Anda di halaman 1dari 22

PANDUAN BELAJAR BAHASA SEBAGAI PENUNJANG PEMELAJAR

BAHASA

Rafif Aufa Nanda (1706062575)

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi memungkinkan manusia untuk berinteraksi dengan


masyarakat secara luas dan mendunia “tanpa dibatasi” oleh sekat tertentu.
Perkembangan tersebut menyebabkan kompetisi antarmasyarakat dari berbagai
belahan dunia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang ada di suatu wilayah.
Selain itu, untuk memajukan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
ada di suatu wilayah sering kali memerlukan adanya pertukaran informasi antara
suatu kelompok di suatu wilayah masyarakat dengan di belahan wilayah lainnya,
seperti di negara lain. Dalam upaya pertukaran informasi tersebut, manusia
memerlukan sebuah alat yang digunakan untuk memahami suatu pesan yang disebut
bahasa.

Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk saling berinteraksi dengan


sesamanya. Manusia di suatu wilayah memiliki suatu bahasa yang disepakati oleh
kelompoknya, sementara di wilayah lain memiliki kesepakatan yang berbeda. Seperti
kita ambil contoh untuk mengatakan benda yang pada umumnya berkaki empat
tempat untuk manusia duduk dalam bahasa Melayu (Indonesia) disebut sebagai
‘kursi’, sementara di wilayah lainnya boleh jadi berbeda, seperti di bahasa Inggris
disebut sebagai ‘chair’. Tidak hanya sekadar penyebutannya saja, terkadang ada
unsur bahasa yang boleh jadi ada di suatu bahasa namun tidak ada di dalam bahasa
lainnya, seperti dalam bahasa Polski kata ‘kursi’ disebut sebagai ‘krzesło’ yang
berjenis kelamin netral dan memiliki kasus nominatif. Tentu saja jika kita lihat
perbedaan unsur tata bahasa yang ada dalam bahasa Polski dan bahasa Melayu maka
ada unsur-unsur tata bahasa yang mungkin ada atau tidak ada di dalam kedua bahasa
tersebut.
Pemelajaran bahasa menjadi penting untuk dunia modern ini, terutama dalam
hal pendidikan. Pendidikan sangat memerlukan bahasa sebagai penunjang dalam
penggalian informasi yang terdapat pada literatur berbahasa yang lain, seperti buku-
buku, jurnal pengetahuan, dsb. Oleh karena itu, dunia pendidikan sangat memerlukan
keterampilan berbahasa untuk memahami suatu hal dalam suatu sumber pengetahuan.

Sistem pendidikan dasar di Indonesia sudah mewajibkan pelajaran bahasa


asing, terutama pelajaran bahasa Inggris, di sekolah-sekolah sejak tingkat sekolah
dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Pelajar diwajibkan untuk
mempelajari bahasa tersebut sebagai mata pelajaran yang penting dan bahkan
diujikan dalam ujian akhir yang diselenggarakan oleh Pemerintah, yaitu Ujian
Nasional (UN). Selain itu, ada juga bahasa-bahasa lainnya yang dipelajari di sekolah
seperti bahasa daerah sebagai muatan lokal dan bahasa asing lainnya seperti bahasa
Arab, Mandarin, Jepang, Prancis, dan Jerman di beberapa sekolah.

Meskipun bahasa-bahasa tersebut diajarkan di sekolah-sekolah sejak tingkat


pendidikan dasar, banyak orang Indonesia terbilang belum atau bahkan tidak
menguasai bahasa-bahasa yang dipelajari di sekolah tersebut. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Education First (EF) dalam penelitiannya yaitu EF EPI (EF
English Proficiency Index)1 pada tahun 2019, Indonesia menempati peringkat 61
dengan indeks sebesar 50,06 dari 100 negara yang diteliti oleh lembaga tersebut.
Bahkan, menurut penelitian tersebut, Indonesia masih berada di belakang Vietnam
yang berada di peringkat 52 dengan indeks sebesar 51,57. Berdasarkan penelitian ini,
kita dapat simpulkan secara sederhana bahwa pendidikan bahasa Inggris yang
dilakukan sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah atas tidak menunjukkan hasil
yang signifikan.

