Bab Ii Kajian Pustaka: Et Al., 2014)
Bab Ii Kajian Pustaka: Et Al., 2014)
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi
kehamilan sebelum 20 minggu atau berat badan janin kurang dari 500 gram dan
masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus (Cunningham, et al., 2014). Pada
et al., 2014).
2.2 Epidemiologi
diperkirakan dapat lebih tinggi lagi di masyarakat. Hal ini disebabkan karena tidak
adanya kewajiban untuk melaporkan kejadian abortus pada pihak yang berwenang
(Halim, et al., 2011). Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004
diperkirakan 4,2 juta abortus terjadi setiap tahun di Asia Tenggara, dengan
perincian 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura, antara 750.000 sampai 1,5
tahun terjadi 2 juta kasus aborsi di Indonesia. Ini artinya terdapat 23 kasus aborsi
8
9
2014). Angka kejadian abortus inkomplit bervariasi antara 16-21% (Halim, et al.,
abortus bervariasi antara 2,5-15% (Halim, et al., 2011). Data pada dinas kesehatan
Sumatera Utara didapatkan angka kejadian abortus inkomplit pada tahun 2011
adalah 9,75% (Samjianto, 2012). Di RSUP Sanglah diperoleh data angka kejadian
2.3 Etiologi
sebagai berikut:
1. Faktor fetal
sekitar 60-75% kasus abortus spontan. Dan angka abortus yang disebabkan
biasanya akan berakhir dengan abortus dan sangat jarang dapat bertahan
10
2013).
2. Faktor maternal
Infeksi
Penyakit metabolik
kadar oksigen dalam darah. Hal ini dapat memberikan efek tidak langsung
pada ibu dan janin antara lain kematian janin, meningkatnya kerentanan
Faktor Imunologi
yang melawan sel sendiri, dan alloimunitas – kekebalan melawan sel orang
aspirin dan heparin (atau prednison dalam beberapa kasus tertentu) (Smith,
2015).
Trauma fisik
3. Faktor paternal
Abortus inkomplit ditandai oleh perdarahan pervaginam dan nyeri perut atau
kram. Pada abortus inkomplit, sebagian hasil konsepsi telah keluar dan sebagian
menyebabkan terjadinya syok pada ibu. Pada pemeriksaan fisik, jaringan dapat
teraba pada vagina, serviks yang membuka, dan besar uterus yang mulai
mengecil. Pada keadaan ini tes kehamilan masih positif, tetapi kehamilan tidak
Fetus terdiri dari antigen asing bagi ibunya, wajar bila timbul reaksi
penolakan terhadap antigen asing. Dari sudut imunologi, abortus adalah reaksi
tubuh ibu menolak fetus sebagai antigen asing (Larsen, et al., 2013).
HLA (Human Leukocyte Antigen) suami di permukaan zygot dan bersifat sebagai
14
antigen asing bagi ibunya. Antigen permukaan sel fetus yang lainnya merupakan
antigen organ spesifik dan antigen embrional (oncoferal). Sistem imun wanita
berperan menyebabkan abortus spontan. Misalnya sel sistem imun non spesifik
ibu seperti sel natural killer (NK), sel lymphpkone avtivated killer (LAK), dan
makrofag dapat mengenal jaringan emrbrio primitif dan sel tumor lainnya sebagai
serum pemblok reaksi limfosit istri terhadap plasenta dan terhadap antigen
leukosit suami. Wanita tersebut bila diimunisasi dengan limfosit suaminya akan
tersebut serupa dengan reaksi penolakan graft baik karena mekanisme sel efektor
perkembangan fetus tergantung pada daya reaksi sel efektor ibu menolak graft
(fetus) yang dianggap asing oleh sistem imun ibu (Adhi, 2014).
akumulasi sel efektor di tempat implantasi, mekanisme sel efektor ibu gagal
menekan sel efektor kekebalan spesifik maupun non-spesifik ibu oleh sel ibu
15
sendiri maupun oleh sel fetus atau akibat interaksi keduanya, atau terjadi
salah satu faktor penekan sel efektor ibu dalam sistem imun spesifik dan non-
Toleransi ibu terhadap janin dapat diterangkan dengan teori reaksi alogenik
yang bersifat bipolar, yaitu merusak dan reaksi penguat. Efek merusak seperi
yang bersifat sitotoksik dan merusak target antigenik. Efek penguat (enhancing
effect) bekerja dengan cara memberi respons humoral yang dapat mengimbangi
reaksi penolakan dan menimbulkan efek positif pada target antigenik. Reaksi
fasilitasi ini pada kehamilan lebih dominan daripada reaksi merusak. Terjadinya
toleransi sistem imun maternal ini memunculkan beberapa hipotesis, antara lain
berinteraksi dengan Killing Inhibitory Receptor (KIR) dan akan menekan aktivitas
sitotoksisitas dari sel NK, sehingga memicu toleransi sistem imun maternal
endometrium dan implantasi embrio merupakan suatu proses yang komplek. Dari
apa yang diketahui tentang sel T Helper dimana pada penelitian dengan model
tikus didapatkan penolakan kehamilan yang dipengaruhi oleh sitokin Th1, dan
terjadi peningkatan ratio Th1/Th2 dalam darah tepi (Agius, et al., 2012).
