Akuntansi Keperilakuan
Halo effect atau efek halo merupakan kecenderungan berpikir seseorang untuk memberikan penilaian
secara umum dan memberikan penilaian (pada atribut kinerja spesifik seseorang) berdasarkan
perasaan atau penilaian umum (Thorndike, 1920).
Halo effect merupakan kecenderungan untuk menggunakan evaluasi secara umum untuk membuat
penilaian pada sifat-sifat spesifik. Atau dengan kata lain, kita cenderung menggunakan karakteristik
umum (misalnya menyenangkan, menarik) untuk menentukan ciri kepribadian yang spesifik.
Halo effect dikemukakan oleh Edward Thorndike, seorang psikolog. Dia melakukan sebuah penelitian
yang diterbitkan pada tahun 1920 mengenai bagaimana seorang komandan menilai tentara
bawahannya. Dalam penelitiannya, dia meminta 2 komandan untuk menilai tentara bawahannya
dalam hal kualitas fisik (kerapian, energi, dan kekuatan fisik) dan kualitas mental, emosi, dan sosial
(seperti intelektualitas, kepemimpinan, dan tanggung jawab). Thorndike menemukan bahwa, jika
prajurit dinilai tinggi pada salah satu kriteria, maka dia akan dinilai tinggi pula pada kriteria yang lain.
Artinya, seorang prajurit yang dinilai cerdas, dia juga akan dinilai rapi, dan bertanggung jawab,
sementara seorang prajurit yang dinilai tidak bertanggung jawab juga cenderung mendapat nilai
rendah pada kekuatan fisik dan energi. Thorndike menyimpulka adanya halo effect yaitu mengacu
pada bagaimana persepsi umum individu menciptakan kesan positif atau negatif dan mengaburkan
karakteristik spesifik mereka.
Halo effect juga terjadi dalam semua aspek kehidupan di sekitar kita, misalnya:
Di kelas, guru memiliki kecenderungan untuk terkena halo effect ketika menilai siswanya. Misalnya
seorang guru yang menilai bahwa siswa A memiliki perilaku yang baik akan memiliki kecenderungan
untuk menilai siswa A baik dalam semua hal. Guru akan menilai bahwa siswa A tekun dan rajin
sebelum guru melakukan penilaian secara detail. Halo effect maka akan memengaruhi objektivitas
pada penilaian terhadap kinerja siswa. (Rasmussen, Encyclopedia oI Educational Psychology, Volume
1, 2008).
Pada ajang pencarian bakat, ada seorang peserta bernama Susan Boyle berusia 47 tahun. Pada saat dia
naik ke panggung, semua juri dan penonton meremehkan kemampuan menyanyinya karena mereka
hanya menilai dari penampilan umumnya. Juri dan penonton terkena halo effect, bahwa Susan yang
memiliki penampilan biasa saja maka kemampuan menyanyinya juga biasa saja. Namun ketika Susan
menyanyi, mereka menyadari bahwa penilaian mereka salah.
Dilingkungan kerja, halo effect seringkali merupakan bias yang paling sering terjadi. Halo effect
memengaruhi penilaian atasan terhadap kinerja bawahan. Coba bayangkan jika atasan menilai
karyawannya pada satu karakteristik dari pekerja, misalnya antusiasme, dan membiarkan penilaian
tersebut memengaruhi penilaian atasan pada kinerja karyawan secara keseluruhan berdasarkan satu
karateristik Saja meskipun karyawan tersebut tidak memiliki pengetahuan atau kemampuan untuk
melakukan pekerjaan dengan sukses (Schneider et al., 2012).
Halo effect efektif bagi perusahaan yang sangat bergantung pada image/brand untuk meningkatkan
permintaan. Hal ini juga efektif bagi perusahaan di industri kompetitif di mana terdapat banyak
perusahaan yang menawarkan layanan yang sama dengan perbedaan marjinal.
Perusahaan yang menghasilkan multiproduk juga menggunakan halo effect untuk membangun diri di
industri tertentu; misalnya, jika satu produk dari perusahaan tersebut dapat menjadi pemimpin dalam
industri, maka kepercayaan pada brand tersebut menyebar ke produk lainnya.
