Anda di halaman 1dari 115

TUGAS AKHIR

EFISIENSI PENYERAPAN LOGAM Pb2+ DENGAN MENGGUNAKAN


CAMPURAN BENTONIT DAN ECENG GONDOK

Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana

Departemen Teknik Lingkungan

DISUSUN OLEH

ANDI SYARIFAH SUMAYYA

D121 12 280

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


JURUSAN SIPIL

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017

i
TUGAS AKHIR

EFISIENSI PENYERAPAN LOGAM Pb2+ DENGAN MENGGUNAKAN


CAMPURAN BENTONIT DAN ECENG GONDOK

Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana

Departemen Teknik Lingkungan

DISUSUN OLEH

ANDI SYARIFAH SUMAYYA

D121 12 280

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


JURUSAN SIPIL

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017

i
ii
Efisisensi Penyerapan Logam Pb2+ dengan menggunakan campuran Bentonit
dan Eceng Gondok
Andi Syarifah Sumayya1, Achmad Zubair2, Roslinda Ibrahim3
1
Mahasiswa Program Studi Teknik Departemen Teknik Sipil, Universitas
Hasanuddin
Email: ipahmaya@gmail.com
2
Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Hasanuddin
Email: achmad.zubair@gmail.com
3
Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Hasanuddin
Email: linda_lingk09@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen di laboratorium,


bertujuan untuk (1)Menentukan Berat dan Komposisi Optimum dari campuran
adsorben yang dapat meyerap larutan timbal (Pb). (2)Mengkaji efisiensi
penyerapan logam timbal (Pb) optimum dengan menggunakan adsorben campuran.
(3)Mengkaji pengaruh aktivasi adsorbepn terhadap penyerapan larutan timbal.
Adsorben digunakan adalah Ecenggondok dan Bentonit. Kemudian diaktivasi
dengan 250ml H3PO4 1,2M selama 24jam. Pencampuran antara Adsorben dengan
larutan timbal konsentrasi 10 mg/l melalui proses pengadukan dengan alat
Flokulator. Variasi berat total adsorben sebanyak 4, 6 dan 8gram. Komposisi eceng
gondok dan bentonit yang digunakan antara lain 25:75; 50:50; dan 75:25 dengan
waktu interaksi 30 dan 60 menit, kecepatan pengadukan 150 dan 200 rpm. Analisis
kadar logam Pb menggunakan instrumen Atomic Adsorption Spectrofotometry
(AAS). Hasil Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa: (1)Komposisi
terbaik adalah 50:50 dan berat total terbaik adalah 8gr. (2)Pada komposisi 75:25
efisiensi penyerapan terbaik sebesar 99,820%. Pada komposisi 50:50 efisiensi
penyerapan terbaik sebesar 99,992%. Dan pada komposisi 25:75 efisiensi
penyerapan terbaik sebesar 98,83%. Dengan demikian Efisiensi Penyerapan terbaik
adalah sebesar 99,990% dengan angka penyisihan 0,001 mg/l pada rasio komposisi
50:50 waktu interaksi 60 menit kecepatan pengadukan 200 rpm. (3)Nilai efisiensi
terbaik dari Adsorben campuran tidak diaktivasi sebesar 82,050% pada berat 8 gr
lebih sedikit dibandingkan dengan adsorben yang diaktivasi yang mencapai angka
99,990%.

Kata kunci: Adsorben, Eceng Gondok, Bentonit, Timbal, Efisiensi

iii
Absorption Efficiency of Lead Metal Pb2+ by Using Mixed Adsorbent
Bentonite and Water Hyacinth
Andi Syarifah Sumayya1, Achmad Zubair2, Roslinda Ibrahim3
1
Mahasiswa Program Studi Teknik Departemen Teknik Sipil, Universitas
Hasanuddin
Email: ipahmaya@gmail.com
2
Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Hasanuddin
Email: achmad.zubair@gmail.com
3
Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Hasanuddin
Email: linda_lingk09@yahoo.co.id

ABSTRACT
This research was conducted by experimental method in laboratory, which
aims to (1) Determine the Optimum Weight and Composition of a mixture of
adsorbents which can absorb lead solution (Pb). (2) To know the optimum
absorption efficiency of lead metal (Pb) by using mixed adsorbent. (3) To know the
effect of adsorbent activation on absorption of lead solution. Adsorbents used are
Water hyacinth and Bentonit. Then activated with 250ml H3PO4 1,2M for 24 hours.
Mixing between Adsorbent with lead concentration solution 10 mg / l through
stirring process with Floculator tool. Variation of total weight of adsorbent are 4, 6
and 8gram. The composition of water hyacinth and bentonite used include 25:75;
50:50; and 75:25 with interaction time of 30 and 60 minutes, stirring speed of 150
and 200 rpm. Analysis of Pb metal content using Atomic Adsorption
Spectrofotometry (AAS) instrument. The results of the research have shown that:
(1) The best composition is 50:50 with the best total weight is 8gr. (2) At the 75:25
composition the best absorption efficiency is 99.820%. At 50:50 composition the
best absorption efficiency is 99.992%. And at 25:75 composition the best
absorption efficiency is 98,83%. Thus the best absorption efficiency is 99.990%
with a rate of allowance of 0.001 mg/l at a composition ratio of 50:50 interaction
time of 60 minutes 200 rpm stirring rate. (3) The best efficiency value of the
unabsorbed mixture Adsorbent was 82.050% at a weight of 8 grams less than the
activated adsorbent that reaching 99.990%.
Keywords: Adsorbent, Water hyacinth, Bentonite, Lead, efficiency

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

karunia-Nya, sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya yang

suci, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Efisiensi

Penyerapan Logam Timbal (Pb) dengan menggunakan campuran Bentonit

dan Eceng Gondok”.

Penulisan tugas akhir ini dimaksudkan guna memenuhi salah satu syarat

dalam menyelesaikan perkuliahan sekaligus memperoleh gelar Sarjana Teknik pada

Program Studi Teknik Lingkungan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Hasanuddin Makassar.

Dalam penyususnan tugas akhir ini, penulis banyak mendapatkan bantuan

dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga tugas

akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Mengingat tanpa bantuan mereka, penulis

merasa kesulitan dalam penyusunan tugas akhir ini. Untuk itu, pada kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan Terima Kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang Tua saya, Ahmad Hidayat Aidid dan A. Fatmawati yang tak henti

mendoakan dan selalu memberikan yang terbaik kepada saya yang tak ternilai

harganya selama masa pendidikan saya.

2. Bapak Dr. Eng. Ir. Wahyu H. Piarah, MS,. ME, selaku Dekan Fakultas Teknik

Universitas Hasanuddin.

3. Bapak Dr. Ir. Muhammad Arsyad Thaha, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

v
4. Ibu Dr. Ir. Hj. Sumarni Hamid Aly, MT., selaku Ketua Program Studi Teknik

Lingkungan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

5. Bapak Dr. Ir. Achmad Zubair, MSc., selaku dosen pembimbing I dan Ibu

Roslinda, S.P., M.T. selaku Dosen Pembimbing II. Terima kasih atas waktu

yang diluangkan, bimbingan, arahan nasehat, kesabaran, didikan, dan ilmu

pengetahuan serta pengalaman yang tak tergantikan yang diberikan kepada

penulis.

6. Segenap dosen Fakultas Teknik Jurusan Sipil Unversitas Hasanuddin yang

telah mengajarkan dan membagi ilmunya. Dan Seluruh staf dan karyawan

Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Hasanuddin atas bantuan yang

telah diberikan.

7. Saudari seperjuangan kuliah, kerja praktek, skripsi Sitti Rahmah Arake,

Nurhaeri Zulkaiddah, Hardianti Alimuddin dan Yustina Miraldin yang telah

memberikan dukungan, semangat, informasi dan masukannya. Dan terkhusus

Alm. Nur Indah Sari.

8. Teman, Sahabat, Saudara, Saudari Teknik Sipil 2012, terima kasih atas

kebersamaan yang kita lewati bersama selama proses perkuliahan.

9. Hidraulic assistant yang selalu berjaya dibawah bimbingan ibu Rita, terima

kasih dukungan kakak, adik, saudara (i).

10. Saudara (i) ku yang tidak sempat disebutkan satu persatu namanya yang

sudah turut membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini.

vi
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Ibu, Bapak dan Teman –

teman dengan pahala yang berlipat ganda. Penulis menyadari masih terdapat

kekurangan dan keterbatasan pada tulisan ini, karenanya penulis mengharapkan

kepada para pembaca kiranya dapat memberikan sumbangan pemikiran demi

kesempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir yang

sederhana ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan semua

pihak yang memerlukannya.

Makassar, November 2017

Penulis,

ANDI SYARIFAH SUMAYYA

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................................ii

KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL ......................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................................1

B. Rumusan Masalah....................................................................................4

C. Tujuan Penelitian .....................................................................................4

D. Batasan Masalah ......................................................................................5

E. Manfaat Penelitian ...................................................................................5

D. Sistematika Penulisan ..............................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Eceng Gondok .........................................................................................7

B. Bentonit .................................................................................................13

C. Logam Berat ..........................................................................................19

D. Timbal (Pb) ...........................................................................................22

E. Adsorpsi .................................................................................................23

F. Spektrofotometri Serapan Atom ............................................................29

viii
G. Studi Yang Relevan dengan Penelitian .................................................33

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ......................................................................................41

B. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................41

C. Alat dan Bahan ......................................................................................41

D. Rancangan Penelitian ............................................................................43

E. Diagram Alir Penelitian .........................................................................46

F. Pelaksanaan Penelitian ..........................................................................47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengamatan Hasil Pengujian Adsorpsi Ion Timbal ...............................54

B. Efisiensi dan Kapasitas Penyerapan Adsorben Terhadap Ion Logam

Timbal (Pb) ............................................................................................55

C. Pengaruh Proses Aktivasi Adsorben Terhadap Penyerapan Ion Timbal

(Pb) ........................................................................................................65

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................68

B. Saran ......................................................................................................69

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Eceng Gondok .......................................................... 10

Tabel 2.2 Perbedaan sifat Na-Bentonit dan Ca-Bentonit ....................................... 16

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Bentonit ...................................................................... 20

Tabel 2.4 Karakterisasi Bentonit .............................................................................. 20

Tabel 2.5 Perbandingan Adsorpsi Fisika dan Kimia ............................................. 26

Tabel 2.6 Matriks Referensi Jurnal .......................................................................... 34

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Campuran Adsorben Bentonit dan Eceng Gondok

Teraktivasi ................................................................................................ 44

Tabel 3.2 Rancangan Penelitian Campuran Adsorben Bentonit dan Eceng Gondok

Tidak Teraktivasi ...................................................................................... 45

Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Adsorpsi Ion Timbal (Pb) .................................... 54

Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Adsorpsi Ion Timbal (Pb) ........................................ 55

Tabel 4.3 Efisiensi dan Kapasitas Penyerapan Ion Timbal (Pb) pada Rasio

Komposit Eceng Gondok 75% – 25% Bentonit ................................... 56

Tabel 4.4 Efisiensi dan Kapasitas Penyerapan Ion Timbal (Pb) pada Rasio

Komposit Eceng Gondok 50% – 50% Bentonit ................................... 62

Tabel 4.5 Efisiensi dan Kapasitas Penyerapan Ion Timbal (Pb) pada Rasio

Komposit Eceng Gondok 25% – 75% Bentonit ................................... 62

Tabel 4.6 Perbandingan Efisiensi Penyerapan Ion Timbal (Pb) pada Rasio

Komposit Eceng Gondok 50% – 50% Bentonit teraktivasi dan tidak

teraktivasi ................................................................................................... 65

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Eceng Gondok ............................................................................................ 9

Gambar 2.2 Bentonit ..................................................................................................... 14

Gambar 2.3 Struktur Bentonit ...................................................................................... 17

Gambar 2.4 instrumentasi SSA .................................................................................... 31

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ......................................................................... 46

Gambar 3.2 Preparasi Sampel Adsorben ................................................................... 48

Gambar 3.3 (a) Aktivasi Campuran Adsorben .......................................................... 48

Gambar 3.3 (b) Aktivasi Campuran Adsorben ......................................................... 49

Gambar 3.4 Pembuatan Larutan Timbal (Pb) 10 mg/L ............................................ 50

Gambar 3.5 Proses Adsorpsi Timbal menggunakan alat Flokulator dan Analisa

menggunakan AAS ................................................................................... 50

Gambar 4.1 Hubungan Efisiensi Penyerapan Ion Timbal (Pb) terhadap Berat Total

Adsorben Pada Rasio Komposit 75% – 25% ........................................ 56

Gambar 4.2 Hubungan Kapasitas Penyerapan Ion Timbal (Pb) terhadap Berat Total

Adsorben Pada Rasio Komposit 75% – 25% .............................................. 57

Gambar 4.3 Hubungan Efisiensi Penyerapan Ion Timbal (Pb) terhadap Berat Total

Adsorben Pada Rasio Komposit 50% – 50% ........................................ 59

Gambar 4.4 Hubungan Kapasitas Penyerapan Ion Timbal (Pb) terhadap Berat Total

Adsorben Pada Rasio Komposit 50% – 50% .............................................. 60

Gambar 4.5 Hubungan Efisiensi Penyerapan Ion Timbal (Pb) terhadap Berat Total

Adsorben Pada Rasio Komposit 25% – 75% ........................................ 62

xi
Gambar 4.6 Hubungan Kapasitas Penyerapan Ion Timbal (Pb) terhadap Berat Total

Adsorben Pada Rasio Komposit 25% – 75% .............................................. 63

Gambar 4.7 Hubungan Efisiensi Penyerapan Ion Timbal (Pb) terhadap Berat Total

Adsorben Pada Rasio Komposit 50% – 50% teraktivasi ...................... 66

Gambar 4.8 Hubungan Kapasitas Penyerapan Ion Timbal (Pb) terhadap Berat Total

Adsorben Pada Rasio Komposit 50% – 50% tidak teraktivasi .................... 66

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Hasil Penelitian

Lampiran 2 Perhitungan Efisiensi dan Kapasitas Penyerapan

Lampiran 3 Standar Baku Mutu Kualitas Air Minum dan Air Limbah Berdasarkan
Peraturan Nasional dan Internasional

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan di Era Industrialisasi menunjukkan kemajuan yang sangat

pesat. Hal ini selain meningkatkan kualitas hidup manusia juga menimbulkan

dampak sampingan berupa buangan atau limbah industri yang akan menyebabkan

pencemaran lingkungan. Salah satu zat buangan industri yang dapat menyebabkan

pencemaran adalah logam berat.

Keberadaan logam berat pada suatu lingkungan dalam jumlah yang

melebihi ambang batas merupakan salah satu dari bagian pencemaran lingkungan,

karena sifat toksisitas nya tersebut dapat mengancam makhluk hidup. Umumnya

logam berat ini lebih tahan dibandingkan polusi zat organik, karena logam

merupakan material yang tidak terdegradasi secara mudah dan sangat beracun bagi

manusia meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit.

Limbah timbal (Pb) merupakan salah satu sumber pencemaran yang sangat

membahayakan, baik bagi kesehatan manusia maupun lingkungan. Logam timbal

ini dapat berasal dari limbah industri, rumah tangga (domestic wastewater), baterei

tidak terpakai maupun dari hasil penambangan. Logam timbal (Pb) sebagai logam

berat merupakan unsur terbanyak di alam. Logam ini mempunyai densitas yang

sangat tinggi, jauh melebihi densitas tertinggi logam transisi pertama. Logam ini

merupakan satu dari tiga senyawa yang paling beracun yang menarik perhatian para

peneliti untuk mendapatkan metoda penanggulangan yang tepat.

1
Batas yang diizinkan adanya kandungan timbal dalam keluaran limbah

industri berbeda untuk setiap negara namun tidak lebih dari 0,1 mg/L sedangkan

dalam air minum menurut Permenkes no. 492 tahun 2010 adalah 0,01 mg/L. Jika

jumlahnya melebihi batas tersebut, maka akan membahayakan lingkungan dan

kesehatan. Logam ini akan terakumulasi di dalam tubuh manusia seumur hidup dan

secara normal dikeluarkan dengan cara yang lambat. Dengan demikian limbah

timbal harus diolah agar tidak mencemari kesehatan individu dan lingkungan.

Salah satu cara untuk mereduksi kandungan logam Pb dalam air adalah

dengan proses adsorpsi. Proses ini menggunakan bahan penyerap (adsorben) untuk

menyerap logam dan zat pengotor lainnya.

Bentonit (mineral aluminosilikat) merupakan salah satu jenis bahan

tambang yang banyak terdapat di Indonesia. Mineral ini banyak digunakan sebagai

katalis dan penyangganya, pemucat, dan juga sebagai adsorben. Penggunaan

bentonit sebagai adsorben memiliki keunggulan karena bentonit mempunyai

struktur antar lapis yang dapat dengan mudah dimodifikasi sehingga akan

memperbaiki sifat penyerapannya. Beberapa senyawa lempung termodifikasi telah

dibuat untuk mengadsorpsi logam berat melalui proses pertukaran kation.

Modifikasi lempung dengan senyawa-senyawa organik menghasilkan kompleks

yang dapat digunakan sebagai adsorben, salah satunya sebagai adsorben ion Pb 2+

(Widihati, 2009).

Saat ini pemanfaatan adsorben alami (alternatif) yang berasal dari alam

mulai di kembangkan karena kemampuan adsorpsi yang cukup baik dan juga sangat

ekonomis. Salah satu jenis tumbuhan yang sering digunakan adalah enceng gondok.