Sel T helper (CD4+) naïve (Th0) saat mengenali antigen yang dipresentasikan
oleh APC dapat berdiferensiasi menjadi Th1 apabila mendapat sinyal berupa IL-
IL-13. Meski demikian , Th1 dan Th2 juga sama-sama menghasilkan IL-3, TNF
dengan peningkatan kejadian keguguran. Oleh karena itu, yang dianggap sebagai
dihasilkan oleh Th2. Meski demikian, ternyata sitokin-sitokin tersebut tidak hanya
dihasilkan oleh sel-sel imun saja, tetapi juga oleh sel-sel trofoblas (Hyde, et al.,
2014).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sitokin tipe 1 memiliki pengaruh
membunuh sel trofoblas. IFN-γ di sekresi oleh sel-sel uNK yang menyebabkan
sel-sel trophoblas manusia menjadi lisis akibat pengeluaran IL-2 yang merangsang
dari sel-sel trofoblas in vitro dan stimulasi makrofag di desidua. Lebih jauh lagi
TNF-α dan IFN-γ juga dapat mempengaruhi perkembangan janin dengan cara
18
trombin memicu pembekuan dan produksi IL-8 yang menstimulasi granulosit dan
sel endotelial untuk menghentikan aliran darah plasenta. Bersama dengan sitokin
atau kemokin, sel uNK juga mengeluarkan gelatin-1 dan gelatin A. gelatin-1
dengan penurunan TNF-α, IL-2, dan IFN-γ yang diproduksi oleh sel T yang
trofoblas. Gambaran yang paling dapat diterima saat ini adalah baik di dalam
desidua ataupun aliran darah perifer, selama kehamilan menjadi lebih predominan.
Pentingnya dominasi relative sitokin tipe 2 jika dibandingkan dengan tipe 1 dapat
Beberapa jenis sitokin dan hormon telah terbukti dapat dihasilkan oleh
plasenta. Hormon yang cukup penting yang dihasilkan oleh plasenta adalah
akan memicu produksi LIF (Leukemia Inbibitory Factor) pada endometrium, dan
juga akan memodulasi sistem imun maternal sehingga keseimbangan Th1 dan Th2
meski saat ini baru terbukti pada spesies Roden. Dalam masa kehamilan plasenta
trimester kedua dan diperkirakan dapat pula memodulasi sistem imun maternal
(Widiyanti, 2014) .
pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa beberapa tingkat inflamasi sistemik
dan uterus diperlukan baik untuk implantasi normal dan kehamilan. Namun, jika
inflamasi yang normal pada sistem fetomaternal terlihat sebagai uterine CD16 and
CD56 bright natural killer cells. Debris trofoblas, sel apoptosis dan progesteron
mungkin mengatur produksi sitokin inflamasi dari sel-sel ini. Abortus embrio
yang normal secara karyotipikal dapat terjadi ketika tingkat inflamasi berada di
luar kisaran optimal, ini mungkin berhubungan dengan produksi yang tinggi
TNF-α adalah sebuah polipeptida 17 kDa dikenal juga dengan berbagai nama,
aktivitas IL-2, meningkatkan fungsi NK sel, dan aktivasi sitotoksik pada sel.
banyak jenis sel tumor. TNF-α terbukti juga merupakan modulator respon imun
kuat yang memperantarai induksi molekul adhesi, sitokin lain dan aktivasi
20
TNF yang diproduksi dalam jangka panjang dengan konsentrasi rendah dapat
angiogenesis dan membentuk pembuluh darah baru, dan dapat berfungsi sebagai
al., 2011).
sekarang dikenal sebagai mediator sel pluripotent dan sitokin angiogenik yang
ditandai oleh berbagai jenis sel, termasuk fibroblas, sel-sel imunitas, sel-sel
pembuluh darah dan sel-sel epitel, yang semuanya mengekpresikan TNF- α. Studi
trofoblas, yang dipercaya secara klinis cukup penting dalam proses implantasi.
21
Kadar TNF-α pada wanita yang mengalami abortus tidak meningkat pada
wanita dengan kelainan bentuk uterus dan fetus dengan kariotip normal. Hal ini
menunjukkan peningkatan konsentrasi dari sitokin ini terjadi pada abortus yang
trofoblas sehingga akan berakibat kematian sel trofoblas. Selain itu TNF-α juga
Pada gambar 2.4 dapat digambarkan bahwa Antigen dari trofoblas akan
dikenali oleh Antigen Precenting Cell (APC), dan aktivasi APC akan menginduksi
deferensiasi Sel T menjadi TH1 dan TH2. Tingginya kadar TNF-α (Th1) akan
trofoblas, dan berakibat ke penolakan sel trofoblas dan abortus akan terjadi.
