Anda di halaman 1dari 97

PANDUAN KEPANITERAAN UMUM (PANUM)

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PRODI PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

Tim Penyusun
Tim Keperawatan Medikal Bedah
Prodi Profesi Ners

Politeknik Kesehatan Kemenkes Palu


Jl. Thalua Konchi, Nomor 19, Mamboro, Palu Utara, Sulawesi Tengah
Telp/Fax : 0451-491451 Website : www.poltekkespalu.ac.id
VISI DAN MISI POLTEKKES KEMENKES PALU

VISI
Menjadi institusi pendidikan tinggi kesehatan yang menghasilkan lulusan yang berkarakter, unggul,
professional, dan tanggap terhadap kemajuan IPTEKS berdasarkan Pancasila tahun 2023.
MISI
1. Menyelenggarakan program pendidikan dan pembelajaran yang bermutu modern dan relevan
dengan kebutuhan pembangunan kesehatan baik untuk daerah, nasional dan internasional
sesuai dengan revolusi industri 4.0
2. Menyelenggarakan kegiatan penelitian terapan dan pengkajian IPTEKS kesehatan secara
berkalanjutan dan melakukan publikasi hasil penelitian.
3. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat berbasis riset dan melakukan publikasi
kegiatan.
4. Menyelenggarakan pembinaan kemahasiswaan dan alumni agar dapat bekerja dengan
memiliki budi pekerti luhur, aklhlak mulia dan tanggap terhadap lingkungan.
5. Menyelenggarakan pengelolaan dukungan manajemen pendidikan tinggi kesehatan dan
penyediaan sarana dan prasarana secara efisien, efektif, akuntabel dan transparan.
6. Menyelenggarakan kegiatan kerjasama baik dalam negeri maupun luar negeri dan penjamin
mutu pendidikan tinggi.
VISI, MISI DAN TUJUAN PRODI PROFESI NERS KEPERAWATAN PALU
VISI
Menghasilkan lulusan Ners yang professional, berkarakter di tingkat regional, Nasional, dengan
keunggulan kegawatdaruratan Masyarakat Pesisir Pantai berdasarkan Pancasila tahun 2024.
MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan keperawatan yang berkualitas dan mampu menghasilkan
lulusan Ners yang professional (bidang kegawatdaruratan masyarakat pesisir pantai) dan
berkarakter (memiliki prinsip etik keperawatan) yang relevan dengan tantangan
perkembangan keperawatan regional dan nasional
2. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian keperawatan dengan keunggulan
kegawatdaruratan masyarakat pesisir pantai yang dapat meningkatkan mutu penyelenggaraan
pendidikan dan pelayanan keperawatan kepada masyarakat yang relevan dengan tantangan
perkembangan keperawatan regional dan nasional.
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dengan melibatkan peran mahasiswa, institusi,
dan masyarakat serta mengembangkan sistem pelayanan keperawatan professional terpadu di
masyarakat.
4. Menjalin kerja sama regional dan nasional untuk memfasilitasi pelaksanaan Tri Dharma
Perguruan Tinggi yang mendukung pengembangan Program studi.
TUJUAN
Tujuan Program Studi Profesi Ners mengacu pada tujuan Poltekkes Kemenkes Palu. Tujuan Program
Studi Profesi Ners adalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan lulusan Profesi Ners yang professional (bidang kegawatdaruratan masyarakat
pesisir pantai) dan berkarakter (memiliki prinsip etik keperawatan) yang relevan dengan
tantangan perkembangan keperawatan regional dan nasional.
2. Meningkatkan penelitian keperawatan dengan keunggulan kegawatdaruratan masyarakat
pesisir pantai yang dapat meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan dan pelayanan
keperawatan kepada masyarakat yang relevan dengan tantangan perkembangan keperawatan
regional dan nasional.
3. Meningkatkan pengabdian kepada masyarakat dengan melibatkan peran mahasiswa, institusi,
dna masyarakat serta mengembangkan sistem pelayanan keperawatan professional terpadu
masyarakat.
4. Meningkatkan kerjasama regional dan nasional untuk memfasilitasi pelaksanaan Tri Dharma
Perguruan Tinggi.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan RahmatNya, Tim Medikal Bedah
dapat menyelesaikan Buku Panduan Kepanitraan Umum (Panum) Keperawatan Medikal Bedah bagi
mahasiswa Program Pendidikan Ners Poltekkes Kemenkes Palu. Buku Panduan ini diperuntukan bagi
mahasiswa yang akan mengikuti Program Ners agar dapat dengan mudah memahami dan
mengaplikasikan keterampilan laboratorium dengan ketrampilan sesunguhnya yaitu di klinik Rumah
sakit dimana mereka melakukan praktek untuk mencapai kompetensi khususnya Keparawatan
Medikal Bedah selama mengikuti pendidikan profesi Ners.
Kami menyadari bahwa panduan ini masih banyak kekurangannya dan masih banyak perlu
adanya kritikan dan saran guna memperbaiki serta penyempurnaan kembali demi perbaikannya. Kami
berterima kasih kepada seluruh tim serta pendukung lainnya sehingga buku ini dapat terlihat
wujudnya serta dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa Ners, dan akhir kata semoga buku ini dapat
membantu peserta didik program ners sebagai salah satu petunjuk untuk praktek di Lapangan apabila
mendapatkan permasalahannya, serta sebagai mata pembimbing dalam praktek Laboratorium
Paltekkes Kemenkes Palu.

Palu, 3 September 2020


Tim Keperawatan Medikal Bedah
DAFTAR ISI

Halaman Sampul....................................................................................................................................i
Visi Misi Poltekkes Palu........................................................................................................................ii
Visi Misi Prodi Profesi Ners.................................................................................................................iii
Protokol Kesehatan Praktik Laboratorium.......................................................................................iv
Kata Pengantar......................................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
BAB II METODE DAN TATA TERTIB KEPANITERAAN...........................................................3
BAB III JADWAL KEGIATAN PANUM .........................................................................................5
SKILL 1. Perawatan Kolostomi...........................................................................................................8
SKILL 2. Pemeriksaan Saraf Cranial ...............................................................................................20
SKILL 3. Pemberian Oksigen Melalui nasal kanul dan sungkup...................................................25
SKILL 4. Pengendalian Infeksi..........................................................................................................33
SKILL 5. Perawatan WSD..................................................................................................................41
SKILL 6. Perawatan Trakesotomi ....................................................................................................48
SKILL 7. Hecting dan Up hecting .....................................................................................................51
SKILL 8. Perawatan Luka..................................................................................................................62
SKILL 9. Inhalasi.................................................................................................................................69
SKILL 10. Bladder Training..............................................................................................................73
SKILL 11. Perekaman EKG...............................................................................................................79
SKILL 12. Pemasangan kateter..........................................................................................................83
SKILL 13. Pemasangan NGT ..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

Kepaniteraan umum (PANUM) adalah pelatihan ketrampilan (Skill) pra Program


profesi Ners bagi mahasiswa Sarjana sains terapan keperawatan yang akan memasuki
program profesi Ners. Kegiatan Panum stase KMB akan dilaksanakan selama 3 hari
yang dimulai dari tanggal 7-9 September 2020 serta dilanjutkan dengan ujian panum
yang akan dilaksanakan tanggal 21-23 September 2020. Kurikulum yang digunakan
adalah kurikulum pendididkan Ners tahap profesi tahun 2015.
1. Deskripsi Mata Kuliah
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah merupakan program yang
menghantarkan mahasiswa dalam adaptasi profesi untuk dapat menerima pendelegasian
kewenangan secara bertahap ketika melakukan asuhan keperawatan professional,
memberikan pendidikan kesehatan, menjalankan fungsi advokasi pada klien, membuat
keputusan legal etik serta menggunakan hasil penelitian terkini yang berkaitan dengan
keperawatan pada orang dewasa. Praktek profesi keperawatan medikal bedah mencakup
asuhan keperawatan pada klien dewasa dalam konteks keluarga yang mengalami masalah
pemenuhan kebutuhan dasarnya akibat gangguan satu system (organ) ataupun system (organ)
tubuhnya.
2. Capaian Keterampilan
Mahasiswa diharapkan setelah mengikuti kepaniteraan umum keperawatan medikal
bedah, mampu :
1) Melakukan pemeriksaan saraf
2) Melakukan hecting dan Up Hecting
3) Melakukan Bladder Training
4) Melakukan inhalasi
5) Melakuakn perawatan colostomy
6) Melakukan keperawatan Trakheostomi
7) Melakukan perawatan Water Sail Drainage (WSD)
8) Melakukan tindakan pemasangan Nasal kanul dan sungkup
9) Melakukan Pemasangan Kateterisasi Pria dan Wanita
10) Melakukan pengendalian Infeksi

1
11) Melakukan perawatan luka
12) Melakukan pemasangan Elektrokardiograf (EKG)
13) NGT

2
BAB II
METODE DAN TATA TERTIB KEPANITRAAN UMUM KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH

A. Metode Kepaniteraan Umum Keperawatan Medikal Bedah


Metode yang digunakan dalam kepaniteraan umum (Panum) Keperawatan Medikal
Bedah yaitu Tutorial dengan Simulasi dan demostrasi praktek mandiri dan selanjutnya
dilakukan evaluasi dengan metode OSCE.
B. Tata Tertib Kepaniteraan Umum Keperawatan Medikal Bedah
Secara umum peserta Kepaniteraan Umum Wajib mengikuti Protokol Kesehatan
Praktik Laboratorium di Masa Pandemi Covid 19 Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Palu
1. Kehadiran/Presensi
a. Peserta dan pembimbing diharapkan hadir tepat waktu saat simulasi dan ujian
ketrampilan
b. Peserta menggunakan pakaian seragam yang rapid dan sopan,bagi laki-laki rambut
rapih dan tidak panjang.
c. Peserta wajib menggunakan jas laboratorium saat simulasi praktek mandiri dan
aktu evaluasi akhir.
d. Peserta tidak diperkenankan meninggalkan tempat praktek, tanpa seizing
pembimbing
e. Peserta harus mengikuti simulasi dan ujian praktek ketrampilan
f. Peserta yang tidak lulus ujian panum, wajib mengikuti ujian panum sampai
dinyatakan lulus
g. Peserta memperhatikan etika saat berada di lingkungan pendidikan yaitu
memperhatikan kesopanan, tata cara berkomunikasi, tidak menimbulkan
kegaduhan dan tidak menganggu ketertiban pada saat simulasi, praktek mandiri
dan saat ujian panum .
h. Peserta yang tidak menjaga etika selama kepanitraan umum berlangsung,akan
dikenakan sanksi yaitu mengulang ujian panum kembali.
i. Peerta yang merusak alat-alat laboratorium akan dikenakan sanksi yaitu menganti
alat laboratorium yang rusak.

3
2. Pelaksanaan
a. Pelaksanaan simulasi dilakukan selama 3 hari yang termasuk di dalamnya
kegiatan praktek mandiri
b. Ujian panum dilaksanakan 3 hari
c. Simulasi, praktek mandiri dan ujian panum dilaksanakan di laboratorium terpadu
Poltekkes Kemenkes Palu.
d. Waktu pelaksanaan simulasi, praktik mandiri dan ujian panum dilaksanakan pada
jam kerja dimulai 08.00 s/d 16.00 WITA
3. Evaluasi
a. Nilai batas lulus (NBL) ujian panum ≥ 75
b. Peserta yang tidak lulus ujian panum diberikan kesempatan untuk
memperbaiki/mengulang ujian pada hari yang ditentukan atau sesuai dengan
kesepakatan dengan pembimbing.
c. Peserta yang tidak lulus ujian panum sampai batas pelaksanaan ujian panum maka
dinyatakan belum dapat mengikuti program Ners, sampai dinyatakan lulus.
d. Peserta yang tidak mengikuti ujian dengan alasan sakit/ijin dan disertai dengan
surat keterangan yang dapat dipertanggung jawabkan, diberi kesempatan untuk
mengikuti ujian susulan pada bagian yang bersangkutan.

4
BAB III
JADWAL KEGIATAN KEPANITERAAN UMUM KEPERAWATAN MEDIKAL
BEDAH

A. Jadwal Tutorial Kepaniteraan Umum Keperawatan Medikal Bedah


Tabel :3.1. Jadwal Tutorial dan Mentoring Kepaniteraan Umum Keperawatan Medikal
Bedah
No. Hari/Tanggal Ketrampilan Mentoring
1. Senin, 7 September Perawatan kolostomi Bq Emy
2020 S.Kep.,Ners.,M.Kep
10.00-12.00
Senin, 7 September
2. 2020 Pemeriksaan saraf cranial Iwan, S.Kep.,Ns.,SH.,M.Kes
13.00-14.30
Senin, 7 September Supirno,
3. 2020 Hecting dan Hecting Up S.Kep.,Ns.,M.Kes.,M.Kep
14.30-16.00
Selasa 8 September Perawatan Luka Iwan, S.Kep.,Ns.,SH.,M.Kes
4. 2020
08.00-09.30
Selasa 8 September Pemberian Oksigen Sungkup Yulianus S. S.Kep.,Ners
5. 2020 dan Nasal Kanule, inhalasi M.Med.Ed
09.30-11.00
Selasa 8 September Pemasangan NGT Amyadin,S.KM
6. 2020 S.Kep.,Ns.,M.Si
13.00-14.30
Selasa 8 September Pemasangan Kateterisasi Ismunandar S.Kep.,Ners
7. 2020 wanita dan Pria M.Kes
14.30-16.00
Rabu, 9 September EKG dan Pengendalian infeksi I Wayan Supetran,
8. 2020 S.Kep.,Ners M.Kes
08.00-10.30
Rabu, 9 September Bladder Training Abdul Malik Lawira,
9. 2020 S.Kep.,Ners M.Kes
10.30-12.00
Rabu, 9 September Perawatan WSD Shanti Arifin S.Kep.,Ners
10. 2020 (CI ICU RSU Anutapura)
13.00-14.30
Rabu, 9 September Perawatan Trakeostomi Ni Luh Subudi S.Kep.,Ners
11. 2020 (CI ICU RSUD Undata)
14.30-16.00

5
B. Jadwal Ujian Panum
Tabel: 3.2 : Jadwal ujian Panum Keperawatan Medikal Bedah
Jadwal dan Tata cara ujian panum akan diumumkan tersendiri. Untuk Materi yang akan
diujiankan adalah :
1. Perawatan Kolostomi
2. Perawatan Luka
3. inhalasi
4. Pemasangan NGT
5. Pemasangan Kateterisasi wanita dan Pria
6. EKG
7. Perawatan WSD
8. Perawatan Trakeostomi

C. Peserta Kepaniteraan Umum Keperawatan Medikal Bedah


Tabel 3.3 : Daftar nama-nama Kelompok Kepaniteraan Umum Keperawatan Medikal
Bedah
NO NIM Nama
1 PO7120420001 MOHAMMAD HUSAIN TALANI
2 PO7120420002 AGUNG SAPUTRO
3 PO7120420003 AHMAD NADHIF MOODUTO
4 PO7120420004 AMALIA RIFDA ANWAR
5 PO7120420005 ANDI ASLIA ANDI NUR ALAM
6 PO7120420006 ARDIMANTO ALABIA
7 PO7120420007 ASRI
8 PO7120420008 CICIH YULISTIANA
9 PO7120420009 DANNY RIVALDIANSYAH MAPPA
10 PO7120420010 EKA PUTRI SAGITA R. ALULU
11 PO7120420011 FACHRI RAMADHANI
12 PO7120420012 FAIZAL W. HALID
13 PO7120420013 FARDIANTO
14 PO7120420014 FITRA RUM
15 PO7120420015 INDRAWATI MOHA
16 PO7120420016 JHEAN HELEN PONGSAPAN
17 PO7120420017 KARYANISA
18 PO7120420018 MARNI ABDURAHMAN ABDILAH
19 PO7120420019 MAUDY OCTHALIA
20 PO7120420020 MOHAMAD REZKA LADIKU
21 PO7120420021 MUCHLIS BIKI

6
22 PO7120420022 MUHAMAD RIZKY PUJI
23 PO7120420023 NANA LETSIANNA HUSAIN
24 PO7120420024 NING NIRMALA A PAKAYA
25 PO7120420025 NURUL MUTIA SALEH
26 PO7120420026 NURCHALISA PANIGORO
27 PO7120420027 RIYAN YUNUS
28 PO7120420028 SRI INDAH KOMALASARI
29 PO7120420029 SRI NOVRIANDA LAPASI
30 PO7120420030 SRI RIZKI SAMATOWA, S.TR. KEP
31 PO7120420031 SULASTRI DJAMA
32 PO7120420032 SUPRIYANTO HASAN
33 PO7120420033 TETY RAHMAWATY SUSISNO
34 PO7120420034 YULIUS KRISSANTO TEWONTO
35 PO7120420035 ZULKIFLIYANTO HONU
36 PO7120420036 MUKTIARAWANTI VEBRIANA

7
SKILL 1. PERAWATAN KOLOSTOMI

TRIGER KASUS

Seorang perempuan 38 tahun dengan diagnosa medis Adenoca.