Pelajaran-pelajaran bahasa asing yang diberikan di sekolah cenderung tidak


memberikan keaktifan dalam penggunaan bahasa. Jika kita melihat pada penelitian

1
Berdasarkan laporan penelitian yang dilakukan oleh Education First dalam laporan EF EPI Indeks
Kecakapan Bahasa Inggris EF pada tahun 2019 yang diakses melalui
https://www.ef.co.id/__/~/media/centralefcom/epi/downloads/full-reports/v9/ef-epi-2019-
indonesian.pdf pada 22 Februari 2020 pukul 14.14 WIB.
itu, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa materi yang dibawakan di sekolah
tidak mengajarkan keterampilan yang bersifat praktikal. Oleh karena itu, tingkat
penguasaan bahasa asing, dalam hal ini bahasa Inggris, tidak berada pada tingkat
yang bagus. Seperti kita ketahui, pelajaran bahasa yang ada di sekolah, termasuk
bahasa daerah dan bahasa asing, lebih banyak terfokus kepada mencari ide pokok
atau membaca suatu teks tertulis daripada keterampilan untuk memproduksi
perkataan dalam bentuk lisan dan tulisan. Hal ini menyebabkan para pelajar yang
belajar bahasa asing hanya dari pelajaran sekolah akan lebih pasif berbahasa.

Hal tersebut semakin diperparah dengan dihapuskannya kurikulum resmi


mengenai pelajaran bahasa Inggris pada K-13 (Kurikulum 2013) yang “memaksa”
para pengajar bahasa Inggris untuk merancang materi pengajarannya sendiri,
sebagaimana dikutip dari Sulistyo, dkk. (2019:10). Para pengajar terpaksa untuk
mencari bahan materinya sendiri yang terbilang tidak mudah untuk mencari bahan
yang tepat. Untuk itu, pengajaran bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, di sekolah
tidak begitu memberikan dampak yang terasa jika pelajar itu sendiri tidak
mengembangkannya.

Selain di sekolah-sekolah, pemelajaran bahasa juga dilakukan di lembaga-


lembaga kursus bahasa atau pusat kebudayaan dan juga perguruan tinggi. Lembaga-
lembaga kursus biasanya menawarkan program tertentu dalam jangka waktu tertentu
untuk mencapai tingkat tertentu dengan harga yang beragam. Selain lembaga kursus,
perguruan tinggi yang membuka program studi sastra atau bahasa juga menawarkan
pelajaran bahasa untuk penunjang perkuliahan dan pengkajian. Tetapi, tidak setiap
orang dapat merasakan kesempatan ini. Pelajaran-pelajaran yang diberikan baik di
lembaga kursus dan perguruan-perguruan tinggi sering kali hanya berpusat kepada
apa yang diberikan oleh pengajar, sehingga para pemelajar tidak lebih aktif dalam
mencari kompetensi apa yang mereka perlukan dalam berbahasa.

Sebagian masyarakat memutuskan untuk belajar bahasa secara otodidak, baik


dengan buku belajar bahasa tertentu, bahan-bahan pelajaran dari internet, maupun
“belajar langsung” dengan para penutur jati. Tetapi, kesulitan yang dihadapi para
pemelajar otodidak adalah langkah-langkah apa saja yang seharusnya mereka lewati
untuk belajar suatu bahasa. Penggunaan teknologi juga mereka gunakan dalam belajar
bahasa asing. Ada berbagai macam laman internet yang menyediakan pelajaran
bahasa baik dari tingkat dasar hingga tingkat lanjutan.

Ketersediaan materi yang sangat tersebar di dunia internet membuat para


pemelajar otodidak bingung harus memulai dengan bahan yang mana. Para pemelajar
yang baru pertama kali belajar bahasa secara otodidak akan bingung mengenai cara
belajar bahasa, karena mereka tidak mengetahui metode pasti yang dapat digunakan
untuk belajar bahasa. Selain itu, mereka juga sering kali menemukan kesulitan dalam
menggabungkan dan menyarikan apa yang mereka pelajari dari bahan-bahan yang
mereka gunakan, khususnya bahan-bahan yang berasal dari internet. Oleh karena itu,
sebuah panduan yang dapat mengarahkan mereka untuk belajar sesuai kompetensi
yang dibutuhkan.

II. RUMUSAN MASALAH

Ada rumusan masalah utama yang menjadi titik pusat perhatian penelitian yang
bertujuan untuk memecahkan masalah yang sudah dipaparkan dalam latar belakang
yaitu:

1. Bagaimana panduan yang dapat memungkinkan para pemelajar dan pengajar


bahasa untuk mengetahui kompetensi dalam berbahasa apa saja yang harus
dikuasai dan dipelajari?;
2. Bagaimana cara menerapkan panduan tersebut dengan berbagai metode
pembelajaran bahasa asing, baik secara mandiri maupun dengan guru?

III. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bermaksud untuk menjabarkan perlunya ada sebuah panduan


yang dapat memberi pengarahan bagi pemelajar bahasa baik dengan atau tanpa guru.
Maksud dari panduan tersebut adalah panduan yang berisi mengenai kompetensi-
kompetensi apa saja yang harus dipelajari dan dikuasai sehingga mereka dapat
memeriksa dirinya sendiri tentang apa saja yang sudah dan belum dipelajari. Selain
itu, penelitian ini akan membahas cara penggunaan panduan tersebut baik dengan dan
tanpa guru. Jadi, penelitian ini akan menjabarkan tentang sebuah contoh panduan
berdasarkan kompetensi-kompetensi berbahasa baik untuk pembuat materi maupun
pemelajar. Panduan yang diharapkan adalah panduan yang dapat mengarahkan para
pengajar dan pemelajar dalam hal pemelajaran bahasa dan cocok digunakan dengan
berbagai metode belajar bahasa. Selain itu, panduan yang dirancang dalam penelitian
ini dapat berguna untuk membangun keaktifan pemelajar.

IV. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan metode pemelajaran bahasa,


baik itu di dunia pendidikan formal maupun di luar dari itu, baik bahasa-bahasa yang
sudah memiliki buku panduan belajar maupun dengan sumber-sumber beragam.
Selain itu, penelitian ini bermanfaat untuk perkembangan dalam dunia pendidikan
dan untuk memajukan perkembangan ilmu pengetahuan.

Selain memajukan pendidikan yang berkelanjutan seperti yang dicanangkan


oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
atau Sustainable Development Goals (SDG), panduan yang dirancang dalam
penelitian ini juga dapat membantu program penyelamatan bahasa-bahasa kecil yang
hampir punah. Panduan tersebut diharapkan dapat membantu pemelajar dalam
mempelajari bahasa-bahasa besar dan kecil, sehingga dapat menambah wawasan
keilmuan di Indonesia.
TELAAH PUSTAKA

I. LANDASAN TEORI

Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk berkomunikasi. Bahasa juga


merupakan sebuah kesatuan atas beberapa unsur yang dihasilkan oleh manusia,
seperti bunyi, kata, dsb. Thomas, dkk. (2003:6) menyatakan:

“For example, we combine the sounds of our language (phonemes) to form


words (lexical items) according to the ‘rules’ of the language(s) we speak.
Those lexical items can be combined to make grammatical structures, again
according to the syntactic ‘rules’ of our language(s). Language is
essentially a rule-governed system of this kind, but there are other ways of
thinking about how language works and what we do with it, and it those
which we are concentrating on in this book.”
Jika kita melihat dari pengertian tersebut, kita dapat simpulkan bahwa bahasa
merupakan sebuah kesatuan yang “diatur” oleh “aturan-aturan” yang ada dalam
bahasa tersebut. Seperti sudah disinggung dalam latar belakang, bahasa itu arbitrer.
Penyebutan kata dalam suatu bahasa boleh saja berbeda dengan bahasa lainnya,
terlebih lagi aturan bahasanya.

Bahasa sebagai sesuatu yang dapat dipelajari memiliki strategi dalam


mempelajarinya. Pengelompokan strategi belajar berbeda-beda dikalangan para
peneliti. Menurut Oxford (1990:24), ada enam kelompok strategi yaitu memori,
kognitif, kompensasi, metakognitif, afektif, dan sosial. Dari keenam kelompok
tersebut, ia membagi ke dalam dua kelompok besar strategi, yaitu:
1. Strategi langsung – strategi yang secara langsung mengikutsertakan
bahasa target yang dibagi ke dalam tiga strategi, yaitu strategi memori,
strategi kognitif, dan strategi kompensasi (Oxford, 1990:37).
a. Strategi memori atau mnemonik adalah strategi yang mengaitkan
sesuatu dengan suatu benda yang lain (Oxford, 1990:40);
b. Strategi kognitif adalah strategi yang memiliki fungsi untuk
memanipulasi atau mentransformasi bahasa target oleh pemelajar
(Oxford, 1990:43);
c. Strategi kompensasi adalah strategi yang membuat pemelajar dapat
menggunakan bahasa baru baik untuk memahami ataupun
mengucapkan meski pengetahuannya terbatas (Oxford, 1990:47).
2. Strategi tidak langsung adalah strategi yang menyediakan dukungan tidak
langsung (Oxford, 1990:135). Adapun yang termasuk ke dalam strategi
tidak langsung adalah strategi metakognitif, afektif, dan sosial.
a. Strategi metakognitif adalah strategi yang berjalan berdampingan
dengan strategi kognitif yang berfungsi untuk mengoordinasikan
proses pembelajaran (Oxford, 1990: 136);
b. Strategi afektif adalah strategi yang mengendalikan perasaan, sikap,
motivasi, dan nilai dalam pembelajaran (Oxford, 1990:140);
c. Strategi sosial adalah strategi yang mengikutsertakan orang lain dalam
proses dan merupakan strategi penting (Oxford, 1990:144).