Halo effect juga dapat menjelaskan mengapa memilih bintang iklan yang menarik, karismatik, dan
baik merupakan cara yang tepat untuk mengiklankan produknya.
Halo effect sangat berpengaruh dalam interview kerja. Kalian mungkin pernah mendengar cerita
'horor' bahwa seseorang yang pandai di kelas tidak memperoleh pekerjaan dan gagal dalam tahap tes
interview setelah mampu melewati tes tertulis dan tes fisik, sedangkan teman sekelasnya yang
memiliki kemampuan akademik di bawah, lolos dalam tes interview. Terdapat kecenderungan orang
yang menarik akan mudah mendapat pekerjaan karena penampilan mereka.
THE HALO EFFECT IN BUSINESS RISK AUDITS: CAN STRATEGIC RISK ASSESMENT
BIAS AUDITOR JUDGMENT ABOUT ACCOUNTING DETAILS?
PENGARUH HALO EFFECT DALAM AUDIT RISIKO BISNIS: BISAKAH PENILAIAN RISIKO
STRATEGIS BIAS TERHADAP PENILAIAN AUDITOR TENTANG RINCIAN AKUNTANSI?
LATAR BELAKANG
Auditor yang menggunakan pendekatan audit risiko bisnis melakukan penilaian strategis untuk
membangun perspektif secara eseluruhan mengenai model bisnis kliennya. Penilaian secara holistik
sebelum melakukan detail audit akan menimbulkan halo effect karena penilaian kinerja berdasarkan
karakteristik secara keseluruhan akan mengurangi ketelitian dalam mengevaluasi kriteria-kriteria yang
lebih spesifik atau detail. Ketika auditor berfokus pada penilaian secara keseluruhan terhadap klien
akan mengurangi ketelitian dalam melakukan audit pada bukti-bukti secara detail. Kurangnya
ketelitian pada bukti-bukti audit yang detail menyebabkan kegagalan audit seperti pada kasus
Worldcom. Auditor eksternal meyakini bahwa Worldcom merupakan bisnis yang sukses.
Auditor eksternal meyakini bahwa secara keseluruhan Worldcom merupakan bisnis yang sukses dan
memiliki strategi bisnis yang baik.
>>
Halo effect menyebabkan Auditor menjadi kurang teliti pada detail akun. Dan gagal mendeteksi
peningkatan tidak wajar akun capital expenditure dan penurunan biaya perawatan rutin yang
merupakan signal kesalahan pelaporan keuangan.
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini menguji apakah auditor yang melakukan penilaian risiko bisnis perusahaan secara
umum/ keseluruhan/ holistik akan mengurangi ketelitian auditor dalam mendeteksi risiko salah saji
pada pola fluktuasi dalam akun.
Halo effect merupakan kecenderungan berpikir seseorang untuk memberikan penilaian secara umum
dan memberikan penilajan (pada atribut kinerja spesifik seseorang) berdasarkan perasaan atau
penilaian umum (Thorndike, 1920). Beberapa hasil penelitian menunjukkan dukungan terhadap halo
effect pada beberapa konteks.
Penilaian secara holistik/umum dapat memengaruhi bagaimana auditor mencari dan mengevaluasi
bukti-bukti yang detail. Phillips (1999) menemukan bahwa auditor yang menganalisis akun yang
sebelumnya diindentifikasi memiliki risiko rendah, kurang sensitif pada kenyataan bahwa terdapat
pelaporan keuangan yang agresif dalam akun tersebut dibanding auditor yang menganalisis akun yang
sama yang diklasifikasikan sebagai akun tinggi risiko. Wilks (2002) menemukan bahwa auditor yang
diberi informasi mengenai hasil evaluasi going concern yang diberikan oleh partner auditor sebelum
melakukan audit detail, akan cenderung memberikan opini going concern sesuai dengan yang
diberikan oleh partner.