Rektosigmoid T4NXM1 1/3 distal di rawat di ruang bedah sebuah rumah
sakit. Klien mengatakan tidak nafsu makan, mual (+), muntah (-), klien
merasa berat badannya menurun. Klien mengatakan kulit di area
selangkangan menghitam dan kering, terkadang nyeri di area tersebut.
Klien juga mengeluhkan dirinya sering bolak-balik ke kamar mandi untuk
BAK, klien bingung mengapa ia menjadi sering BAK. Klien mengeluhkan
sering BAB tiba-tiba dengan waktu yang tak teratur melalui lubang
kolostominya. Klien saat ini sedang mendapat terapi radiasi hari ke-20
dan kemoterapi oral hari pertama. Lakukan perawatan kolostomi pada
pasien tersebut

A. DEFINISI KOLOSTOMI
Definisi Kolostomi adalah pembuatan stoma atau lubang pada kolon atau usus besar
(Smeltzer & Bare, 2002). Melville & Baker (2010) mengatakan kolostomi merupakan
tindakan pembedahan untuk membuka jalan usus besar ke dinding abdomen anterior. Akhir
atau ujung dari usus besar yang dikeluarkan pada abdomen disebut sebagai stoma. Stoma itu
sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti mulut. Stoma bersifat basah, mengkilat dan
permukaannya berwarna merah, seperti membran mukosa pada oral. Stoma tidak memiliki
ujung syaraf sehingga tidak terlalu sensitif terhadap sentuhan ataupun nyeri. Akan tetapi
stoma kaya akan pembuluh darah dan mungkin dapat berdarah jika dilakukan pengusapan.
Hal ini termasuk normal, hanya perlu diwaspadai jika darah yang keluar terus menerus dan
dalam jumlah banyak.
Kolostomi memungkinkan pasien dengan kanker kolorektal melakukan proses eleminasi
BAB dengan lancar. Akan tetapi, berbeda dengan proses eliminasi normal, pasien tidak dapat
mengontrol pengeluaran feses. Feses yang keluar dari stoma akan ditampung pada kantung
kolostomi yang direkatkan pada abdomen. Pada awal pembedahan, konsistensi feses akan
nampak lebih cair, namun akan membaik secara bertahap hingga mencapai konsistensi yang
normal, sesuai dengan letak stoma pada kolon.

8
B. JENIS KOLOSTOMI
a. Loop Stoma atau transversal Loop stoma
Loop Stoma atau transversal Loop stoma merupakan jenis kolostomi yang dibuat dengan
membuat mengangkat usus ke permukaan abdomen, kemudian membuka dinding usus bagian
anterior untuk memungkinkan jalan keluarnya feses. Biasanya pada loop stoma selama 7
hingga 10 hari pasca pembedahan disangga oleh semacam tangkai plastik agar mencegah
stoma masuk kembali ke dalam rongga abdomen. Gambar 2.1 di bawah menunjukkan gambar
dari loop stoma.

b End Stoma End stoma


End Stoma End stoma merupakan jenis kolostomi yang dibuat dengan memotong usus dan
mengeluarkan ujung usus proksimal ke permukaan abdomen sebagai stoma tunggal. Usus
bagian distal akan diangkat atau dijahit dan ditinggalkan dalam rongga abdomen. Gambar 2.2
menunjukkan gambar dari end stoma.

c Fistula Mukus
Fistula Mukus Fistula mukus merupakan bagian usus distal yang dikeluarkan ke permukaan
abdomen sebagai stoma nonfungsi. Biasanya fistula mukus terdapat pada jenis stoma double

9
barrel dimana segmen proksimal dan distal usus di keluarkan ke dinding abdomen sebagai
dua stoma yang terpisah, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3 berikut.

d Tube Caecostomies
Stoma pada Tube Caecostomies bukan merupakan stoma dari kolon, karena kolon tidak
dikeluarkan hingga ke permukaan abdomen. Tipe kolostomi ini menggunakan kateter foley
yang masuk ke dalam sekum hingga ujung apendiks pasca operasi apendiktomi melalui
dinding abdomen. Kateter ini membutuhkan irigasi secara teratur untuk mencegah sumbatan.
Masalah Kesehatan yang Terjadi akibat Kolostomi

C. MASALAH KESEHATAN YANG TERJADI AKIBAT KOLOSTOMI


Masalah yang banyak terjadi pasca pembuatan kolostomi adalah iritasi pada kulit di sekitar
stoma (Smeltzer & Bare, 2002). Iritasi pada area kulit peristomal banyak terjadi terutama
pada lansia, disebabkan oleh lapisan epitel dan lemak subkutan yang semakin tipis karena
proses penuaan sehingga kulit menjadi semakin mudah mengalami iritasi (Smeltzer & Bare,
2002). Pada dasarnya, bahan pada kantong kolostomi yang menempel pada permukaan kulit
sudah didesain agar tidak menyebabkan iritasi pada kulit (WOCN, 2008). Ostomate (individu
yang memiliki stoma) dengan kulit yang sensitif mungkin membutuhkan tes skin patch jika
mengeluhkan adanya beberapa reaksi terhadap penempelan beberapa kantong kolostomi.
Gambar 2.4 menunjukkan gambar area kulit yang mengalami alergi terhadap pemasangan
kantong kolostomi.

10
Individu yang memiliki stoma memiliki resiko terkena infeksi Candida albicans yang biasa
dikenal sebagai infeksi ragi atau jamur (Eucomed, 2012). Hal ini dikarenakan kulit peristomal
memiliki karakteristik hangat, lembap dan tertutup (oleh kantong kolostomi) dimana
lingkungan ini kondusif terhadap pertumbuhan jamur. Kulit yang terkena infeksi ini akan
berubah menjadi kemerahan dan terasa gatal. Medikasi topical antifungal dapat dioleskan
pada area yang terkena infeksi. Gambar 2.5 menunjukkan gambar kulit peristomal yang
terkena infeksi Candida albicans.

Rasa gatal, panas dan seperti terbakar pada area penempelan kantong kolostomi
mengindikasikan adanya lecet, ruam ataupun infeksi pada kulit (WOCN, 2008). Hal
terpenting dalam pencegahan infeksi pada kulit adalah dengan melakukan perawatan kulit
peristomal dengan baik. Pemasangan kantong kolostomi yang sesuai dengan stoma
merupakan pencegahan utama terjadinya iritasi dan infeksi pada kulit. Skin barrier (dalam
bentuk salep ataupun bedak) dapat diberikan pada area peristomal 30 detik sebelum kantong
kolostomi ditempelkan pada kulit (Smeltzer & Bare, 2002).

Masalah lain yang biasa dikeluhkan oleh ostomate adalah pengeluaran gas dan bau dari
stoma, konstipasi dan diare (Eucomed, 2012). Pengeluaran gas dan bau pada stoma menjadi
masalah pada ostomate karena berbeda dengan pengeluaran melalui anus, pengeluarannya
melalui stoma tidak dapat dikontrol. Gas yang terdapat pada saluran pencernaan didapatkan
dari beberapa jenis makanan seperti makanan berpengawet, brokoli, kubis, jagung, timun,
bawang, dan lobak. Gas juga didapatkan dari menelan udara (secara tak sengaja) pada saat
berbicara, makan, merokok dan sebagainya (Eucomed, 2012). Oleh karena itu ostomate
dianjurkan untuk mengunyah makanan secara perlahan untuk meminimalkan udara yang
masuk. Bau pada gas atau feses yang dikeluarkan juga dapat diakibatkan oleh beberapa
makanan seperti telur, keju, ikan, bawang, dan kubis (Canada Care Medical, n.d). Konstipasi
dapat terjadi pada ostomate akibat diet yang tidak seimbang, serta intake makanan berserat

11
ataupun cairan yang kurang (Gutman, 2011). Apabila ostomate mengalami konstipasi maka
perlu peningkatan asupan makanan berserat seperti gandum, sayur dan buat, serta asupan
cairan. Hampton (2007) merekomendasikan minimal konsumsi 8-10 gelas air per hari, atau
1,5 hingga 2 liter air per hari (dapat termasuk teh, kopi ataupun jus). Melakukan aktivitas
fisik ringan seperti bersepeda, jogging juga dapat membantu meningkatkan pergerakan bowel
dan mengatasi konstipasi. Diare merupakan bertambahnya kompisisi cairan pada feses
disertai dengan frekuensi BAB yang meningkat dari kebiasaan normal individu (Eucomed,
2012). Akibat dari diare adalah hilangnya cairan dan elektrolit pada tubuh indvidu. Diare
umumnya terjadi pada pasien dengan ileostomi namun dapat terjadi juga pada klien dengan
kolostomi. Individu dengan pembuatan stoma di kolon asenden dan transversal akan
mengalami perubahan konsistensi feses seperti diare, namun hal ini normal karena
penyerapan air pada kolon asenden dan transversal masih minimal. Penatalaksanaan diare,
seperti halnya konstipasi, meliputi manajemen diet. Pada saat diare terjadi, individu akan
beresiko kehilangan banyak kalium, sehingga butuh asupan makanan mengandung kalium
seperti pisang, jeruk, tomat, ubi, kentang, dan gandum (Canada Care Medical, n.d).

Asuhan Keperawatan Pasien dengan Kolostomi


a Perawatan Kolostomi
Kolostomi akan mulai berfungsi optimal sekitar 3-6 hari pasca pembedahan (Smeltzer &
Bare, 2002). Perawatan kolostomi yang rutin akan dilakukan oleh pasien ataupun care giver
baik di rumah sakit ataupun di rumah ialah mengganti kantong kolostomi dan membersihkan
stoma. Kantong kolostomi adalah wadah untuk menampung feses yang keluar dari stoma.
Kantong kolostomi dibuat dari material disposable atau digunakan hanya sekali, lalu dibuang.
Jenis kantong kolostomi saat ini cukup beragam. Kantong kolostomi yang biasa digunakan
ialah kantong kolostomi one-piece tertutup yang jika terisi harus segera dibuang dan diganti.
Kantong kolostomi one-piece drainable memungkinkan pasien untuk membuang feses yang
ada dalam kantong dengan membuka lubang yang ada di bawah kantong, seperti yang terlihat
pada gambar 2.11 berikut.

12
Perawatan kolostomi yang pertama ialah cara mengganti kantong kolostomi dan
membersihkan area stoma. Kantong kolostomi sebaiknya dikosongkan atau diganti ketika
kantong sudah terisi 1/3 bagian agar pasien tetap nyaman dengan kantong kolostominya.
Kantong kolostomi yang dapat dikosongkan, dibersihkan dan digunakan kembali adalah jenis
kantong kolostomi two-piece system atau kantong yang memiliki lubang drainase di
bawahnya. Truven Health Analytics Inc. (2012) memaparkan, kantong kolostomi harus
dikosongkan jika sudah 1/3 atau 1/2 penuh. Kantong kolostomi yang penuh akan menjadi
berat dan dapat merusak perlengketan kantong kolostomi dengan kulit abdomen, selain itu
kantong akan beresiko untuk robek atau rusak karena beban dalam kantong meningkat.
Kantong kolostomi yang penuh juga akan membuat benjolan di balik pakaian dan dapat
mengganggu penampilan. Kantong kolostomi drainable dapat dikosongkan dengan menekan
bagian bawah kantong, kemudian mengeluarkan feses langsung ke dalam toilet. Kemudian
kantong dapat dibersihkan atau dibilas meskipun Truven Health Analytics Inc mengatakan
hal ini tidak begitu penting untuk dilakukan. Gambar 2.12 menunjukkan cara mengosongkan
kantong kolostomi.

13
Burch (2008) dalam Burch (2013) menyatakan mayoritas pasien dengan kolostomi mengganti
kantong kolostominya 3 kali sehari hingga 3 kali seminggu, dengan rata-rata penggantian
kolostomi secara rutin selama satu hari sekali. Ketika akan mengganti dengan kantong yang
baru, perhatikan ukuran dari lubang kantong kolostomi. Ukuran lubang kantong kolostomi
harus sesuai dengan stoma, beri kelonggaran sekitar 1/8 inci atau sekitar 0,3 cm (Canada Care
Medical, n.d). Penggantian kantong kolostomi dimulai dengan melepaskan perlekatan
kantong kolostomi dengan kulit abdomen secara perlahan sambil sedikit menekan kulit
abdomen yang menempel dengan kantong, kemudian bersihkan stoma. Stoma dibersihkan
dengan air, jika ingin menggunakan sabun, gunakan sabun yang tidak mengandung minyak
ataupun parfum karena dapat mengiritasi (Truven Health Analytics Inc, 2012). Kulit di
sekitar stoma harus dijaga agar tetap kering. Perawatan kolostomi erat kaitannya dengan
perawatan kulit.
Perawatan kulit di sekitar stoma dilakukan bersamaan dengan penggantian kantong
kolostomi. Beberapa orang menggunakan air hangat saat melepaskan kantong stoma dari
kulit abdomen, agar lebih mudah dan nyaman pada kulit. Terkadang kulit akan terlihat
kemerahan atau lebih gelap segera setelah perekat kantong kolostomi dilepaskan, namun akan
segera normal beberapa menit (WOCN Society, 2008). Hal ini dimungkinkan karena terjadi
penekanan pada area kulit selama kantong terpasang, atau kantong kolostomi dilepaskan
secara cepat dari kulit abdomen. Pasien ataupun care giver dapat sekaligus mengobservasi
stoma setiap mengganti kantong kolostomi. Stoma yang normal akan terlihat merah atau pink
terang, lembap, tidak mengerut dan tampak seperti membran mukosa oral (Borwell, 2011).
Stoma normal akan memiliki produksi feses, tidak ada sumbatan serta tidak ada nyeri. Stoma
yang tidak sehat atau mengalami nekrosis ditunjukkan dengan warna hitam atau biru

14
kehitaman. Permukaan stoma yang tidak sehat akan tampak kering, terdapat darah yang terus
keluar, stoma menonjol atau masuk ke dalam sebanyak 5 cm, ujung stoma mengerut, sedikit
atau tidak ada produksi feses dan terdapat nyeri pada area stoma. Hal lain yang perlu
diperhatikan dalam perawatan kolostomi ialah terkait perubahan eliminasi BAB. Pasien
dengan kolostomi tidak dapat mengontrol BAB sehingga akan beresiko mengalami gangguan
eliminasi BAB. Tindakan perawatan yang dapat dilakukan adalah irigasi kolostomi. Irigasi
kolostomi merupakan suatu cara untuk mengeluarkan isi kolon (feses), yang dilakukan secara
terjadwal dengan memasukkan sejumlah air dengan suhu yang sama dengan tubuh (hangat)
(Putri, 2011). Irigasi memungkinkan pasien untuk menjadwalkan pengeluaran feses dari
stomanya. Pergerakan bowel baiknya dalam keadaan regular dan bebas dari masalah saat
akan dilakukan irigasi kolostomi. Irigasi kolostomi tidak dapat dilakukan bila pasien
mengalami iritasi pada ususnya, prolaps stoma, hernia peristomal ataupun komplikasi stoma
lainnya (Putri, 2011). Irigasi stoma juga tidak dapat dilakukan pada stoma yang terdapat pada
kolon asenden dan tranversal.