(Adhi, 2014).
yang sukses. TNF-α, tipe sitokin Th1 terutama dihasilkan oleh mononuklear
fagosit, sel natural killer (NK), dan antigen yang merangsang T-sel. TNF-α
adalah dikenal sebagai sitokin abortif, menyebabkan cedera sel membran pada
lapisan endometrium dan perubahan aliran darah arteri spiral desidua sehingga
Wanita dengan riwayat abortus memiliki tingkat yang lebih tinggi sitokin tipe
Th1 seperti IL-2, TNF-α, dan IFN γ dibandingkan dengan wanita dengan
ibu mengakibatkan abortus pada tikus. TNF-α yang menyebabkan abortus dapat
pada tikus hamil menyebabkan plasenta nekrosis dan resorpsi janin dan
24
(CSIF) adalah tipe khusus dari sitokin pada manusia yang memainkan peran
ini tidak termasuk dari kelas Th1 dan Th2. Namun, IL-10 pada awalnya
sitokin yang diproduksi oleh sel Th1, dan menghambat respon NK. Yang cukup
tergantung pada IL-10. Peran peraturan IL-10 (sitokin pleomorfik) pada aktivitas
aktivitas Th1-Th2 dan dapat mengurangi Th1 (IL-2 dan IFN-γ). Dalam kehamilan
trofoblas plasenta, memiliki efek penekanan pada sel KC, pada produksi autokrin
IL-10 adalah sitokin kunci pada awal kehamilan karena terlibat dalam
inflamasi, seperti IL-6, TNF-α, dan IFN-γ; bersama-sama dengan IL-4 dan IL-13,
IL-10 tampaknya memodulasi invasi trofoblas. Menurut Thaxton dan Sharma, IL-
sinyal sintesis makrofag berupa TNFa, IL1, IL6, dan oksida nitrat dengan
penghambatan langsung dari IL10 pada sintesis IFN-γ sel NK akan ditambah
secara tidak langsung melalui supresi makrofag yang menghasilkan IL12 dan
26
TNFa. Dengan demikian, tampak jelas bahwa efek perlindungan dari IL10 pada
Pencegahan pada kasus abortus sesuai dengan penyebab atau faktor risiko
pada ibu hamil tersebut. Penyebab dari abortus dapat diidentifikasi sebesar 50-
60% (Jeve dan Davies, 2014). Pada kasus abnormalitas kromosom atau defek
pada uterus, dapat dilakukan prenatal genetic testing. Jika penyebabnya adalah
infeksi, maka terapi sesuai dengan penyebab infeksi dapat diberikan, seperti
akan merangsang peningkatan reaksi inflamasi dan prostaglandin pada uterus. Hal
Merokok memiliki efek buruk pada fungsi trofoblas dan terkait dengan
peningkatan risiko abortus. Modifikasi gaya hidup dan pengurangan stres harus
diterapkan dengan gaya hidup yang lebih sehat, bebas dari rokok, alkohol, obat-
obatan terlarang, dan stres. Hal ini dapat secara signifikan meningkatkan peluang
Factors (PIBF) yang merupakan protein yang dihasilkan oleh limfosit setelah
Regimen yang paling sering digunakan adalah tablet micronized progesterone 400
mg setiap hari. Rute pemberian dapat berupa vagina atau oral. Argumen untuk
penggunaan progesteron adalah bahwa tidak ada bukti bahaya dan terdapat
beberapa bukti manfaat, meskipun tidak berasal dari uji multisentrik besar.
Keputusan harus didasarkan pada kebijaksanaan dokter sampai bukti kuat tersedia
jelas dari menggunakan aspirin untuk wanita seperti itu. Percobaan terbaru gagal
mendukung peran Aspirin dalam keguguran berulang yang tidak dapat dijelaskan.
terdiagnosis. Namun, dengan tidak adanya bukti kuat, penggunaan Aspirin secara
kehamilan. Sebuah ulasan Cochrane mengenai 20 uji coba terkontrol secara acak
RM, dan diketahui dapat menggunakan efek imunosupresif Sel T dan sel NK.
Namun, ada kekurangan data dari RCT untuk membantu dalam penentuan
kehamilan, tetapi tidak ada data dosis dan respons untuk menginformasikan
pilihan optimal agen, lama pengobatan, atau dosis (Kemp, et al., 2016)
Tempfer, et al. melakukan penelitian case control pada tahun 2006 untuk
idiopatik menerima atau tidak terapi kombinasi prednisone (20 mg/hari) dan
progesteron (20 mg/hari) untuk 12 minggu awal kehamilan, diikuti dengan aspirin
P: 0,04) (Kemp, et al., 2016). Penelitian terbaru, Gomaa dan rekannya melaporkan
temuan studi terhadap 160 wanita dengan abortus berulang idiopatik dengan
menggunakan heparin dosis rendah (subkutan, 10 000 IU/hari) dan aspirin (81
29