Adapun pengelompokan strategi pembelajaran menurut O’Malley dan Chamot


(1990:44–45) dibagi ke dalam tiga yaitu:

1. strategi metakognitif,
2. strategi kognitif,
3. strategi sosial atau afektif.

Perbedaan yang ada di dalam kedua pengelompokan tersebut ada pada strategi
kognitif dan strategi sosial atau afektif. Untuk strategi metakognitif, kedua
pengelompokan tersebut cenderung sama. Proses metakognitif menurut O’Malley dan
Chamot (1990:44)

1. Selective attention for special aspects of a learning task, as in planning to


listen for key words or phrases;
2. Planning the organization of either written or spoken discourse;
3. Monitoring or reviewing attention to a task, monitoring comprehension
for information that should be remembered, or monitoring production
while it is occurring; and
4. Evaluating or checking comprehension after completion of a receptive
language activity, or evaluating language production after it has taken
place.
Pada penelitian ini, peneliti tidak memfokuskan kepada perbedaan kedua
pengelompokan tersebut, namun lebih kepada strategi metakognitif. Oleh karena itu,
perbedaan pengelompokan itu tidak akan dibahas dalam makalah ini.

II. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka (literature
review). Studi kepustakaan, seperti dikutip dari Efron dan Ruth (2019:2), adalah:

“A literature review is a systematic examination of the scholarly literature


about one’s topic. It critically analyzes, evaluates, and synthesizes research
findings, theories, and practices by scholars and researchers that are
related to an area of focus.”
Penelitian ini menggunakan metode yang mengumpulkan kajian-kajian yang sudah
dilakukan oleh peneliti-peneliti lain dan dipelajari secara mendalam serta peneliti
menyarikan dari hasil kajian tersebut, sehingga peneliti menghasilkan sebuah
pengkajian baru berdasarkan hasil kajian lain sebelumnya.
TELAAH

Pemelajaran bahasa merupakan sebuah proses yang mempelajari kemampuan-


kemampuan yang diperlukan untuk berkomunikasi menggunakan sebuah bahasa. Ada
empat kemampuan penting yang setiap pemelajar bahasa harus kuasai dalam
mempelajari bahasa, yaitu kemampuan berbicara (speaking), kemampuan mendengar
(listening), kemampuan membaca (reading), dan kemampuan menulis (writing). Hal
tersebut telah dinyatakan oleh Canale (1983) dalam Driscoll dan Frost (1999:73),
setidaknya ada empat kemampuan dasar dalam berkomunikasi, yaitu:

1. Grammatical competence: knowledge of vocabulary, of sound and of


grammar;
2. Sociolinguistic competence: knowledge of how to use the language
appropriately in different types of context, for example, deciding whether
the situation dictates a formal/casual response, complaining politely,
refusing, etc.;
3. Discourse competence: knowing how to begin, develop and close a
conversation, how to change the subject, how to take turns, how to
intervene, etc.;
4. Strategic/pragmatic competence: knowing how to cope when
communication breaks down, asking for clarification, making up words in
the foreign language, avoidance tactics, etc.
Pada proses pemelajaran, ada banyak metode dan strategi dalam pengajaran
dan pembelajaran bahasa, seperti metode yang digunakan secara luas oleh lembaga
yang mengajarkan bahasa baik menggunakan buku teks tertentu atau bahan ajar
tertentu. Bahkan, ada metode pembelajaran bahasa yang sama sekali tidak
menggunakan bahan pelajaran tertulis hanya menggunakan media audio dan repetisi
yaitu metode Pimsleur2. Terlepas dari bermacam-macam metode pembelajaran dan
2
Metode Pimsleur adalah sebuah metode yang dirancang oleh Paul Pimsleur yang berdasarkan kepada
metode berbentuk audio dan pengulangan. Pemelajar yang menggunakan metode ini akan belajar
pengajaran bahasa, pemelajar dapat menentukan metode pembelajaran bahasanya
masing-masing dan dapat menggabungkan bermacam-macam metode menurut
kecocokan pribadi pemelajar.