Halo effect memprediksi bahwa membuat pendapat umum mengenai resiko audit akan mengurangi
diagnostik bukti terperinci tentang perubahan saldo akun. Hipotesis yang diajukan:
H1: Auditor yang melakukan penilaian strategic assesment sebelum melakukan prosedur
analisis, menilai risiko akun ketika ada dan tidak ada fluktuasi yang tidak konsisten lebih kecil
dibanding auditor yang tidak melakukan strategic assesment sebelum melakukan prosedur
analisis
H2: Ketika auditor melakukan strategic assesment sebelum melakukan prosedur analisis,
penilaian risiko strategis berhubungan positif dengan penilaian risiko s alah saji yang
dikembangkan auditor kembangkan untuk akun yang berfluktuasi secara tidak konsisten.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian menggunakan metode eksperimen desain antar subjek 2 x 2. Partisipan merupakan
senior level auditor Kantor Akuntan Publik Big 4. Partisipan dibagi ke dalam 4 kelompok. Penelitian
ini membedakan penilaian risiko oleh auditor pada kelompok 1, 2, 3, dan 4.
HASIL
1. Ketika auditor melakukan penilaian risiko strategis sebelum melakukan prosedur analisis,
maka akan terkena halo effect, sehingga penilaian risiko salah saji pada akun kurang sensitif
pada fluktuasi akun yang tidak konsisten.
2. Auditor yang diberi informasi mengenai rendahnya penilaian risiko strategis, maka menjadi
kurang teliti atau kurang sensitif terhadap fluktuasi akun yang tidak konsisten.
KESIMPULAN
Penelitian ini mendukung halo effect bahwa auditor yang secara umum memberikan penilaian kinerja
tinggi pada perusahaan sebelum melakukan prosedur audit, akan mengurangi penggunaan informasi
diagnostik yang terkandung dalam ukuran-ukuran yang lebih rinci.
DEBIASING THE HALO EFFECT IN AUDIT DECISION: EVIDENCE FROM EXPERIMENTAL
STUDY
Intiyas Utami, Indra Wijaya Kusuma, Gudono & Supriyadi Asian Review of Accounting, 2017, 25(2):
211-241
PENDAHULUAN
Auditor diharapkan membuat penilaian yang akurat setiap kali mereka melakukan tes audit.
Kegagalan auditor dalam membangun hipotesis awal dapat menciptakan sebuah penilaian yang tidak
akurat pada tahap akhir penelitian (Bedard & Biggs, 1991). Kegagalan seperti itu disebabkan oleh
hipotesis awal yang tidak akurat dan pertimbangan terakhir disebabkan oleh ambiguitas data,
termasuk ketidakmampuan dan kompleksitas data (Luippold & Kida, 2012). Data yang kompleks
mengacu pada informasi dengan cakupan holistik. Untuk mendapatkan pemahaman tentang klien
bisnis maka auditor perlu untuk menilai data holistik. Perspektif data holistik dalam penilaian strategis
dapat membantu auditor untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang mengancam model bisnis klien
(Eilifsen, Knechel & Wallage, 2001; Fukukawa & Mock, 2011; Ballou, Earley & Kaya, 2004).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa data yang disajikan dalam lingkup holistik dapat
meningkatkan keakuratan pertimbangan profesional auditor (Luippold & Kida, 2012), namun
penelitian psikologisnya menunjukkan bahwa menilai objek yang disajikan dalam cakupan holistik
berpotensi menciptakan Halo Effect (Murphy, Jako & Anhalt, 1993). Studi lain yang meneliti di
bidang audit telah mengonfirmasi bahwa halo effect dapat menyebabkan keputusan yang tidak akurat
dalam penilaian risiko salah saji material selama tahap prosedur analisis (O'Donnel & Schultz 2005)
atau dalam penilaian kontrol pengganti (Grammling O'Donnel & Vandervalde, 2010). Oleh karena
itu, penting untuk mengurangi penilaian risiko salah saji material yang tidak akurat akibat halo effect
sehingga kualitas keputusan akhir auditor dapat ditingkatkan (Grammling, O'Donnel & Vandervalde,
2010).