2
Tumbuhan ini mampu menyerap timbunan logam-logam berbahaya seperti Pb2+.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa enceng gondok dapat menyerap hampir

seluruh substan dalam larutan pada badan air tanpa seleksi seperti layaknya spons

menyerap cairan dan semua yang terkandung di dalamnya (Lubis dan Sofyan, 1986

dalam Faisal, 2015).

Campuran Bentonit (sejenis lempung) dan eceng gondok sebagai adsorben

ternyata dapat meningkatkan efisiensi penyerapan terhadap logam. Faisal (2015)

telah melakukan penelitian yang mencampurkan bentonit dengan eceng gondok

untuk menyerap timbal (Pb) pada air limbah. Campuran yang berukuran 200 mesh

diaktivasi dengan H2SO4 1,2M dengan variasi waktu pengadukan (30, 60 dan 90

menit). Campuran adsorben seberat 4 gram dengan perbandingan 1:1 ini mampu

menghasilkan efisiensi penyerapan hingga 98,77%. Namun penelitian ini tidak

memvariasikan campuran berat antara lempung dan eceng gondok, sehingga belum

diketahui apakah campuran berat yang dipakai merupakan campuran yang paling

efektif dan efisien.

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui berat

campuran adsorben yang efektif serta mengetahui efisiensi penyerapan logam

timbal (Pb) dan pengaruh aktivasi terhadap kemampuan penyerapan menggunakan

campuran adsorben bentonit dan eceng gondok. Sehingga penelitian ini diharapkan

dapat memberikan informasi pemanfaatan enceng gondok dan bentonit dan

fungsinya sebagai penyerap logam berat di perairan. Berdasarkan latar belakang di

atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang “Efisiensi Penyerapan Logam Pb2+

dengan menggunakan campuran Bentonit dan Eceng Gondok”.

3
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan dikaji

oleh penulis dalam Tugas Akhir ini adalah:

1. Berapakah Berat dan Komposisi Optimum dari campuran adsorben

bentonit dan eceng gondok yang dapat meyerap larutan timbal (Pb)?

2. Seberapa besar efisiensi penyerapan logam timbal (Pb) dengan

menggunakan adsorben campuran bentonit dan eceng gondok?

3. Bagaimana pengaruh aktivasi campuran adsorben bentonit dan eceng

gondok terhadap penyerapan larutan timbal?

C. Tujuan Penelitian

1. Menentukan Berat dan Komposisi Optimum dari campuran adsorben

bentonit dan eceng gondok yang dapat meyerap larutan timbal (Pb).

2. Mengkaji efisiensi penyerapan logam timbal (Pb) optimum dengan

menggunakan adsorben campuran bentonit dan eceng gondok.

3. Mengkaji pengaruh aktivasi adsorben terhadap penyerapan larutan timbal.

D. Batasan Masalah

Dalam memberikan penjelasan guna memudahkan analisis terdapat batasan

masalah yang diberikan pada Tugas Akhir adalah :

1. Sampel air pada penelitian merupakan sampel buatan (limbah artificial)

yang dibuat dari logam Pb murni kemudian diencerkan menjadi

kontaminan yang sudah ditetapkan, lalu dilarutkan di dalam aquades agar

kontaminannya tidak berubah dengan konsentrasi 10 ppm.

4
2. Bentonit yang digunakan merupakan bentonit alam dengan tipe Ca-

Bentonit yang diperoleh dari daerah Jawa Barat yang dikirim langusng ke

Makassar dan eceng gondok diperoleh di Danau Mawang, Gowa.

3. Dalam penelitian ini dibatasi pada lingkup analisis adsorpsi hanya untuk

campuran eceng gondok dan bentonit terhadap logam timbal (Pb), dengan

variasi parameter yang digunakan yaitu Rasio Komposit Adsorben, Berat

Total Adsorben, Waktu Interaksi dan Kecepatan Pengadukan.

4. Pengujian sampel air dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

(Laboratorium Tanah) Maros.

E. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Dapat memberikan informasi mengenai pemanfaatan dari tanaman

Eceng Gondok dan Lempung Bentonit yang memiliki kegunaan dalam

menurunkan logam berat yang dapat mencemari lingkungan.

2. Dapat menjadi sumbangan ilmiah bagi dunia pendidikan khususnya

dalam bidang teknik lingkungan serta menjadi bahan acuan untuk

penelitian selanjutnya.

F. Sistematika penulisan

Bab I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penelitian.

Bab II Tinjauan Pustaka, Terdiri dari penjelasan mengenai pemanfaatan

tanaman eceng gondok dan lempung bentonit sebagai bahan yang ekonomis dan

5
pengertian adsorben dan adsorpsi beserta jenisnya, gangguan yang disebabkan

apabila kandungan Pb yang berlebihan di dalam air.

Bab III Metode Penelitian, terdiri dari jenis penelitian, waktu dan lokasi

penelitian, pembuatan rancangan penelitian, diagram alir penelitian, persiapan dan

pelaksanaan penelitian, dan pengolahan data.

Bab IV Hasil dan Pembahasan, menjelaskan tentang besar penurunan logam

Pb menggunakan adsorben campuran eceng gondok dan bentonit dengan

menggunakan metode Bacth dengan variasi komposisi dan berat adsorben serta

waktu dan kecepatan pengadukan serta pembahasan.

Bab V Penutup, terdiri dari kesimpulan yang diambil dari hasil penelitian

serta saran yang dapat digunakan untuk memperbaiki penelitian selanjutnya.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Eceng Gondok

Enceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang

ilmuan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani

berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di

Sungai Amazon Brasil. Enceng Gondok lebih banyak dikenal sebagai tanaman

tumbuhan pengganggu (gulma) di perairan karena pertumbuhannya yang sangat

cepat. Awalnya didatangkan ke Indonesia pada tahun 1894 dari Brazil untuk

koleksi Kebun Raya Bogor. Ternyata dengan cepat menyebar ke beberapa perairan

di Pulau Jawa. Dalam perkembangannya, tanaman keluarga Pontederiaceae ini

justru mendatangkan manfaat lain, yaitu sebagai biofilter cemaran logam berat,

sebagai bahan kerajinan, dan campuran pakan ternak (Candra, 2008).

Enceng gondok merupakan tumbuhan parenial yang hidup di perairan

terbuka, mengapung di air jika tempat tumbuhnya cukup dalam dan berakar di

dasar jika air dangkal. Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter, tidak mempunyai batang,

daunnya tunggal dan berbentuk oval, ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal

tangkai daun menggelembung (Sinulingga, 2009).

Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bijinya berbentuk bulat dan

berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau, akarnya

merupakan akar serabut. Perkembangbiakan dapat terjadi secara vegetatif maupun

secara generatif. Perkembangan terjadi jika tunas baru tumbuh pada ketiak daun

7
lalu membesar dan akhirnya menjadi tumbuhan baru. Enceng gondok dapat

menggandakan daunnya pada 7 -10 hari (Sinulingga, 2009).

Kelopak bunganya berbentuk tabung, termasuk bunga majemuk, sehingga

enceng gondok memungkinkan penyerbukan, setelah 20 hari bunganya akan

masak, terbebas lalu pecah dan bijinya masuk ke perairan untuk kemudian menjadi

tanaman baru. Satu tanaman dapat menghasilkan 5 sampai 6 ribu biji tiap musim.

Tangkai eceng gondok berbentuk bulat menggelembung yang di dalamnya

penuh dengan udara yang berperan untuk mengapungkan tanaman di permukaan

air. Lapisan terluar petiole adalah lapisan epidermis, kemudian di bagian bawahnya

terdapat jaringan tipis sklerenkim dengan bentuk sel yang tebal disebut lapisan

parenkim, kemudian di dalam jaringan ini terdapat jaringan pengangkut (xylem dan

floem). Rongga-rongga udara dibatasi oleh dinding penyekat berupa selaput tipis

berwarna putih (Winarno, 1993).

Klasifikasi ilmiah dari eceng gondok adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monoco tyled oneae

Suku : Pontederiaceae

Marga : Eichhornia

Spesies :Eichornia crassipes Solms

8
Gambar 2.1. Eceng Gondok

Winarno (1993) menyebutkan bahwa dekomposisi kimiawi eceng gondok

dari berat total adalah 36,59 % bahan organik, 21,23% C organik, 0,28% N, 0011%

P, dan 0,016% K. Joedodibroto (1983) mengemukakan hasil analisis komponen

kimia eceng gondok yang tidak digiling ternyata mengandung kadar abu 12% dan

setelah digiling menjadi 5,77%. Kandungan zat ekstraktif juga mengalami

penurunan setelah digiling. Kandungan kimia pada tangkai eceng gondok segar

adalah air 92,6%, abu 0,44%, serat kasar 2,09%, karbohidrat 0,17%, lemak 0,35%,

protein 0,16%, fosfor 0,52%, kalium 0,42%, klorida 0,26%, alkanoid 2,22%. Dan

pada keadaan kering eceng gondok mempunyai kandungan selulosa 64,51%,

pentosa 15,61%, silika 5,56%, abu 12% dan lignin 7,69%. Tingginya kandungan

selulosa dan lignin pada eceng gondok menyebabkan bahan tersebut sulit

terdekomposisi secara alami.

Komposisi kimia eceng gondok tergantung pada kandungan unsur hara

tempatnya tumbuh, dan sifat daya serap tanaman tersebut. Pada Tabel 2.1, menurut

Hesty (2009) dalam penelitiannya terhadap eceng gondok dari Banjarmasin

mengemukakan kandungan kimia tangkai eceng gondok tua yang segar.

9
Tabel 2.1 Komposisi kimia Eceng Gondok

Senyawa Kimia Pesentase (%)

Air 92,6
Abu 0,44
Serat kasar 2,09
Karbohidrat 0,17
Lemak 0,35
Protein 0,16
Fosfor sebagai P2O5 0,52
Kalium sebagai K2O 0,42
Klorida 0,26
Alkanoid 2,22

1. Ciri Fisiologis Eceng Gondok

Eceng Gondok memiliki daya adaptasi yang besar terhadap berbagai hal

yang ada di sekelilingnya dan dapat berkembang biak dengan cepat. Eceng

gondok dapat hidup di tanah yang selalu tertutup oleh air yang banyak

mengandung makanan. Selain itu daya tahan eceng gondok juga dapat hidup di

tanah asam dan tanah basah (Candra, 2008)

Kemampuan eceng gondok untuk melakukan proses-proses sebagai

berikut :

a. Transpirasi

Jumlah air yang digunakan dalam proses pertumbuhan hanyalah

memerlukan sebagian kecil jumlah air yang diadsorbsi atau sebagian besar

dari air yang masuk ke dalam tumbuhan dan keluar meninggalkan daun dan

batang sebagai uap air disebut sebagai proses transpirasi. Laju hilangnya

air dari tumbuhan dipengaruhi oleh kuantitas sinar matahari dan musim

10
penanaman. Laju transpirasi akan ditentukan oleh struktur daun eceng

gondok yang terbuka lebar yang memiliki stomata yang banyak sehingga

proses transpirasi akan besar dan beberapa faktor lingkungan seperti suhu,

kelembapan udara, cahaya dan angin.

b. Fotosintesis

Fotosintesis adalah sintesa karbohidrat dari karbondioksia dan air

oleh klorofil. Menggunakan cahaya sebagai energi dengan oksigen sebagai

produk tambahan. Dalam proses fotosintesis ini tanaman membutuhkan

CO2 dan H2O dengan bantuan sinar matahari akan mengahsilkan glukosa

dan oksigen dan senyawa-senyawa organik lain. Karbondioksida yang

digunakan dalam proses ini dari udara dan energi matahari.

c. Respirasi

Sel tumbuhan dan hewan mempergunakan energi untuk

membangun dan memelihara protoplasma, membran plasma dan dinding

sel. Energi tersebut dihasilkan melalui pembakaran senyawa-senyawa.

Dalam respirasi molekul gula atau glukosa (C6H12O6) diubah menjadi zat-

zat sederhana yang disertai dengan pelepasan energi.

2. Manfaat Eceng Gondok

Eceng gondok banyak menimbuljan pencemaran sungai dan waduk,

tetapi mempunyai manfaat sebagai berikut:

a. Mempunyai sifat biologis sebagai penyaring air yang tercemar oleh

berbagai bahan kimia buatan industri

11
b. Sebagai bahan penutup tanah dan kompos dalam kegiatan pertanian dan

perkebunan

c. Sebagai sumber gas anara lain berupa gas ammonium sulfat, gas

hidrogen, nitrogen dan metan yang dapat diperoleh dengan cara

fermentasi

d. Bahan baku pupuk tanaman yang mengandung unsur NPK yang

merupakan tiga unsur utama yang dibutuhkan tanaman

e. Sebagai bahan industri kertas dan papan buatan dan bahan baku karbon

aktif

3. Dampak Negatif Eceng Gondok

Kondisi merugikan yang timbul sebagai dampak pertumbuhan eceng

gondok yang tidak terkendali diantaranya adalah:

a. Meningkatnya evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui

daun-daun tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta

pertumbuhannya yang cepat

b. Menurunnya jumlah cahaya yang masuk ke dalam perairan sehingga

menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air

(Dissolved Oxygens)

c. Timbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan

sehingga mempercepat terjadinya proses pendangkalan

d. Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, Khususnya bagi masyarakat

yang kehidupannya masih tergantung dari sungai

e. Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia

12
f. Menurunnya nilai estetika lingkungan perairan

B. Bentonit

Bentonit adalah clay yang sebagian besar terdiri dari montmorilonit dengan

mineral-mineral seperti kwarsa, klasit, dolomit, feldspars, dan mineral lainnya.

Montmorilonit merupakan bagian dari kelompok smectit dengan komposisi kimia

secara umum (Mg, Ca)O.Al2O3.5 .nH2O. Nama montmorilonit sendiri berasal dari

prancis pada tahun 1847 untuk penamaan sejenis lempung yang terdapat di

Monmorilonit Prancis yang dipublikasikan pada tahun 1852 – 1856.

Bentonit adalah istilah perdagangan untuk sejenis lempung yang banyak

mengandung mineral montmorilonit (sekitar 85%) yaitu mineral hasil dari

pelapukan, pengaruh hidrotermal atau akibat transpormasi/ devitrifikasi. Lempung

merupakan salah satu komponen tanah yang tersusun atas senyawa alumina silikat

dengan ukuran partikel yang lebih kecil dari 2nm, struktur dasar merupakan

filoslikat atau lapisan silikat yang terdiri dari lembaran tetrahedral silisium-

oksigen dan lembaran oktaherdral aluminium –oksigen hidroksida (Lestari, 2002

dalam Putri, 2013)

Bentonit alam merupakan alumina silikat terhidrasi dengan unsur utama

yang terdiri dari kation alkali dan alkali tanah dari senyawa yang dikandungnya.

Bentonit berarti tanah liat yang mengandung senyawa hidrat alumino silikat

denngan unsur – unsur utama alkali tanah dan mempunyai sifat penukaran ion serta

kemampuan absorpsi yang tinggi. Sehingga mineral bentonit terdiri dari beberapa

jenis mineral, berstruktur tiga dimensi dan mempunyai pori yang dapat diisi oleh

molekul air.

13
Bentonit mempunyai potensi untuk di kembangkan pemanfaatannya

menjadi bahan unggulan yang bernilai komunitas tinggi, baik dalam bidang

industri (Farmasi, Kosemtik, Katalis, Cat) agrobisnis maupun lingkungan selain

dari penggunaannya di bidang pertanian, peternakan, perikanan, proses

penjernihan air, penyerap logam – logam berat dan deterjen.

Gambar 2.2. Bentonit

Berdasarkan kandungan alumino silikat hidrat yang terdapat dalam

bentonit, maka bentonit tersebut dapat dibagi menjadi dua golongan :

a. Activated Clay, merupakan lempung yang mempunyai daya pemucatan

yang rendah.

b. Fuller’s earth, merupakan lempung yang secara alami mempunyai sifat

daya serap terhadap zat warna pada minyak, lemak, dan pelumas.

Berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Na-bentonit

Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila

dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air.

Dalam keadaan kering berwarna putih atau krem, pada keadaan basah dan

terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap. Suspensi koloidal mempunyai

14
pH: 8,5 – 9,8, posisi pertukaran diduduki oleh ion-ion sodium (Na+)

(Zulkarnaen,S. W dan D.H. Marmur. 1990 dalam Wulandari,w. 2012)

2. Ca-bentonit

Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air,

tetapi secara alami setelah diaktifkan mempunyai sifat menghisap yang baik.

Suspensi koloidal mempunyai pH: 4 – 7. Dalam keadaan kering berwarna abu-

abu, biru, kuning, merah, coklat.

Na-bentonit dimanfaatkan sebagai bahan perekat, pengisi, lumpur bor,

sesuai sifatnya mampu membentuk suspensi koloidal setelah barcampur dengan air.

