karena merupakan metode yang paling sederhana dan
lebih mudah dalam pelaksanaannya dengan peralatan yang relatif mudah untuk didapatkan.
Selain itu maserasi dilakukan tanpa adanya tahap pemanasan sehingga dapat menghindari
terjadinya kerusakan komponen senyawa-senyawa pada tanaman yang tidak tahan panas.
Prinsip utama dalam maserasi ini adalah mengekstrak senyawa aktif yang dapat larut dalam
pelarut berdasarkan tingkan kepolaran masing – masing pelarutnya atau yang lebih dikenal
dengan istilah like dissolve like(Sudarmadji et al., 2007).
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel selama 24 jam ke dalam
pelarutnya. Selama proses maserasi dibantu dengan pengadukan untuk mempercepat proses
ekstraksinya. Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung senyawa aktif. Senyawa aktif akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi
antara larutan senyawa aktif di dalam dan di luar sel, maka cairan hipertonis akan masuk ke
cairan yang hipertonis sehingga terjadi keseimbangan. Pengadukan diperlukan untuk
meratakan konsentrasi larutan di luar serbuk sampel sehingga tetap terjaga adanya derajat
perbedaan konsentrasi yang sekecil – kecilnya antara larutan di dalam dan di luar sel (Baraja,
2008).
Perendaman sampel sebanyak 1 kg dengan pelarut N-Heksan sebanyak 3L dilakukan
dalam waktu 3 hari, karena semakin lama proses maserasi, maka diharapkan semakin banyak
zat aktif yang terekstrak kedalam pelarut. Perlu dilakukan pengadukan dengan menggunakan
sendok selama 30 detik setiap hari pada proses maserasi agar pelarut yang digunakan tidak
jenuh yang diharapkan agar zat aktif yang ditarik lebih banyak atau untuk mempercepat
kelarutan senyawa ke dalam pelarutnya. Tahap selanjutnya dilakukan penyaringan dengan
penyaring buchner, lalu pisahkan antara filtrat dengan residu, residu yang di dapat kemudian
di maserasi dengan menggunakan pelarut yang berbeda kepolarannyayaitu Etil Asetat dan
selanjutnya dengan pelarut Etanol96%. Hingga menghasilkan ekstrak N-Heksan, Etil Asetat
dan Etanol dari Alga Merah Filtrat (Eucheuma spinosum) (Baraja, 2008).
Hasil dari maserasi menggunakan pelarut N-Heksan, Etil Asetat dan Etanol 96% yang
diperoleh selanjutnya diuapkan pelarutnya dengan alat rotary evaporator vaccum untuk
mendapatkan ekstrak pekat yang akan digunakan untuk pengujian selanjutnya. Suhu
penguapan dari pelarut sendiri yaitu bedasarkan suhu titik didih etanol 96% sebesar 78,37ºC,
etil asetat sebesar 77,1ºC dan N-heksan sebesar 68ºC. Adanya tekanan yang diberikan oleh
pompa vakum yang berada pada rangkaian alat rotary evaporator vaccum maka pelarutnya
dapat menguap lebih dahulu dibawah titik didihnya. Penguapan pelarut dengan mesin rotary
evaporator vaccum dihentikan sampai diperoleh ekstrak yang cukup pekat, selanjutnya
ekstrak dikeluarkan dari labu rotary evaporator vaccum yang kemudian dipindahkan ke
dalam cawan porselin yang sudah diketahui bobotnya untuk selanjutnya diuapkan di dalam
oven dengan suhu 50ºC sampai diperoleh ekstrak yang kering bebas dari pelarut. Dari proses
ekstraksi Alga Merah (Eucheuma spinosum) menggunakan pelarut N-Heksan, Etil Asetat dan
Etanol 96% didapatkan hasil ekstrak yang dilihat secara organoleptik yaitu ekstrak yang
berwarna coklat kehitaman, bau yang spesifik, rasa pahit, dan juga bentuk ekstrak yang kasar.
Setelah didapatkan ekstrak kemudian ditimbang untuk diketahui berat ekstrak yang didapat,
berat ekstrak n- Heksan sebesar 3,70 gram, ekstrak Etil Asetat sebesar 3,54 gram dan ekstrak
Etanol 96% sebesar 67,68 gram.
Hasil rendemen yang didapatkan dari ekstraksi Alga Merah (Eucheuma spinosum)
dengan pelarut Etanol 96% sebesar 6,76%, dengan pelarut Etil Asetat sebesar 0,35% dan
dengan pelarut N- Heksan sebesar 0,37%. Hasil rendemen yang didapatkan dari ekstrak
Etanol 96% lebih besar, dan diperoleh ekstrak pekat lebih banyak. Ketiga ekstrak Eucheuma
spinosum menunjukan karakter yang berbeda. Ekstrak etil asetat tampak berwana coklat
muda, lebih jernih dan tidak terlalu pekat, ekstrak n-heksan berwarna coklat dan pekat
sedangkan ekstrak etanol tampak coklat kehitaman dan sangat pekat dan sedikit lengket. Hal
ini disebabkan karena senyawa-senyawa yang terkandung didalam tumbuhan laut seperti
makro alga atau alga merah Eucheuma spinosum ini cenderung bersifat polar, senyawa-
senyawa polar akan ikut larut dengan pelarut yang polar. Sehingga pada pelarut non polar
senyawa tidak dapat larut (Marliana et al., 2005). Pelarut Etanol menghasilkan rendemen
yang tinggi karena Etanol memiliki polaritas yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
senyawa dalam ekstrak Eucheuma spinosum memiliki kepolaran yang mendekati Etanol,
karena perolehan senyawa didasarkan pada kesamaan kepolaran dengan pelarut yang
digunakan. Senyawa- senyawa polar akan larut pada pelarut polar (Gillespie et al., 2001).
Hasil positif didapat pada senyawa golongan flavonoid ditandai dengan terbentuknya
warna merah. Warna merah pada uji flavonoid dikarenakan terbentuknya garam flavilium
(Achmad, 2006). Hasil positif tanin ditandai dengan adanya warna hijau kehitaman.
Penambahan ekstrak dengan FeCl31% dalam air menimbulkan warna hijau, merah, ungu atau
hitam yang kuat. Terbentuknya warna hijau kehitaman pada ekstrak setelah ditambahkan
FeCl3 1% karena tanin akan bereaksi dengan ion Fe³⁺ membentuk senyawa kompleks
(Harbone,1987).
Uji KLT senyawa golongan flavonoid dilakukan dengan fase gerak BAA (1:4:5) dan
penampak noda uap ammonia. Eluen ini menghasilkan satu spot noda berwarna coklat pada
ekstrak etanol dengan nilai Rf 0,56. Dari hasil KLT terlihat adanya noda berwarna kuning
cokelat pada UV 366 nm pada Rf 0,56 yang diduga adalah senyawa golongan flavonoid.
Menurut Markham (1998), terdapat penafsiran warna bercak dari segi struktur flavonoid,
yang dimana pada sinar UV 366 nm sebelum diuapkan dengan ammonia terdapat noda
berwarna coklat dan setelah diuapkan dengan ammonia yang terjadi perubahan wama atau
tanpa perubahan atau menjadi fluoresensi murup biru muda maka jenis flavonoid yang
mungkin terkait yaitu Isoflavon yang tak mengandung 5-OH bebas, Penelitian lain yang telah
dilakukan juga menunjukkan hasil positif flavonoid yang terkandung dalam Alga merah
(Nafisah et al., 2014; Karim et al., 2015).