Halo effect adalah bias individu yang hadir saat menilai orang atau objek tertentu dan halo effect ini
dicapai dengan menggeneralisasi penilaian atribut tertentu ke dalam penilaian atribut lainnya (Schultz
& Schultz, 2010). Lebih khusus lagi, penilaian awal yang didasarkan pada kesan awal terhadap
informasi pertama yang bisa diperoleh secara signifikan memengaruhi penilaian atas informasi yang
disajikan kemudian (Tetlock, 1983). Halo effect muncul saat pengetahuan para pengambil keputusan
mengenai keseluruhan evaluasi memengaruhi objektivitas mereka dalam evaluasi bukti berikutnya
(Slowakia, Finucane, Peters & MacGregor, 2002; Peecher, 1996) dan saat pengambilan keputusan
mengenai bukti akhir cenderung konsisten dengan bukti awal (Nisbet & Wilson, 1977; Cooper,
1981a; Balzer & Slusky, 1992; Murphy, Jako & Anhalt, 1993). Halo effect juga bisa disebut error
halo positif (Fisicaro, 1988). Penilaian positif terhadap karakteristik tertentu dari benda- benda
tertentu juga dapat menyebabkan penilaian positif terhadap karakteristik lain dari objek yang sama.
Sebuah studi tentang halo effect biasanya memusatkan analisisnya pada penyajian informasi yang
menghasilkan kesan meyakinkan yang dianggap sebagai proses konfirmatori (Tan dan Jamal, 2001).
Halo effect adalah bias individu yang hadir saat menilai orang atau objek tertentu.
Halo effect telah diamati oleh beberapa peneliti, seperti O'Donnel * Schultz (2005) dan Grammling:
O'Donnel & Vandervalde (2010). Cksperimen yang dilakukan oleh O'Donnel & Schultz (2005)
ienunjukkan bahwa penilaian risiko dilakukan oleh auditor yang melakukan strategic assesment
(penilaian strategis) cenderung kurang sensitif terhadap akun yang tidak konsisten fluktuasinya
dibandingkan terhadap penilaian risiko yang dilakukan oleh auditor yang tidak melakukan strategic
assesment (penilaian strategis). Hasil lainnya menunjukkan bahwa auditor yang memperkirakan
tingkat risiko bisnis rendah cenderung kurang sensitif terhadap fluktuasi akun yang tidak konsisten
dibanding auditor yang memperkirakan risiko bisnis yang tinggi. Grammling O'Donnel &
Vandervalde (2010) menawarkan bukti empiris, yang mengonfirmasikan adanya halo effect dalam
konteks auditing.
Penggunaan pendekatan holistik dalam menilai suatu objek tertentu dapat menyebabkan keputusan
terdistorsi dalam menilai atribut objek secara rinci, misalnya penilaian risiko terhadap informasi
analisis (Finucane et al., 2000) atau risiko pada analisis keuangan (Moreno, Kida & Smith, 2002).
Wilks (2002) menemukan bahwa selama evaluasi going concern, auditor yang menyadari penilaian
mitra kerja mereka sebelum keseluruhan tugas dilakukan cenderung mendistorsi penilaian terhadap
bukti secara rinci agar sesuai dengan penilaian partnernya.
Studi sebelumnya (O'Donnel dan Schultz, 2005; Grammling, O'Donnel dan Vandervalde, 2010)
belum menawarkan solusi untuk mengurangi halo effect, yang jika ditemukan, dapat membantu
memastikan keakuratan penilaian profesional auditor. Arel, Kaplan dan O'Donnel (2005) memberikan
bukti empiris yang menunjukkan bahwa halo effect dapat dikurangi dengan pengalaman. Mereka juga
menunjukkan bahwa prosedur audit tidak dapat meningkatkan akurasi auditor di mana hal ini berarti
tidak bisa mengurangi halo effect. Auditor membutuhkan waktulebih lama untukmengumpulkan
pengalaman agar bisa lebih peka terhadap halo effect potensiai dalam tugas audit mereka. Sementara
itu, KAP membutuhkan strategi yang lebih efektif untuk mengurangi halo effect karena tugas audit
saat ini nampaknya melibatkan lebih banyak auditor junior yang cenderung kurang berpengalaman
dan sebagainya, berpotensi rentan terhadap halo effect. Utami et al. (2014) mengemukakan bwa
ketika melakukan prosedur analitik, auditor mengalami halo ffact karena kesan mereka terhadap
penampilan klien mereka. Auditor cenderung mengoperasionalkan penampilan klien mereka dalam
meyakinkan kondisi dan cakupan fisik informasi klien yang disajikan. Meskipun Utami et al. (2014)
fokus pada menginvestigasi halo effect pada penampilan klien; mereka tidak membahas strategi yang
bisa digunakan untuk mengurangi halo effect, sehingga menciptakan celah yang diharapkan penelitian
dapat mengisinya.