15
Melakukan Perawatan Kolostomi

1. Pengertian
Adalah menjaga higienitas dengan mengosongkan kantung kolostomi dan
membersihkan lokasikolostomi secara teratur
2. Tujuan
a. Mencegah kebocoran
b. Mencegah ekskoriasi kulitdan stoma
c. Memantau stoma dan kulit sekitarnya
d. Mengajarkan pasien dan keluarganya mengenai cara perawatan kolostomi dan
kantung penampungnya
3. Indikasi
Dilakukan pada pasien yang terpasang kolostomi
4. Persiapan alat
a. Perlak
b. Sarung tangan bersih
c. Korentang
d. Bak instrumen (kassa, 2 pinset anatomis dan cirurgis)
e. Katung kolostomi dengan klem
f. Panduan ukuran stoma
g. salep zinc oksida/stomahesive
h. Nacl 0,9%
i. Pispot dengan penutup
j. Masker
k. Kresek/tempat pembuangan kantong kolostomi
l. Bengkok
m. Tissue

16
PERAWATAN KOLOSTOMI
Nama Mahasiswa :
NIM :

No Aspek yang dinilai NILAI


1 2 3 4
Tahap pra interaksi
1 Periksa instruksi dokter dan rencana asuhan keperawatan
2 Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
3 Menyiapkan peralatan
4 Menyiapkan peralatan disamping tempat tidur pasien:
a. Perlak
b. Sarung tangan bersih
c. Korentang
d. Bak instrumen (kassa, 2 pinset anatomis dan cirurgis)
e. Katung kolostomi dengan klem
f. Panduan ukuran stoma
g. salep zinc oksida/stomahesive
h. Nacl 0,9%
i. Pispot dengan penutup
j. Masker
k. Kresek/tempat pembuangan kantong kolostomi
l. Bengkok
m. Tissue
Tahap orientasi
5 Berikan salam, panggil klien dengan namanya
6 Jelaskan tujuan tindakan dan prosedur pada klien
7 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
8 Tahap kerja
Menutup pintu dan sampiran
9 Dekatkan peralatan
10 Cuci tangan dan pakai sarung tangan
11 Pasang perlak,buka pakaian yang menutupi kantong
kolostomi
12 Dekatkan bengkok, kresek dan pispot
13 Kosongkan kantung yang sudah terisi sebagian kedalam
pispot bila kantung tersebut mempunyai saluran
pembuangan
14 Lepas kantung secara perlahan mulai dari bagian atas sambil
mengencangkan kulit perut. Jika ada tahanan, gunakan air
hangat atau zat anti perekat untuk memudahkan pelepasan
15 Gunakan kertas tissue untuk mengangkat sisa feses dari
stoma. Tutup stoma dengan kasa
16 Periksa tampilan kulit disekitar stoma dan stoma itu sendiri.
Stoma berwarna pink kemerahan dan agak basah dianggap

17
normal
17 Bersihkan dan keringkan kulit disekitar stoma dan stoma
secara perlahan dengan menggunakan Nacl 0,9%.
18 Mengukur stoma dengan panduan ukuran stoma

19 Oleskan pelindung kulit jenis pasta (zinc


oksida)/stomahesive dan biarkan pasta mengering selama 1-
2 menit
20 Letakkan kasa melingkari/menutupi stoma
21 Tempelkan pelindung kulit dan kantung stoma secara
bersamaan:
a. Gunakan gunting untuk memotong lubang 3 mm
lebih besar dari stoma
b. Lepaskan bagian belakang pelapis kulit untuk
memaparkan bagian yang lengket
c. Angkat kasa yang menutupi stoma
d. Rekatkan pelapis kulit dan kantong pada stoma dan
tekan ke kulit secara perlahan sambil meratakan
kerutan. Tahan kantung pada tempatnya selama 5
menit.
22 Tutup kantung bila ada saluran keluarnya dengan cara
melipat ujungnya ke arah atas dan gunakan klem atau
penjepit sesuai petunjuk pabrik pembuatnya
23 Buang pada tempatnya peralatan yang sudah terpakai, buang
sarung tangan dan cuci tangan
24 Catat penampakan stoma, kondisi kulit disekitar stoma, dan
reaksi pasien terhadap prosedur.
25 Alat-alat dibereskan
Tahap terminasi
26 Beri re inforcement kepada pasien
27 Kaji evaluasi respon pasien
28 Dokumentasi catat prosedurnya dalam catatan perawat

1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan


2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat
4 = Melakukan dengan tep

Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75


Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)
NILAI =

18
Palu,..................................2020

Mahasiswa/Peserta Pembimbing/ Penguji

(……………………………………..) (…………………………………………)

19
PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL

TRIGER KASUS

1. Seorang laki-laki 50 tahun dirawat di ruang neurologi karena


mengalami stroke. Lakukan pemeriksaan saraf kranial pada pada
pasien tersebut !
2. Seorang pasien perempuan berusia 20 tahun di rawat di ruang
neurologi dengan keluhan sakit kepala yang disertai kejang. Hasil
pengkajian GCS 12, gelisah, sering menjambak rambutnya dan
mengatakan nyeri, skala 7 (0-10). TD 120/90 mmhg , frekuensi nadi
110x/menit, frekuensi napas 25x/menit, suhu 37,8 derajat celcius.
Pasien direncanakan untuk menjalani lumbal punktie. Lakukan
pemeriksaan reflek utama pada pasien tersebut !

12 SARAF KRANIAL
SARAF KOMPONEN FUNGSI
KRANIAL
I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Motorik Mengangkat Kelopak Mata atas Konstriksi Pupil
Okulomotorius
IV Trokrealis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan
mengunyah) gerakan rahang ke lateral
Sensorik Kulit wajah, dua pertiga depan kulit kepala, mukosa
mata, mukosa hidung dan rongga mulut, lidah dan
gigi. Refleks kornea atau reflex mengedip.
Saraf Kranial V, respons motorik melalui saraf
cranial VII
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi (rasa
manis, asam, dan asin)
VIII Cabang Sensorik Keseimbangan
Vestibulokoklearis
Cabang Koklearis Sensorik Pendengaran
IX Glosofaringeus Motorik Faring, menelan, reflex muntah, visera abdomen

20
Faring, lidah Posterior, termasuk rasa pahit
Sensorik
X Vagus Motorik Faring, menelan, reflex muntah, fonasi, visera
Abdomen
Sensorik Faring, laring reflex muntah, visera leher, toraks,
dan abdomen
XI Asesorius Motorik Oternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot
trapezius pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan Lidah

21
PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
NAMA :..............................................................
NIM :.................................................................
NILAI
ASPEK YANG DI NILAI

1 2 3 4
Tahap prainteraksi
1. Periksa catatan perawatan dan catatan medis
pasien
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
3. Persiapan alat :
a) Bahan bau-bauan : Kopi, tembakau, jeruk,
minyak kayu putih
b) Snellen card
c) Lampu senter
d) Kapas halus
e) Bahan Perasa : Garam, gula, jeruk
f) Garpu tala
g) Spatel Lidah
h) Penutup mata
Tahap orientasi
4) Beri salam dan panggil pasien dengan nama yang di
sukai
5) Jelaskan kepada pasien tentang tujuan dan prosedur
tindakan yang akan di lakukan
6) Berikan kesempatan kepada pasien atau keluarga
untuk bertanya sebelum tindakan di mulai
7) Tanyakan keluhan dan kaji gejala spesifik yang ada
pada pasien lalu, pasang sampiran.
Tahap Kerja
8) Nervus Olfaktorius (Pembau)
Anjurkan klien menutup mata dan uji satu
persatu lubang hidung klien dan anjurkan klien
untuk mengidentifikasi perbedaan bau yang
diberikan.
9) Nervus Optikus (Penglihatan)
Menggunakan snellen card pada jarak 5-6 meter
dan bila perlu periksa luas pandang klien dengan
menjalankan .ebuah benda yang bersinar dari
samping belakang dan depan (kiri kanan) dan
dari atas ke bawah.
10) Nervus Oculomotorius
Tatap mata klien dan anjurkan klien untuk

22
menggerakkan mata dari dalam ke luar. Dengan
lampu senter uji reaksi pupil dengan memberikan
rangsangan sinar.
11) Nervus Troklearis (gerakan bola mata)
Anjurkan klien melihat ke bawah dan ke
samping (kiri kanan) dengan menggerakkan
tangan pemeriksa.
12) Nervus Trigeminus (sensasi kulit wajah)
1. Cabang dari Optalmikus
Anjurkan klien melihat ke atas, dengan
menggunakan kapas halus sentuhkan kapas
halus sentuhkan pada kornea (perhatikan
reflek berkedip klien). Untuk sensasi kulit
wajah gunakan kapas dan usapkan pada dahi.
2. Cabang dari Maksilaris
Gunakan kapas sentuhkan pada wajah klien.
3. Cabang Mandibularis
Anjurkan klien untuk menggerakkan/
mengatupkan rahangnya dan menggerakkan
giginya.
13) Nervus Abdusen (Gerakan bola mata ke
samping)
Anjurkan klien melirik ke samping kanan/kiri
dengan bantuan tangan perawat.
14) Nervus Facialis
Anjurkan klien untuk tersenyum, mengangkat
alis, mengerutkan dahi. Lihat kesimetrisan. Dan
dengan menggunakan garam, gula uji rasa 2/3
lidah depan klien, dengan cara anjurkan klien
menutup mata dan tempatkan bahan tadi pada
ujung dan sisi lidah, minta klien
mengidentifikasikan rasa tersebut.
15) Nervus Auditorius
Gunakan garpu tala untuk menguji pendengaran
klien. Untuk menguji keseimbangan anjurkan
klien untuk berdiri (bila mampu) dan menutup
mata beberapa detik, perhatikan keseimbangan
klien.
16) Nervus Glosofaringeal (menelan, gerakan lidah,
lidah rasa depan)
Anjurkan klien berkata ―AH‖ untuk melihat
reflek, anjurkan klien untuk menggerakkan lidah
dari sisi ke sisi, atas ke bawah secara berulang.
Untuk uji rasa sama seperti di atas .
17) Nervus Vagus (Sensasi faring, laring, menelan
dan gerakan pita suara)
Perhatikan dengan pemeriksaan nervus IX,
perhatikan adanya perubahan suara, lihat

23
pergerakan palatum dan faringeal.
18) Nervus Accesorius (Gerakan kepal dan bahu)
Anjurkan klien untuk menggeleng dan menoleh
ke kiri kanan, anjurkan klien mengangkat salah
satu bahunya ke atas dan di beri tekanan pada
bahu tersebut untuk mengetahui kekuatannya.
19) Nervus Hypoglosal (Tonjolan lidah)
Anjurkan klien untuk menjulurkan dan
menonjolkan liidah pada garis tengah, kemudian
dari sisi kiri.
20) Bereskan alat-alat
Tahap Terminasi
21) Beri reinforcement kepada pasien/keluarga
22) Kaji evaluasi respon pasien
23) Dokumentasi catat prosedurnya dalam catatan
perawat
Dimensi Respon
1) Melakukan tindakan dengan sistematis.
2) Komunikatif dengan klien.
3) Percaya diri.

1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan


2 = Melakukan, tetapi tidak tepat NILAI =
3 = Melakukan, mendekati tepat
4 = Melakukan dengan tepat
Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75
Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)

Palu,..................................2020

Mahasiswa/Peserta Pembimbing/ Penguji

(……………………………………..) (…………………………………………)

24
PEMBERIAN OKSIGEN MELALUI NASAL KANUL DAN SUNGKUP

TRIGER KASUS

Seorang laki laki berusia 40 tahun dibawa ke UGD dengan keluhan:


nyeri dada karakteristik seperti ditusuk, ditekan dan berpindah
pindah, banyak keringat, pasien mempunyai riwayat MCI. Hasil
pemeriksaan fisik; TD 90/60 mmHg, frekuensi nadi 96x/menit, Suhu
38.0 C frekuensi napas 26x/ menit tidak teratur. Lakukanlah salah
satu terapi yaitu pemberian oksigen pada kasus tersebut !

Seorang laki – laki berumur 60 tahun dengan diagnosa medis efusi


Materi pleura. Hasil pengkajian pasien mengeluh sesak nafas, nyeri dada
area kiri saat batuk. Saat ini pasien dalam posisi fowler dan akan
diberikan oksigen dengan nasal kanul.Perawat sudah mendekatkan
alat – alat dan lubang hidung telah dibersihkan. Apakah langkah
prosedur selanjutnya pada kasus tersebut?

MATERI
Definisi Terapi Oksigen (O2)
Terapi oksigen (O2) merupakan suatu intervensi medis berupa upaya pengobatan dengan
pemberian oksigen (O2) untuk mencegah atau memerbaiki hipoksia jaringan dan
mempertahankan oksigenasi jaringan agar tetap adekuat dengan cara meningkatkan masukan
oksigen (O2) ke dalam sistem respirasi, meningkatkan daya angkut oksigen (O2) ke dalam
sirkulasi dan meningkatkan pelepasan atau ekstraksi oksigen (O2) ke jaringan.
Indikasi Terapi Oksigen (O2)
Terapi oksigen (O2) dianjurkan pada pasien dewasa, anak-anak dan bayi (usia di atas satu
bulan) ketika nilai tekanan parsial oksigen (O2) kurang dari 60 mmHg atau nilai saturasi
oksigen (O2) kurang dari 90% saat pasien beristirahat dan bernapas dengan udara ruangan.
Pada neonatus, terapi oksigen (O2) dianjurkan jika nilai tekanan parsial oksigen (O2) kurang
dari 50 mmHg atau nilai saturasi oksigen (O2) kurang dari 88%. Terapi oksigen (O2)
dianjurkan pada pasien dengan kecurigaan klinik hipoksia berdasarkan pada riwayat medis

25
dan pemeriksaan fisik. Pasien-pasien dengan infark miokard, edema paru, cidera paru akut,
sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), fibrosis paru, keracunan sianida atau inhalasi
gas karbon monoksida (CO) semuanya memerlukan terapi oksigen (O2).
Teknik Pemberian Terapi Oksigen (O2)
Cara pemberian terapi oksigen (O2) dibagi menjadi dua jenis, yaitu (1) sistem arus rendah
dan (2) sistem arus tinggi. Pada sistem arus rendah, sebagian dari volume tidal berasal dari
udara kamar. Alat ini memberikan fraksi oksigen (O2) (FiO2) 21%-90%, tergantung dari
aliran gas oksigen (O2) dan tambahan asesoris seperti kantong penampung. Alat-alat yang
umum digunakan dalam sistem ini adalah: nasal kanul, nasal kateter, sungkup muka tanpa
atau dengan kantong penampung dan oksigen (O2) transtrakeal. Alat ini digunakan pada
pasien dengan kondisi stabil, volume tidalnya berkisar antara 300-700 ml pada orang dewasa
dan pola napasnya teratur. Pada sistem arus tinggi, adapun alat yang digunakan yaitu sungkup
venturi yang mempunyai kemampuan menarik udara kamar pada perbandingan tetap dengan
aliran oksigen sehingga mampu memberikan aliran total gas yang tinggi dengan fraksi
oksigen (O2) (FiO2) yang tetap. Keuntungan dari alat ini adalah fraksi oksigen (O2) (FiO2)
yang diberikan stabil serta mampu mengendalikan suhu dan humidifikasi udara inspirasi
sedangkan kelemahannya adalah alat ini mahal, mengganti seluruh alat apabila ingin
mengubah fraksi oksigen (O2) (FiO2) dan tidak nyaman bagi pasien.

Alat Terapi Oksigen (O2) Arus Rendah


a. Nasal kanul dan nasal kateter.
Nasal kanul dan nasal kateter merupakan alat terapi oksigen (O2) dengan sistem arus rendah
yang digunakan secara luas. Nasal kanul terdiri dari sepasang tube dengan panjang + dua cm
yang dipasangkan pada lubang hidung pasien dan tube dihubungkan secara langsung menuju
oxygen flow meter. Alat ini dapat menjadi alternatif bila tidak terdapat sungkup muka,
terutama bagi pasien yang membutuhkan konsentrasi oksigen (O2) rendah oleh karena
tergolong sebagai alat yang sederhana, murah dan mudah dalam pemakaiannya. Nasal kanul
arus rendah mengalirkan oksigen ke nasofaring dengan aliran 1-6 liter/ menit dengan fraksi
oksigen (O2) (Fi-O2) antara 24-44%. Aliran yang lebih tinggi tidak meningkatkan fraksi
oksigen (O2) (FiO2) secara bermakna diatas 44% dan dapat mengakibatkan mukosa
membran menjadi kering. Adapun keuntungan dari nasal kanul yaitu pemberian oksigen (O2)

26
yang stabil serta pemasangannya mudah dan nyaman oleh karena pasien masih dapat makan,
minum, bergerak dan berbicara.
Walaupun nasal kanul nyaman digunakan tetapi pemasangan nasal kanul dapat menyebabkan
terjadinya iritasi pada mukosa hidung, mudah lepas, tidak dapat memberikan konsentrasi
oksigen (O2) lebih dari 44% dan tidak dapat digunakan pada pasien dengan obstruksi
nasal.3,4,9 Nasal kateter mirip dengan nasal kanul di mana sama-sama memi-liki sifat yang
sederhana, murah dan mudah dalam pemakaiannya serta tersedia dalam berbagai ukuran
sesuai dengan usia dan jenis kelamin pasien. Untuk pasien anak-anak digunakan kateter
nomor 8-10 F, untuk wanita digunakan kateter nomor 10-12 F dan untuk pria digunakan
kateter nomor 12-14 F. Fraksi oksigen (O2) (FiO2) yang dihasilkan sama dengan nasal kanul.

b. Sungkup muka tanpa kantong penampung.


Sungkup muka tanpa kantong penampung merupakan alat terapi oksigen (O2) yang terbuat
dari bahan plastik di mana penggunaannya dilakukan dengan cara diikatkan pada wajah
pasien de ngan ikat kepala elastis yang berfungsi untuk menutupi hidung dan mulut. Tubuh
sungkup berfungsi sebagai penampung untuk oksi-gen (O2) dan karbon dioksida (CO2) hasil
ekspirasi. Alat ini mam-pu menyediakan fraksi oksigen (O2) (FiO2) sekitar 40-60% dengan
aliran sekitar 5-10 liter/ menit. Pada penggunaan alat ini, direkomendasikan agar aliran
oksigen (O2) dapat tetap dipertahankan sekitar 5 liter/ menit atau lebih yang bertujuan untuk
mencegah karbon dioksida (CO2) yang telah dikeluarkan dan tertahan pada sungkup untuk
terhirup kembali.
Adapun keuntungan dari penggunaan sungkup muka tanpa kantong penampung adalah alat
ini mampu memberikan fraksi oksigen (O2) (FiO2) yang lebih tinggi daripada nasal kanul
ataupun nasal kateter dan sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup
berlubang besar sedangkan kerugian dari alat ini yaitu tidak dapat memberikan fraksi oksigen
(O2) (FiO2) kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan karbon dioksida (CO2) jika
aliran oksigen (O2) rendah dan oleh karena penggunaannya menutupi mulut, pasien
seringkali kesulitan untuk makan dan minum serta suara pasien akan teredam. Sungkup muka
tanpa kantong penampung paling cocok untuk pasien yang membutuhkan fraksi oksigen (O2)
(FiO2) yang lebih tinggi daripada nasal kanul ataupun nasal kateter dalam jangka waktu yang
singkat, seperti terapi oksigen (O2) pada unit perawatan pasca anestesi. Sungkup muka tanpa

27
kantong penampung sebaiknya juga tidak digunakan pada pasien yang tidak mampu untuk
melindungi jalan napas mereka dari resiko aspirasi.