A. Tolak ukur kompetensi berbahasa

Untuk mengukur kompetensi berbahasa, ada beragam acuan dalam tingkat


kefasihan berbahasa. Acuan tersebut secara dasarnya merupakan sebuah dasar untuk
menentukan tingkat kemampuan berbahasa seseorang. Selain itu, acuan tersebut
sering digunakan sebagai dasar membuat bahan-bahan pelajaran untuk mengarahkan
pemelajar kepada kemampuan berbahasa tertentu. Contoh dari tolak ukur tersebut
adalah CEFR atau Kerangka Rujukan Bersama Eropa untuk Bahasa.

CEFR (Common European Framework of Reference for Language) adalah


sebuah kerangka yang dirancang oleh Dewan Eropa (Council of Europe) pada tahun
1993 dan 2000 bersama para ahli dan secara resmi digunakan sejak 2001 (Goullier,
2007:6). Kerangka rujukan ini memang bukan dirancang sebagai acuan yang
memaksa atau mengharuskan orang untuk belajar seperti yang dimuat dalam acuan
tersebut. CEFR membagi tingkat kemampuan bahasa ke dalam tiga skala dan enam
tingkat, seperti dalam Goullier (2007:37), yaitu pemula (tingkat A), mandiri (tingkat
B), dan fasih (tingkat C) serta keenam tingkat pada tabel berikut:

Proficient user Can understand with ease virtually everything


heard or read. Can summarise information from
different spoken and written sources,
reconstructing arguments and accounts in a
C2
coherent presentation. Can express him/herself
spontaneously, very fluently and precisely,
differentiating finer shades of meaning even in
more complex situations.
C1 Can understand a wide range of demanding,
longer texts, and recognise implicit meaning. Can
express him/herself fluently and spontaneously

mengikuti perintah yang ada di dalam audio tersebut dan mengulang apa yang diucapkan oleh
pembicara dalam audio tersebut. Metode ini sudah menjadi produk yang diperjualbelikan sebagaimana
dijelaskan pada laman resmi penjualan metode ini pada alamat https://www.pimsleur.com/c/pimsleur-
about-us, diakses pada 26 Februari 2020 pukul 19:15 WIB.
without much obvious searching for expression.
Can use language flexibly and effectively for
social, academic and professional purposes. Can
produce clear, well structured, detailed text on
complex subjects, showing controlled use of
organizational patterns, connectors and cohesive
devices.
Can understand the main ideas of complex text on
both concrete and abstract topics, including
technical discussions in his/her field of
specialisation. Can interact with a degree of
fluency and spontaneity that makes regular
B2
interaction with native speakers quite possible
without strain for either party. Can produce clear
and detailed text on a wide range of subjects and
explain a viewpoint on a topical issue giving the
advantages and disadvantages of various options.
Independent user
Can understand the main points of clear standard
input on familiar matters regularly encountered in
work, school, and leisure etc. Can deal with most
situations likely to arise whilst travelling in an
area where the language is spoken. Can produce
B1
simple connected text on topics which are familiar
or of personal interest. Can describe experiences
and events, dreams, hopes and ambitions and
briefly give reasons and explanations for opinions
and plans.
Basic user Can understand sentences and frequently used
expressions related to areas of most immediate
relevance (e.g. very basic personal and family
information, shopping, local geography,
employment). Can communicate in simple and
A2
routine tasks requiring a simple and direct
exchange of information on familiar and routine
matters. Can describe experiences and events,
dreams, hopes and ambitions and briefly give
reasons and explanations for opinions and plans.
A1 Can understand and use familiar everyday
expressions and very basic phrases aimed at the
satisfaction of needs of a concrete type. Can
introduce him/herself and others and can ask and
answer questions about personal details such as
where he/she lives, people he/she knows and thing
he/she has. Can interact in a simple way provided
the other person talks slowly and clearly and is
prepared to help.
Tabel 1: Tingkat Rujukan Bersama: skala global, dikutip dari CEFR dalam Goullier
(2007:37)

Tingkat rujukan di atas biasanya diolah menjadi bahan ajar yang biasanya
ditemukan pada buku-buku bahasa-bahasa Eropa, seperti bahasa Prancis, Spanyol,
Jerman, dsb. Seperti dalam buku Version Originale 1 oleh Denyer, dkk. (2009:8–9)
untuk tingkat A1, tingkat rujukan di atas dibuat perinciannya menurut tugas, tipologi
tekstual, komunikasi, tata bahasa, kosakata, fonetik, dan kompetensi antarbudaya
dalam kotak tabel yang berbeda-beda (lihat tabel pada lampiran).