2.4. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa hasil skrining
fitokimia dan analisis kualitatif kromatografi lapis tipis ekstrak Eucheuma spinosum dari
pulau Poteran Sumenep Madura dengan pelarut N-hekesan mengandung senyawa steroid,
dengan pelarut Etil asetat mengandung senyawa steroid, dengan pelarut etanol 96%
mengandung senyawa flavonoid.
2.5. LAMPIRAN
Hasil ekstrak Alga Merah (Eucheuma spinosum)

Ekstraksi Etil Asetat Alga Merah

Ekstraksi N- Heksan Alaga Merah


Proses ekstraksi maserasi alga merah

Penyaringan dengan buchner untuk memisahkan filtrat dan residu

Proses uji KLT ekstrak alga merah


TEST

1. Apa jenis fase gerak yang digunakan dalam analisis tersebut (sesuai dengan
senyawa yang dipilih pada Landasan Teori)?
2. Hitung berapakah Indeks polaritas campuran fase gerak yang digunakan dalam
analisis KLT (sesuai dengan senyawa yang dipilih pada Landasan Teori)?
3. Sebutkan reagen yang digunakan sebagai penampak noda (pewarna)?
4. Jelaskan bagaimana prinsip pemisahan senyawa yang dianalisis (sesuai dengan
senyawa yang dipilih pada Landasan Teori) dengan KLT silika gel 60 terhadap?

Jawaban :
1. Asam asetat glacial : Butanol : Air (1:4:5)

2. Tingkat polaritas : Asam asetat glacial : 6,2


Butanol : 3,9
Air : 10,2

Asam asetat glacial : Butanol : Air (1:4:5)


1 4 5
Indeks Polaritas = 100 x 6,2 + 100 x 3,9 + 100 x 10,2

= 0,062 + 0,156 + 0,51

= 0,728

3. Uap amoniak
4. - plat KLT kedalam chamber yang berisikan pelarut yang telah jenuh menggunakan
pinset dengan posisi berdiri
- dan tempat penotolan tidak terendam dengan eluen
- Kemudian plat KLT yang telah dielusi selanjutnya dikeringkan
- dan diamati noda – noda yangtampak pada sinar UV

Anda mungkin juga menyukai