Auditor mengalami halo effect karena kesan mereka terhadap penampilan kliennya.
Studi saat ini mengusulkan untuk pengembangan strategi mitigasi yang dapat membantu mengurangi
dampak yang ditimbulkan oleh bias halo effect. Mengurangi halo effect penampilan kliennya. dalam
penugasan audit diperlukan karena dapat meningkatkan Keakuratan penilaian profesional auditor
yang menerapkan risiko salan saji material dalam tugas mereka. Implikasi halo effect sangat luas.
Coope (1981b) mengusulkan pelatihan sebagai satu cara yang bisa membantu mengurangi halo effect.
Dalam konteks audit, bukti empiris menegaskan bahwa metode pelatihan, yang dapat meningkatkan
penilaian profesional, termasuk penjelasan sendiri dan penjelasan umpan balik (Earley, 2001; 2003).
Dalam mencari strategi yang dapat digunakan untuk mengurangi halo effect, penelitian ini
mengusulkan penggunaan penjelasan sendiri dan penjelasan umpan balik sebagai upaya untuk
mengurangi halo effect dalam menilai risiko salah saji material. Literatur sebelumnya telah
mengemukakan keefektifan metode akulsisi pengetahuan sebagai sarana untuk meningkatkan akurasi
penilaian namun metode penjelasan diri sendiri dan umpan balik jelas juga berpotensi efektif dalam
mengurangi halo effect sehingga penilaian audit bisa lebih akurat.
Halo Effect
Halo effect muncul karena evaluasi keseluruhan pada obiek. tertentu selama fase awal memengaruhi
evaluasi dalam tak berikutnya (Slovic et al., 2002). Halo effect merujuk pada potenet ketidakakuratan
observasi yang disebabkan oleh generalisasi yang berlebihan mengenai objek atau seseorang pada
jumlah bukti yang terbatas atau karena efek informasi yang didapatkan sebelumnya. Thorndike (1920)
mendefinisikan halo effect sebagai tendensi untuk memikirkan seseorang secara umum, lebih baik
atau agak inferior, dan untuk memberikan penilaian (dimensi kinerja spesifik) dengan
menggeneralisasi perasaannya. Definisi tersebut mengimplikasikan bahwa halo effect merupakan
tendensi seseorang untuk mengandalkan penilaian umum mengenai objek atau individu tertentu untuk
menilai beberapa dimensi spesifik mengenai objek atau individu tersebut.
Dalam penugasan audit, penilaian strategis mengenai model bisnis klien dilakukan dengan
memberikan informasi dalam perspektif holistik (Bell et al., 1997). Auditor mengikuti langkah-
langkah berikut dalam melakukan penilaian strategis: 1) mendokumentasikan dokumen-dokumen
kegiatan operasi, termasuk tujuan strategis, proses bisnis, masalah internal dan eksternal, proses
manajemen strategis untuk memantau dan mengendalikan model bisnis tersebut. 2) menganalisis
risiko dan aktivitas strategis yang dipengaruhi oleh risiko tersebut; 3) menganalisis proses yang
menghubungkan risiko strategis dengan kelompok transaksi dan mengevaluasi indikator kinerja utama
dan proses kinerja (O'Donnel & Schltz, 2005).
Dengan heuristik, auditor junior dan senior bisa menggunakan penilaian strategis dari mitra kerja dan
informasi yang diperoleh dari bisnis klien untuk menentukan salah saji akun selama uji analisis Jika
penilaian awal positif, maka penilaian selanjutnya juga cenderung positif meskipun bukti yang ada
dalam fase tersebut tentu positif. Penilaian awal mengenai karakteristik umum ang memengaruhi
penilaian terhadap karakteristik spesifik lainnya disebut sebagai halo effect, yang merupakan contoh
bias yang disebabkan oleh korelasi ilusi. Hogarth (1987) menjelaskan bahwa korelasi ilusif mengacu
pada dua variabel yang dianggap terkait, padahal sebenarnya tidak. Informasi yang menunjukkan
kondisi baik klien pada tahap awal tidak harus sama dengan kondisi baik klien pada tahap selanjutnya.