Sedangkan Ca-bentonit banyak dipakai sebagai bahan penyerap. Dengan

penambahan zat kimia pada kondisi tertentu, Ca-bentonit dapat dimanfaatkan

sebagai bahan lumpur bor setelah melalui pertukaran ion, sehingga terjadi

perubahan menjadi Na-bentonit dan diharapkan menjadi peningkatan sifat reologi

dari suspensi mineral tersebut. (Putri, 2013) Perbedaan Na-bentonit dan Ca-betonit

disajikan dalam Tabel 2.2

Tabel 2.2. Perbedaan sifat Na-Bentonit dan Ca-Bentonit


Sifat Fisik Na-Bentonit Ca-Bentonit
Daya mengembang Sangat baik Tidak baik
Kekuatan dalam keadaan basa Sedang Tinggi
Perkembangan daya ikat Sedang Cepat
Kekuatan tekan Tinggi Sedang
Daya tekan terhadap penyusutan Tinggi Rendah
Daya mengalirkan pasir Sedang Sangat baik
Warna dalam keadaan kering Putih atau Crem Abu-abu, biru,
kuning, merah atau
coklat
Perbandingan Na dan Ca Tinggi Rendah
pH suspensi koloidal 8,5 – 9,8 4 –7

15
Bentonit merupakan suatu kelompok mineral yang di hasilkan dari proses

hidrotermal pada batuan baku basa, mineral ini biasanya dijumpai mengisi celah-

celah ataupun rekatan dari batuan tersebut, selain itu bentonit juga merupakan

endapan dari aktivitas vulkanik yang banyak mengadung unsur slikat.

1. Struktur Bentonit

Bentonit mengandung mineral montmorillonite atau dikenal dengan

mineral phyllosilicate 2:1 artinya silikat yang berbentuk lembaran yang

strukturnya terdiri dari lapisan oktahedral yang disusun oleh Al(O,OH).

Sedangkan kedua sisi lapisan oktahedral ini diapit oleh 2 (dua) lapisan

tetrahedral yang disusun oleh Si(O,OH). Dengan adanya substitusi unsur


4+
dengan bilangan oksidasi lebih rendah, seperti; Si digantikan dengan Al3+

(dalam lapisan tetrahedral) atau Al 3+ digantikan dengan Mg 2+ atau Fe 2+ (dalam

lapisan oktahedral) maka strukturnya bermuatan negatif secara permanen.

Untuk mengimbangi muatan negatif ini, bahan ini mengikat kation-kation lain

seperti kation monovalensi (Na+,K+,H+) dan kation divalensi(Ca 2+dan Mg 2+).

Kation-kation ini terikat secara longgar dan dapat dipertukarkan dengan

kation-kation lain. Kemampuan pertukaran ion dari bentonit ini bergantung

pada jenis dan kuantitas dari kation-kation pengimbang ini, faktor lain seperti

bentuk kisi kristal dapat juga mempengaruhi meskipun nilainya rendah.

Dengan rumus kimia bentonit adalah (Mg, Ca) xAl2O3 . ySiO2 . n H2O

dengan nilai n sekitar 8, x,y adalah nilai perbandingan antara Al2O3 . dan SiO2,

16
dan ( Mg, Ca ) adalah M,. Fragmen sisa bentonit umumnya terdiri dari

campuran kristoballit, feldspar, kalsit, gipsum, kaolinit, plagioklas.

Setiap struktur kristal bentonit mempunyai tiga lapisan yaitu lapisan

oktahedral dari alumunium dan oksigen yang terletak antara dua lapisan

tetrahedral dari silikon dan oksigen. Penyusun terbesar bentonit adalah silikat

dengan oksida utama SiO 2 (silika) dan Al2O3 (aluminat) yang terikat pada

molekul air. Penggabungan pada satu lapisan tetrahedral silika dengan satu

lapisan oktahedral alumina membentuk dua lapisan silika-alumina.

Gambar 2.3 Struktur Bentonit

Adanya atom-atom yang terikat pada masing-masing lapisan struktur

montmorillonit memungkinkan air atau molekul lain masuk di antara unit

lapisan. Akibatnya kisi akan membesar pada arah vertikal. Selain itu karena

adanya pergantian atom Si oleh Al menyebabkan terjadinya penyebaran muatan

negatif pada permukaan bentonit.

Bagian inilah yang disebut sisi aktif (active site) dari bentonit dimana

bagian ini dapat menyerap kation dari senyawa-senyawa organik atau dari ion-

ion senyawa logam.

17
2. Sifat Fisik Bentonit

Sifat fisik bentonit yang sangat penting adalah sebagai Kapasitas Tukar

Ion (KTK), daya luas permukaan, Reologi sifat mengikat dan melapas serta

palstisitas.

a) Kapasitas Tukar Ion

Sifat ini menentukan jumlah kadar air yang terserap dalam bentonit

dalam keseimbangan reaksi kimia, ini terjadi karena struktur kisi-kisi

kristal mineral monmollonit serta adanya unsur (ion atau kation) yang

mudah terbuka dan menarik air, kation atau ion Na mempunyai daya seraf

air yang lebih baik dari ion lainya seperti: Mg,Ca, K dan H dengan

demikian maka bentonit yang dimasukkan dalam air akan menggembang

dan akan membentuk larutan koloid, bila air tersebut di keluarkan dari

larutan koloid tersebut maka akan terbentuk suatu massa, liat, keras dan

tidak tembus air serta bersifat lembut atau tahan terhadap reaksi kimia, sifat

ini di terapkan dalam pemboran dan tenik sipil.

b) Luas Permukaan

Yang dimaksud dengan luas permukaan adalah jumlah kristal atau

butir-burir bentonit dinyatakan dalam m2/gram, sifat ini sangat penting

karena semakin besar jumlah luas permukaan, makin banyak zat kimia yang

dapat terbawa ( melekat ) atau makin sempurna pori-pori yang dapat tersisa

sifat ini dimanfaatkan dalam industri kimia misalnya sebagai katalis, serta

18
digunakan sebagai bahan pengisi dan pengembang di dalam industri kertas,

cat dan lain sebagainya.

c) Daya serap

Sifat ini di sebabkan oleh ketidak seimbangan muatan listrik dalam

ion serta adanya pertukaran ion, dalam mineral lempung daya serap terjadi

pada ujung dan permukaan kristal serta ruang diantara kation butir

lempung, bentonit mempunyai sifat mengadsorbsi karena ukuran partikel

koloidnya sangat kecil mempunyai kapasitas pertukaran ion yang sangat

tinggi. Daya serap bentonit ini dapat dibangkitkan dengan penambahan

larutan atau dengan istilah yang sering kita pakai dengan cara aktivitas.

(Limparnar, 2005 dalam Putri, 2013)

3. Sifat Fisik dan Kimia Bentonit

Dalam keadaan kering bentonit mempunyai sifat fisik berupa partikel

butiran yang halus berbentuk rekahan-rekahan atau serpihan yang khas seperti

tekstur pecah kaca (concoidal fracture), kilap lilin, lunak, plastis, berwarna

kuning muda hingga abu-abu, bila lapuk berwarna coklat kekuningan, kuning

merah atau coklat, bila diraba terasa licin, dan bila dimasukan ke dalam air akan

menghisap air.

a. Sifat – sifat kimianya berupa

Bentonit mineral yang memiliki gugus aluminoslikat unsur-unsur kimia

yang terkandung di dalam bentonit diperlihatkan pada Tabel 2.3

19
Tabel 2.3. Komposisi Kimia
Senyawa Na- Bentonit (% ) Ca-Bentonit (% )
SiO2 61,3-61,4 62,12
Al2O3 19,8 17,33
Fe2O3 3,9 5,30
CaO 0,6 3,68
MgO 1,3 3,30
Na2O 2,2 0,50
K 2O 0,4 0,55
H 2O 7,2 7,22

b. Sifat – sifat Fisika

Tabel 2.4. Karakterisasi Bentonit


Karakterisasi Nilai
Massa jenis 2,2 – 2,8 gram/L
Massa molekul relatif 549,07 gram/L
Indeks bias 1,547 – 1,557
Titik leleh 1330 – 1430 C

4. Aktivasi Bentonit

Sebelum digunakan dalam berbagai aplikasi, bentonit harus diaktifkan

dan diolah terlebih dahulu. Ada 2 (dua) cara yang dapat dilakukan untuk aktivasi

bentonit, yaitu : (Wulandari, 2012)

a. Secara Pemanasan

Pada tahap ini bentonit dipanaskan pada temperatur 300 – 350oC untuk

memperluas permukaan butiran bentonit.

b. Secara Pengasaman (Kontak Asam)

Tujuan dari aktivasi kontak asam adalah untuk menukar kation Ca yang

ada di dalam Ca-bentonit menjadi ion H+ dan melepaskan ion Al, Fe,

Mg dan pengotor lainnya dari kisi – kisi struktur sehingga secara fisik

bentonit tersebut menjadi lebih aktif.

20
C. Logam berat

Istilah logam berat menunjuk pada logam yang mempunyai berat jenis

lebih tinggi dari 5 atau 6 g.cm-3. Namun pada kenyataannya dalam pengertian

logam berat ini, dimasukkan pula unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat

berbahaya seperti logam berat sehingga jumlah seluruhnya mencapai lebih kurang

40 jenis. Dalam literatur kimia, istilah logam berat biasa digunakan untuk logam-

logam yang sulit di degradasi dan memiliki siat toksisitas pada makhluk hidup.

Beberapa logam berat yang beracun tersebut aadalah As, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg, Ni,

dan Zn.

Logam berat adalah unsur yang mempunyai sifat logam atau dengan

kriteria yang sama seperti logam-logam lain diantaranya:

1. Memiliki kemampuan yang baik sebagai penghantar listrik (konduktor)

2. Memiliki kemampuan sebagai penghantar panas yang baik

3. Memiliki rapatan yang tinggi

4. Dapat membentuk alloy dengan logam lainnya

Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini

berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup (Palar, 1994).

Menurut Palar (1994) karakteristik kelompok logam berat adalah:

1. Memiliki berat jenis yang sangat besar ( lebih dari 4)

2. Mempunyai nomor atom 22-23 dan 40-50 serta unsur-unsur lantanida

dan aktinida

3. Mempunyai respon biokimia khas pada organisme

21
Secara alamiah, unsur-unsur logam berat terdapat dalam jumlah yang

cukup rendah di alam. Dalam lingkungan perairan, logam berat berada dalam

bentuk ion-ion, baik sebagai pasangan ion ataupun bentuk ion-ion tunggal. Kadar

logam berat akan meningkat bila limbah perkotaan, pertambangan, pertanian, dan

perindustrian masuk kedalam lingkungan perairan.

D. Timbal (Pb)

Timbal dikenal juga dengan nama timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya

dinamakan plumbum dengan lambang Pb. Dalam tabel periodik, logam ini

termasuk dalam golongan IV A dengan nomor atom (NA) 82 dengan konfigurasi

elektron [Xe] 4f145d106s26p2 dan berat atom relatifnya (BA) 207,2 g.mol-1. Timbal

adalah logam yang lunak, berwarnaabu-abu kebiruan, memiliki densitas yang

tinggi (11,48 g.mL-1), titik didih 1740 oC titik leleh 327,5 oC, dan memiliki

keelektronegatifan sebesar 1,8. Logam timbal mudah melarut dalam asam nitrat

yang pekatnya 8 M. Dengan asam ini, timbal akan membentuk lapisan pelindung

berupa timbal nitrat, Pb(NO3)2, yang mencegah pelarutan lebih lanjut (Vogel,

1990).

Menurut Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 tentang pengelolaan

kualitas air dan pengendalian pencemaran air menyatakan bahwa batas maksimal

untuk logam Pb berada dilingkungan perairan adalah 0,03 mg.L-1. Jika logam berat

Pb berada di ambang batas yang ditentukan maka akan mengakibatkan keracunan

akut pada manusia karena terjadinya kerusakan yang hebat pada ginjal, sistem

reproduksi, hati, otak, sistem syaraf pusat (gangguan sistem syaraf dan mental),

22
menghambat sintesis hemoglobin (Hb) dalam sumsum tulang serta dapat

menimbulkan kematian (Palar, 1994)

Untuk persyaratan kualitas air minum menurut peraturan Menteri

Kesehatan No. 492 tahun 2010 batas maksimum logam timbal yang diperbolehkan

adalah 0,01 mg/L. European Communities Regulation 2014 juga menyatakan

kadar timbal yang diperbolehkan sebesar 0,01 mg/l. Standar US EPA 2012 tidak

diperbolehkan adanya timbal dalam standar kualitas air minum sehingga

diperlukan treatment khusus yang dapat menghilangkan kadar timbal dalam air

minum.

E. Adsorpsi

Adsorpsi adalah akumulasi partikel pada permukaan Zat yang

mengadsorpsi disebut adsorben sedangkan zat yang teradsorpsi disebut adsorbat

(Atkins, 1997). Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan zat berbentuk gas atau

cairan oleh permukaan atau antar muka tanpa penetrasi.

Oscik (1982), menjabarkan teori langmuir bahwa pada permukaan

adsorben terdapat sejumlah tertentu situs aktif yang sebanding dengan luas

permukaan adsorben. Dalam setiap situs aktif hanya satu molekul yang diadsorpsi.

Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya fisika dan gaya kimia yang

masing-masing menghasilkan adsorpsi fisika (physisorption) dan adsorpsi kimia

(chemisorption).

Pada dasarnya, suatu adsorben harus memiliki luas permukaan spesifik

yang tinggi, yaitu memiliki pori-pori berdiameter kecil agar proses retensi partikel

23
adsorbat oleh adsorben berlangsung lebih efektif. Secara spesifik, ukuran pori juga

menentukan adsorpsi suatu senyawa tertentu dalam larutan.

Jika ukuran pori adsorben semakin kecil maka kemampuan adsorpsinya

semakin besar, dengan anggapan bahwa komponen yang teradsorpsi dapat

memasuki rongga porinya. Jumlah adsorben yang makin banyak akan memberikan

luas permukaan yang makin besar bagi adsorbat untuk terdesorpsi. Selain itu makin

banyak jumlah adsorben juga akan memberi kesempatan kontak yang makin besar

dengan molekul - molekul adsorbat (Sadewo, 2010)

Adsorpsi kimia melibatkan ikatan koordinasi sebagai akibat dari

penggunaan elektron secara bersama oleh adsorben dan adsorbat (Oscik, 1982).

Adsorpsi kimia mempunyai energi >40 kJ.mol-1, yang dihasilkan dari ikatan

kovalen atau elektrostatis, akibat interaksi yang lebih kuat daripada interaksi fisika,

maka zat yang teradsopsi sukar dilepaskan dan cenderung bersifat reversibel.

Secara umum, terdapat dua jenis adsorpsi logam berat oleh

mikroorganisme, yaitu adsorpsi yang tidak bergantung metabolisme (metabolism-

independent) dan adsorpsi yang bergantung metabolisme (metabolism-dependent).

Proses adsorpsi logam yang tidak bergantung pada metabolisme terutama terjadi

pada permukaan dinding sel dan permukaan ekstrasel lain, yang terjadi melalui

mekanisme kimia dan fisika, seperti pertukaran ion dan pembenukan kompleks.

Sedangkan adsorpsi yang bergantung pada metabolisme akan menyebabkan

terakumulasinya logam di dalam dinding sel. Proses ini secara keseluruhan di sebut

biosorpsi (Gladd dan White, 1993 dalam Sadewo, 2010)

24
a. Jenis Adsorpsi

Berdasarkan interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan

adsorbat, adsorpsi dibagi menjadi 2 jenis, yaitu (hendra, 2008) :

1. Adsorpsi Fisik (physisorption)

Adsorpsi fisik merupakan adsorpsi yang terjadi karena adanya gaya

Vander Waals, yaitu gaya tarik menarik yang relatif lemah antara

adsorbat dengan permukaan adsorben. Adsorpsi ini terjadi apabila

suatu adsorbat dialirkan pada permukaan adsorben yang bersih.

Pada adsorpsi fisik, adsorbat tidak terikat kuat pada permukaan

adsorben sehingga dapat bergerak dari suatu bagian permukaan ke

bagian permukaan lainnya, dan pada permukaan yang ditinggalkan

oleh adsorbat yang satu dapat digantikan oleh adsorbat lainnya

(multilayer).

2. Adsorpsi Kimia

Adsorpsi kimia merupakan adsorpsi yang terjadi karena

terbentuknya ikatan kovalen dan ion antara molekul – molekul

adsorbat dengan adsorben. Ikatan yang terbentuk merupakan ikatan

yang kuat sehingga lapisan yang terbentuk adalah lapisan

monolayer. Perbedaan adsorpsi fisika dan kimia dapat dilihat pada

Tabel 2.5.

25
Tabel 2.5. Perbandingan Adsorpsi Fisika dan Kimia
Adsorpsi Fisika Adsorpsi Kimia
Molekul terikat pada adsorben oleh gaya Molekul terikat pada adsorben oleh
van der waals ikatan kimia
Mempunyai entalpi reaksi -4 sampai 40 Mempunyai entalpi reaksi -40 sampai
kj/mol 800 kj/mol
Dapat membentuk lapisan multilayer Membentuk lapisan monolayer
Adsorpsi hanya terjadi pada suhu
Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi
dibawah titik didih adsorbat
Jumlah adsorpsi pada permukaan
Jumlah adsorpsi pada permukaan
merupakan karakteristik adsorben dan
merupakan fungsi adsorbat
adsorbat
Tidak melibatkan energi aktivasi
Melibatkan energi aktivasi tertentu
tertentu
Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik
(sumber : Atkins, 1999)

Faktor – faktor yang mempengaruhi adsorpsi

1. Waktu Kontak

Waktu kontak merupakan suatu hal yang sangat menentukan

dalmproses adsorpsi. Waktu kontak memungkinkan proses difusi

dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik. Ukuran

partikel merupakan syarat yang penting dari adsorben. Ukuran

partikel mempengaruhi kecepatan dimana adsorpsi terjadi.