B. Panduan belajar bahasa sebagai strategi metakognitif

Penelitian ini berusaha untuk merancang secara kasar sebuah panduan belajar
bahasa baik bagi pemelajar dengan guru maupun tanpa guru. Panduan yang akan
dirancang merupakan salah satu dari strategi metakognitif, yaitu merencanakan apa
saja yang perlu untuk dipelajari dalam belajar bahasa. Sehingga, panduan tersebut
dapat membantu para pemelajar dalam belajar bahasa dengan menggunakan metode
apapun yang cocok dengan para pemelajar.

Panduan yang akan dirancang dalam penelitian ini diturunkan dari


kompetensi-kompetensi yang ada dalam CEFR. Seperti kita ketahui, ada banyak
kerangka acuan tingkat kemampuan berbahasa seperti HSK untuk bahasa Mandarin,
dsb. Peneliti memilih untuk menggunakan CEFR sebagai acuan dasar buku panduan
belajar bahasa bagi para pemelajar dengan alasan sebagai berikut:

1. CEFR lebih umum digunakan dalam dunia pembelajaran bahasa asing;


2. Lebih banyak sumber-sumber belajar bahasa asing yang menggunakan
acuan CEFR daripada acuan lainnya, meskipun bukan bahasa-bahasa yang
berinduk kepada bahasa Indo-Eropa;
3. CEFR merupakan kerangka umum yang dapat diterapkan ke dalam
bermacam-macam bahasa, tidak terpaku ke dalam bahasa tertentu;
Meskipun peneliti menggunakan acuan CEFR dalam perancangan buku
panduan belajar bahasa, peneliti merasa bahwa kerangka acuan CEFR harus dirinci
dan disederhanakan penggunaan istilah yang ada dalam panduan tersebut, karena
acuan yang ada di CEFR tidak dapat dipahami dengan mudah oleh kalangan awam
dan belum menggambarkan apa saja yang perlu dipelajari oleh para pemelajar bahasa.
Peneliti akan mencontohkan beberapa kompetensi dasar yang perlu dimuat dalam
buku panduan belajar bahasa pada tabel di bawah ini.

Tingka Tanggal
Kemampuan Rincian Mengucap Menuliskan
t catatan
A1
Mengenal
sistem huruf
Mengenal
Mengenal huruf pengucapan
huruf

Mengeja huruf

Memberitahukan
Memberi
diri sendiri dan
ucapan salam
orang lain
Menanyakan
dan
memberitahuka
n nama
Menanyakan
dan
memberitahuka
n tempat asal
dan tinggal
Mengenal kata
ganti orang
Tabel 2: Contoh tabel panduan bahasa yang dirancang oleh peneliti

Perlu dicatat bahwa tabel di atas hanyalah contoh perincian dari CEFR yang
ada di dalam buku panduan yang dibuat oleh peneliti. Setiap kemampuan harus
benar-benar dirinci sehingga para pemelajar mengetahui apa saja yang harus mereka
pelajari.

Panduan yang akan dirancang oleh peneliti adalah panduan yang berlaku
secara umum dengan bermacam bahasa. Rincian yang dibuat harus memuat
kemampuan tata bahasa, kosakata, dan penggunaan secara kontekstual di masyarakat.
Memang seperti kita ketahui bersama bahwa tidak semua bahasa memiliki ciri-ciri
atau unsur tata bahasa yang sama, seperti jenis kelamin pada kata benda, kasus, dsb.
Namun, rancangan panduan yang ada di sini tidak perlu memperinci hingga rincian
yang seperti itu. Untuk mengatasinya, rincian kemampuan yang dicantumkan cukup
dengan “mengetahui kata benda” atau “mengetahui kata sifat” saja, sehingga tidak
perlu memperinci hingga “mengenal jenis kelamin pada kata benda”. Para pemelajar
dengan sendirinya akan mempelajari mengenai unsur tersebut jika ada dalam bahasa
itu ketika mereka mempelajari tentang kata benda, dsb.

Penggunaan kotak tanggal pada tabel tersebut memungkinkan para pemelajar


untuk mencari catatan pelajaran mengenai kemampuan berbahasa yang dilakukan
pada tanggal tertentu dengan mudah. Para pemelajar sebaiknya memberikan tanggal
pada setiap catatan, sehingga mereka dapat mencari kembali pelajaran yang sudah
dipelajari. Selain itu, penggunaan kotak tanggal pada tabel tersebut juga untuk
mengatur intensitas belajar, terutama para pemelajar mandiri tanpa guru. Mereka
dapat mengatur dengan sendirinya banyaknya rincian kemampuan bahasa yang harus
dipelajari dalam sehari atau suatu waktu.