Phillips (1999) menemukan bahwa auditor yang menganalisis akun berisiko rendah cenderung kurang
sensitif terhadap pelaporan keuangan agresif terhadap akun tersebut daripada auditor yang melakukan
analisis akun berisiko tinggi. Wilks (2002) menemukan banwa auditor yang terlibat dalam evaluasi
penilaian going concern uari mitra mereka sebelum proses evaluasi secara rinci akun cenderung
menyesuaikan dengan penilaian partner mereka dan miengabaikan informasi lainnya. Penelitian Wilks
'(2002) menun- jukkan bahwa ketika melakukan penilaian holistik, auditor menjadi bias bahkan
sebelum melakukan analisis rinci terhadap bukti audit. Keanehan seperti itu muncul karena evaluasi
yang dilakukan pada informasi rinci dipengaruhi oleh evaluasi informasi holistik yang tidak terkait
dengan pengambilan keputusan. O'Donnel dan Schultz (2005) memberikan label bias tersebut sebagai
halo effect.
Debiasing
Debiasing merupakan proses untuk mengurangi atau mengeliminasi bias yang datang dari strategi
pembuatan keputusan kognitif (Bazerman, 1994). Kennedy (1993) menciptakan kerangka kerja
debiasing dengan memfokuskan pada sumber bias yaitu bias yang berhubungan dengan usaha dan
data. Kinerja merupakan fungsi dari usaha dan data. Usaha sendiri terdiri atas dua komponen yaitu
kapasitas dan motivasi, sedangkan data dibagi dalam data internal dan data eksternal.
Dalam konteks profesi audit, bias penilaian dapat dikurangi melalui berbagai strategi. Ashton &
Kennedy (2002) menunjukkan bahwa auditor yang membuat keputusan going-concern mengalami
bias resensi. Mereka dapat menggunakan self-review untuk meminimalkan bias tersebut. Lowe &
Reckner (2002) mengandalkan pada keputusan foresight untuk membantu mengubah perspektif
foresight lebih dekat pada perspektif hindsight auditor sebagai cara untuk mengurangi bias hindsight
dan foresight.
Dalam kerangka Kennedy (1993), halo effect berhubungan dengan data internal dan eksternal.
Informasi holistik yang kuat memberi kesan kuat pada auditor yang berpengalaman dan karenanya
meningkatkan halo effect. Bias ini terkait dengan data internal atau eksternal. Di sini, data internal
menunjuk pada pengetähuan yang tersimpan di memori sementara data eksternal menunjukkan
informasi yang diambil dari lingkungan eksternal seseorang. Dari berbagai metode ini, pelatihan
(mitigasi data internal) dan memberikan bantuan keputusan (mitigasi data eksternal) dapar digunakan
untuk meningkatkan kualitas penilaian auditor. Helmen (1990) menemukan bahwa ketika auditor
memberikan setidaknya dua penjelasan alternatif, mereka cenderung untuk mengubah penilaian
mereka sebelumnya. Metode ini sesuai dengan proposisi Earley's (2001, 2003), yaitu metode
pelatihan atau metode akuisisi pengetahuan yang menggunakan penjelasan diri (self-explanation) dan
umpan balik penjelas (explanatory feedback). Pelatihan merupakan upaya untuk memperoleh
pengetahuan dengan memungkinkan auditor untuk berdebat dan menjelaskan alasan penolakan audit
mereka dalam bentuk tertulis (self-explanation) dan juga untuk menerima umpan balik penjelas dari
manajer mereka.
HIPOTESIS
H1: Auditor dengan kondisi halo effect akan membuat keputusan audit yang lebih akurat jika
mereka membuat self-explanation.