Kecepatan adsorpsi meningkat dnegan menurunnya ukuran partikel.

2. Luas permukaan

Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak adsorbat yang

diserap, sehingga proses adsorpsi dapat semakin efektif. Semakin

kecil ukuran diameter adsorben maka semakin luas permukaannya.

Kapasitas adsorpsi total dari suatu adsorbat tergantung pada luas

permukaan total adsorbennya.

26
3. Kelarutan Adsorbat

Agar adsorpsi dapat terjadi, suatu molekul harus terpisah dari

larutan. Senyawa yang mudah larut mempunyai afinitas yang kuat

untuk larutannya dan karenanya lebih sukar untuk teradsorpsi

dibandingkan senyawa yang sukar larut. Akan tetapi ada

perkecualian karena banyak senyawa yang dengan kelarutan lebih

rendah sulit teradsorpsi, sedangkan beberapa senyawa yang sangat

mudah larut diadsorpsi dengan mudah. Usaha – usaha untuk

menemukan hubungan kuantitatif antara kemampuan adsorpsi

dengan kelarutan hanya sedikit yang berhasil.

4. Ukuran Molekul Adsorbat

Ukuran molekul adsorbat benar – benar penting dalam proses

adsorpsi ketika molekul masuk ke dalam mikropori suatu partikel

adsorben untuk di serap. Adsorpsi paling kuat ketika ukuran pori-

pori adsorben cukup besar sehingga memungkinkan molekul

adsorbat untuk masuk.

Ukuran molekul yang sesuai merupakan hal penting agar proses

adsorpsi dapat terjadi, karena molekul – molekul yang diameternya

lebih kecil atau sama dengan diameter pori adsorben.

5. pH

pH dimana proses adsorpsi terjadi menunjukkan pengaruh yang

besar terhadap adsorpsi itu sendiri. Hal ini dikarenakan ion hidrogen

sendiri diadsorpsi dengan kuat, sebagian karena pH mempengaruhi

27
ionisasi dan karenanya juga mempengaruhi adsorpsi dari beberapa

senyawa. Asam organik lebih mudah diadsorpsi pada pH rendah,

sedangkan adsorpsi basa organik terjadi dengan mudah pada pH

tinggi. pH optimum untuk kebanyakan proses adsorpsi harus

ditentukan dengan uji laboratorium.

6. Temperatur

Temperatur dimana proses adsorpsi terjadi akan mempengaruhi

kecepatan dan jumlah adsorpsi yang terjadi. Kecepatan adsorpsi

meningkat dengan meningkatnya temperatur, dan menurun dengan

menurunyya temperatur. Namun demikian, ketika adsorpsi

merupakan proses eksoterm, derajat adsorpsi meningkat pada suhu

rendah dan akan menurun pada suhu yang lebih tinggi.

b. Metode Adsorpsi

Metode adsorpsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu statis (batch)

dan dinamis (kolom).

1. Cara statis yaitu kedalam wadah yang berisi adsorben dimasukkan

larutan yang mengandung komponen yang diinginkan, selanjutnya

diaduk dalam waktu tertentu, kemudian dipisahkan dengan cara

penyaringan atau dekantasi. Komponen yang telah terikat pada sorben

dilepaskan kembali dengan melarutkan sorben dalam pelaurt tertentu

dan volumenya lebih kecil dari volume larutan mula-mula.

2. Cara dinamis (kolom) yaitu ke dalam kolom yang telah diisi dengan

adsorben dilewatkan larutan yang mngandung komponen tertentu

28
selanjutnya komponen yang telah terserap dilepaskan kembali dengan

mengalirkan pelarut sesuai yang volumenya lebih kecil.

Karena selektivitasnya yang tinggi, proses adsorpsi sangat sesuai untuk

memisahkan bahan dengan konsentrasi yang kecil dari campuran yang

mengandung bahan lain yang berkonstrasi tinggi. Bentuk lain dari adsorpsi adalah

pertukaran ion (ion exchange).

Kecepatan adsorpsi tidak hanya bergantung pada perbedaan konsentrasi

dan luas permukaan adsorben, melainkan juga pada suhu, pH larutan, tekanan

(untuk gas), ukuran partikel, dan porositas adsorben tetapi juga bergantung pada

ukuran molekul bahan yang akan diadsorpsi dan viskositas campuran yang akan

dipisahkan (Handojo, 1995).

F. Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometer serapan atom adalah metoda pengukuran kuantitatif

suatu unsur yang terdapat dalam suatu cuplikan berdasarkan penerapan cahaya

pada panjang gelombang tertentu oleh atom – atom bentuk gas dalam keadaan

dasar. Telah lama ahli kimia menggunakan pancaran radiasi oleh atom yang

dieksitasikan dalam suatu nyala sebagai alat analisi. Fraksi atom – atom yang

tereksitasi berubah secara eksponensial dengan temperature. Teknik ini digunakan

untuk penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam dan sampel yang sangat

beraneka ragam (Walsh, 1955 dalam Wulandari, 2012).

29
a. Prinsip dan Dasar Teori

Spektrofotometer serapan atom didasarkan pada bahwa atom – atom

pada suatu unsur dapat mengabsorpsi energi sinar pada panjang gelombang

tertentu. Banyak energi sinar yang di absorpsi berbanding lurus dengan

jumlah atom – atom unsur yang mengadsorpsi. Atom terdiri atas inti atom

yang mengandung proton bermuatan positif dan neutron berupa partikel

netral, di mana inti atom dikelilingi oleh elektron – elektron bermuatan

negatif pada tingkat energi yang berbeda – beda. Jika energi diabsorpsi oleh

atom, maka elektron yang berada di kulit terluar (electron valensi) akan

tereksitasi dan bergerak dari keadaan dasar atau tingkat energi yang

terendah ke keadaan tereksitasi dengan tingkat energi yang terendah.

Jumlah energi yang dibutuhkan untuk memindahkan elektron ke tingkat

energi tertentu dikenal sebagai potensial eksitasi untuk tingkat energi

tersebut (Clark,D.V, 1979 dalam Wulandari, W. 2012).

b. Instrumentasi

Komponen penting yang membentuk spektrofotometer serapan atom

diperlihatkan pada Gambar 2.4 berikut.

30
Gambar 2.4 Instrumentasi SSA
(Day, R.A. Jr. dan Underwood A.L, 1988 dalam Wulandari, W. 2012)

1. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu

ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan

anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau

dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia

(neon atau argon) dengan tekanan rendah. Neon biasanya lebih disukai

karena memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah

(Khopkhar,S.M 1990 dan Mulja, M.,1992 dalam Wulandari, W. 2012).

2. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang

akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom – atom netral yang masih

dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapt digunakan

untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom – atom yaitu dengan

nyala dan tanpa nyala.

31
 Nyala Flame

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau

cair menjadi bentuk uap atomnya dan juga berfungsi untuk

atomisasi.

 Tanpa Nyala (Flameless)

Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurangg peka karena atom

gagal mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala

terlalu besar dan proses atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu

muncullah suatu teknik atomisasi yang baru yakni atomisasi tanpa

nyala. Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit.Sampel

diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut

dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus

listrik grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisa

berubah menjadi atom – atom netral (Rohman, A, 2007 dalam

Wulandari, W. 2012).

3. Monokromator

Monokromator memisahkan, mengisolasi dan mengontrol intensitas

dari radiasi energi yang mencapai detektor. Idealnya monokromator

harus mampu memisahkan garis resonansi. Karena ada beberapa unsur

yang mudah dan ada beberapa unsur yang sulit (Haswell,S.J, 1991

dalam Wulandari, W. 2012).

32
4. Detektor

Detektor dapat diatur sedemikian rupa pada nilai frekuensi tertentu,

sehingga tidak memberikan respon terhadap nilai emisi yang berasal

dari eksitasi termal (Khopkar,S.M, 2003 dalam Wulandari, W. 2012)

5. Read Out

Readout merupakan suatu alat petunjuk atau dapat juga diartikan

sebagai sistem pencatat hasil. Sistem read out untuk instrument

Spektrofotometer Serapan Atom dilengkapi dengan suatu

mikroprosesor (komputer) sehingga memungkinkan pembacaan

lansung konsentrasi analit di dalam sampel yang dianalisa

(Haswel,S.J,1991 dalam Wulandari, W. 2012).

G. Studi Yang Relevan Dengan Penelitian

Studi pendahuluan merupakan salah satu acuan penulis melakukan

penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam

mengkaji penelitian yang dilakukan. Berikut tabel matriks referensi yang

merupakan kumpulan referensi penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait

dengan penelitian yang dilakukan penulis, dapat dilihat pada Tabel 2.6 sebagai

berikut:

33
Tabel 2.6 Matriks Referensi Jurnal

No Judul Penelitian Pengarang Penerbit dan Tahun Hasil Penelitian


Terbit
1 Adsorpsi Logam Timbal Julhim S. Tangio Pendidikan Kimia FMIPA Adsorpsi logam Timbal (Pb)
(Pb) Dengan menggunakan Universitas Negeri menggunakan biomassa eceng gondok.
Biomassa Eceng Gondok Gorontalo, 2012 Biomassa yang telah diaktifkan
dicampur dengan larutan Timbal, lalu
menentukan pH optimum dari larutan
yang diambil dengan menggunakan
variasi pH. Kemudian larutan Timbal
dideteksi menggunakan AAS. pH 5
merupakan pH optimum adsorpsi
Timbal oleh biomassa eceng gondok.
2 Pemanfaatan Serbuk Eceng - Sri Lestari Program Sarjana Fakultas Pembuatan serbuk eceng gondok
Gondok untuk Menurunkan - Devi Nuraini Santi Kesehatan Masyarakat sebagai adsorben dan diinteraksikan
kadar kadmium (Cd) pada - Indra Chahaya Universitas Sumatera dengan larutan kadmium
Air Sumur Gali Masyarakat Utara Departemen menggunakan variasi penambahan
di Desa Namo Bintang Kesehatan Lingkungan, serbuk kemudian dibandingkan dengan
Kecamatan Pancur Batu 2012 larutan kontrol. Penambahan serbuk
Kabupaten Deli Serdang yang paling efektif dalam penurunan
Tahun 2012 kadar kadmium adalah sebesar 20 mg
yang dapat menurunkan kadar
kadmium sebesar 0,00231 mg/L atau
33, 72%.
3 Pengolahan Air Limbah - M. Faizal Jurusan Teknik Kimia Pencampuran variasi rasio komposit
yang Mengandung Logam - Hariyani Fakultas Teknik bentonit dan Fe3O4 dengan larutan
Cd Menggunakan Komposit - Rindy Mutia Fitri standar kadmium menggunakan variasi

34
No Judul Penelitian Pengarang Penerbit dan Tahun Hasil Penelitian
Terbit
Adsorbent dengan Bentonit Universitas Sriwijaya, waktu, kemudian larutan dianalisis
dan Fe3O4 2014 kandungan Cd yang tersisa
menggunakan AAS.
Rasio komposit maksimum 1:3 dan
waktu kontak 25 menit pada 500 mg
bentonit dapat menurunkan kadar
limbah logam Cadmium sintetik
hingga persentase reduksi mencapai
nilai optimal yaitu 80%.
4 Adsorpsi ion logam Pb2+ dan - Putu Aprilliana Jurusan Kimia FMIPA Membandingkan kapasitas adsorpsi
Cu2+ oleh Bentonit Indah Kumala Universitas Udayana Bali, bentonit terkativasi NaOH dan tidak
Teraktivasi Basa (NaOH) Dewi Jurnal Kimia, Juli 2015. teraktivasi, parameter adsorpsi seperti
- Putu Suarya waktu kontak, pH dan Isoterm adsorpsi
- James Sibarani ditentukan menggunakan metode
AAS.
Hasil penelitian menunjukkan Luas
permukaan bentonit yang teraktivasi
NaOH memiliki luas permukaan dan
jumlah situs aktif yang lebih tinggi
dibandingkan tanpa aktivasi. Kondisi
optimal untuk proses adsorpsi Timbal
diperoleh waktu kontak dibawah 5
menit pada pH 3 dan untuk Tembaga
dibawah 5 menit pada pH 4. Dengan
kapasitas adsorpsi bentonit teraktivasi
untuk Timbal dan tembaga adalah

35
No Judul Penelitian Pengarang Penerbit dan Tahun Hasil Penelitian
Terbit
185,50 mg/g dan 30,00 mg/g berturut-
turut.
5 Pengaruh Pemberian Serbuk - Risdiance Panigoro Fakultas Ilmu-ilmu Menginteraksikan variasi dosis serbuk
Daun Eceng Gondok - Rama P. Hiola Kesehatan dan eceng gondok dengan larutan merkuri
(Eichornia crassipes) - Sunarto Kadir Keolahragaan Program kemudian dibandingkan dengan
Terhadap Penurunan Kadar Studi kesehatan kontrol, kemudian filtrat diambil untuk
Merkuri (Hg) di Sungai masyarakat Peminatan diuji menggunakan AAS.
Tulabolo Kecamatan Kesehatan Lingkungan Hasil penelitian menunjukkan
Suwawa Timur Kabupaten Universitas Negeri penurunan paling tinggi pada dosis 40
Bone Bolango Gorontalo, 2015 mg dengan kasar merkuri 0.0088
dengan persentase 50,59%.
6 Efisiensi penyerapan logam M. Faisal Jurusan Teknik Kimia Proses adsorpsi menggunakan
Pb2+ dengan menggunakan Fakultas Teknik campuran serbuk eceng gondok dan
campuran Bentonit dan Universitas Syiah Kuala bentonit yang kemudian di aktivasi
eceng gondok Darussalam Banda Aceh, dengan larutan H2SO4 lalu di
2015 interaksikan dengan variasi
konsentrasi larutan adsorbat, variasi
waktu kontak dan variasi kecepatan
pengadukan. Sisa Filtrat di uji dengan
metode AAS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
adsorben campuran bentonit dan eceng
gondok yang tidak diaktivasi lebih
sedikit daya serapnya dibandingkan
adsorben yang di aktivasi, penyerapan
maksimum sebesar 0,987 mg/g terjadi

36
No Judul Penelitian Pengarang Penerbit dan Tahun Hasil Penelitian
Terbit
pada konsentrasi timbal 40 mg/L pada
waktu kontak 120 menit dengan
kecepatan pengadukan 150 rpm.
7 Penggunaan Bentonit Winny Wulandari Departemen Kimia Pengujian kinerja adsorben kitosan-
setelah dilapisi kitosan Fakultas MIPA bentonit dalam mengasorpsi ion logam
sebagai adsorben untuk Universitas Sumatera besi (Fe) dengan variasi konsentrasi
menyerap ion logam besi Utara, 2012 2,0; 4,0; 6,0; 8,0; dan 10,0 mg/l.
(Fe) dengan metoda Diaduk selama 15 menit, disaring dan
spektrofotomet-ri serapan diukur konsentrasi logam besi (Fe)
atom dengan spektrofotometri serapan atom.
Dengan hasil penelitian yang
menunjukkan bentonit yang dilapisi
kitosan mempunyai kemampuan lebih
besar dalam mengadsorpsi logam besi
(Fe) (99,87%) dibandingkan bentonit
alam teraktivasi (96,9350%) dan
kitosan (93,73%).
8 Penggunaan Tanah Bentonit - Daniel S Bath Departemen Teknik Pencampuran adsorben bentonit yang
sebagai Adsorben Logam - Jenal M Siregar Kimia, Fakultas Teknik, diaktivasi HCL dengan variasi
Cu - M Turmuzi Lubis Universitas Sumatera konsentrasi larutan Cu menggunakan
Utara, 2012 variasi berat adsorben dan variasi
waktu kontak. Filtrat di uji dengan
metode AAS.
9 Studi kemampuan adsorpsi Septian Eri Sadewo Fakultas Matematika dan Dalam peneltian ini biomassa kulit
biomassa kulit singkong Ilmu Pengetahuan Alam singkong diinteraksikan dengan
(Manihol esculenta Craniz) larutan Pb, Cd dan Cu secara terpisah

37
No Judul Penelitian Pengarang Penerbit dan Tahun Hasil Penelitian
Terbit
terhadap Ion Logam Pb(II), Universitas Lampung dengan variasi waktu kontak. Filtrat
Cd(II), dan Cu(II) Bandar Lampung, 2010 kemudian diuji menggunakan metode
AAS
10 Pengaruh campuran - Putri Elisa Program Studi Teknik Dilakukan interaksi adsorben dari
lempung dan eceng gondok - Aryo Sasmita Lingkungan Universitas lempung dan eceng gondok dengan
sebagai addsorben untuk - Edward HS Riau, 2016 variasi rasio campuran 1; 1,5; 2 dan 2,5
penyisihan besi (Fe), gr secara matriks pada masing- masing
mangan (Mn) dan warna larutan logam berat. Hasil penyisihan
pada air gambut mangan dan warna memiliki nilai
efisiensi terbaik 82,61% dan 85,75%
sedangkan untuk besi sebesar 88,98%.
11 Penyerapan Ion timbal - Alfian Putra - Politeknik Negeri Penelitian ini dilakukan dengan
dalam air dengan - Novia Lestari Lhokseumawe, Prodi memodifikasi adsorben kaolin dengan
menggunakan modifikasi - Hesti Meilina Teknologi Kimia surfaktan kationik yang telah
kaolin-surfaktan sebagai Industri, diaktifkan dengan suhu 300oC selama
metode penyerap Lhokseumawe, NAD. 3 jam. Perbandingan kaolin – surfaktan
Indonesia yang digunakan 1:0, 1:2, 1:3 dan 2:1
- Universitas Syiah dengan variasi kontak 30, 60 dan 90
Kuala, Jurusan Teknik menit. Konsentrasi timbal 100 mg/L
Kimia Unsyiah, sebagai limbah artifisial.
Darussalam, NAD,
Indonesia
2015
12 Analisis akumulasi timbal - Yuliani Jurusan Biologi Fakultas Penelitian ini melakukan pemeriksaan
(Pb) pada eceng gondok - Muh Ruslan Umar Matematika dan Ilmu kadar timbal yang terdapat pada
(Eichhornia crassipes) - Elis Tambaru tanaman air eceng gondok yang