Tabel “mengucap” dan “menuliskan” adalah tabel yang memastikan para


pemelajar sudah mampu untuk mengucap dan menuliskan apa yang sudah dipelajari.
Kolom ini diisi oleh pemelajar untuk menilai dirinya apakah mereka sudah mampu
untuk mengungkapkannya ataukah belum.

Rincian kemampuan yang ada di dalam buku panduan harus bersifat


kemampuan komunikatif. Kemampuan komunikatif adalah kemampuan yang berguna
untuk penggunaan bahasa secara terapan. Kemampuan yang dirinci di dalam buku
panduan akan lebih mengarahkan pemelajar untuk belajar mengenai hal yang sangat
digunakan dalam kehidupan alih-alih mempelajari keterampilan yang tidak terlalu
dipakai dalam kehidupan.

Butir-butir rincian kemampuan yang ada di dalam buku panduan tidak berarti
harus diikuti secara berurutan. Panduan ini secara umum hanya memicu para
pemelajar untuk berpikir apa saja yang perlu dipelajari, bukan mengarahkan secara
mutlak dengan urutan-urutan yang ada di dalam buku. Pemelajar dapat lebih longgar
dalam menggunakan buku panduan ini. Penggunaan buku panduan ini tidak hanya
untuk pemelajar pemula dari awal, tetapi juga para pemelajar yang sudah belajar
sekian lama yang mungkin ada kompetensi-kompetensi yang terlewat belum
dipelajari, sehingga pemelajar semacam ini dapat mempelajari kompetensi tersebut
pada waktu setelah mereka menyadari bahwa ada kemampuan yang belum dipelajari.

Seperti contoh, untuk mengungkapkan umur dalam bahasa Prancis dapat


dilakukan pada awal-awal pembelajaran, karena dalam bahasa Prancis hanya
memerlukan pengetahuan seputar kata ganti orang, konjugasi kata kerja avoir (punya)
dalam bentuk kala kini yang biasa dikenalkan di awal pembelajaran, dan angka.
Berbeda dengan bahasa lainnya yang mungkin memerlukan konstruksi kasus datif
atau kasus tertentu lainnya.

C. Penggunaan panduan tersebut dalam berbagai keadaan

Pada bagian ini, peneliti ingin menjelaskan cara penggunaan panduan tersebut
dalam bermacam-macam keadaan pemelajar. Seperti kita ketahui, pemelajar bahasa
boleh saja belajar dengan guru yang berkemampuan untuk mengajar dan
menggunakan buku berdasarkan kepada tingkat rujukan tersebut atau belajar secara
mandiri dengan sumber yang ada. Untuk itu, peneliti perlu merinci cara kerja buku
panduan belajar ini dengan bermacam keadaan.

1. Pemelajar dengan guru yang berkemampuan dalam bidang


pengajaran bahasa

Penggunaan buku panduan belajar bahasa ini dapat digunakan dalam


pembelajaran bahasa bersama guru yang berkemampuan dalam bidanag pengajaran
bahasa. Terlebih lagi guru-guru bahasa yang menggunakan acuan CEFR dan buku-
buku yang menggunakan acuan tersebut, panduan tersebut lebih mudah digunakan
sebagai kontrol bagi pemelajar, sehingga pemelajar dapat memeriksa apa saja yang
sudah dipelajari dan mungkin dapat membantu para pengajar apabila ada yang
pelajaran yang terlewat.

Selain itu, guru juga dapat menggunakan panduan tersebut untuk memicu
pemelajar untuk lebih aktif dalam mempelajari kemampuan-kemampuan, seperti
memberikan tugas untuk mempelajari suatu kemampuan sebelum pertemuan
berikutnya. Terlepas dari metode pengajaran dan pemelajaran apapun, panduan ini
tetap dapat membantu pemelajar dalam pemelajaran dengan menggunakan strategi
metakognitif.