MEMBERIKAN OKSIGEN MELALUI NASAL KANUL


Nama Mahasiswa :
NIM :
No Nilai
ASPEK YANG DINILAI 1 2 3 4
FASE PRAINTERAKSI
1. Periksa catatan perawatan dan catatan medis pasien
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
3 PERSIAPAN ALAT
a) Tabung oksigen lengkap dengan manometer, dan sarung tabung
oksigen
b) Flow meter (pengukur aliran)
c) Humidifer (yang sudah di isi dengan aquades)
d) Selang oksigen
e) Tanda ―dilarang merokok‖
f) Sarung tangan bersih
PERSIAPAN LINGKUNGAN
4 Jaga privasi pasien
FASE ORIENTASI
PERSIAPAN PASIEN
5 Perkenalan
6 Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan di lakukan
7 Beri pasien posisi fowler di tempat tidur atau posisi duduk di
kursi, sampai pasien merasa nyaman
FASE KERJA
8 Mencuci tangan
9 Gunakan sarung tangan
10 Sambung kanule ke selang oksigen dari humidifier
11 Putar tombol flow meter sampai kecepatan yang diprogramkan
dan mencoba aliran pada kulit muka melalui ujung selang
12 Masukkan cabang kanule dalam lubang hidung pasien ± 1-2 cm
dan kaitkan tali dibelakang telinga pasien, lalu rapatkan pengatur
selang oksigen di bawah dagu pasien
13 Minta pasien untuk setiap menarik napas melalui hidung
14 Menanyakan pada pasien apakah sesaknya berkurang atau tidak
15 Mengobservasi status pernapasan pasien
16 Memberitahukan pasien bahwa tindakan sudah selesai
17 Rapikan alat dan pasien
18 Lepaskan sarung tangan
19 Menjelaskan pada pasien dan keluarga:

28
a. Tidak boleh merokok di lingkungan pasien
b. Tidak boleh merubah flow meter
c. Segera lapor jika ada reaksi sesak bertambah atau pasien
gelisah
20 Mencuci tangan
21 Dokumentasi
FASE TERMINASI
22 Beri re Inforcement kepada pasien
23 Kaji evaluasi respon pasien
24 Menyampaikan rencana tindak lanjut dengan pasien
25 Membuat kontrak yang akan datang: Waktu, tempat, topic
26 Mengakhiri kegiatan dengan berpamitan
SIKAP
27 Melakukan tindakan dengan sistematis
28 Komunikatif dengan pasien
28 Percaya diri

TOTAL NILAI

Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat NILAI =
4 = Melakukan dengan tepat

Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75


Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)

Palu,..................................2020

Mahasiswa/Peserta Pembimbing/ Penguji

(……………………………………..) (…………………………………………)

29
PEMBERIAN OKSIGEN MENGGUNAKAN METODE SUNGKUP (MASK
METHOD)

Nama Mahasiswa :
NIM :
Nilai
No Aaspek yang dinilai 1 2 3 4
Tahap prainteraksi
1 Periksa catatan perawatan dan catatan medis pasien
2 Kaji kebutuhan pasien akan bantuan oksigen
3 Siapkan peralatan dan susun di atas troli
 Sumber oksigen
 Sungkup (sederhana dengan alat aliran tinggi
adaptor venturi dengan ukuran yang sesuai)
 Pelembab udara dengan air destilasi
 Alat pengatur aliran oksigen
 Kain kasa
 Tanda ―dilarang merokok‖
4 Eksplorasi dan validasi perasaan pasien
Tahap orientasi
5 Beri salam dan panggil pasien dengan nama yang di sukai
6 Jelaskan kepada pasien tentang tujuan dan prosedur
tindakan yang akan di lakukan
7 Berikan kesempatan kepada pasien atau keluarga untuk
bertanya sebelum tindakan di mulai
8 Tanayakan keluhan dan kaji gejala spesifik yang ada pada
pasien lalu, pasang sampiran.
Tahap kerja

9 Atur aliran oksigen sesui dengan kecepatan yang di


butuhkan. Observasi alat humidifikasi dengan melihat air
yang bergelembung
10 Pastikan volume air pada tabung pelembab sesuai
ketentuan
11 Atur posisi pasien pada posisi semi fowler atau sesuai
kondisi pasien
12 Hubungkan slang dari kanula ke tabung pelembab
13 Pastikan oksigen keluar dari masker oksigen
14 Tempatkan masker pada wajah, di atas mulut dan hidung
pasien. Gunakan tali elastis agar masker tidak lepas

30
15 Gunakan bantalan elastis untuk mengurangi iritasi pada
telinga dan belakang kepala.
16 Atur aliran oksigen sesui dengan kecepatan yang di
butuhkan. Observasi alat humidifikasi dengan melihat air
yang bergelembung
17 Pastikan volume air pada tabung pelembab sesuai
ketentuan
18 Atur posisi pasien pada posisi semi fowler atau sesuai
kondisi pasien
19 Hubungkan slang dari kanula ke tabung pelembab
20 Pastikan oksigen keluar dari masker oksigen
21 Tempatkan masker pada wajah, di atas mulut dan hidung
pasien. Gunakan tali elastis agar masker tidak lepas
22 Gunakan bantalan elastis untuk mengurangi iritasi pada
telinga dan belakang kepala.
23 Atur aliran oksigen sesui dengan kecepatan yang di
butuhkan. Observasi alat humidifikasi dengan melihat air
yang bergelembung
24 Pastikan volume air pada tabung pelembab sesuai
ketentuan
25 Atur posisi pasien pada posisi semi fowler atau sesuai
kondisi pasien
26 Hubungkan slang dari kanula ke tabung pelembab
27 Pastikan oksigen keluar dari masker oksigen
28 Tempatkan masker pada wajah, di atas mulut dan hidung
pasien. Gunakan tali elastis agar masker tidak lepas
Tahap terminasi
29 Tanyakan perasaan pasien setelah dilakukanya tindakan
30 Simpulkan hasil prosedur yang di lakukan
31 Rapikan peralatan dan cuci tangan
32 Dokumentasikan tindakan yang di lakukan (jenis, alat
oksigenasi dan jumlah pemberian) serta hasilnya
33 Lakukan observasi setiap 6 – 8 jam
SIKAP
33 Melakukan tindakan dengan sistematis
34 Komunikatif dengan pasien
35 Percaya diri

Total Nilai
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat NILAI =
4 = Melakukan dengan tepat

Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75


Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100

31
Palu,..................................2020

Mahasiswa/Peserta Pembimbing/ Penguji

(……………………………………..) (…………………………………………)

(Jumlah aspek ….. x 4)

32
PENGENDALIAN INFEKSI
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGENDALIAN INFEKSI (SCRUBBING, GOWNING, GLOVING)

Perawat mempunyai peranan yang penting dalam meminimalkan terjadinya infeksi serta
penyebaran infeksi yaitu dengan cara melaksanakan tekhnik aseptic. Aseptik merupakan
suatu keadaan dimana tidak adanya pathogen penyebab terjadinya suatu penyakit. Tekhnik
Aseptik dilakukan untuk menjaga klien terbebas dari mikroorganisme. Ada dua tipe :
1. Medikal Asepsis (teknik bersih)
a. Meliputi prosedur yang dilakukan untuk menurunkan dan mencegah penyebaran
mikroorganisme.
b. Tindakan yang termasuk dalam teknik bersih adalah : cuci tangan, mengganti
linen.
c. Pada tekhnik bersih, suatu area dikatakan terkontaminasi jika diwaspadai/ terdapat
pathogen. Misalnya : bedpan yang telah di pakai, lantai, kasa yang basah.
2. Surgical Asepsis (teknik steril)
a. Prosedur yang dilakukan untuk meniadakan mikroorganisme dari suatu area
b. Tindakan yang termasuk adalah tekhnik steril adalah : sterilisasi
c. Pada tekhnik steril, suatu area dikatakan tidak steril jika tersentuh benda yang
tidak steril. Misalnya : sarung tangan bagian luar tersentuh tangan, alat steril
tersentuh tangan.

SCRUBBING ( CUCI TANGAN)


Cuci tangan merupakan tindakan yang penting untuk dilakukan dengan tujuan
mencegah mikroorganisme baik dari perawat ke klien maupun klien ke perawat.

Pelaksanaan cuci tangan tergantung pada :


1. Intensitas/ frekuensi kontak dengan klien dan bahan yang terkontaminasi

33
2. Tingkat/ jumlah kontaminasi yang akan terjadi
3. Ketahuan klien dan tim kesehatan terhadap infeksi

Cuci tangan harus dilakukan pada saat :


1. Awal mulai shift
2. Sebelum dan sesuadah kontak dengan pasien
3. Sebelum melakukan prosedur invasif
4. Sebelum dan sesudah melakukan perawatan luka
5. Setelah kontak dengan cairan tubuh, meskipun sudah menggunakan sarung tangan
6. Setelah selesai shift, sebelum pulang
GLOVING ( Memakai sarung tangan )
Sarung tangan digunakan untuk mencegah terjadinya transmisi pathogen baik secara
langsung maupun tidak langsung. Penggunaan sarung tangan menurut Center For Disease
Control and Prevention (CDC) akan menurunkan :
1. Kemungkinan terjadinya kontak dengan mikroorganisme yang infeksius
2. Resiko penyebaran flora endogen dari perawat ke klien
3. Resiko Penyebaran mikroorganisme dari klien ke perawat

Sarung tangan digunakan pada saat :


1. Mengalami luka pada kulit
2. Melakukan tindakan invasif
3. Beresiko untuk terpapar dengan darah dan cairan tubuh

34
INSTRUKSI KERJA
MENCUCI TANGAN BEDAH (SCRUBBING/FOERBRINGER)

Nama Mahasiswa :
NIM :
No NILAI
ASPEK YANG DINILAI 1 2 3 4
FASE PRAINTERAKSI
PERSIAPAN ALAT
1 Air mengalir
2 Cairan Disinfektan dan pompanya
3 Sikat steril
4 Lidi Kuku
PERSIAPAN PERAWAT
5 Pastikan penutup kepala, google (kacamata) dan masker sudah
terpasang dengan benar dan nyaman di pakai
6 Pastikan lengan baju di atas siku
7 Pastikan kuku jari tangan pendek
8 Pastikan perhiasan (gelang, cincin, jam tangan) di lepas
9 Pastikan seragam tidak menyentuh wastafel
FASE KERJA
10 Membuka kran dan mengatur kecepatan aliran air
11 Membasahi tangan dengan air sampai lengan bawah (siku)
12 Mengambil cairan desinfektan dan meratakannya ke seluruh
permukaan tangan sampai ± 5 cm di atas siku
13 Membersihkan kuku-kuku dengan nail cleaner/ lidi kuku
14 Bersihkan telapak tangan, punggung tangan, sela-sela jari dan kuku
tangan kanan dengan sikat/scrub yang sudah dibasahi, begitu juga
dengan tangan lainnya
15 Menggosok bagian atas lengan tangan sampai selesai dengan posisi
telapak tangan lebih tinggi dari siku, begitu juga dengan tangan
yang lainnya
16 Bilas tangan dengan lengan dalam posisi flexi. Bilas dari ujung jari
ke siku, biarkan air mengalir turun melalui siku
17 Pertahankan lengan tetap dalam posisi flexi, diangkat di atas
pinggang dan menggenggam
18 Matikan kran air dengan menggeser penutup kran dengan

35
menggunakan siku
19 Masuk ke ruang operasi dengan mempertahankan lengan dalam
posisi flexi dan diangkat di atas pinggang serta menggenggam
SIKAP
20 Melakukan tindakan dengan sistematis
21 Komunikatif dengan pasien
22 Percaya diri
TOTAL NILAI

Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat NILAI =
3 = Melakukan, mendekati tepat
4 = Melakukan dengan tepat

Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75


Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)

Palu,..................................2020

Mahasiswa/Peserta Pembimbing/ Penguji

(……………………………………..) (…………………………………………)

36
STANDAR OPERSIONAL PROSEDUR
FORMAT PENILAIAN PENAMPILAN KERJA KETERAMPILAN
MENCUCI TANGAN BIASA

Nama Mahasiswa :
NIM :
No SCORE
ASPEK YANG DINILAI 1 2 3 4
FASE PRAINTERAKSI
PERSIAPAN ALAT
1 Air mengalir/ Wastafel
2 Cairan Desinfektan dan pompanya
3 Waslap/ lap pengering/ Tissue
PERSIAPAN PERAWAT
4 Pastikan lengan baju di atas siku
5 Pastikan kuku jari tangan pendek
6 Pastikan perhiasan (gelang, cincin, jam tangan) di lepas
7 Pastikan seragam tidak menyentuh wastafel
Menjelaskan Tujuan :
8 a. Membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan
b. Pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi
9 Membuka kran dan mengatur kecepatan aliran air
10 Membasahi tangan dengan air sampai pergelangan dan pertahankan
posisi tangan selalu rendah daripada siku agar air dapat mengalir ke
jari-jari tangan
11 Mengambil cairan sabun ±1 sdt (secukupnya) dari dispenser atau
bila tidak ada basahi sabun batangan hingga berbusa lalu
kembalikan sabun batangan ke tempatnya
12 Gosok sabun ke tangan meliputi telapak tangan dan begitu pula
pada tangan yang satunya
13 Gosok sabun ke tangan meliputi jari-jari tangan dengan
menungkupkan kedua tangan
14 Tungkupkan kedua tangan, saling mengunci dan saling gosokkan
15 Gosok ibu jari kiri dengan telapak tangan kanan dalam posisi
melingkar, begitu pula tangan yang satunya
16 Posisikan tangan kanan membentuk piramida mengkerucut pada
37
ujung-ujung jari, tempelkan dan putar di telapak tangan kiri, begitu
pula tangan satunya
17 Membilas dengan air mengalir dari ujung tangan ke pangkal tangan
18 Mempertahankan posisi tangan menghadap ke atas sebelum
mengeringkan tangan
19 Mengeringkan tangan dari ujung ke pangkal dengan menggunakan
lap/ tissue/ waslap
20 Mematikan kran air dengan menggunakan tissue yang di pakai
untuk mengeringkan tangan
SIKAP
22 Melakukan tindakan dengan sistematis
22 Komunikatif dengan pasien
23 Percaya diri
TOTAL NILAI

Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
NILAI =
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat
4 = Melakukan dengan tepat

Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75


Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)

Palu,..................................2020
Mahasiswa/Peserta
Pembimbing/ Penguji

(……………………………………..) (…………………………………………)

38
FORMAT PENILAIAN PENAMPILAN KERJA KETERAMPILAN
MEMAKAI GAUN OPERASI (GOWNING)
Nama Mahasiswa :
NIM :
No NILAI
ASPEK YANG DINILAI 1 2 3 4
FASE PRAINTERAKSI
PERSIAPAN ALAT
1 Pengering tangan (handuk, waslap)
2 Gaun operasi
PERSIAPAN PERAWAT
3 Pastikan sudah melakukan cuci tangan bedah dan sudah
mengeringkannya
4 Pastikan tidak menyentuh benda tidak steril
FASE KERJA
5 Mengambil baju pada ban leher dengan tangan kiri sedang tangan
kanan di angkat setinggi bahu
6 Masukkan tangan kanan dengan posisi membentang ke lubang
lengan baju
7 Masukkan Tangan kiri ke lubang dengan baju berikutnya tanpa
menyentuh bagian luar baju
8 Perawat yang menggunakan gaun steril maju
9 Tali baju yang ada di leher dan pinggang bagian belakang di talikan
oleh orang kedua (asisten) dengan hati-hati, jangan sampai
menyentuh baju bagian depan serta menalikannya dengan simpul
sederhana agar mudah melepasnya
10 Menghindari menyentuh benda lain di sekitarnya
SIKAP
11 Melakukan tindakan dengan sistematis
12 Komunikatif dengan pasien
13 Percaya diri
TOTAL NILAI

Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat

39
4 = Melakukan dengan tepat

Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75


Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)

NILAI =

Palu,..................................2020

Mahasiswa/Peserta Pembimbing/ Penguji

(……………………………………..) (…………………………………………)

40
FORMAT PENILAIAN PENAMPILAN KERJA KETERAMPILAN
MEMAKAI SARUNG TANGAN (GLOVING)

Nama Mahasiswa :
NIM :
No NILAI
ASPEK YANG DINILAI 1 2 3 4
FASE PRAINTERAKSI
PERSIAPAN ALAT
1 Pack yang berisi sarung tangan steril
2 Meja/ permukaan yang bersih/ steril untuk meletakkan pack sarung
tangan
PERSIAPAN PERAWAT
3 Gaun operasi sudah dikenakan secara benar
4 Gaun operasi tidak menyentuh benda lain yang tidak steril
FASE KERJA
5 Ambil sarung tangan pertama dari pack dengan cara memegang
manset (lipatan sarung tangan) bagian dalam. Sarung tangan di
angkat dan jauh dari badan, seatas pinggang, sarung tangan bagian
jari-jari berada di bawah
6 Selipkan atau masukkan tangan pertama pada sarung tangan. Hanya
boleh memegang bagian dalam sarung tangan saja
7 Ambil sarung tangan kedua dari pack dengan tiga jari tangan yang
sudah menggunakan sarung tangan di sisi bawah manset. Angkat
sarung tangan jauh dari badan setinggi pinggang, masukkan tangan
ke dua sedalam sarung tangan dan hanya boleh memegang bagian
dalam sarung tangan saja
8 Tarik sarung tangan setinggi pinggang dengan tangan pertama yang
sudah memakai sarung tangan tanpa menyentuh kedua lengan
9 Menghindari menyentuh benda lain disekitarnya
SIKAP
10 Melakukan tindakan dengan sistematis
11 Komunikatif dengan pasien
12 Percaya diri
TOTAL NILAI
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat

41
4 = Melakukan dengan tepat

NILAI =
Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75
Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)

Palu,..................................2020

Mahasiswa/Peserta Pembimbing/ Penguji

(……………………………………..) (…………………………………………)

42
PERAWATAN WSD (WATER SEAL DRAINAGE)

TRIGER KASUS

Seorang laki-laki berusia 45 tahun sudah dirawat 4 hari diRS karena


mengalami benturan pada daerah dada. Hasil pemeriksaan rontgen
menunjukkan pasen mengalami hemothoraks. Saat ini pasien dipasang WSD
untuk mengeluarkan darah dari rongga pleura dan pada slang WSD tidak
tampak adanya sumbatan/aliran lancar. Lakukan perawatan WSD pada
pasien tersebut !