38
No Judul Penelitian Pengarang Penerbit dan Tahun Hasil Penelitian
Terbit
(Mart.) Solms dan perairan - Ambeng Pengetahuan Alam dijadikan biomassa kemudian
dari beberapa lokasi di kota UNHAS, 2015 kandungan air nya diuji dengan
makassar menggunakan metode AAS.
13 Efisiensi dan Kapasitas - Reri Afrianita Jurusan Teknik Penelitian adsorpsi dilakukan secara
Penyerapan FLY ASH - Yommy Dewilda Lingkungan Universitas batch dengan menggunakan larutan
sebagai Adsorben dalam - Rafiola Fitri Andalas, 2013 artificial Pb 100 ml dengan variasi
Penyisihan Logam Timbal diameter adsorben, berat adsorben,
(Pb) limbah cair industri waktu kontak dan kecepatan
percetakan di Kota Padang pengadukan. Kondisi optimum
didapatkan untuk setiap parameter
adalah diameter adsorben 0,075-0,14
mm, berat adsorben 1 gram, pH
adsorbat 4, waktu kontak 60 menit dan
kecepatan pengadukan 120 rpm.
14 Adsorpsi merkuri (II) Oleh Kartika Krystiyanti Jurusan Kimia Fakultas Pada penelitian ini difokuskan pada
Biomassa Eceng Gondok sains dan Teknologi penentuan kapasitas pertukaran ion
(Eichornia crassipes) yang Universitas isalm Negeri dan perubahannya dimana penentuan
Diimmobilisasi pada (UIN) malang, 2008 kapasitas adsorpsi merkuri (II) dengan
Matriks Polisilikat variasi 25,50,75,100,125, dan 150
menggunakan Metode mg/L pada pH optimum 6 dan laju alir
Kolom 3 ml/menit dengan metode kolom,
kapasitas pertukaran ion yang
diperoleh sebesar 13,73 mmol per
gram adsorben.
15 Penurunan kandungan - Liliya dewi Departemen of Metode yang digunakan dalam
Logam Berat pada Air Lindi Susanawati Agricultural Engineering penelitian ini adalah tipe batch dan

39
No Judul Penelitian Pengarang Penerbit dan Tahun Hasil Penelitian
Terbit
dengan Media Zeolit - Bambang Suharto Brawijaya university kontinyu. Dengan 2 media zeolit yaitu
Menggunakan Metode - Kustamar Malang, Indonesia, 2011 zeolit teraktivasi dan zeolit tidak
Batch dan Metode Kontinyu teraktivasi. Dengan hasil penelitian
yang didapatkan metode yang paling
efektif yaaitu pada metode batch
dengan zeolit tak teraktivasi. Nilai
penurunan nilai kandungan Kromium
dan Timbal menggunakan metode
batch tak teraktivasi mengalami
penurunan 47,89% untuk Cr dan
73,75% untuk Pb, dan parameter
tersebut telah memenuhi baku mutu
kualitas air berdasarkan peratiran
pemerintah nomor 82 Tahun 2001
pasal 8 tentang Pengelolaan
Lingkungan hidup.

40
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

eksperimental yang dilanjutkan dengan analisis sampel di Laboratorium untuk

mengetahui Tingkat Efesisensi Penyerapan Logam Timbal (Pb) dengan

menggunakan adsorben dari campuran Bentonit dan Eceng Gondok.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai April 2017 di Laboratorium

Kualitas Air Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Analisis

dengan Spektofotometer serapan atom (AAS) dilakukan di Laboratorium BPTP

sulawesi selatan.

C. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat –alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Spektrofotometer serapan atom (AAS), digunakan untuk pengukuran

kadar logam berat Timbal (Pb)

2. Botol sampel dan gelas kimia, digunakan sebagai wadah untuk sampel

penelitian

3. Flokulator, digunakan untuk mengaduk sampel yang sudah

ditambahkan adsorben sehingga campuran homogen

4. Neraca analitik, digunakan untuk menimbang adsorben

70
5. Kertas saring Whatman 42, digunakan untuk memisahkan larutan

dengan endapan yang terjadi selama proses pengendapan

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Eceng Gondok dan Bentonit, digunakan sebagai bahan pembuatan

adsorben

2. Aquades, digunakan sebagai pengencer larutan

3. Larutan Asam Fosfat (H3PO4), sebagai larutan aktivasi adsorben untuk

meningkatkan daya serap adsorben

4. Sampel air yaitu air limbah artificial, yaitu air limbah yang dibuat

dengan melarutkan sejumlah logam pencemar kedalam air sehingga

didapat konsentrasi yang diinginkan. Zat pencemar yang digunakan

yaitu Timbal (Pb) murni dalam bentuk larutan.

Untuk pembuatan air limbah artificial logam berat Timbal (Pb) 10,0 mg/L

pada penelitian ini dilakukan berdasarkan rumus pengenceran yaitu :

M1 . V1 = M2 . V2 .......................................................................(3.1)

Dimana :

M1 = konsentrasi yang diketahui


V1 = volume yang diketahui
M2 = Konsentrasi yang dicari
V2 = Volume yang dicari

71
D. Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam skala laboratorium dengan metode

penelitian eksperimental, yaitu mengadakan percobaan untuk melihat pengaruh

variabel yang diteliti.

a. Variasi Rasio Komposit Adsorben

A1 = Eceng Gondok 75 % – Bentonit 25 %

A2 = Eceng Gondok 50 % – Bentonit 50 %

A3 = Eceng Gondok 25 % – Bentonit 75 %

b. Variasi Berat Total Adsorben

B1 = 4 gram

B2 = 6 gram

B3 = 8 gram

c. Variasi Waktu Interaksi

T1 = 30 Menit

T2 = 60 Menit

d. Variasi Kecepatan Pengadukan

V1 = 150 rpm

V2 = 200 rpm

e. Variasi Perlakuan yang diberikan terhadap sampel adalah sebagai berikut:

1. Campuran Adsorben Bentonit dan Eceng Gondok teraktivasi yang

diinteraksikan dengan variasi waktu interaksi dan variasi kecepatan

pengadukan dapat dilihat pada Tabel 3.1

72
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Campuran Adsorben Bentonit dan
Eceng Gondok Teraktivasi
Variasi Berat Waktu Interaksi (T)
Kecepatan
Campuran Total
Pengadukan
Adsorben Adsorben T1 T2
(V)
(A) (B)
V1 A1B1V1T1 A1 B1V1T2
B1
V2 A1B1V2T1 A1 B1V2T2
V1 A1B2V1T1 A1 B2V1T2
A1 B2
V2 A1B2V2T1 A1 B2V2T2
V1 A1B3V1T1 A1 B3V1T2
B3
V2 A1B3V2T1 A1 B3V2T2
V1 A2B1V1T1 A1 B1V1T2
B1
V2 A2B1V2T1 A2 B1V2T2
V1 A2B2V1T1 A2 B2V1T2
A2 B2
V2 A2B2V2T1 A2 B2V2T2
V1 A2B3V1T1 A2 B3V1T2
B3
V2 A2B3V2T1 A2 B3V2T2
V1 A3B1V1T1 A3 B1V1T2
B1
V2 A3B1V2T1 A3 B1V2T2
V1 A3B2V1T1 A3 B2V1T2
A3 B2
V2 A3B2V2T1 A3 B2V2T2
V1 A3B3V1T1 A3 B3V1T2
B3
V2 A3B3V2T1 A3 B3V2T2

2. Campuran Adsorben Eceng Gondok dan Bentonit dengan Rasio

Komposit Optimum (hasil percobaan 1) tidak teraktivasi diinteraksikan

dengan Variasi Kecepatan Pengadukan dan Waktu Interaksi dapat

dilihat pada Tabel 3.2

73
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian Campuran Adsorben Eceng
Gondok – Bentonit Tidak Teraktivasi
Campuran
Berat
Adsorben Kecepatan Waktu Interaksi (T)
Total
tidak Pengadukan
Adsorben
diaktivasi (v)
(B) T1 T2
(A2*)
V1 A2*B1V1T1 A2* B1V1T2
B1
V2 A2* B1V2T1 A2* B1V2T2
V1 A2*B2V1T1 A2* B2V1T2
A2* B2
V2 A2* B2V2T1 A2* B2V2T2
V1 A2*B3V1T1 A2* B3V1T2
B3
V2 A2* B3V2T1 A2* B3V2T2

74
E. Diagram Alir Penelitian

Tahapan pelaksanaan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar


3.1 berikut ini :

MULAI

PERSIAPAN BAHAN BAKU

ECENG GONDOK BENTONIT

PROSES DEHIDRASI DI DALAM OVEN


DENGAN SUHU 105OC SAMPAI BERAT
KONSTAN (SNI 7926:2013)

PENGGILINGAN SAMPEL

PENGAYAKAN SERBUK DENGAN


MENGGUNAKAN SARINGAN No.100 DAN
No.200

AKTIVASI ADSORBEN DALAM


LARUTAN AKTIVATOR 250 ml
H3PO4 1,2 M SELAMA 24 JAM
TIDAK
DIAKTIVASI
PENGERINGAN SERBUK DI
DALAM OVEN DENGAN SUHU
105 OC SELAMA 1 JAM

PENGUJIAN SAMPEL

ANALISA DATA

SELESAI

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

75
F. Pelaksanaan Penelitian

Secara umum metodologi penelitian ini meliputi studi literatur, Preparasi

Sampel yang meliputi Proses Dehidrasi, Penggilingan Sampel, Pengayakan Serbuk,

dan Aktivasi Adsorben, dilanjutkan dengan Pengujian Sampel dan Analisa data

yang diperoleh.

a. Studi Literatur

Studi Literatur yang digunakan meliputi teori-teori yang berkaitan

dengan pembuatan Adsorben dari bahan Bentonit dan Eceng Gondok

melalui proses aktivasi kimia, proses yang terkait dalam Adsorpsi logam

berat, serta kajian terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang relevan.

Studi literatur digunakan berasal dari buku teks, laopran tugas akhir,

disertasi, tesis, jurnal, dan penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan

dengan penelitian penulis dan sebagainya.

b. Preparasi Sampel Adsorben

Eceng gondok yang didapatkan dari danau Mawang pertama-tama

ambil bagian daunnya kemudian dibersihkan dan dicuci dengan akuades

selanjutnya dipotong kecil-kecil ± 2cm. Ca-Bentonit yang didapatkan dari

daerah jawa barat sebanyak 200g dibersihkan dengan cara dicuci dengan

akuades.

Dalam tempat terpisah, masing - masing bahan baku yang telah

dibersihkan dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC sampai diperoleh

berat konstan (SNI 7926:2013). Kemudian dihancurkan dan digerus sampai

halus.

76
Selanjutnya sampel yang telah dihaluskan diayak dengan saringan

No.100 dan sampel yang lolos diayak kembali dengan saringan No.200.

Sampel yang digunakan adalah sampel yang tertinggal pada saringan

No.200. Diperoleh adsorben kering yang siap digunakan. Preparasi

Adsorben dapat dilihat pada Gambar 3.2 dibawah ini.

Gambar 3.2 Preparasi Sampel Adsorben

c. Aktivasi Campuran Adsorben

Campuran adsorben, sebanyak 4, 6 dan 8 gram masing – masing di

dispersikan kedalam 200 ml, larutan H3PO4 1,2M untuk membersihkan

permukaan pori dan meningkatkan daya serap adsorben. Aktivasi dilakukan

selama 24 jam, lalu dicuci dengan aquades. Dapat dilihat pada gambar 3.3

(a) dibawah ini.

Gambar 3.3 (a) Aktivasi Campuran Adsorben

77
Kemudian di lakukan penyaringan dan pengeringan dengan suhu

105oC selama 1 jam, setelah itu dilakukan proses adsorpsi. Dapat dilihat

pada Gambar 3.3 (b) dibawah ini.

Gambar 3.3 (b) Aktivasi Campuran Adsorben

d. Pembuatan larutan induk Logam Timbal (Pb)

Sampel larutan dibuat di Lab. Kualitas Air Jurusan Sipil yang

mengacu pada SNI 06-6989.8-2004. Larutan Timbal (Pb) 10 mg/L

diperoleh dengan cara memipet 100 mL Larutan baku Timbal (Pb) dengan

konsentrasi standar 1000 mg/L dan dicampurkan kedalam Aquades hingga

mencapai volume air 10000 ml. Dapat dilihat pada Gambar 3.4.

𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛


Volume Larutan Pb 10 mg/L = 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟

10 𝑚𝑔/𝐿
= 1000𝑚𝑔/𝐿 𝑥 10000 𝑚𝑙

= 100 ml

78
Gambar 3.4 Pembuatan Larutan Timbal (Pb) 10 mg/l

e. Proses Adsorpsi

Adsorpsi Timbal menggunakan variasi rasio komposit bentonit-

eceng gondok dengan berat sebanyak 4, 6 dan 8 gram, kecepatan

pengadukan 150 dan 200 rpm, waktu adsorpsi dilakukan selama 30 dan 60

menit pada konsentrasi adsorbat timbal (Pb) 10 mg/L. Dapat dilihat pada

Gambar 3.5 sebagai berikut.

Gambar 3.5 Proses Adsorpsi Timbal menggunakan alat Flokulator dan Analisis
menggunakan AAS

79
1. Penentuan Berat dan Rasio Komposit Optimum dari Campuran
Adsorben Eceng Gondok dan Bentonit
Sebanyak 4, 6 dan 8 gram campuran bentonit – eceng gondok

teraktivasi masing-masing variasi rasio komposit diinteraksikan dengan

200 ml larutan Timbal (Pb) 10 mg/l. Tiap-tiap campuran diaduk

menggunakan alat flokulator dengan kecepatan pengadukan 150 rpm

selama 30 menit, selanjutnya disaring dengan kertas saring Whatman

42, filtrat diambil dan dianalisis kadar logam timbal (Pb) yang tersisa

dalam larutan menggunakan alat Spektrofotometer serapan atom (AAS).

Percobaan kemudian diulangi untuk variasi waktu pengadukan

60 menit serta dengan variasi kecepatan pengadukan 200 rpm. Dapat

dilihat pada Tabel 3.1. Waktu interaksi optimum yang diperoleh

selanjutnya dipakai pada pengaruh proses aktivasi pada adsorben.

2. Pengaruh proses aktivasi pada adsorben

Campuran adsorben bentonit dan eceng gondok variasi rasio

komposit optimum (hasil percobaan 1) tidak diaktivasi diinteraksikan

dengan konsentrasi adsorbat 10 mg/L pada waktu interaksi 30 dan 60

menit, kecepatan pengadukan 150 rpm dan 200 rpm kemudian disaring

dengan kertas saring Whatman 42 dan menganalisa kadar logam yang

tersisa dalam larutan menggunakan Spektrofotometer serapan atom

(AAS). Dapat dilihat pada Tabel 3.2.

80
f. Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif.

Data hasil pengukuran yang diperoleh dianalisis dengan disajikan dalam

bentuk tabel dan grafik menggunakan perangkat lunak (software) EXCEL

dan WORD untuk melihat tingkat efektivitas eceng gondok dan bentonit

dalam menurunkan kontaminan Timbal (Pb) didalam air.

Untuk mendapatkan persentasi penyerapan logam Timbal (Pb)

dalam air limbah dapat dihitung dengan menggunakan rumus:


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛 (%) = 𝑥 100% .........(3.2)
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

Konsentrasi yang diserap untuk tiap waktu dihitung dari :

Cadsorpsi = (Cawal – Cakhir)..................................................(3.3)

Banyaknya ion-ion logam yang teradsorpsi miligram per gram

(mg/g) adsorben ditentukan menggunakan persamaan :

(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉
qe = ..................................................(3.4)
𝑊

Dimana :

qe : jumlah ion logam yang teradsorpsi (mg/g)


Co : konsentrasi ion logam sebelum adsorpsi (mg/l)
Ce : Konsentrasi ion logam setelah adsorpsi (mg/l)
V : Volume larutan ion logam (L)
W : Massa adsorben (gr)

81
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas tentang hasil adsorpsi ion logam timbal dalam

sampel larutan menggunakan adsorben Eceng Gondok dan Ca-Bentonit untuk

menyerap logam berat ion Timbal (Pb)

Parameter yang digunakan untuk menentukan kandungan jumlah ion timbal

(Pb) yang teradsorpsi dengan menggunakan campuran adsorben dari eceng gondok

dan bentonit ialah waktu interaksi selama 30 dan 60 menit, kecepatan pengadukan

150 dan 200 rpm dan massa adsorben yang digunakan adalah 4, 6, dan 8 gram

dengan perbandingan eceng gondok – bentonit: 25% – 75% ; 50% – 50% ; dan 75%

– 25%.