H2 : Auditor dengan kondisi halo effect akan membuat keputusan yang lebih akurat jika
mereka menerima explanatory feedback.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental untuk menguji nubungan antara cakupan
informasi, metode akuisisi pengetahuan, dan penilaian risiko dari salah saji material. Lebih spesifik,
desain Aciompok kontrol pre-test dan post-test digunakan karena terdapat Relompok eksperimen dan
kontrol yang tidak dimanipulasi. Subjek cara random diklasifikasikan dalam kelompok eksperimental
dan kontrol untuk menjamin bahwa kondisi subjek dalam kelompok sama. Eksperimen dilakukan
dengan melakukan seminar tentang ISA yang dilakukan di Suarabaya pada 2 Februari 2013.
Penelitian ini menggunakan matrik eksperimen 2x3 between-subject.
1. Variabel independen (dimanipulasi) adalah Halo Effect (rendah atau tinggi) dan metode
akuisisi pengetahuan (self-explanation, explanatory feedback, dan no explanation dan
explanatory feedback sebagai kelompok kontrol).
2. Variabel dependen penelitian ini adalah keputusan audit dalam menentukan penilaian risiko
mengenai salah saji material pada akun penjualan.
HASIL
1. H1 tidak terdukung
Hasil independent t-test untuk kelompok yang menerima informasi dari cakupan holistik
menunjukkan bahwa nilai signifikansinya 0,760. Pengujian statistik mengindikasikan bahwa
rata-rata penilaian risiko salah saji material akun penjualan dalam sel 1 (kelompok
eksperimental) tidak berbeda secara signifikan dari rata-rata penilaian risiko salah saji
material dalam sel 3 (kelompok kontrol).
Hasil kelompok yang menerima informasi dengan cakupan holistik nilai signifikansinya
0,534. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara penilaian risiko salah saji material dari kelompok yang menerima strategi mitigasi self-
explanation dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak menerima strategi mitigasi.
Oleh karena itu H2 tidak terdukung yang artinya metode akuisisi pengetahuan self-
explanation bukan strategi mitigasi yang tepat untuk halo effect. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa subjek dalam kelompok self-explaining mungkin memiliki jenis
kepribadian yang lebih menyukai argumen verbal dibanding tulisan. Hal ini memungkinkan
bahwa ketika auditor berpikir ulang dan lalu mengekspresikannya dalam bentuk tulisan
memiliki potensi membatasi auditor dalam membuat argumen. Keberadaan metode akuisisi
pengetahuan explanatory-feedback sebagai strategi mitigasi membantu untuk mengurangi
halo effect dalam menetapkan penilaian risiko salah saji material. Secara teori, kelompok
dengan halo effect yang tinggi akan mengubah penilaian mereka ketika menerima
explanatory-feedback. Sementara itu, kelompok kontrol yang tidak menerima explanatory-
feedback tidak akan mengubah penilaian mereka.
2. H2 terdukung
H2 diuji dengan membandingkan perbedaan penilaian risiko salah saji material dari akun
penjualan (pre-test) dan penilaian risiko salah saji material akun penjualan (post-test) dengan
menggunakan independent t-test. Hasil menunjukkan perbedaan yang signifikan di antara sel
2 (Halo Effect rendah dan strategi mitigasi explanatory feedback) dan sel 3 (Halo Effect
rendah tanpa strategi mitigasi). Secara statistik, t = 2,422 dengan probabilitas signifikansi
sebesar 0,025 untuk kelompok dengan halo effect rendah. Hasil pengujian H2 pada kelompok
dengan cakupan informasi holistik menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara
sel 5 (explanatory feedback) dan sel 6 (tanpa mitigasi) (t = 2,200; p = 0,04). Hasil
mengindikasikan bahwa explanatory feedback dapat digunakan sebagai strategi mitigasi halo
effect sehingga penilaian profesional auditor menjadi lebih akurat. Dengan demikian, H2
terdukung
IMPLIKASI
1. Implikasi Praktik
Kantor akuntan publik dapat menggunakan explanatory feedback dalam bentuk telaah
manajer sebagai bentuk dari metode akuisísi pengetahuan sebagai strategi mitigasi halo effect.
2. Implikasi Sosial
Implikasi sosial penelitian ini adalah halo effect dapat memengaruhi keputusan dalam banyak
aspek. Individu harus meningkatkan nilai profesional mereka dengan memperbanyak
melakukan pelatihan yang berguna untuk memitigasi halo effect.