Seorang perempuan berumur 45 tahun dirawat di RS dengan keluhan sesak


nafas. Pasien dipasang WSD. Perawat akan mengganti botol yang sudah terisi
penuh cairan. Penjelasan sudah diberikan dan sarung tangan sudah
dikenakan. Apakah langkah selajutnya pada kasus tesebut?

Melakukan Perawatan WSD


1. Pengertian
Adalah melakukan penggantian atau mempertahankan drainase selang dada.
Terdapat beberapa jenis WSD antara lain:
a. Sistem satu botol
Pada sistem satu botol, cairan atau udara masuk melalui saluran pengumpul, yang
berakhir didalam air steril (penyegel). Udara keluar dari air menuju ventilasi
udara; cairan tetap didalam botol. Sistem ini bergantung pada gravitasi dan
tekanan ekspirasi positif untuk drainase.
b. sistem dua botol
Pada sistem dua botol, botol 1 digunakan untuk meneima cairan atau udara dari
pasien, sedangkan botol 2 digunakan untuk membuat segel air. Udara atau cairan
dari botol 1 disalurkan ke botol 2, udara keluar dari air, menuju ventilasi udara.
Cairan dari rongga pleura tetap didalam botol 1. Sistem ini menggunakan gravitasi
dan tekanan ekspirasi positif untuk drainase.

43
2. Tujuan
a. Mengeluarkan gas serta cairan asing yang bersifat solid dari rongga dada pleura
atau rongga thoraks dan ruang mediastinum
b. Memulihkan ekspansi paru dan fungsi kardiorespiratori
3. Indikasi
Dilakukan pada pasien yang terpasang WSD akibat pneumotoraks atau hematotoraks.
4. Persiapan alat
a. Sarung tangan steril
b. Akuades
c. 2 klem arteri
d. Plester dan kasa
e. Alat-alat pengkaji tanda vital
5. Prosedur Kerja

44
INSTRUKSI KERJA
PERAWATAN WSD
Nama Mahasiswa :
NIM :
No Aspek yang dinilai Nilai
1 2 3 4
Tahap Pra interaksi
1 Periksa instruksi dokter dan rencana asuhan keperawatan
2 Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
3 Menyiapkan peralatan
4 Menyiapkan peralatan disamping tempat tidur pasien:
a. Sarung tangan steril
b. Akuades
c. 2 klem arteri
d. Plester dan kasa
e. Alat-alat pengkaji tanda vital
Tahap Orientasi
5 Berikan salam, panggil klien dengan namanya
6 Jelaskan tujuan tindakan dan prosedur pada klien
7 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
8 Tahap Kerja
Menutup pintu dan sampiran
9 Menyiapkan klien:
Menutup pasien dengan selimut
10 Cuci tangan
11 Mengkaji dan mengatur peralatan
a. adanya undulasi
b. Cek apakah slang masih pada tempat tidur dan drain
c. Cek slang container, letakkan 2-3 kali dibawah dada
pasien
d. Fiksasi penyambung, beri plester jika perlu
e. Observasi jumlah, karakter dan laju drainase
f. cek batas suction dan batas air pada pengontrol suction
g. Jika ada yang tidak sesuai perbaiki
h. Jepit slang dengan 2 klem dan sambung pada sisi seprai
i. Siapkan kasa
12 Kaji kondisi vital dan fisik pasien
13 Ajarkan pasien cara untuk batuk dan nafas dalam. Lalu, anjurkan
pasien untuk melakukan latihan batuk dan napas dalam setiap 2
jam
14 Ubah posisi pasien setiap 2 jam. Saat memindahkan pasien
perhatikan:
a. Jepitkan forsep berujung karet pada pada gaun pasien
untuk keadaan darurat

45
b. Pertahankan unit water seal tetap berada dibawah
ketinggian dada dan tegak lurus
c. Lepaskan sistem drainase dari alat pengisap sebelum
memindahkan pasien dan pastikan ventilasi udara terbuka
15 Evaluasi kondisi pasien:
a. Suara napas
b. Nyeri dan kecemasan
c. Integritas
d. Tipe dan jumlah drainase
e. Kondisi luka di dada
25 Alat-alat dibereskan
Tahap terminasi
26 Beri re inforcement kepada pasien
27 Kaji evaluasi respon pasien
28 Dokumentasikan temuan pada catatan pasien.
a. Kepatenan slang dada
b. Tipe, jumlah, dan warna drainase
c. Adanya fluktuasi, tampilan daerah pemasangan
d. Status pernapasan
e. Tanda-tanda vital pasien
f. Tingkat kenyamanan
29 Dimensi Respon
a. Melakukan tindakan dengan sistematis
b. Komunikatif dengan pasien
c. Percaya diri
Total Nilai
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat NILAI =

4 = Melakukan dengan tepat

Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75


Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)

46
Palu,..................................2020

Mahasiswa/Peserta Pembimbing/ Penguji

(……………………………………..) (…………………………………………)

47
PERAWATAN TRACHEOSTOMY

TRIGER KASUS

Pasien datang dengan kecelakaan ditabrak motor, pasien terjatuh dengan kepala
membentur aspal. Riwayat pingsan (+), muntah (+), perdarahan telinga hidung
dan mulut (+). Pasien menjalani operasi kraniotomy dan terpasang tracheostomy,
NGT, kateter dan monitor EKG. Lakukan perawatan trakeostomy pada pasien tersebut!

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


Melakukan Perawatan Trakeostomi
1. Pengertian
Adalah melakukan perawatan pada trakeostomi yaitu insisi bedah pada trakea tepat
dibawah laring. Tindakan trakeostomi dilakukan untuk membebaskan jalan napas
bagian atas, melindungi trakea serta cabang-cabangnya terhadap aspirasi dan
tertimbunnya sekresi bronkus, serta pengobatan terhadap penyakit yang menyebabkan
insufisiensi respirasi.
2. Tujuan
a. Meningkatkan kenyamanan pasien
b. Mempertahankan kepatenan slang
c. Menurunkan risiko infeksi
3. Indikasi
Dilakukan pada pasien yang terpasang trakeostomi
4. Persiapan alat
a. Peralatan suction
b. Air steril/saline normal steril
c. Dua pasang sarung tangan steril
d. Kit trakeostomi yang berisi: Gunting, mangkuk untuk air steril, saline normal
steril dan H2O2, klem penjepit kasa dan cotton swabs
e. Kas

48
INSTRUKSI KERJA
PERAWATAN TRAKEOSTOMI
Nama Mahasiswa :
NIM :
No Aspek yang dinilai Nilai
1 2 3 4
Tahap pra interaksi
1 Periksa instruksi dokter dan rencana asuhan keperawatan
2 Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
3 Menyiapkan peralatan
4 Menyiapkan peralatan disamping tempat tidur pasien:
a. Peralatan suction
b. Air steril/saline normal steril
c. Dua pasang sarung tangan steril
d. Kit trakeostomi yang berisi: Gunting, mangkuk untuk
air steril, saline normal steril dan H2O2, klem penjepit
kasa dan cotton swabs
e. Kasa
Tahap orientasi
5 Berikan salam, panggil klien dengan namanya
6 Jelaskan tujuan tindakan dan prosedur pada klien
7 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
8 Tahap kerja
Menutup pintu dan sampiran
9 Menyiapkan klien:
Menutup pasien dengan selimut
10 Siapkan Peralatan
Cuci tangan
11 Bantu pasien ke posisi fowler atau semi fowler
12 Kenakan sarung tangan steril
13 Lakukan pengisapan selang trakeostomi dengan teknik steril
14 Angkat kasa yang lama
15 Keluarkan kanula dan bersihkan dengan larutan H2O2
16 Cuci kanula dalam secara seksama di dalam saline normal steril
17 Isap kanula luar dengan menggunakan teknik steril
18 Pasang kembali kanula dalam ketempat semula secara hati-hati
dan fiksasi dengan baik
19 Bersihkan tempat insisi dan flange dengan menggunakan cotton
swab yang dibasahi air steril atau NaCl 0,9 % dan larutan H2O2
kemudian keringkan
20 Berikan salep antibiotik disekeliling kanula
21 Pasang balutan steril diantara stoma dan sayap kanula
secukupnya, kemudian ukur tekanannya
22 Pasang kasa yang dibasahi air steril pada lubang kanula

49
23 Evaluasi perasaan klien
24 Ganti tali ikat trakeostomi atau pita kanula. Pegang kanula pada
saat penggantian tersebut
25 Letakkan sampul pita kanula dibelakang leher
26 Keluarkan udara dan cuff trakeostomi. Lalu biarkan beberapa
menit
27 Isi kembali dengan udara
25 Alat-alat dibereskan
Tahap terminasi
26 Beri re inforcement kepada pasien
27 Kaji evaluasi respon pasien
28 Dokumentasi catat prosedurnya dalam catatan perawat
29. Dimensi Respon
a. Melakukan tindakan dengan sistematis
b. Komunikatif dengan pasien
c. Percaya diri
Total Nilai

Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat NILAI =
3 = Melakukan, mendekati tepat
4 = Melakukan dengan tepat

Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75


Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)

Palu,..................................2020

Mahasiswa/Peserta Pembimbing/ Penguji

(……………………………………..) (…………………………………………)

50
HECTING DAN UP HECTING

TRIGER KASUS

Tn A usia 50 tahun mengalami kecelakaan kerja pada waktu


mengoperasikan mesin padi dimana kecelakaan menyebabkan
tangan kanan tersangkut dan mengalami luka robek . Kemudian
pasien dibawa Ke IGD. Sesampainya di IGD pasien dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital dan dilakukan perawatan luka dan
dilakukan hecting 10 jahitan dalam dan 10 jahita luar. Lakukan
hecting pada pasien tersebut!

Penjahitan luka
Ada tiga hal yang menentukan pemilihan jenis benang jahit, yaitu jenis bahannya,
kemampuan tubuh untuk menyerapnya dan susunan filamennya. Benang yang dapat diserap
melalui reaksi enzimatik pada cairan tubuh kini banyak dipakai Penyerapan benang oleh
jaringan dapat berlangsung antara tiga hari sampai tiga bulan bergantung pada jenis benang
dan kondisi jaringan yang dijahit. Menurut bahan asalnya, benang dibagi dalam benang yang
terbuat dari usus domba (catgut) dan dibedakan dalam catgut murni yang tanpa campuran dan
catgut kromik yang bahannya bercampur larutan asam kromat. Catgut murni cepat diserap,
kira-kira dalam waktu satu minggu, sedangkan catgut cromik diserap lebih lama, kira-kira 2-3
minggu.

Disamping itu, ada benang yang terbuat dari bahan sintetik, baik dari asam poliglikolik
maupun dari poliglaktin dan memiliki daya tegang yang besar. Benang ini dapat dipakai pada
semua jaringan termasuk kulit. Benang yang dapat diserap menimbulkan reaksi jaringan
setempat yang dapat menyebabkan fistel benang atau infiltrat jaringan yang mungkin ditandai
indurasi. Benang yang tidak dapat diserap oleh tubuh umumnya tidak menimbulkan reaksi
jaringan karena bukan merupakan bahan biologik. Benang ini dapat berasal dari sutra yang
sangat kuat dan liat, dari kapas yang kurang kuat dan mudah terurai, dan dari poliester yang
merupakan bahan sintetik yang kuat dan biasanya dilapisi teflon.selain itu terdapat pula

51
benang nilon yang berdaya tegang besar, yang dibuat dari polipropilen, dan baja yang terbuat
dari baja tahan karat.
Karena tidak dapat diserap maka benang akan tetap berada di jaringan tubuh. Benang jenis ini
biasanya dipakai pada jaringan yang sukar sembuh. Bila terjadi infeksi akan terbentuk fistel
yang baru dapat sembuh setelah benang yang bersifat benda asing, dikeluarkan. Benang alami
terbuat dari bahan sutra atau kapas. Kedua bahan alami ini dapat bereaksi dengan jaringan
tubuh meskipun minimal karena mengandung juga bahan kimia alami.
Daya tegangnya cukup dan dapat diperkuat bila dibasahi terlebih dahulu dengan larutan
garam sebelum digunakan. Benang sintetik terbuat dari poliester, nilon, atau polipropilen
yang umumnya dilapisi oleh bahan pelapis teflon atau dakron. Dengan lapisan ini
permukaannya lebih mulus sehingga tidak mudah bergulung atau terurai. Benang ini
mempunyai daya tegang yang besar dan dipakai untuk jaringan yang memerlukan kekuatan
penyatuan yang besar.
Menurut bentuk untaian seratnya, benang dapat berupa monofilamen bila hanya terdiri atas
satu serat saja dan polifilamen bila terdiri atas banyak serat yang diuntai menjadi satu.
Ukuran benang merupakan salah satu faktor yang menentukan kekuatan jahitan. Oleh karena
itu, pemilihan ukuran benang untuk menjahit luka bedah bergantung pada jaringan apa yang
dijahit dan dengan mempertimbangkan faktor kosmetik. Sedangkan kekuatan jaringan ini
ditentukan oleh jumlah jahitan yang dibuat, jarak jahitan, dan jenis benangnya. Pada daerah
wajah digunakan ukuran yang kecil (5,0 atau 6,0).

52
53
Jarum jahit bedah
Jarum jahit bedah, yang lurus maupun yang lengkung, berbeda-beda bentuknya. Perbedaan
bentuk ini pada penampang batang jarum yang bulat atau bersegi tajam, dan bermata atau
tidak bermata. Panjang jarum pun beragam dari 2-60 mm. Masing-masing berbeda

54
kegunaannya, berbeda cara mempersiapkan dan memasang benangnya. kelengkungan jarum
berbeda untuk kedalaman jaringan yang berbeda, sedangkan penampang batang jarum dipilih
berdasarkan lunak kerasnya jaringan. Jarum yang sangat lengkung untuk luka yang dalam
dan penampang yang bulat untuk jaringan lunak dan yang bersegi untuk kulit. Jarum yang
bermata akan membuat lubang tusukan lebih besar, sedangkan jarum yang tidak bermata
yang disebut atraumatik akan membuat lubang yang lebih halus.
Jenis jahitan
Jenis jahitan yang umum dipakai adalah:
o Jahitan tunggal/ terputus/ interuptus
o Jahitan jelujur/ kontinyu
o Jahitan jelujur/ kontinyu terkunci
o Jahitan matras vertikal
o Jahitan matras horisontal.

Perawatan luka bedah:


Biasanya luka bedah yang selesai dijahit ditutup dengan alasan untuk melindungi dari infeksi,
di samping agar cairan luka yang keluar terserap, luka tidak kekeringan, dan luka tidak
tergaruk oleh penderita. Selain itu, perdarahan dihentikan dengan memberi sedikit tekanan
pada luka. Jenis penutup luka dapat berupa kasa yang diolesi vaselin atau salep antibiotik,
atau kasa kering. Sebenarnya luka operasi yang kering yang ditutup primer lebih baik
dibiarkan terbuka, tetapi umumnya secara psikologis kurang berkenan bagi penderita maupun
keluarganya.