Proses Adsorpsi dilakukan dalam sistem batch dengan menggunakan alat

flokulator yang berfungsi untuk mengaduk adsorben dan adsorbat dengan waktu

interaksi dan kecepatan pengadukan yang ditentukan. Proses adsorpsi dilakukan

pada suhu ruang, yaitu 28oC, pemilihan suhu ruang ini karena proses adsorpsi pada

suhu yang semakin tinggi menyebabkan ion logam berat yang terserap oleh

adsorben semakin sedikit. Hal ini terjadi karena semakin tinggi suhu pada proses

adsorpsi, maka pergerakan ion semakin cepat sehingga jumlah ion logam berat yang

terserap adsorben semakin berkurang (Kundari dan Slamet, 2008).

Pengujian kadar timbal (Pb) dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Sulawesi Selatan. Pembacaan kapasitas adsorben dan konsentrasi ion

82
timbal dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Air yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel air yang terkontaminasi oleh timbal

(Pb) yang merupakan penggabungan antara aquades dengan larutan kontaminan

timbal dengan konsentrasi sebesar 10 mg/L.

A. Pengamatan Hasil Pengujian Adsorpsi Ion Timbal (Pb)

Data hasil pengujian adsorpsi ion Timbal (Pb) dengan konsentrasi awal 10

mg/L oleh adsorben campuran Eceng Gondok dan bentonit teraktivasi dengan

variasi waktu kontak, kecepatan pengadukan dan berat adsorben dapat dilihat pada

Tabel Berikut:

Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Adsorpsi Ion Timbal (Pb)


Konsentrasi Konsentrasi Ion
Akhir Ion Timbal logam yang
Rasio Berat Total Kecepatan (mg/L) terserap (mg/l)
Komposit Adsorben Pengadukan
Waktu Interaksi Waktu Interaksi
(%) (gr) (rpm)
(menit) (menit)
30 60 30 60
150 0,087 0,046 9,913 9,954
4
200 0,054 0,018 9,946 9,982
150 0,103 0,065 9,897 9,935
75 – 25 6
200 0,099 0,026 9,901 9,974
150 0,224 0,086 9,776 9,914
8
200 0,117 0,074 9,883 9,926
150 0,334 0,067 9,666 9,933
4
200 0,104 0,009 9,896 9,991
150 0,252 0,048 9,748 9,952
50 – 50 6
200 0,09 0,004 9,910 9,996
150 0,234 0,012 9,766 9,988
8
200 0,069 0,001 9,931 9,9992
150 0,313 0,426 9,687 9,574
4
200 0,528 0,676 9,472 9,324
150 0,21 0,321 9,790 9,679
25 – 75 6
200 0,324 0,434 9,676 9,566
150 0,145 0,117 9,855 9,883
8
200 0,269 0,238 9,731 9,762

83
Data hasil pengujian adsorpsi ion Timbal (Pb) dengan konsentrasi awal 10

mg/L oleh adsorben campuran Eceng Gondok dan bentonit (50% – 50%) tidak

teraktivasi dengan variasi waktu kontak, kecepatan pengadukan dan berat adsorben

dapat dilihat pada Tabel Berikut:

Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Adsorpsi Ion Timbal (Pb)


Konsentrasi Konsentrasi Ion
Akhir Ion Timbal logam yang
Rasio Berat Total Kecepatan (mg/L) terserap (mg/l)
Komposit Adsorben Pengadukan
Waktu Interaksi Waktu Interaksi
(%) (gr) (rpm)
(menit) (menit)
30 60 30 60
150 3,534 2,627 6,466 7,373
4
200 2,904 2,09 7,096 7,910
150 2,952 2,245 7,048 7,755
50 – 50 6
200 2,482 1,904 7,518 8,096
150 2,354 2,012 7,646 7,988
8
200 2,229 1,795 7,771 8,205

Berdasarkan Hasil Pengujian Adsorpsi Ion Timbal oleh adsorben campuran

Eceng Gondok dan Bentonit teraktivasi dari Tabel 4.1 menunjukkan hasil

penyisihan konsentrasi awal larutan timbal (Pb) 10 mg/L yang cukup signifikan

pada masing – masing variasi perlakuan. Kemudian, jika dibandingkan dengan

Hasil adsorpsi Ion Timbal adsorben campuran tidak teraktivasi untuk variasi

komposit Eceng Gondok 50% - 50% Bentonit dari tabel 4.2 menunjukkan

perbedaan yang cukup jauh.

B. Efisiensi dan Kapasitas Penyerapan Adsorben terhadap Ion Logam


Timbal (Pb)
1. Nilai Efisiensi dan Kapasitas Penyerapan Ion Timbal (Pb) yang teradsorpsi

oleh adsorben campuran eceng gondok dan bentonit (75% – 25%) dapat dilihat

pada tabel serta grafik seperti pada Tabel 4.3, Gambar 4.1 dan 4.2. berikut ini:

84
Tabel 4.3 Efisiensi dan Kapasitas Penyerapan Ion Timbal (Pb) pada Rasio
Komposit Eceng Gondok 75% - 25% Bentonit
Kapasitas
Efisiensi Penyerapan
Berat Kecepatan Penyerapan Ion
Rasio Ion Pb (%)
Total Pengadukan logam Pb (mg/g)
Komposit Waktu Interaksi Waktu Interaksi
Adsorben (V)
(%) (T)(menit) (T)(menit)
(gr) (rpm)
30 60 30 60
150 0,49565 0,49770 99,130% 99,540%
4
200 0,49730 0,49910 99,460% 99,820%
150 0,32990 0,33117 98,970% 99,350%
75 – 25 6
200 0,33003 0,33247 99,010% 99,740%
150 0,24440 0,24785 97,760% 99,140%
8
200 0,24708 0,24815 98,830% 99,260%

100.000%
Efisiensi Penyerapan Ion Pb

99.500%

99.000%

98.500% V1T1
(%)

98.000% V2T1
V1T2
97.500%
V2T2
97.000%

96.500%
4 6 8
Berat Total Adsorben (gr)

Gambar 4.1 Hubungan Efisiensi Penyerapan ion timbal (Pb) terhadap Berat Total
Adsorben Pada Rasio Komposit 75% - 25%

Berdasarkan Gambar 4.1 terlihat bahwa pada semua variasi berat adsorben

jumlah konsentrasi ion Timbal (Pb) yang terserap semakin meningkat, seiring

dengan bertambahnya waktu dan bertambahnya kecepatan pengadukan untuk rasio

komposit 75% - 25%. Namun seiring bertambahnya jumlah adsorben terjadi

penurunan nilai efisiensi. Hal ini menunjukkan adanya batas jenuh adsorben dalam

menyerap logam Pb. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ahalya (2005) bahwa jumlah

85
berat adsorben mempengaruhi proses adsorpsi, dimana pada variasi berat yang

tinggi terdapat interferensi (gangguan) diantara ruang pengikatan akibat

penggumpalan adsorben sehingga mengakibatkan permukaan aktif adsorben tidak

seluruhnya terbuka untuk menyerap timbal (Pb) sehingga proses penyerapan tidak

efektif dan efisiensi penyisihan berkurang. Sehingga Efisiensi terendah dari variasi

komposisi 75% - 25% terlihat pada berat adsorben 8 gr dengan waktu interaksi 30

menit dan kecepatan pengadukan 150 rpm sebesar 97,760% dan Efisiensi terbesar

terlihat pada berat adsorben 4 gr dengan waktu interaksi 60 menit dan kecepatan

pengadukan 200 rpm sebesar 99,820%

0.55000
Kapasitas Peneyrapan Ion Timbal

0.50000
0.45000
0.40000
0.35000
(mg/g)

0.30000 V1T1
0.25000 V2T1
0.20000 V1T2
0.15000
V2T2
0.10000
0.05000
0.00000
4 6 8
Berat Total adsorben (gr)

Gambar 4.2 Hubungan Kapasitas Penyerapan ion timbal (Pb) terhadap Berat Total
Adsorben Pada Rasio Komposit 75% - 25%

Gambar 4.2 menunjukkan besarnya kapasitas penyerapan ion logam Pb

yang terjadi pada masing – masing variasi berat adsorben. Dalam volume 200 ml

larutan kapasitas penyerapan yang terendah terlihat pada berat adsorben 8 gram

dengan waktu interaksi 30 menit dan kecepatan pengadukan 150 rpm sebesar

0,24440 mg/g dan kapasitas penyerapan terbesar terlihat pada berat adsorben 4

86
gram dengan waktu interaksi 60 menit dan kecepatan pengadukan 200 rpm sebesar

0,49910 mg/g. Ini menunjukkan bahwa pada setiap gram adsorben dapat menyerap

0,49910 mg logam Pb. Dengan berat 4 gram kapasitas penyerapan yang terjadi

efektif dan efisiensi penyisihan cukup tinggi. Yang menjadikannya sebagai kondisi

ideal bagi adsorben dalam menyerap adsorbat pada volume kerja 200 ml dan

komposisi campuran 75% - 25%. Pada proses yang spesifik, semakin rendah jumlah

atau dosis adsorben yang digunakan maka semakin besar kemampuan

penyisihannya (Ahalya, et al, 2005)

2. Nilai Efisiensi dan Kapasitas Penyerapan Ion Timbal (Pb) yang teradsorpsi

oleh adsorben campuran eceng gondok dan bentonit (50% – 50%) dapat dilihat

pada tabel serta grafik seperti pada Tabel 4.4, Gambar 4.3 dan 4.4. berikut ini:

Tabel 4.4 Efisiensi dan Kapasitas Penyerapan Ion Timbal (Pb) pada Rasio
Komposit Eceng Gondok 50% - 50% Bentonit
Kapasitas
Efisiensi Penyerapan
Berat Kecepatan Penyerapan Ion
Rasio Ion Pb (%)
Total Pengadukan logam Pb (mg/g)
Komposit Waktu Interaksi Waktu Interaksi
Adsorben (V)
(%) (T)(menit) (T)(menit)
(gr) (rpm)
30 60 30 60
150 0,48330 0,49665 96,660% 99,330%
4
200 0,49480 0,49955 98,960% 99,910%
150 0,32493 0,33173 97,480% 99,520%
50 – 50 6
200 0,33033 0,33320 99,100% 99,960%
150 0,24415 0,24970 97,660% 99,880%
8
200 0,24828 0,24998 99,310% 99,990%

87
101.000%

Efisiensi Penyerapan Ion Pb


100.000%

99.000%

98.000% V1T1
(%)

97.000% V2T1
V1T2
96.000%
V2T2
95.000%

94.000%
4 6 8
Berat Total Adsorben (gr)

Gambar 4.3 Hubungan Efisiensi Penyerapan ion timbal (Pb) terhadap Berat Total
Adsorben Pada Rasio Komposit 50% - 50%

Pada Gambar 4.3 dapat dilihat efisiensi penyerapan maksimum didapat pada

berat total adsorben 8 gram dengan waktu 60 menit dan kecepatan pengadukan 200

rpm adalah 99,990 mg/g. Pada rasio campuran adsorben 50% - 50% menunjukkan

bahwa seiring bertambahnya berat adsorben, nilai efisiensi penyerapan logam

timbal (Pb) juga meningkat hal serupa juga sesuai dengan Chaerunisa (2016) dalam

penelitiannya menggunakan adsorben campuran andisol dan arang sekam padi

bahwa kandungan silika pada andisol dan sekam padi berinteraksi untuk saling

meningkatkan kapasitas adsorpsi yang juga meningkatkan nilai efisiensi

penyerapan terhadap ion logam timbal (Pb) pada rasio 50:50.

Menurut Zunindra (2000) dalam Elisa (2016), semakin banyak adsorben

yang digunakan maka semakin banyak pula pori – pori yang akan menyerap

pengotor. Namun adsorben memiliki batas kemampuan menyerap dan menjadi

jenuh apabila semua pori – porinya sudah terisi pengotor.

88
0.55000

Kapasitas Peneyrapan Ion Timbal


0.50000
0.45000
0.40000
0.35000
(mg/g)

0.30000 V1T1
0.25000 V2T1
0.20000 V1T2
0.15000 V2T2
0.10000
0.05000
0.00000
4 6 8
Berat Total adsorben (gr)

Gambar 4.4 Hubungan Kapasitas Penyerapan ion timbal (Pb) terhadap Berat Total
Adsorben Pada Rasio Komposit 50% - 50%

Gambar 4.4 menunjukkan besarnya kapasitas penyerapan ion logam Pb

yang terjadi pada masing – masing variasi berat adsorben untuk rasio campuran

adsorben 50% - 50%. Dalam volume 200 ml, larutan kapasitas penyerapan yang

terendah terlihat pada berat adsorben 8 gram dengan waktu interaksi 30 menit dan

kecepatan pengadukan 150 rpm sebesar 0,24415 mg/g dan kapasitas penyerapan

terbesar terlihat pada berat adsorben 4 gram dengan waktu interaksi 60 menit dan

kecepatan pengadukan 200 rpm sebesar 0,49955 mg/g.

Pada berat adsorben 4 gram dengan waktu interaksi 60 menit kecepatan

pengadukan 200 rpm, kapasitas penyerapan tinggi namun efisiensi penyisihannya

tidak lebih baik dari berat adsorben 8 gram dengan waktu interaksi 60 menit

kecepatan pengadukan 200 rpm sebesar 0,24998, dengan kapasitas penyerapan

yang efektif dan efisiensi penyerapan yang cukup tinggi menjadikannya berat

adsorben ideal untuk dapat menyerap timbal (Pb) pada rasio komposit 50% - 50%.

89
3. Untuk Nilai Efisiensi dan Kapasitas Penyerapan Ion Timbal (Pb) yang

teradsorpsi oleh adsorben campuran eceng gondok dan bentonit (25% – 75%)

dapat dilihat pada tabel serta grafik seperti pada Tabel 4.5, Gambar 4.5 dan 4.6.

berikut ini:

Tabel 4.5 Efisiensi dan Kapasitas Penyerapan Ion Timbal (Pb) pada Rasio
Komposit Eceng Gondok 25% - 75% Bentonit
Kapasitas
Efisiensi Penyerapan
Berat Kecepatan Penyerapan Ion
Rasio Ion Pb (%)
Total Pengadukan logam Pb (mg/g)
Komposit Waktu Interaksi Waktu Interaksi
Adsorben (V)
(%) (T)(menit) (T)(menit)
(gr) (rpm)
30 60 30 60
150 0,48435 0,47870 96,870% 95,740%
4
200 0,47360 0,46620 94,720% 93,240%
150 0,32633 0,32263 97,900% 96,790%
25 – 75 6
200 0,32253 0,31887 96,760% 95,660%
150 0,24638 0,24708 98,550% 98,830%
8
200 0,24328 0,24405 97,310% 97,620%

100.000%
99.000%
Efisiensi Penyerapan Ion Pb

98.000%
97.000%
96.000%
V1T1
(%)

95.000%
V2T1
94.000%
V1T2
93.000%
V2T2
92.000%
91.000%
90.000%
4 6 8
Berat Total Adsorben (gr)
Gambar 4.5 Hubungan Efisiensi Penyerapan ion timbal (Pb) terhadap Berat Total
Adsorben Pada Rasio Komposit 25% - 75%

90
Pada Gambar 4.5 Untuk Rasio campuran adsorben 25% -75% dapat dilihat

efisiensi penyerapan maksimum terjadi pada berat total adsorben 8 gram dengan

waktu 60 menit dan kecepatan pengadukan 150 rpm adalah 98,830%.

Seiring dengan bertambahnya kecepatan pengadukan dan waktu interaksi,

nilai efisiensi pada variasi berat adsorben cenderung menurun. Bisa dikatakan

bahwa penyerapan bagi adsorben dengan volume kerja 200 ml adsorbat telah

mencapai titik jenuh pada kecepatan 150 rpm dan waktu 30 menit, meskipun untuk

waktu 60 menit dan kecepatan 200 rpm masih bisa mereduksi logam timbal (Pb),

namun kondisi jenuh telah dicapai sebelumnya dimana hampir seluruh permukaan

adsorben telah tertutup oleh partikel adsorbat yang ada.

Kecepatan pengadukan menentukan kecepatan waktu kontak adsorben dan

adsorbat. Pada kecepatan lambat, maka proses adsorpsi berlangsung lambat pula.

Kecepatan pengadukan rendah menyebabkan kurang efektifnya tumbukan yang

terjadi antar adsorben dengan adsorbat sehingga daya serap yang ada bernilai kecil.

Untuk kondisi sebaliknya dengan kecepatan pengadukan yang terlalu cepat, maka

kemungkinan yang terjadi struktur adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi

kurang optimal (Mulyatna, 2003). Adsorbat yang telah menempel dan membentuk

flok nantinya akan kembali pecah karena besarnya kecepatan yang ada.

91
0.55000

Kapasitas Peneyrapan Ion Timbal


0.50000
0.45000
0.40000
0.35000
V1T1
(mg/g)
0.30000
0.25000 V2T1
0.20000 V1T2
0.15000
V2T2
0.10000
0.05000
0.00000
4 6 8
Berat Total adsorben (gr)

Gambar 4.6 Hubungan Kapasitas Penyerapan ion timbal (Pb) terhadap Berat Total
Adsorben Pada Rasio Komposit 25% - 75%

Gambar 4.6 menunjukkan besarnya kapasitas penyerapan ion logam Pb

yang terjadi pada masing – masing variasi berat adsorben untuk rasio campuran

adsorben 25% - 75%. Dalam volume 200 ml, larutan kapasitas penyerapan yang

terendah terlihat pada berat adsorben 8 gram dengan waktu interaksi 30 menit dan

kecepatan pengadukan 200 rpm sebesar 0,24328 mg/g dan kapasitas penyerapan

terbesar terlihat pada berat adsorben 4 gram dengan waktu interaksi 30 menit dan

kecepatan pengadukan 150 rpm sebesar 0,48435 mg/g.