Penutup luka yang sudah basah oleh darah atau cairan luka harus diganti. Penggantiannya
harus dilakukan dengan tehnik aseptik. pada kesempatan mengganti balutan ini, sekaligus
dicari kemungkinan asal perdarahan atau kebocoran cairan luka tersebut. Kemudian sumber
kebocoran harus ditangani, misalnya dengan tindakan hemostasis. Bila tidak dipasang
penyalir pada luka bedah, penutup luka dapat dibiarkan sampai 48 jam pasca bedah agar
tujuan penutupan luka dapat dicapai. Luka bedah perlu diawasi pada masa pascabedah. Luka
tidak perlu dilihat setiap hari dengan membuka penutup luka, kecuali jika ada gejala atau
tanda gangguan penyembuhan luka atau radang. Bila luka sudah kuat dan sembuh primer,

55
jahitan atau benangnya dapat diangkat. Saat pengambilan benang tergantung pada kondisi
luka waktu diperiksa.

Umumnya luka didaerah wajah memerlukan waktu 3-4 hari, di daerah lain 7-10 hari. Salah
satu faktor penting dalam menentukan saat pencabutan jahitan adalah tegangan pada tepi luka
bedah. Tepi luka yang searah dengan garis lipatan kulit tidak akan tegang, sementara luka
yang arahnya tegak lurus terhadap garis kulit atau yang dijahit setelah banyak bagian kulit
diambil, akan menyebabkan ketegangan tepi luka yang besar. Dalam hal ini pengambilan
jahitan harus ditunda lebih lama sampai dicapai kekuatan jaringan yang cukup sehingga
bekas jahitan tidak mudah terbuka lagi.

56
HECTING

Nama Mahasiswa :
NIM :
No Aspek yang dinilai Nilai
1 2 3 4
Tahap pra interaksi
1 Periksa instruksi dokter dan rencana asuhan keperawatan
2 Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
3 Persiapan alat dan bahan yang diperlukan :
wadah stenlis tertutup, jarum segi tiga, needle holder, pinset
anatomi,
pinset chirrurgis, klem arteri, gunting jaringan, gunting benang
spuit 3 cc, lidocain 2%, benang plain catgut dan side no. 3.0,
kasa steril, wadah + povidon Iodin, wadah + perhidrol 3%, NaCl
fisiologis, doek steril, sarung tangan steril
Tahap orientasi
5 Berikan salam, panggil klien dengan namanya
6 Jelaskan tujuan tindakan dan prosedur pada klien
7 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
Tahap kerja
8 Menutup pintu dan sampiran
9 Dekatkan peralatan
10 Memeriksa luka (lokasi, luas, jenis: robek/ sayat/ lecet, fraktur,
tanda infeksi)*
11 Mempersiapkan anestesi
12 Cuci tangan
13 Memakai sarung tangan
14 Melakukan aseptik antiseptic*

15 Melakukan anestesi lokal ( infiltrasi)


16 Melakukan debridemen
17 Memasang doek steril
18 Eksplorasi luka hentikan perdarahan ( dep/ ligasi)
19 Aproksimasi tepi luka
20 Jahit lapis demi lapis*
21 Jahit kulit terputus/jelujur/matras
22 Bersihkan luka dengan kasa povidon
23 Menutup luka dengan kasa povidon & kasa steril
24 Dekontaminasi
25 Rapihkan pasien
26 Simpan kembali alat
27 Cuci tangan
28 Tahap terminasi

57
Beri re inforcement kepada pasien
29 Kaji evaluasi respon pasien
30 Dokumentasi catat prosedurnya dalam catatan perawat
31 Dimensi Respon
a. Melakukan tindakan dengan sistematis
b. Komunikatif dengan pasien
c. Percaya diri
NILAI TOTAL

Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat
4 = Melakukan dengan tepat

Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75


Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)
NILAI =

Palu,..................................2020

Mahasiswa/Peserta Pembimbing/ Penguji

(……………………………………..) (…………………………………………)

58
Melakukan angkat jahitan (up hecting)
1. Pengertian
Adalah suatu tindakan melepaskan jahitan yang biasanya dilakukan pada hari ke 5-7
sesuai dengan proses penyembuhan luka yang terjadi
2. Tujuan
1) Mempercepat proses penyembuhan luka
2) Mencegah terjadinya infeksi akibat adanya korpus alienum
3. Persiapan alat
1) Pinset anatomi
2) Pinset cirurgis
3) Gunting tajam
4) Kapas lidi
5) Korentang
6) Gaas steril
7) Bengkok
8) Alkohol 70%
9) Betadin 10 %
10) Salep antibiotik bila perlu
11) Verband bila perlu
12) Plester
13) Gunting plester
14) Hanscoon steril
4. Prosedur Kerja

59
KETERAMPILAN MENGANGKAT JAHITAN

Nama Mahasiswa :
NIM :
No Aspek yang dinilai Nilai
1 2 3 4
Tahap pra interaksi
1 Periksa instruksi dokter dan rencana asuhan keperawatan
2 Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
3 Menyiapkan peralatan
4 Menyiapkan peralatan disamping tempat tidur pasien:
a. Pinset anatomi
b. Pinset cirurgis
c. Gunting tajam
d. Kapas lidi
e. Korentang
f. Gaas steril
g. Bengkok
h. Alkohol 70%
i. larutan NaCl
j. Betadin 10 %
k. Salep antibiotik bila perlu
l. Verband bila perlu
m. Plester
n. Gunting plester
o. Hanskun steril
Tahap orientasi
5 Berikan salam, panggil klien dengan namanya
6 Jelaskan tujuan tindakan dan prosedur pada klien
7 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
Tahap kerja
8 Menutup pintu dan sampiran
9 Dekatkan peralatan
10 Cuci tangan pakai hanscoon
11 Meletakkan bengkok disamping pasien, pasang pengalas
12 Mengatur posisi yang nyaman
13 Membuka plester yang melekat pada penutup luka dengan hati-
hati
14 Angkat penutup luka dengan menggunakan pinset, kemudian
buang pada bengkok yang telah disediakan
15 Amati luka, tanda infeksi
16 Bila tidak ada infeksi luka di desinfeksi menggunakan
NaCl/betadin
17 Lepaskan jahitan satu per satu, selang seling dengan cara

60
menjepit simpul jahitan dengan pinset sirurgis dan ditarik sedikit
keatas, kemudian menggunting benang tepat dibawah simpul
yang berdekatan dengan kulit atau pada sisi lainnya yang tidak
ada simpul
18 Desinfeksi sekitar luka dengan menggunakan NaCl
19 Olesi betadin/Salep sesuai instruksi dokter
20 Lepaskan hanskun buang pada tempat sampah
21 Pasang plester sejajar dengan kulit atau verban (lihat kondisi
luka)
22 Rapihkan pasien
23 Simpan kembali alat
24 Cuci tangan
Tahap terminasi
25 Beri re inforcement kepada pasien
26 Kaji evaluasi respon pasien
27 Dokumentasi catat prosedurnya dalam catatan perawat
28 Dimensi Respon
d. Melakukan tindakan dengan sistematis
e. Komunikatif dengan pasien
f. Percaya diri
NILAI TOTAL

Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
NILAI =
3 = Melakukan, mendekati tepat
4 = Melakukan dengan tepat
Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75
Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)

Palu,..................................2020

Mahasiswa/Peserta Pembimbing/ Penguji

(……………………………………..) (…………………………………………)

61
PERAWATAN LUKA

TRIGER KASUS

Pasien datang ke RSUD A di antar oleh keluarganya pada tanggal 12 juni 2019
pukul 20.00 WIB melalui IGD atas rujukan dari rumah sakit daerah B dengan
keluhan nyeri pada kaki kanan, lemas, terdapat ulkus diabetikum pada kaki sebelah
kanan mulai dari jari-jari kaki sampai betis bagian atas. Luka terjadi akibat pasien
tidak menggunakan alas kaki dan tertusuk oleh tanaman yang terdapat di belakang
rumah pasien, luka awal terjadi pada daerah ibu jari dalam jangka waktu 5 hari luka
melebar, basah dan tidak kunjung sembuh setelah itu di bawa ke Rumah Sakit B
dengan kondisi luka yang semakin memburuk maka pasien di rujuk ke RSUD A.
Lakukan perawatan luka padapasien tersebut !

Ny. S. (50 tahun) di rawat di bangsal bedah dengan diagnosa medis apendiksitis
perforasi. Saat ini adalah hari ke empat post operasi. Saat Ners P melakukan
perawatan luka tampak luka masih basah dan mengeluarkan pus. Jika anda sebagai
Ners P, bagaimanakah langkah perawatan luka yang Anda akan lakukan pada Ny S!

DEFINISI
Luka adalah kerusakan hubungan antar jaringan-jaringan pada kulit, mukosa membran dan
tulang atau organ tubuh lain .

PROSES PENYEMBUHAN LUKA


1. Proses Inflamasi
Pembuluh darah terputus, menyebabkan pendarahan dan tubuh berusaha ntuk
menghentikannya (sejak terjadi luka sampai hari ke – lima) dengan karakteristik dari proses
ini adalah: hari ke 0-5, respon segera setelah terjadi injuri pembekuan darah untuk mencegah
kehilangan darah, dan memiliki ciri-ciri tumor, rubor, dolor, color, functio laesa. Selanjutnya
dalam fase awal terjadi haemostasis, pada fase akhir terjadi fagositosis dan lama fase ini bisa
singkat jika tidak terjadi infeksi

62
2. Proses Proliferasi
Terjadi proliferasi fibroplast (menautkan tepi luka) dengan karakteristik dari proses ini
adalah: terjadi pada hari 3 – 14, disebut juga dengan fase granulasi adanya pembentukan
jaringan granulasi pada luka-luka nampak merah segar, mengkilat, jaringan granulasi terdiri
dari kombinasi: fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin and
hyularonic acid. Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan
epidermis pada tepian luka dan secara umum pada luka insisi, epitelisasi terjadi pada 48 jam
pertama

3. Proses Maturasi
Proses ini berlangsung dari beberapa minggu sampai dengan 2 tahun dengan terbentuknya
kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile
strength), dilanjutkan terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya dengan
jaringan sebelumnya serta terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan
vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan.

Penyembuhan Luka dengan Modern Wound Dressing


Prinsip dan Kaidah Balutan luka (wound dressings) telah mengalami perkembangan sangat
pesat selama hampir dua dekade ini. Teori yang mendasari perawatan luka dengan suasana
lembap antara lain:
a. Mempercepat fi brinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih
cepat oleh neutrofi l dan sel endotel dalam suasana lembap.
b. Mempercepat angiogenesis. Keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan
merangsang pembentukan pembuluh darah lebih cepat.
c. Menurunkan risiko infeksi; kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan
dengan perawatan kering.
d. Mempercepat pembentukan growth factor. Growth factor berperan pada proses
penyembuhan luka untuk membentuk stratum korneum dan angiogenesis.
e. Mempercepat pembentukan sel aktif.

63
Pemilihan Balutan Luka
Bahan modern wound dressing dapat berupa hidrogel, fi lm dressing, hydrocolloid, calcium
alginate, foam/ absorbant dressing, antimicrobial dressing, antimicrobial hydrophobic.

Hidrogel
Dapat membantu proses peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri. Berbahan dasar
gliserin/air yang dapat memberikan kelembapan; digunakan sebagai dressing primer dan
memerlukan balutan sekunder (pad/kasa dan transparent fi lm). Topikal ini tepat digunakan
untuk luka nekrotik/berwarna hitam/kuning dengan eksudat minimal atau tidak ada.

Film Dressing
Jenis balutan ini lebih sering digunakan sebagai secondary dressing dan untuk lukaluka
superfi sial dan non-eksudatif atau untuk luka post-operasi. Terbuat dari polyurethane fi lm
yang disertai perekat adhesif; tidak menyerap eksudat.
Indikasi: luka dengan epitelisasi, low exudate, luka insisi. Kontraindikasi: luka terinfeksi,
eksudat banyak.

Hydrocolloid
Balutan ini berfungsi mempertahankan luka dalam suasana lembap, melindungi luka dari
trauma dan menghindarkan luka dari risiko infeksi, mampu menyerap eksudat tetapi minimal;
sebagai dressing primer atau sekunder, support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik
atau slough. Terbuat dari pektin, gelatin, carboxymethylcellulose, dan elastomers. Indikasi:
luka berwarna kemerahan dengan epitelisasi, eksudat minimal. Kontraindikasi: luka terinfeksi
atau luka grade III-IV.

Calcium Alginate
Digunakan untuk dressing primer dan masih memerlukan balutan sekunder. Membentuk gel
di atas permukaan luka; berfungsi menyerap cairan luka yang berlebihan dan menstimulasi
proses pembekuan darah. Terbuat dari rumput laut yang berubah menjadi gel jika bercampur
dengan cairan luka. Indikasi: luka dengan eksudat sedang sampai berat. Kontraindikasi: luka
dengan jaringan nekrotik dan kering. Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita, mudah
diangkat dan dibersihkan.

64
Foam/absorbant dressing
Balutan ini berfungsi untuk menyerap cairan luka yang jumlahnya sangat banyak (absorbant
dressing), sebagai dressing primer atau sekunder. Terbuat dari polyurethane; non-adherent
wound contact layer, highly absorptive. Indikasi: eksudat sedang sampai berat.
Kontraindikasi: luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam.

Dressing Antimikrobial
Balutan mengandung silver 1,2% dan hydrofi ber dengan spektrum luas termasuk bakteri
MRSA (methicillin-resistant Staphylococcus aureus). Balutan ini digunakan untuk luka
kronis dan akut yang terinfeksi atau berisiko infeksi. Balutan antimikrobial tidak disarankan
digunakan dalam jangka waktu lama dan tidak direkomendasikan bersama cairan NaCl 0,9%.

65
PERAWATAN LUKA

Nama mahasiswa :
NIM :
Nilai
No. Aspek yang dinilai
1 2 3 4
TAHAP PRAINTERAKSI
1 Periksa instruksi dokter dan rencana asuhan keperawatan
2 Tentukan tindakan keperawatan yang akan dilakukan
3 Persiapkan diri
Cuci tangan (lakukan gerakan 6 langkah cuci tangan
4
dengan menggunakan hand rub)
Persiapkan alat
1. Sarung tangan bersih 9. Pinset cururgis
2. Sarung tangan steril 10. Bengkok
3. Penggaris 11. Perlak
5 4. Cotton bud steril 12. Sabun anti septik
5. NaCl (k/p) 13. Dressing luka
6. Pinset anatomis 14. Plester
7. Gunting plester 15. Gunting jaringan
8. Kassa steril1 16. Kom
TAHAP ORIENTASI
Beri salam, perkenalkan diri dan panggil pasien dengan
5
nama yang disukai
Jelaskan kepada pasien tentang tujuan dan prosedur
6
tindakan yang akan dilakukan, serta kontrak waktu
Berikan kepada pasien atau keluarga untuk bertanya
7
sebelum tindakan dimulai
8 Atur posisi pasien
9 Pertahankan privasi pasien selama tindakan dilakukan
TAHAP KERJA
10 Cuci tangan
11 Kenakan sarung tangan bersih
12 Buka balutan
13 Pengkajian awal
a) Kaji penyebab luka
b) Mengkaji pengobatan dan perawatan yang pernah
dilakukan
c) Mengkaji support system
14 Mengkaji luas luka
15 Mengkaji kedalaman luka
16 Mengkaji woundbed (kondisi luka)
A) Eksudat
b) Inflamasi

66
c) Granulasi
d) Jaringan nekrotik
e) Pocket
17 Mengkaji periwound
18 Mengkaji bau
19 Membersihkan kulit sekeliling luka dengan sabun
antiseptik
20 Membersihkan luka apabila terdapat slough dan jaringan
nekrotik
21 Melakukan irigasi luka dengan normal saline
22 Melepas sarung tangan bersih
23 Menggunakan sarung tangan steril
24 Mempertahankan teknik steril
25 Melakukan debridement
26 Melakukan irigasi dengan normal saline
27 Keringkan luka dengan kassa steril
28 Tutup luka dengan primary dressing yang sesuai
29 Tutup luka dengan secondary dressing yang sesuai
30 Tutup luka dengan semioclusive dressing yang sesuai
31 Kembalikan pasien ke posisi semula
32 Bereskan peralatan
33 Lepaskan sarung tangan
34 Cuci tangan
FASE TERMINASI
35 Beri re Inforcement kepada klien
36 Kaji evaluasi respon pasien
37 Menyampaikan rencana tindak lanjut dengan pasien
38 Membuat kontrak yang akan datang: waktu, tempat, topic
39 Mengakhiri kegiatan dengna berpamitan
40 Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan (jam atau
tanggal, kondisi luka, cairan atau pus) dan hasilnya
SIKAP
41 Melakukan tindakan dengan sistematis
42 Komunikatif dengan pasien
43 Percaya diri
TOTAL NILAI
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat NILAI =
4 = Melakukan dengan tepat

Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75


Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)

67
Mahasiswa/Peserta Palu,..................................2020

Pembimbing/ Penguji

(……………………………………..) (…………………………………………)

68
INHALASI

Definisi
Pemberian inhalasi (nebulizer) adalah terapi inhalasi merupakan bagian dari fisioterapi paru-
paru (chest physiotherapy) yaitu cara pengobatan dengan memberi obat dalam bentuk uap
secara langsung pada alat pernapasan menuju paru-paru (Wirjodiardjo, 2006). Terapi inhalasi
adalah terapi yang menggunakan uap hasil dari mesin Nebulizer (Talesu, 2012).

Uap air yang sudah bercampur dengan obat ini dipercaya dapat langsung mencapai daerah di
saluran pernapasan, sehingga obat yang dibawa lebih efektif mengatasi masalah pada daerah
tersebut. Terapi inhalasi dianjurkan diberikan kepada penderita asma, penderita alergi saluran
pernapasan, atau penderita batuk pilek dengan slem atau lendir berlebihan. Kontraindikasi
pemberian nebulizer yaitu pada penderita trakeotomi, pada fraktur didaerah hidung.

Tiga jenis obat yang sering digunakan dalam terapi inhalasi yaitu untuk memperbesar saluran
napas, mengencerkan lendir/slem, serta antialergi. Ketiga jenis obat ini mempunyai ukuran
molekul yang berbeda, sehingga pemilihan alat nebulizer harus disesuaikan. Obat-obatan
diracik (berupa cairan), kemudian dimasukan ketabung dengan bantuan listrik menghasilkan
uap yang dihirup dengan masker khusus. Terapi penguapan di berikan sekitar 5-10 menit, 3-4
kali sehari ( seperti jadwal pemberian obat ). Dapat dipakai sejak bayi 0 bulan, anak-anak
(toddler/kids) hingga dewasa.
Tujuan pemberian terapi inhalasi (nebulizer) yaitu: 1) mengencerkan sekret dan mudah untuk
di keluarkan, 2) melembabkan selaput lender pada saluran pernapasan, 3) mengurangi sesak
pada penderita asma, 4) mengobati peradangan pada saluran pernapasan bagian atas.

Hal pertama yang harus diperhatikan saat melakukan terapi inhalasi adalah penggunaan
selang dan masker untuk masing-masing pasien guna menghindari infeksi silang. Ikuti resep
yang dianjurkan oleh dokter. Jangan memakai resep yang diberikan pada saat sakit
sebelumnya, kecuali memang disetujui dokter. Tanyakan pada terapis, apakah obat yang
diberikan dapat dicampur menjadi satu, karena ada beberapa jenis obat yang sebaiknya
diberikan terpisah.

69
Penilaian ketepatan obat bagi pasien dengan meninjau kembali riwayat medis, alergi, dan
data laboratorium yang dapat mempengaruhi pemberian obat. Penilaian pengetahuan pasien
tentang obat tersebut perlu dilakukan, jika pengetahuan pasien kurang, maka ini saat yang
tepat untuk memberikan edukasi pasien tentang pengobatannya. Prinsip yang harus
diperhatikan sebelum memberikan obat secara inhalasi yaitu verifikasi kembali nama pasien,
jenis obat, dosis, jalur pemberian, dan waktu pemberian (Lynn, 2009).
Saat mesin dihidupkan, tarik napas dalam perlahan-lahan dengan mulut, tahan 2—3 detik,
kemudian embuskan kembali. Pada anak-anak, cukup dianjurkan bernapas normal dan
usahakan agar anak tidak menangis karena akan mengurangi efektivitas terapi. Jangan
bernapas cepat untuk mencoba menghirup seluruh uap yang dihasilkan, karena akan
menyebabkan rasa pusing, gemetar, dan mual. Jika ini ter jadi, hentikan mesin dan istirahat
selama lima menit sebelum melanjutkan terapi kembali.
Terapi inhalasi biasanya berlangsung selama 10—15 menit. Obat pengencer lendir kadang
dapat menyebabkan peningkatan frekuensi batuk sampai beberapa saat setelah terapi. Hal ini
wajar karena batuk adalah suatu reaksi refleks untuk mengeluarkan lendir yang sudah
diencerkan saat terapi. Setelah inhalasi, baringkan anak pada posisi tertentu sesuai dengan
kebutuhan yaitu disesuaikan dengan paru-paru sebelah mana yang banyak lendirnya (postural
drainage). Prosedur ini harus selalu dilakukan untuk menghindari sesak napas setelah
inhalasi.
Setelah selesai terapi, cuci muka untuk menghindari iritasi akibat sisa-sisa obat yang
menempel. Cuci serta simpan selang dan masker untuk pemakaian selanjutnya. Kebanyakan
masker dibuat untuk pemakaian 6—10 kali. Cara perawatan masker yaitu: 1) buka semua
bagian masker 2) rendam dalam air panas selama 15 menit (kecuali selang) 3) cuci dengan
air sabun 4) bilas dan keringkan dengan cara mengguncang dan dianginkan 5) simpan di
tempat yang bersih dan kering (Talesu, 2012).

70
INHALASI (NEBULIZER)
Nama :
Nim :
No Aspek yang dinilai Nilai
1 2 3 4
1. Prainteraksi:
a. Baca catatan medis dan catatan keperawatan
b. Persiapan alat:
- Nebulizer
- Tabung oksigen dengan humidifier
- Masker anak sesuai usia dengan selang nebulizer
- Syring sesuai kebutuhan
- Kassa antimikroba
- NaCl 0,9%
- Obat-obatan (broncodilator, pengencer dahak)
- Formulir instruksi terapi inhalasi (catatan pemberian obat)
2. Fase orientasi dan fase kerja:
a. Perhatikan prinsip benar (instruksi, nama pasien, jenis obat,
dosis, jalur pemberian dan waktu pemberian), keluhan pasien,
efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat, dan tujuan
pemberian obat.
b. Cuci tangan
c. Cek instruksi obat pasien
d. Menyiapkan alat/obat untuk satu pasien dalam satu waktu:
1) Desinfeksi cairan NaCl 0,9% pada area penarikan cairan
dengan kassa antimikroba
2) Insersikan syring (dengan jarum jika perlu) dan tarik cairan
sebanyak yang ditentukan (3-5 cc)
3) Tarik kembali syring dan masukkan cairan NaCl ke dalam
wadah obat/cairan pada masker nebulizer
4) Masukkan obat sesuai instruksi ke dalam wadah obat/cairan
pada masker nebulizer
e. Dekatkan alat pada pasien
f. Perawat memperkenalkan diri
g. Identifikasi pasien (identifikasi nama dan nomor identifikasi
pada gelang pasien atau minta pasien menyebutkan
namanya/pada keluarga/staf)
h. Tanyakan kembali riwayat alergi pada pasien
i. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
j. Cuci tangan (pakai sarung tangan bersih)
k. Atur posisi pasien yang nyaman
l. Sambungkan alat nebulizer ke aliran listrik dan sambungkan
selang masker dengan alat nebulizer, pasangkan masker ke
wajah pasien dengan teknik sisi masker menutupi hidung dan
mulut

71
m. Setelah siap, nyalakan alat nebulizer
n. Anjurkan anak bernapas normal dan usahakan agar anak tidak
menangis karena akan mengurangi efektivitas terapi.
o. Tindakan dilakukan selama 5-10 menit
p. Temani pasien sampai selesai inhalasi
q. Setelah selesai, cuci muka untuk menghindari iritasi akibat sisa-
sisa obat yang menempel.
r. Auskultasi suara napas
s. Bantu pasien kembali ke posisi yang nyaman (Lanjut SOP
fisioterapi dada yaitu postural drainage, perkusi dan vibrasi)
t. Rapikan alat
u. Lepaskan sarung tangan (buang ditempatnya) dan cuci tangan
3. Fase terminasi:
a. Evaluasi perasaan pasien
b. Kontrak waktu dan topik untuk pertemuan berikutnya
(Fisioterapi dada, batuk efektif, suction).
c. Dokumentasi (tanggal, jam, tindakan yang dilakukan, jenis obat,
dosis, jalur pemberian, dan respon pasien, nama dan paraf
perawat)
4 Dimensi Respon
a. Melakukan tindakan dengan sistematis
b. Komunikatif dengan pasien
c. Percaya diri
TOTAL NILAI
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat NILAI =
4 = Melakukan dengan tepat

Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75


Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)

Palu,..................................2020

Mahasiswa/Peserta Pembimbing/ Penguji

(……………………………………..) (…………………………………………)

72
BLADDER TRAINING

BLADER TRAINING

TRIGER KASUS

Seorang lansia Tn A dengan umur 70 tahun dirawat di Rumah sakit X


post operasi TURP akibat BPH. Hasil pengkajian didapatkan data
pasien terpasang folley kateter sudah 2 minggu. Warna urin kuning
jernih dan pada hari ini pasien direncanakan pelepasan folley
kateter. Apakah tindakan selanjutnya yang dapat dilakukan pada
pasien tersebut!

Melakukan Bladder Training


1. Pengertian
Bladder training merupakan latihan kandung kemih sebagai salah satu upaya
mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan. Bladder training
merupakan upaya mengembalikan pola buang air kecil dengan menghambat atau
merangsang keinginan buang air kecil. Bladder training merupakan tindakan yang
bermanfaat dalam mengurangi frekuensi dari inkontinensia. Bladder training banyak
digunakan untuk menangani inkontinensia urin di komunitas. Latihan ini sangat
efektif dan memiliki efek samping yang minimal dalam menangani masalah
inkontinensia urin. Dengan bladder training diharapkan pola kebiasaan disfungsional,
memperbaiki kemampuan untuk menekan urgensi dapat diubah dan secara bertahap
akan meningkatkan kapasitas kandung kemih dan memperpanjang interval berkemih.
Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu kegel exercises (latihan
pengencangan atau penguatan otot-otot dasar panggul), delay urination (menunda
berkemih), dan scheduled bathroom trips (jadwal berkemih). Latihan kegel (kegel
exercises) merupakan aktivitas fisik yang tersusun dalam suatu program yang
dilakukan secara berulang-ulang guna meningkatkan kebugaran tubuh. Latihan kegel
dapat meningkatkan mobilitas kandung kemih dan bermanfaat dalam menurunkan

73
gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin. Latihan otot dasar panggul dapat
membantu memperkuat otot dasar panggul untuk memperkuat penutupan uretra dan
secara refleks menghambat kontraksi kandung kemih.

Metode bladder training dengan jadwal berkemih dapat dilakukan dengan cara
membuat jadwal berkemih setiap bangun pagi, setiap dua jam pada siang dan sore
hari, setiap empat jam pada malam hari dan sebelum tidur malam. Memberikan cairan
sesuai kebutuhan 30 menit sebelum waktu berkemih, membatasi minum (150-200 cc)
setelah makan malam. Kemudian secara bertahap periode waktu berkemih dapat
ditambah. Dibutuhkan kerjasama dengan keluarga untuk keberhasilan metode ini
(Hariyati, 2000). Bladder training dapat dilakukan dengan latihan menahan kencing
(menunda untuk berkemih). Pada pasien yang terpasang keteter, bladder training
dapat dilakukan dengan mengklem atau mengikat aliran urin ke urin bag.
Bladder training dilakukan sebelum kateterisasi diberhentikan. Tindakan ini dapat
dilakukan dengan menjepit kateter urin dengan klem kemudian jepitannya dilepas
setiap beberapa jam sekali. Kateter di klem selama 20 menit dan kemudian dilepas.
Tindakan menjepit kateter ini memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot
detrusor berkontraksi sedangkan pelepasan klem memungkinkan kandung kemih
untuk mengosongkan isinya.

Tujuan
Tujuan Bladder Training Tujuan dari bladder training (melatih kembali kandung
kemih) adalah mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau
menstimulasi pengeluaran air kemih . Bladder training bertujuan untuk
mengembangkan tonus otot dan spingter kandung kemih agar berfungsi optimal.
Latihan ini dilakukan pada pasien setelah kateter terpasang dalam jangka waktu yang
lama .

Tujuan dilakukan bladder training adalah:


a. Membantu klien mendapat pola berkemih rutin.
b. Mengembangkan tonus otot kandung kemih sehingga dapat mencegah
inkontinensia.

74
c. Memperpanjang interval waktu berkemih.
d. Meningkatkan kapasitas kandung kemih.
e. Melatih kandung kemih untuk mengeluarkan urin secara periodic
f. Mengontrol faktor-faktor yang mungkin meningkatakan jumlah episode
inkontinensia.

Indikasi Bladder training


Bladder training dapat dilakukan pada pasien yang mengalami inkontinensia, pada
pasien yang terpasang kateter dalam waktu yang lama sehingga fungsi spingter
kandung kemih terganggu. Bladder training juga bisa dilakukan pada pasien stroke,
bladder injury, dan pasien dengan pemasangan kateter yang lama. Bladder training
efektif digunakan dalam menangani masalah inkontinesia dorongan, inkontinensia
stress atau gabungan keduanya yang sering disebut inkontinensia campuran.

75
Melakukan Bladder Trainirng
Nama Mahasiswa :
NIM :
No Aspek yang dinilai Nilai
1 2 3 4
Tahap pra interaksi
1 Periksa instruksi dokter dan rencana asuhan keperawatan
2 Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
3 Menyiapkan peralatan
4 Menyiapkan peralatan disamping tempat tidur pasien:
a. Jam
b. Air minum dalam tempatnya
c. Handscoon
d. Arteri klem
e. Kassa
Tahap orientasi
5 Berikan salam, panggil klien dengan namanya
6 Jelaskan tujuan tindakan dan prosedur pada klien
7 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
8 Tahap kerja
Menutup pintu dan sampiran
9 Menyiapkan klien:
Menutup pasien dengan selimut
Prosedur 1 jam
10 Siapkan Peralatan
Cuci tangan
11 Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari
jam 07.00 s/d 19.00.
Setiap kali habis diberi minum cateter diklem
12 Kemudian setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai
jam 08.00 s.d jam 20.00 dengan cara klem kateter dibuka
13 Pada malam hari (setelah jam 20.00) cateter dibuka (tidak
diklem) dan klien boleh minum tanpa ketentuan seperti
pada siang hari
14 Prosedur tersebut diulang untuk hari berikutnya sampai
program tersebut berjalan lancar dan berhasil
Prosedur 2 jam
15 Klien diberi minum setiap 2 jam sebanyak 200 cc dari
jam 07.00 s/d jam 19.00. Setiap kali habis diberi minum,
kateter diklem
16 Kemudian setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai
dari jam 09.00 s/d jam 21.00 dengan cara klem kateter
dibuka
17 Pada malam hari (setelah jam 20.00) kateter dibuka (tidak
diklem) dan klien boleh minum tanpa ketentuan seperti

76
pada siang hari
18 Prosedur tersebut diulang untuk hari berikutnya sampai
program tersebut berjalan lancar dan berhasil
Tingkat Bebas kateter
19 Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari
jam 07.00 s/d jam 19.00. lalu kandung kemih
dikosongkan.
20 Kemudian kateter dilepas
21 Atur posisi yang nyaman untuk klien, bantu klien untuk
konsentrasi BAK, kemudian lakukan penekanan pada
area kandung kemih setiap 2 jam menggunakan urinal
22 Berikan minum terakhir jam 19.00 selanjutnya klien tidak
boleh diberi minum sampai jam 07.00 pagi untuk
menghindari klien dari basahnya urine pada malam hari
23 Beritahu klien bahwa pengosongan kandung kemih
selanjutnya dijadwalkan setiap 2 jam sekali, apabila ada
rangsangan BAK sebelum 2 jam klien diharuskan
menahannya
24 Buatlah sebuah jadwal bagi pasien untuk mencoba
mengosongkan kandung kemih dengan menggunakan
urinal
25 Alat-alat dibereskan
Tahap terminasi
26 Beri re inforcement kepada pasien
27 Kaji evaluasi respon pasien
28 Dokumentasi catat prosedurnya dalam catatan perawat
29 Dimensi Respon
a. Melakukan tindakan dengan sistematis
b. Komunikatif dengan pasien
c. Percaya diri
TOTAL NILAI

Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat NILAI =
3 = Melakukan, mendekati tepat
4 = Melakukan dengan tepat

Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75


Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)

77
Palu,..................................2020

Mahasiswa/Peserta Pembimbing/ Penguji

(……………………………………..) (…………………………………………)

78
PEREKAMAN EKG

TRIGER KASUS

Seorang perempuan 70 tahun diantar ke UGD dengan penurunan


kesadaran akibat nyeri dada yang menjalar ke tangan kiri sejak 30
menit yang lalu. Lakukan perekaman EKG pada pasien tersebut!