Pada berat adsorben 4 gram dengan waktu interaksi 30 menit kecepatan

pengadukan 150 rpm, kapasitas penyerapan tinggi namun efisiensi penyisihannya

tidak lebih baik dari berat adsorben 8 gram dengan waktu interaksi 60 menit

kecepatan pengadukan 150 rpm sebesar 0,24708 , dengan kapasitas penyerapan

yang efektif dan efisiensi penyerapan yang cukup tinggi menjadikannya berat

adsorben ideal untuk dapat menyerap timbal (Pb) pada rasio komposit 75% - 25%.

92
Menurut Nurhasni (2012) bertambahnya massa adsorben berarti akan

menambah jumlah partikel dan luas permukaannya akan semakin besar, sehingga

menyebabkan nilai efisiensi penyisihan juga bertambah. Namun dengan

bertambahnya nilai efisiensi penyisihan berarti mengakibatkan penurunan kapasitas

adsorpsi. Penurunan kapasiats adsorpsi ini akan mengakibatkan desorbsi. Desorbsi

adalah kondisi dimana ketika adsorben sudah jenuh atau mendekati jenuh, maka

adsorbat yang telah terserap akan terlepas dari adsorben dan kembali menjadi

pengotor di sampel, sehingga mnurunkan efisiensi penyisihan.

Berdasarkan pada Gambar 4.1 ; 4.2 ; 4.3 ; 4.4 ; 4.5 ; dan 4.6 dapat dilihat

perbedaan berat adsorben optimal dari masing – masing variasi rasio campuran

adsorben ditunjukkan dengan besar nya nilai efisiensi dan kapasitas penyerapan

yang didapatkan. Jika diakumulasi secara kesulurahan maka didapatkan rasio

campuran optimum yaitu 50% - 50% dengan berat adsorben optimal dengan angka

efisiensi penyisihan tertinggi adalah 8 gram sebesar 99,990% dengan waktu 30

menit dan kecepatan pengadukan 200 rpm yang mampu menyisihkan hingga 0,001

mg/l dari konsentrasi awal larutan logam timbal 10 mg/l. Yang angka penyisihan

tersebut mampu memenuhi persyaratan dalam kualitas air minum menurut

PERMENKES RI No. 492 Tahun 2010 sebesar 0,01 mg/l.

Dengan demikian rasio campuran adsorben, berat adsorben yang digunakan,

juga waktu kontak dan kecepatan pengadukan dalam proses adsorpsi berpengaruh

terhadap efisiensi dan kapasitas penyerapan.

93
C. Pengaruh Proses Aktivasi Adsorben terhadap Penyerapan Ion Logam
Timbal (Pb)

Adsorben yang telah diaktivasi dengan H3PO4 memiliki pori yang lebih

luas, dan proses penyerapan diharapkan berlangsung lebih baik. Percobaan

pengaruh adsorben campuran eceng gondok dan bentonit yang tidak diaktivasi

dilakukan menggunakan Rasio komposit optimum yang didapatkan dari percobaan

sebelumnya yaitu eceng gondok 50% – 50 % bentonit, konsentrasi awal larutan

timbal 10 mg/L, kecepatan pengadukan 150 dan 200 rpm serta waktu interaksi 30

dan 60 menit pada setiap variasi berat total adsorben 4, 6, dan 8 gram. Tabel 4.6

dan Gambar 4.7 menunjukkan Efisiensi penyerapan dengan proses aktivasi Gambar

4.8 menunjukkan efisiensi penyerapan tanpa proses aktivasi.

Tabel 4.6 Perbandingan Efisiensi Penyerapan Ion Timbal (Pb) pada Rasio
Komposit Eceng Gondok 50% - 50% Bentonit teraktivasi dan tidak
teraktivasi
Efisiensi Penyerapan
Efisiensi Penyerapan
Berat Kecepatan Ion Pb (%) tidak
Rasio Ion Pb (%) teraktivasi
Total Pengadukan teraktivasi
Komposit Waktu Interaksi Waktu Interaksi
Adsorben (V)
(%) (T)(menit) (T)(menit)
(gr) (rpm)
30 30 30 60
150 96,660% 99,330% 64,660% 73,730%
4
200 98,960% 99,910% 70,960% 79,100%
150 97,480% 99,520% 70,480% 77,550%
50 – 50 6
200 99,100% 99,960% 75,180% 80,960%
150 97,660% 99,880% 76,460% 79,880%
8
200 99,310% 99,990% 77,710% 82,050%

94
101.000%

Efisiensi Penyerapan Ion Pb


100.000%

99.000%

98.000% V1T1
(%)

97.000% V2T1
V1T2
96.000%
V2T2
95.000%

94.000%
4 6 8
Berat Total Adsorben (gr)

Gambar 4.7 Hubungan Efisiensi Penyerapan ion timbal (Pb) terhadap Berat Total
Adsorben Pada Rasio Komposit 50% - 50%

100.000%
95.000%
Efisiensi Penyerapan Ion Pb

90.000%
85.000%
80.000%
V1T1
(%)

75.000%
V2T1
70.000%
V1T2
65.000%
V2T2
60.000%
55.000%
50.000%
4 6 8
Berat Total Adsorben (gr)

Gambar 4.8 Hubungan Efisiensi Penyerapan ion timbal (Pb) terhadap Berat Total
Adsorben Pada Rasio Komposit 50% - 50%

Berdasarkan Gambar 4.8 dapat terlihat bahwa penyerapan Ion Timbal (Pb)

dengan menggunakan campuran bentonit dan eceng gondok yang tidak diaktivasi

lebih sedikit dibandingkan dengan adsorben yang diaktivasi. Sehingga Penyerapan

Ion Logam timbal (Pb) pada konsentrasi 10 mg/L adsorben tidak teraktivasi tidak

cukup ideal. Dimana dalam volume larutan adsorbat 200 ml, efisiensi penyerapan

terbesar terlihat pada berat adsorben 8 gram dengan waktu interaksi 60 menit dan

95
kecepatan pengadukan 200 rpm sebesar 82,050%, angka ini cukup rendah jika

dibandingkan dengan nilai efisiensi pada rasio 50%-50% teraktivasi pada gambar

4.7 sebesar 99,990%.

96
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh pada penelitian Efisiensi penyerapan

logam timbal (Pb) dengan menggunakan adsorben dari campuran bentonit dan

eceng gondok adalah sebagai berikut :

1. Berat dan komposisi optimum dari campuran adsorben bentonit dan eceng

gondok adalah 8 gram dan 50% - 50%.

2. Efisiensi Penyerapan optimum adalah sebesar 99,990% dengan angka

penyisihan 0,001 mg/l dari konsentrasi awal 10 mg/l pada rasio komposit

50% - 50% waktu interaksi 60 menit kecepatan pengadukan 200 rpm.

Dengan kemampuan adsorben menyerap logam Pb sebesar 0,24998 mg/g.

3. Pengaruh aktivasi terhadap penyerapan larutan timbal dapat dilihat dengan

nilai efisiensi terbaik dari campuran bentonit 50% dan 50% eceng gondok

pada berat total adsorben 8 gram, yang tidak diaktivasi sebesar 82,050%

sedangkan adsorben yang diaktivasi dapat mencapai angka 99,990%.

97
B. Saran

1. Untuk pengembangan penelitian ini, sebaiknya perlu dilakukan beragam

variasi penelitian seperti pH larutan, diameter adsorben, dan variasi

konsentrasi pencemar limbah cair lainnya.

2. Selanjutnya diperlukan analisa kualitatif untuk mengetahui ikatan kimia

yang terdapat dalam campuran adsorben.

3. Bagi industri yang menghasilkan limbah berupa ion – ion logam berat

seperti logam timbal khususnya, dapat menggunakan adsorben dari eceng

gondok dan bentonit sebagai salah satu alternatif yang dapat

menanggulangi limbah.

98
DAFTAR PUSTAKA

Ahalya et al. 2005. Biosorption of Cchromium (VI) from aqueous solution


by the husk of Bengal gram (Cicer Arientinum). Electronic Journal of
Biotechnology. Vol 8. No. 3.

Atkins, P.W. 1997. Kimia Fisik. Alih Bahasa oleh Irma I. Karto Hadiprojo.
Erlangga. Jakarta.

Bachmid, Ibtisamah. 2015. Efektifitas Penggunaan Ampas Sagu Sebagai


Biosorben untuk Mengadsorpsi Ion Mangan (Mn). Skripsi. Fakultas
Teknik. Universitas Hasanuddin.

Badan Standarisasi Nasional. 2013. Kinerja Tungku Biomassa. SNI 7926 :


2013.

Chaerunisa’ dan Agung Nugroho C.S. 2016. Pengaruh Komposisi dan


Waktu Kontak Campuran Andisol dan Arang Sekam Padi Terhadap
Adsorbsi Ion Logam Pb(II). Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan
Kimia VIII. Surakarta.

Candra, Adi dan Febrina Setyawati, 2008. Pembuatan Briket Arang dari
Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) dengan sagu sebagai pengikat.
http://www.ecengondok/sifat kimia.html diunduh tanggal 20 maret
2017.

European Union. 2014. Drinking Water Regulation. S.I. No. 122 of 2014.

Elisa, Putri, Aryo Sasmita dan Edward HS. 2016. Pengaruh Campuran
Lempung dan Eceng Gondok Sebagai Adsorben untuk Penyisihan
Besi (Fe), Mangan (Mn) dan Warna pada Air Gambut. JOM
FTEKNIK Vol 4 No. 1. Universitas Riau.

99
Faisal, M. 2015. Efisiensi Penyerapan Logam Pb2+ dengan Menggunakan
campuran Bentonit dan Eceng Gondok. Jurnal Teknik kimia 4 (1).
Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hendra, R. 2008. Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Dasar Batubara


Indonesia dengan Metode Aktivasi Fisika dan Karakteristiknya.
Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Indonesia.

Joedodibroto, R. 1983. Prospek Pemanfaatan Eceng Gondok dalam Industri


Pulp dan Kertas. Berita Selulosa. Edisi Maret 1983. Volume XIX
No.1. Balai Penelitian Pulp Balai Besar Selulosa. Bandung.

Kundari, Noor Anis dan Slamet Wiyuniati. 2008. Tinjauan Kesetimbanagn


Adsorpsi Tembaga dalam Limbah Pencuci PCB dengan Zeolit.
Seminar Nasional IV SDM Teknologi Nuklir. 25-26 Agustus 2008.
Yogyakarta. Hal. 376-386.

Mulyatna, L. Dkk. 2003. Pemilihan Persamaan Adsorpsi isoterm Pada


Penentuan Kapasitas Adsorpsi Kulit Kacang Tanah Terhadap Zat
Warna Remazol Golden Yellow 6. Jurnal Infomatek, Jurusan Teknik
Lingkungan Fakultas Teknik. Universitas Pasundan.

Nurhasni, Firdiyano, F., Sya’ban, Q. 2012. Penyerapan ion Aluminium dan


Besi dalam Larutan Sodium Silikat Menggunakan Karbon Aktif.
Valensi 2 (4) pp. 516-525. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta.

Oscik, J. 1982. Adsorption. John Willey and Sons. New York.Palar. H.


1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta.
Jakarta.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu
Air limbah.

100
Peraturan Menkes RI. 2010. Kepmenkes No. 492/Menkes/PER/IV/2010
Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Jakarta : Departemen
Kesehtan RI.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas


Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Putri, Endang Marfida. 2013. Pemanfaatan Bentonit Alam Sebagai Bahan


Pengisi Pada Komposit Polipropilena Untuk Bahan Teknik. Tesis.
FMIPA. Universitas Sumatera Utara.

Sadewo, Septian Eri. 2010. Studi Kemampuan Adsorpsi Biomassa Kulit


Singkong (Manihol esculenta Craniz) terhadap Ion Logam Pb(II),
Cd(II), dan Cu(II). Fakultas MIPA. Universitas Lampung.

Sinulingga, Hesty Rhodes. 2009. Pengaruh Kadar Perekat Urea


Formaldehida Pada Pembuatan Papan Partikel Serat Eceng Gondok.
Skripsi. Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara.

United States Environmental Protection Agency. 2012. Edition of the


Drinking Water Standards and Health Advisories.

Vogel. 1990. Buku teks Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan


Semimikro. Kalman Media Pustaka. Jakarta.

Widihati, I. A. Gede. 2009. Adsorpsi Ion Pb2+ oleh lempung Terinterkalasi


Surfaktan. Jurnal Kimia, 3 (1): 27-32. Universitas Udayana.

Winarno, D. 1993. Pengaruh Pemberian Kompos Eceng Gondok dan Pupuk


Fosfat Terhadap Sifat Kimia Tanah Untisol dengan Tanaman Uji
Cabe Merah. Fakultas Pertanian. Universitas Mulawarman.
Samarinda

Wulandari, Winny. 2012. Penggunaan Bentonit Setelah Dilapisi Kitosan


Sebagai Adsorben untuk Menyerap Ion Logam Besi (Fe) dengan

101
Metoda Spektrofotometri Serapan Atom. Skripsi. FMIPA, Universitas
Sumatera Utara.

102
LAMPIRAN

103
104
105
106
Lampiran 2

A. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492 tahun 2010

Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Jakarta : Departemen


Kesehtan RI. [Hal. 7]

107
B. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah
Baku mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang belum
memliki Baku Mutu Air Limbah yang ditetapkan [hal. 81]

108
C. United States Environmental protection Agency (EPA) - 2012 Edition of the Drinking Water Standards and Health Advisories
[EPA 822-S-12-001]
Drinking Water Standards and Health Advisories; pp 16

**TT : treatment technique. A required process intended to reduce the level of a contaminant in drinking water.
B2 : indicates sufficient evidence in animals and inadequate or no evidence in humans

109
D. European Communities (Drinkin Water) REGULATIONS 2014
[S.I. No. 122 of 2014]
Parameters And Parametric Values - Chemical Parameters; pp.21 – 23
No Parameter Parametric Unit Comments
Value
1 Acrylamide 0.10 μg/l Note 1
2 Antimony 5.0 μg/l
3 Arsenic 10 μg/l
4 Benzene 1.0 μg/l
5 Benzo(a)pyrene 0.010 μg/l
6 Boron 1.0 mg/l
7 Bromate 10 μg/l
8 Cadmium 5.0 μg/l
9 Chromium 50 μg/l
10 Copper 2.0 mg/l Note 2
11 Cyanide 50 μg/l
12 1,2-dichloroethane 3.0 μg/l
13 Epichlorohydrin 0.10 μg/l Note 1
14 Fluoride
(a) fluoridated supplies 0.8 mg/l
(b) supplies with naturally 1.5 mg/l
occurring fluoride, not
needing
further fluoridation
15 Lead 10 μg/l Notes 2 and 3
16 Mercury 1.0 μg/l
17 Nickel 20 μg/l Note 2
18 Nitrate 50 mg/l Note 4
19 Nitrite 0.50 mg/l Note 4
20 Pesticides 0.10 μg/l Notes 5 and 6
21 Pesticides — Total 0.50 μg/l Note 5 and 7
22 Polycyclic aromatic 0.10 μg/l Sum of
hydrocarbons concentrations of
specified
compounds; Note
8

23 Selenium 10 μg/l
24 Tetrachloroethene and 10 μg/l Sum of
Trichloroethene concentrations of
specified
parameters.

110
25 Trihalomethanes — Total 100 μg/l Sum of
concentrations of
specified
compounds. Note
9
26 Vinyl chloride 0.50 μg/l Note 1

Notes
Note 1 The parametric value refers to the residual monomer concentration in the water as calculated
according to specifications of the maximum release from the corresponding polymer in
contact with the water.
Note 2 The value applies to a sample of water intended for human consumption obtained by an
adequate sampling method at the tap and taken so as to be representative of a weekly
average value ingested by consumers and that takes account of the occurrence of peak
levels that may cause adverse effects on human health.
Note 3 All appropriate measures shall be taken to reduce the concentration of lead in water intended
for human consumption as much as possible dur-ing the period needed to achieve
compliance with the parametric value.
When implementing the measures priority shall be progressively given to achieve
compliance with that value where lead concentrations in water intended for human
consumption are highest.
Note 4 Compliance must be ensured with the conditions that [nitrate]/50 [nitrite]/3 1, the square
brackets signifying the concentrations in mg/l for nitrate (NO3) and nitrite (NO2) and the
value of 0.10mg/l for nitrites ex water treatment works.
Note 5 Only those pesticides which are likely to be present in a given supply require to be monitored.

—“Pesticides” means— —organic insecticides,


—organic herbicides, —organic fungicides,
—organic nematocides, —organic acaricides,
—organic algicides, —organic rodenticides,
—organic slimicides, —related products (inter alia, growth regulators)
—and their relevant metabolites, degradation and reaction products.
Note 6 The parametric value applies to each individual pesticide. In the case of aldrin, dieldrin,
heptachlor and heptachlor epoxide the parametric value is 0.030 μg/l.