PEREKAMAN EKG

Definisi Elektrokardiogram : yaitu Grafik yang merekam perubahan potensial listrik


jantung yang dihubungkan dengan waktu.
Tujuan a. Untuk mengetahui kelainan irama jantung.
b. Kelainan otot jantung
c. Pengaruh / efek obat jantung
d. Gangguan elektrolit.
e. Perkiraan pembesaran jantung.
PERSIAPAN A. Persiapan alat antara lain:
ALAT  Alat EKG lengkap dan siap pakai
 Kapas alkohol dalam tempatnya
 Kapas / kasa lembab
B. Mempersiapkan pasien
 Sebelum pemeriksaan melakukan penejelasan kepada
pasien/keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan.
 Menyuruh pasien untuk tidur terlentang datar.
C. Prosedur Tindakan / Langkah-langkah pemasangan EKG
1. Atur Posisi Pasien, posisi pasien diatur terlentang datar
2. Buka dan longgarkan pakaian pasien bagian atas, bila pasien
memakai jam tangan, gelang, logam lain agar dilepas
3. Bersihkan kotoran dengan menggunakan kapas pada daerah dada,
kedua pergelangan tangan dan kedua tungkai dilokasi manset elektroda.
4. Mengoleskan jelly pada permukaan elektroda.
5. Memasang manset elektroda pada kedua pergelangan tangan dan
kedua tungkai.
6. Memasang arde.
7. Menghidupkan monitor Elektrokardiogram.
8. Menyambungkan kabel Elektrokardiogram pada kedua tungkai
pergelangan tangan dan kedua tungkai pergelangan kaki pasien, untuk

79
rekaman ekstremitas lead (Lead I, II, III, AVR, AVL, AVF) dengan cara :

 Warna merah pada pergelangan tangan kanan


 Warna hijau pada kaki kiri
 Warna hitam pada kaki kanan.
 Warna kuning pada pergelangan tangan kiri.
 Memasang elektroda dada untuk rekaman precardial lead
o V1 pada interkosta keempat garis sternum kanan
o V2 pada interkosta keempat garis sternum kiri
o V3 pada pertengahan V2 dan V4
o V4 pada interkosta kelima garis pertengahan clavikula kiri
o V5 pada axila sebelah depan kiri
o V6 pada axila sebelah belakang kiri
9. Melakukan kalibrasi dengan kecepatan 25 mili/detik
10. Bila rekaman Elektrokardiogram telah lengkap terekam, semua
elektroda yang melekat ditubuh pasien dilepas dan dibersihkan seperti
semula.
11. Pasien dibantu merapihkan pakaian

80
PEMASANGAN EKG
Nama Mahasiswa :
NIM :
Nilai
No Aspek yang di nilai
1 2 3 4
Tahap pra interaksi
1 Verifikasi order
2 Menyiapkan alat
3 Cuci tangan
Tahap orientasi
4 Berikan salam, panggil klien dengan namanya
5 Jelaskan tujuan tindakan dan prosedur pada klien
6 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
Tahap kerja
7 Menutup pintu dan sampiran
8 Menyiapkan klien:
Posisikan klien supinasi/ posisi fowler
9 Minta/ bantu klien melepaskan pakaian atas
10 Instruksikan klien untuk tetap berbaring, tidak bergerak,
batuk atau berbicara
11 Bersihkan tempat penyadapan dengan alkohol kemudian beri
jelly
12 Pasang elektroda ekstremitas
13 Pasang elektroda prekordial
14 Melakukan rekam EKG
15 Lepas Elektroda, bersihkan bekas jelly dengan tissue
16 Tuliskan identitas pasien, tanggal, dan waktu perekaman
pada kertas hasil rekaman
Tahap terminasi
17 Beri re inforcement kepada pasien
18 Kaji evaluasi respon pasien
19 Dokumentasi catat prosedurnya dalam catatan perawat
SIKAP
20 Melakukan tindakan dengan sistematis
21 Komunikatif dengan klien
22 Percaya diri
Total nilai
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat
4 = Melakukan dengan tepat

81
Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75
Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)

NILAI =

Palu,..................................2020

Mahasiswa/Peserta Pembimbing/ Penguji

(……………………………………..) (…………………………………………)

82
PEMASANGAN KATETER

TRIGER KASUS

Seorang laki-laki berumur 42 tahun di rawat di ruang bedah


mengeluh kandung kemih yang penuh dan kencing hanya
menetes. Sesuai hasil kolaborasi, perawat memasang kateter.
Perawat mengoleskan jelly pada kateter dan memasukkan
kateter. Apakah tindakan perawat selanjutnya?

Definisi Pemasangan Kateter Urin


Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter
ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan
eliminasi dan sebagai pengambilan bahan pemeriksaan . Tindakan pemasangan kateter urin
dilakukan dengan memasukan selang plastik atau karet melalui uretra ke dalam kandung
kemih. Kateter memungkinkan mengalirnya urin yang berkelanjutan pada klien yang tidak
mampu mengontrol perkemihan atau klien yang mengalami obstruksi.
Kateter juga menjadi alat untuk mengkaji haluaran urin per jam pada klien yang status
hemodinamiknya tidak stabil. Kateterisasi urin membantu pasien dalam proses eliminasinya.
Pemasangan kateter menggantikan kebiasaan normal dari pasien untuk berkemih.
Penggunaan kateter intermiten dalam waktu yang lama dapat menyebabkan pasien
mengalami ketergantungan dalam berkemih .

Tipe Kateterisasi
Pemasangan kateter dengan dapat bersifat sementara atau menetap. Pemasangan kateter
sementara atau intermiten catheter (straight kateter) dilakukan jika pengosongan kandung
kemih dilakukan secara rutin sesuai dengan jadwal, sedangkan pemasangan kateter menetap
atau indwelling catheter (folley kateter) dilakukan apabila pengosongan kateter dilakukan
secara terus menerus

83
a. Kateter sementara (straight kateter)
Pemasangan kateter sementara dilakukan dengan cara kateter lurus yang sekali pakai
dimasukkan sampai mencapai kandung kemih yang bertujuan untuk mengeluarkan urin.
Tindakan ini dapat dilakukan selama 5 sampai 10 menit. Pada saat kandung kemih kosong
maka kateter kemudian ditarik keluar, pemasangan kateter intermitten dapat dilakukan
berulang jika tindakan ini diperlukan, tetapi penggunaan yang berulang meningkatkan resiko
infeksi. Pemasangan kateter sementara dilakukan jika tindakan untuk mengeluarkan urin dari
kandung kemih pasien dibutuhkan. Efek samping dari penggunaan kateter ini berupa
pembengkakan pada uretra, yang terjadi saat memasukkan kateter dan dapat menimbulkan
infeksi.

Beberapa keuntungan penggunaan kateterisasi sementara antara lain:


1) Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang tinggi/overdistensi yang mengakibatkan
aliran darah ke mukosa kandung kencing dipertahankan seoptimal mungkin
2) Kandung kencing dapat terisi dan dikosongkan secara berkala seakan-akan berfungsi
normal.
3) Bila dilakukan secara dini pada penderita cedera medula spinalis, maka penderita dapat
melewati masa syok spinal secara fisiologis sehingga fedback ke medula spinalis tetap
terpelihara
4) Teknik yang mudah dan klien tidak terganggu kegiatan sehari harinya Kerugian
kateterisasi sementara ini adalah adanya bahaya distensi kandung kemih, resiko trauma uretra
akibat kateter yang keluar masuk secara berulang, resiko infeksi akibat masuknya kuman-
kuman dari luar atau dari ujung distal uretra (flora normal)

b. Keteter menetap (foley kateter)


Kateter menetap digunakan untuk periode waktu yang lebih lama. Kateter menetap
ditempatkan dalam kandung kemih untuk beberapa minggu pemakaian sebelum dilakukan
pergantian kateter. Pemasangan kateter ini dilakukan sampai klien mampu berkemih dengan
tuntas dan spontan atau selama pengukuran urin akurat dibutuhkan.Pemasangan kateter
menetap dilakukan dengan sistem kontinu ataupun penutupan berkala (clamping). Pemakaian
kateter menetap ini banyak menimbulkan infeksi atau sepsis. Bila menggunakan kateter
menetap, maka yang dipilih adalah penutupan berkala oleh karena kateterisasi menetap yang

84
kontinu tidak fisiologis dimana kandung kencing yang selalu kosong akan mengakibatkan
kehilangan potensi sensasi miksi serta terjadinya atrofi serta penurunan tonus otot kandung
kemih.

Kateter menetap terdiri atas foley kateter (double lumen) dimana satu lumen berfungsi untuk
mengalirkan urin dan lumen yang lain berfungsi untuk mengisi balon dari luar kandung
kemih. Tipe triple lumen terdiri dari tiga lumen yang digunakan untuk mengalirkan urin dari
kandung kemih, satu lumen untuk memasukkan cairan ke dalam balon dan lumen yang ketiga
dipergunakan untuk melakukan irigasi pada kandung kemih dengan cairan atau pengobatan.
Indikasi Kateterisasi Kateterisasi sementara digunakan pada penatalaksanaan jangka panjang
klien yang mengalami cidera medulla spinalis, degenerasi neuromuscular, atau kandung
kemih yang tidak kompeten, pengambilan spesimen urin steril, pengkajian residu urin setelah
pengosongan kandung kemih dan meredakan rasa tidak nyaman akibat distensi kandung
kemih.

Kateterisasi sementara diindikasikan pada klien yang tidak mampu berkemih 8-12 jam
setelah operasi, retensi akut setelah trauma uretra, tidak mampu berkemih akibat obat
sedative atau analgesic, cidera pada tulang belakang, degerasi neuromuscular secara progresif
dan pengeluaran urin residual. Kateterisasi menetap (foley kateter) digunakan pada klien
paskaoperasi uretra dan struktur di sekitarnya (TUR-P), obstruksi aliaran urin, obstruksi
uretra, pada pasien inkontinensia dan disorientasi berat.

85
KETERAMPILAN MEMASANG DOWER CATHETER
Nama Mahasiswa :
NIM :
PENCAPAIAN
ASPEK YANG DI NILAI
NO 1 2 3 4
TAHAP PRAINTERAKSI
1. Baca catatan medis dan catatan keperawatan
2. Persiapan alat
1) Pengalas (perlak dan handuk)
2) Selimut ekstra atau selimut mandi
3) Kapas sublimat
4) Sarung tangan steril
Kateter steril (ukuran dan jenisnya disesuaikan dengan
5)
kebutuhan pasien)
6) Katung penampung urine (urine bag)
7) Spuit 20 cc yang berisi aquadest
8) Pinset anatomis
9) Jeli atau gliserin
10) Bengkok
11) Plester/hepavix dan gunting
3 Jaga privasi pasien
FASE ORIENTASI
PERSIAPAN PASIEN
4 Perkenalan
5 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi pasien :
6 Telentang (supine) untuk pria
Dorsal recumbent untuk wanita
FASE KERJA
7 Cuci tangan
8 pasang pengalas di bawah bokong pasien
9 Pakaikan selimut mandi sehingga hanya area perineal
yang terlihat
10 Lepaskan pakaian bawah pasien
11 Letakkan bak berisi set kateter, bengkok, dan kapas
sublimat di antara kedua tungkai bawah pasien dengan
jarak minimal 45 cm dari perineum pasien
12 Buka set kateter dan taruh di dalam bak peralatan
13 Kenakan sarung tangan steril (handscoen steril)
14 Pasang duk berlubang di daerah genetalia pasien
15 Tes balon kateter apakah mengembang atau tidak
16 Buka daerah meatus.
 Pria :
Pegang area di bawah glans penis dengan ibu jari dan

86
telunjuk tangan kiri. Tarik prepetium sedikit ke
pangkalnya (untuk yang belum disunat).
 Wanita :
Buka labia dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari
tangan kiri, kemudian tarik sedikit ke atas
17 Bersihkan daerah meatus.
 Pria :
Bersihkan meatus dengan gerakan melingkar dari pusat
ke arah luar, minimal tiga kali.
 Wanita :
Bersihkan area labia luar, terakhir bagian meatus, kapas
hanya digunakan sekali (atas ke bawah, dari meatus ke
anus)
18 Oleskan minyak pelican/jelly pada ujung kateter.
 Pria : 15-18 cm
 Wanita : 4-5 cm
19 Masukkan kateter secara perlahan ke dalam orificium
urethrae sampai urine keluar.
 Pria : 18-20 cm; tegakkan penis dengan sudut
900C
 Wanita : 5-7 cm
Tampung urine yang keluar dengan bengkok
20 Jika pada saat memasukkan kateter terasa ada tekanan,
jangan dipaksakan. Usahakan agar pasien tenang dan
rileks
21 Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam pada saat
kateter dimasukkan
22 Masukkan kembali kateter sepanjang 2 cm sambil sedikit
diputar
23 Isi balon kateter dengan aquades sebanyak yang
ditentukan dengan menggunakan spuit tanpa jarum. Lihat
pada petunjuk di bungkus kateter
24 Tarik kateter perlahan sampai ada tahanan balon
25 Lepaskan duk
26 Hubungkan kateter dengan urine bag
27 Lepaskan sarung tangan
28 Fiksasi kateter dengan plester.
Pria :di bagian paha
Wanita : ke arah samping
29 Gantung urine bag dengan posisi lebih rendah daripada
kandung kemih
30 Bantu pasien mencapai posisi yang nyaman
31 Ganti selimut mandi dengan selimut tidur. Kalau perlu
ganti pakaian
TAHAP TERMINASI
32 Beri re inforcement kepada pasien
33 Kaji evaluasi respon pasien

87
34 Menyampaikan rencana tindak lanjut dengan pasien
35 Membuat kontrak yang akan datang : Waktu, tempat,
topic
36 Mengakhiri kegiatan dengan berpamitan
DOKUMENTASI
37 Dokumentasi (nama pasien, waktu, jenis tindakan, respon
pasien, nama dan tanda tangan perawat)

SIKAP
38 Melakukan tindakan dengan sistematis
39 Komunikatif dengan pasien
40 Percaya diri
TOTAL NILAI
Keterangan :
Keterangan :
1 = Mengetahui, tetapi tidak melakukan
2 = Melakukan, tetapi tidak tepat
3 = Melakukan, mendekati tepat
4 = Melakukan dengan tepat
Nilai Batas Lulus (NBL) = ≥ 75
Penilaian: (Jumlah nilai aspek yang dilakukan) x 100
(Jumlah aspek ….. x 4)

NILAI =

Palu,..................................2020
Pembimbing/ Penguji

( )

88
CHEKLIST
KET ERAMPILAN PEMASANGAN
NASO GASTRIC TUBE (NGT)

No A spek ketera mpilan yang dinilai Ce k

1. Tahap Pra-interaksi
a. Menya pa pasie n da n mem perke nalka n diri
b. Menanyakan i denti tas pasie n
c. Menanyakan keluhan utama dan anam nesis singkat
2. Tahap Orientasi
a. Mempersiapkan ala t da n ba han
b. Menjelaskan indikasi pemasangan NGT ses uai dengan kondisi pasien
c. Menjelaskan prosedur pe masanga n NGT.
d. Meminta persetujuan pasien.
e. Menjaga privacy pasien
f. Meminta pasien duduk a tau berbaring terlentang
g. Mencuci ta ngan & mengguna kan sarung tangan
3. Tahap Kerja
a. Memeriksa lubang hidung yang akan digunakan untuk insersi.
b. Mempersiapkan pipa nasogastrik.
c. Mengukur panja ng pipa yang aka n di gunakan dengan cara mengukur panjang dari
tenga h telinga ke puncak hidung lalu diter uska n ke ti tik antara processus
xiphoide us lalu tandai dengan melihat skala pada pi pa.
a. Mengoleskan lubrikan pada ujung pipa sepa njang 15 cm per tama untuk melicinkan.
b. Memasukka n ujung pipa melalui l uba ng hidung sa mbil m eminta pasie n untuk
melakukan geraka n me nelan sa mpai me ncapai batas ya ng ditandai.
c. Menguji leta k NGT apa kah s udah sampai la mbung dengan menggunaka n metode
Whoosh tes :
o Memasang membran ste toskop se tinggi epigastri um kiri.
o Melakuka n aspirasi udara dengan spoi t 10 cc.
o Memasang s poi t 10 cc yang telah berisi udara ke NGT.
o Menye mprotka n udara yang berada di dalam s poit de ngan cepa t
sambil
o Mende ngarka n a da ti daknya suara “whoosh” pada ste toskop. Ji ka
terdengar s uara “w hoosh” ma ka NGT tela h masuk ke da lam lam bung. Jika
tida k terdengar ma ka selang NGT di masukkan/di keluarkan beberapa cm. Kem
udian dilakukan pengulangan metode “w hoos h” hingga ter dengar suara pada
ste toskop.
e. Bila ujung pi pa ti dak berada di lambung segera tarik pipa, dan coba me masangnya
lagi. Bila penderita mengalami sianosis ata u masala h respirasi segera tarik pipa.
f. Fiksasi pi pa mengguna kan plester pada m uka dan hidung, ha ti-ha ti janga n
menyumba t lubang hidung pasien.
p. Mengalir kan ke da lam kantong pe nampung ya ng disedia kan a tau m enutup ujung
pipa bila tida k se gera diguna kan dengan cara melipa t ujung pipa nasogas trik. Bi la
digunaka n untuk memasukkan ma ka nan, dihubungkan dengan spuit
4 Tahap Terminasi
a. Memberika n edukasi mengenai perawatan pipa nasogastrik dan rencana
penggantian pipa nasogas trik.
b. Merapika n alat dan membuang baha n me dis habis pakai ke te mpat sampa h medis.
c. Membuka sarung tangan, lal u me ncuci tangan.
PENILA IA N A SPEK PROFESIO NA LISME

Alat-alat yang diperlukan


1. Selang NGT sesuai ukuran yang dipakai (Dewasa/anak)
2. Jelly NGT
3. Near baken/bengkok
4. Plester
5. Guntung plester
6. Kapas alkohol
7. Klem
8. Pinset anatomis
9. Hand scoon
10. Stetoskop
11. Spuit 10/50cc disesuaikan
12. Penlight
13. Handuk/pengalas

Anda mungkin juga menyukai