Note 7 “Pesticides — Total” means the sum of all individual pesticides detected and quantified in
the course of the monitoring procedure;

Note 8 The specified compounds are:


1. benzo(b)fluoranthene
2. benzo(k)fluoranthene
3. benzo(ghi)perylene
4. indeno(1,2,3-cd)pyrene.

111
Note 9 The specified compounds are: chloroform, bromoform, dibromochloro-methane and
bromodichloromethane.
All appropriate measures must be taken to reduce the concentration of trihalo-methanes in water
intended for human consumption as much as possible during the period needed to achieve
compliance with the para-metric value.
When implementing the measures to achieve this value, priority must progres-sively be given to
those areas where trihalomethane concentrations in water intended for human consumption are
highest.

112
Lampiran 3

A. Perhitungan Nilai Efisiensi Penyerapan Ion Logam Pb (%R)


1. Rasio Komposit Eceng Gondok (75%) – (25%) Bentonit
a. Perhitungan Persentase Penurunan Ion Logam (%R) untuk Berat
Adsorben 4 gram
 Untuk variasi V1T1 (𝑅%) =
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,087
= 𝑥 100%
10
= 99,130%

 Untuk variasi V2T1 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,054
= 𝑥 100%
10
= 99,460%

 Untuk variasi V1T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,046
= 𝑥 100%
10
= 99,540%

 Untuk variasi V2T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,018
= 𝑥 100%
10
= 99,820%
b. Perhitungan Persentase Penurunan Ion Logam (%R) untuk Berat
Adsorben 6 gram
 Untuk variasi V1T1 (𝑅%) =
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,103
= 𝑥 100%
10

113
= 98,970%

 Untuk variasi V2T1 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,099
= 𝑥 100%
10
= 99,010%

 Untuk variasi V1T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,065
= 𝑥 100%
10
= 99,350%

 Untuk variasi V2T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,026
= 𝑥 100%
10
= 99,740%
c. Perhitungan Persentase Penurunan Ion Logam (%R) untuk Berat
Adsorben 8 gram
 Untuk variasi V1T1 (𝑅%) =
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,224
= 𝑥 100%
10
= 97,760%

 Untuk variasi V2T1 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,117
= 𝑥 100%
10
= 98,830%

 Untuk variasi V1T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑥 100%

114
10 − 0,086
= 𝑥 100%
10
= 99,140%

 Untuk variasi V2T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,074
= 𝑥 100%
10
= 99,260%

115
2. Rasio Komposit Eceng Gondok (50%) – (50%) Bentonit
a. Perhitungan Persentase Penurunan Ion Logam (%R) untuk Berat
Adsorben 4 gram
 Untuk variasi V1T1 (𝑅%) =
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,334
= 𝑥 100%
10
= 96,660%

 Untuk variasi V2T1 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,104
= 𝑥 100%
10
= 98,960%

 Untuk variasi V1T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,067
= 𝑥 100%
10
= 99,330%

 Untuk variasi V2T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,009
= 𝑥 100%
10
= 99,910%
b. Perhitungan Persentase Penurunan Ion Logam (%R) untuk Berat
Adsorben 6 gram
 Untuk variasi V1T1 (𝑅%) =
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,252
= 𝑥 100%
10
= 97,480%

116
 Untuk variasi V2T1 (𝑅%) =
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,09
= 𝑥 100%
10
= 99,100%

 Untuk variasi V1T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,048
= 𝑥 100%
10
= 99,520%

 Untuk variasi V2T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,004
= 𝑥 100%
10
= 99,960%
c. Perhitungan Persentase Penurunan Ion Logam (%R) untuk Berat
Adsorben 8 gram
 Untuk variasi V1T1 (𝑅%) =
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,234
= 𝑥 100%
10
= 97,660%

 Untuk variasi V2T1 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,069
= 𝑥 100%
10
= 99,310%

 Untuk variasi V1T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

117
10 − 0,012
= 𝑥 100%
10
= 99,880%

 Untuk variasi V2T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,001
= 𝑥 100%
10
= 99,990%

118
3. Rasio Komposit Eceng Gondok (25%) – (75%) Bentonit
a. Perhitungan Persentase Penurunan Ion Logam (%R) untuk Berat
Adsorben 4 gram
 Untuk variasi V1T1 (𝑅%) =
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,313
= 𝑥 100%
10
= 96,870%

 Untuk variasi V2T1 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,528
= 𝑥 100%
10
= 94,720%

 Untuk variasi V1T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,426
= 𝑥 100%
10
= 95,740%

 Untuk variasi V2T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,676
= 𝑥 100%
10
= 93,240%

b. Perhitungan Persentase Penurunan Ion Logam (%R) untuk Berat


Adsorben 6 gram
 Untuk variasi V1T1 (𝑅%) =
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,21
= 𝑥 100%
10
= 97,900%

119
 Untuk variasi V2T1 (𝑅%) =
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,324
= 𝑥 100%
10
= 96,760%

 Untuk variasi V1T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,321
= 𝑥 100%
10
= 96,790%

 Untuk variasi V2T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,434
= 𝑥 100%
10
= 95,660%
c. Rasio Komposit Eceng Gondok (25%) – (75%)
 Untuk variasi V1T1 (𝑅%) =
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑥 100%

10 − 0,145
= 𝑥 100%
10
= 98,550%

 Untuk variasi V2T1 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,269
= 𝑥 100%
10
= 97,310%

 Untuk variasi V1T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑥 100%

10 − 0,117
= 𝑥 100%
10

120
= 98,830%

 Untuk variasi V2T2 (𝑅%) =


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

10 − 0,238
= 𝑥 100%
10
= 97,620%

121
B. Perhitungan Jumlah Ion Logam Pb yang teradsorpsi (Qe)
1. Rasio Komposit Eceng Gondok (75%) – (25%) Bentonit
a. Jumlah Ion Logam yang teradsoprsi (qe) untuk berat adsorben 4 gram
 Untuk variasi V1T1
(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,87)200
qe = = = 0,49565 mg/g
𝑊 4

 Untuk variasi V2T1


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,054)200
qe = = = 0,49730 mg/g
𝑊 4

 Untuk variasi V1T2


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,046)200
qe = = = 0,49770 mg/g
𝑊 4

 Untuk variasi V2T2


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,018)200
qe = = = 0,49910 mg/g
𝑊 4

b. Jumlah Ion Logam yang teradsoprsi (qe) untuk berat adsorben 6 gram
 Untuk variasi V1T1
(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,103)200
qe = = = 0,32990 mg/g
𝑊 6

 Untuk variasi V2T1


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,099)200
qe = = = 0,33003 mg/g
𝑊 6

 Untuk variasi V1T2


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,065)200
qe = = = 0,33117 mg/g
𝑊 6

 Untuk variasi V2T2


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,026)200
qe = = = 0,33247 mg/g
𝑊 6

c. Jumlah Ion Logam yang teradsoprsi (qe) untuk berat adsorben 8 gram
 Untuk variasi V1T1
(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,224)200
qe = = = 0,24440 mg/g
𝑊 8

122
 Untuk variasi V2T1
(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,117)200
qe = = = 0,24708 mg/g
𝑊 8

 Untuk variasi V1T2


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,086)200
qe = = = 0,24785 mg/g
𝑊 8

 Untuk variasi V2T2


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,074)200
qe = = = 0,24815 mg/g
𝑊 8

2. Rasio Komposit Eceng Gondok (50%) – (50%)


a. Jumlah Ion Logam yang teradsoprsi (qe) untuk berat adsorben 4 gram
 Untuk variasi V1T1
(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,334)200
qe = = = 0,48330 mg/g
𝑊 4

 Untuk variasi V2T1


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,104)200
qe = = = 0,49480 mg/g
𝑊 4

 Untuk variasi V1T2


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,067)200
qe = = = 0,49665 mg/g
𝑊 4

 Untuk variasi V2T2


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,009)200
qe = = = 0,49955 mg/g
𝑊 4

b. Jumlah Ion Logam yang teradsoprsi (qe) untuk berat adsorben 6 gram
 Untuk variasi V1T1
(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,252)200
qe = = = 0,32493 mg/g
𝑊 6

 Untuk variasi V2T1


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,09)200
qe = = = 0,33033 mg/g
𝑊 6

 Untuk variasi V1T2

123
(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,048)200
qe = = = 0,33173 mg/g
𝑊 6

 Untuk variasi V2T2


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,004)200
qe = = = 0,33320 mg/g
𝑊 6

c. Jumlah Ion Logam yang teradsoprsi (qe) untuk berat adsorben 8 gram
 Untuk variasi V1T1
(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,234)200
qe = = = 0,24415 mg/g
𝑊 8
 Untuk variasi V2T1
(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,069)200
qe = = = 0,24828 mg/g
𝑊 8
 Untuk variasi V1T2
(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,012)200
qe = = = 0,24970 mg/g
𝑊 8
 Untuk variasi V2T2
(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,001)200
qe = = = 0,24998 mg/g
𝑊 8

3. Rasio Komposit Eceng Gondok (25%) – (75%)


a. Jumlah Ion Logam yang teradsoprsi (qe) untuk berat adsorben 4 gram
 Untuk variasi V1T1
(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,313)200
qe = = = 0,48435 mg/g
𝑊 4

 Untuk variasi V2T1


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,528)200
qe = = = 0,47360 mg/g
𝑊 4

 Untuk variasi V1T2


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,426)200
qe = = = 0,47870 mg/g
𝑊 4

 Untuk variasi V2T2


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,676)200
qe = = = 0,46620 mg/g
𝑊 4

b. Jumlah Ion Logam yang teradsoprsi (qe) untuk berat adsorben 6 gram
 Untuk variasi V1T1

124
(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,21)200
qe = = = 0,32633 mg/g
𝑊 6

 Untuk variasi V2T1


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,324)200
qe = = = 0,32253 mg/g
𝑊 6

 Untuk variasi V1T2


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,321)200
qe = = = 0,32263 mg/g
𝑊 6

 Untuk variasi V2T2


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,434)200
qe = = = 0,31887 mg/g
𝑊 6

c. Jumlah Ion Logam yang teradsoprsi (qe) untuk berat adsorben 8 gram
 Untuk variasi V1T1
(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,145)200
qe = = = 0,24638 mg/g
𝑊 8

 Untuk variasi V2T1


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,269)200
qe = = = 0,24328 mg/g
𝑊 8

 Untuk variasi V1T2


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,117)200
qe = = = 0,24708 mg/g
𝑊 8

 Untuk variasi V2T2


(𝐶𝑜−𝐶𝑒)𝑉 (10−0,238)200
qe = = = 0,24405 mg/g
𝑊 8

125
C. Perhitungan Konversi persentasi kapasitas penyerapan (%Qe) dari
masing-masing berat adsorben
1. Rasio Komposit Eceng Gondok (75%) – (25%) Bentonit
 Untuk variasi V1T1
Diketahui :
- Qe (4 gr) = 0,49565 mg/g
- Qe (6 gr) = 0,32990 mg/g
- Qe (8 gr) = 0,24440 mg/g

(0,49565 – 0,32990)
o %Qe 4:6 = 𝑥 100%
0,49565
=33,441%
(0,32990 – 0,24440)
o %Qe 6:8 = 𝑥 100%
0,32990
=25,917%
(0,49565 – 0,24440)
o %Qe 4:8 = 𝑥 100%
0,49565
=50,691%

 Untuk variasi V2T1


Diketahui :
- Qe (4 gr) = 0,49730 mg/g
- Qe (6 gr) = 0,33003 mg/g
- Qe (8 gr) = 0,24708 mg/g
(0,49730 – 0,33003)
o %Qe 4:6 = 𝑥 100%
0,49730
= 33,635%
(0,33003 – 0,24708)
o %Qe 6:8 = 𝑥 100%
0,33003
= 25,136%
(0,49730 – 0,24708)
o %Qe 4:8 = 𝑥 100%
0,49730
= 50,317%

 Untuk variasi V1T2


Diketahui :
- Qe (4 gr) = 0,49565 mg/g
- Qe (6 gr) = 0,33117 mg/g
- Qe (8 gr) = 0,24785 mg/g
(0,49770 – 0,33117)
o %Qe 4/6 = 𝑥 100%
0,49770
= 33,461%
(0,33117 – 0,24785)
o %Qe 6/8 = 𝑥 100%
0,33117

126
= 25,159%
(0,49770 – 0,24785)
o %Qe 4/8 = 𝑥 100%
0,49770
= 50,201%
 Untuk variasi V2T2
Diketahui :
- Qe (4 gr) = 0,49910 mg/g
- Qe (6 gr) = 0,33247 mg/g
- Qe (8 gr) = 0,24815 mg/g

(0,49910 – 0,33247)
o %Qe 4:6 = 𝑥 100%
0,49910
= 33,387%
(0,33247 – 0,24815)
o %Qe 6:8 = 𝑥 100%
0,33247
= 25,361%
(0,49910 – 0,24815)
o %Qe 4:8 = 𝑥 100%
0,49910
= 50,281%

2. Rasio Komposit Eceng Gondok (50%) – (50%) Bentonit


 Untuk variasi V1T1
Diketahui :
- Qe (4 gr) = 0,48330 mg/g
- Qe (6 gr) = 0,32493 mg/g
- Qe (8 gr) = 0,24415 mg/g

(0,48330 – 0,32493)
o %Qe 4:6 = 𝑥 100%
0,48330
= 32,768%
(0,32493 – 0,24415)
o %Qe 6:8 = 𝑥 100%
0,32493
= 24,862%
(0,48330 – 0,24415)
o %Qe 4:8 = 𝑥 100%
0,48330
= 49,823%

 Untuk variasi V2T1


Diketahui :
- Qe (4 gr) = 0,49480 mg/g
- Qe (6 gr) = 0,33033 mg/g
- Qe (8 gr) = 0,24828 mg/g

127
(0,49480 – 0,33033)
o %Qe 4:6 = 𝑥 100%
0,49480
= 33,239%
(0,33033 – 0,24828)
o %Qe 6:8 = 𝑥 100%
0,33033
= 24,841%
(0,49480 – 0,24828)
o %Qe 4:8 = 𝑥 100%
0,49840
= 49,823%
 Untuk variasi V1T2
Diketahui :
- Qe (4 gr) = 0,49665mg/g
- Qe (6 gr) = 0,33173 mg/g
- Qe (8 gr) = 0,24970 mg/g

(0,49665 – 0,33173)
o %Qe 4:6 = 0,49665
𝑥 100%
= 33,206%
(0,33173 – 0,24970)
o %Qe 6:8 = 𝑥 100%
0,33173
= 24,729%
(0,49665 – 0,24970)
o %Qe 4:8 = 𝑥 100%
0,49665
=49,723%

 Untuk variasi V2T2


Diketahui :
- Qe (4 gr) = 0,49955 mg/g
- Qe (6 gr) = 0,33320 mg/g
- Qe (8 gr) = 0,24998 mg/g

(0,49955 – 0,33320)
o %Qe 4:6 = 𝑥 100%
0,49955
= 33,300%
(0,33320 – 0,24998)
o %Qe 6:8 = 𝑥 100%
0,33320
= 24,977%
(0,49955 – 0,24998)
o %Qe 4:8 = 𝑥 100%
0,49955
= 49,960%

3. Rasio Komposit Eceng Gondok (25%) – (75%) Bentonit


 Untuk variasi V1T1
Diketahui :

128
- Qe (4 gr) = 0,48435 mg/g
- Qe (6 gr) = 0,32633 mg/g
- Qe (8 gr) = 0,24638 mg/g

(0,48435 – 0,32633)
o %Qe 4:6 = 𝑥 100%
0,48435
= 32,624%
(0,32633 – 0,24638)
o %Qe 6:8 = 𝑥 100%
0,32633
= 24,502%
(0,48435 – 0,24638)
o %Qe 4:8 = 𝑥 100%
0,48435
=49,133%
 Untuk variasi V2T1
Diketahui :
- Qe (4 gr) = 0,47360 mg/g
- Qe (6 gr) = 0,32253 mg/g
- Qe (8 gr) = 0,24328 mg/g

(0,47360 – 0,32253)
o %Qe 4:6 = 𝑥 100%
0,47360
= 31,898%
(0,32253 – 0,24328)
o %Qe 6:8 = 𝑥 100%
0,32253
= 24,574%
(0,47360 – 0,24328)
o %Qe 4:8 = 𝑥 100%
0,47360
= 48,633%

 Untuk variasi V1T2


Diketahui :
- Qe (4 gr) = 0,47870mg/g
- Qe (6 gr) = 0,32263 mg/g
- Qe (8 gr) = 0,24708 mg/g

(0,47870 – 0,32263)
o %Qe 4:6 = 𝑥 100%
0,47870
= 32,602%
(0,32263 – 0,24708)
o %Qe 6:8 = 0,32263
𝑥 100%
= 23,419%
(0,47870 –0,24708)
o %Qe 4:8 = 0,47870
𝑥 100%
= 48,386%

129
 Untuk variasi V2T2
Diketahui :
- Qe (4 gr) = 0,46620 mg/g
- Qe (6 gr) = 0,31887 mg/g
- Qe (8 gr) = 0,24405 mg/g

(0,46620 – 0,31887)
o %Qe 4:6 = 𝑥 100%
0,46620
= 31,603%
(0,31887 – 0,24405)
o %Qe 6:8 = 𝑥 100%
0,31887
= 23,463%
(0,46620 – 0,24405)
o %Qe 4:8 = 𝑥 100%
0,46620
= 47,651%

130

Anda mungkin juga menyukai