Untuk pembelajaran bersama guru yang tidak menggunakan bahan ajar


berdasarkan kepada kerangka acuan CEFR, para guru dapat menggunakan bahan
ajarnya masing-masing, sementara pemelajar diarahkan untuk menandai hal yang
sudah dipelajari. Selain itu, para guru juga dapat menggunakan beberapa bahan ajar
yang dapat memenuhi kompetensi dalam buku panduan tersebut. Para pemelajar akan
memeriksa kemampuan apa saja yang sudah dan belum dipelajari. Pemelajar dapat
menanyakan tentang kemampuan yang belum dipelajari kepada guru atau dapat
mencari sumber lain untuk melengkapi kemampuan yang belum dipelajari tersebut,
sehingga para pemelajar dapat lebih aktif dalam mencari pelajaran mengenai hal
tersebut.
2. Penggunaan buku panduan oleh para pemelajar yang belajar dengan
para penutur jati

Para pemelajar dapat menggunakan media apapun dalam belajar bahasa asing,
terutama belajar langsung kepada penutur jati. Biasanya, para pemelajar yang
langsung belajar kepada penutur jati memutuskan untuk belajar kepada mereka
karena kurangnya ketersediaan buku dan bahan pelajaran suatu bahasa. Hal ini
biasanya terjadi pada bahasa-bahasa kecil yang tidak marak di kalangan masyarakat.
Peran teknologi juga menjadi penting bagi para pemelajar bahasa-bahasa kecil.

Pembelajaran bahasa-bahasa kecil yang hanya memiliki sumber pelajaran


yang sedikit atau bahkan hampir tidak ada dapat dilakukan dengan teknologi.
Menurut Henry, dkk. (2018:325), teknologi berperan untuk menjembatani para
pemelajar tersebut dengan para penutur melalui komunitas maya dan bahan pelajaran
yang asli secara budaya dan kebahasaan. Pemelajar dapat menggunakan metode
apapun dalam belajar bersama penutur jati sebuah bahasa tertentu.

Panduan tersebut dapat digunakan oleh para pemelajar yang hendak


mempelajari bahasa, terutama bahasa-bahasa kecil yang jarang memiliki sumber
pelajaran, namun ada penutur jati bahasa tersebut. Para penutur jati yang tidak
memiliki kemampuan mengajar bahasa mungkin saja tidak tahu harus mengajarkan
apa saja. Para pemelajar dapat mengarahkan apa saja yang harus penutur jati ajarkan.
Selain itu, panduan tersebut dapat digunakan untuk kontrol bersama dengan penutur
jati kemampuan-kemampuan yang perlu atau sudah dipelajari oleh pemelajar.
Sehingga, para pemelajar dapat secara langsung mempelajari bahasa bersama penutur
jati. Tidak menutup kemungkinan bahasa yang dipelajari adalah bahasa-bahasa besar.

3. Penggunaan panduan untuk pemelajar mandiri

Para pemelajar mandiri yang belum pernah belajar bahasa akan merasa
bingung harus mempelajari kemampuan apa saja yang dibutuhkan oleh mereka.
Pemelajar mandiri dapat mencari sumber-sumber seperti buku dan sumber-sumber
internet. Untuk penggunaan buku yang berdasar kepada tingkat acuan CEFR tidak
menjadi masalah dalam pembelajaran bahasa, karena buku tersebut sudah
memberikan pelajaran yang memuat kemampuan berbahasa yang penting. Panduan
belajar bahasa ini dapat digunakan untuk memeriksa dan menjadi pengingat catatan
pelajaran.

Tidak semua buku yang berdasarkan kepada acuan CEFR dapat terjangkau
oleh kalangan umum dan tidak semua buku yang beredar di toko buku setempat
berdasarkan kepada CEFR. Pemelajar dapat mencari buku yang tidak berdasarkan
kepada CEFR. Untuk itu, pemelajar dapat menggunakan sumber buku apapun dan
memeriksa kemampuan apa saja yang perlu dan sudah dipelajari menggunakan
panduan yang dirancang oleh peneliti, sehingga pemelajar mendapatkan gambaran
mengenai kemampuan penting dalam berbahasa.

Sumber yang dapat digunakan oleh pemelajar dapat berupa sumber-sumber


dari internet. Sumber internet ini mudah untuk diakses oleh para pemelajar, selain
terjangkau juga cepat. Namun, sumber-sumber tersebut sering kali tidak tersusun.
Banyak sumber-sumber yang acak dari berbagai laman, sehingga membingungkan
para pemelajar. Untuk itu, buku panduan ini berguna untuk memberi petunjuk bagi
para pemelajar untuk mencari bahan pelajaran mengenai kemampuan berbahasa yang
ada di dalam buku tersebut.

Selain sumber-sumber berasal dari laman, jejaring sosial dapat menjadi


perantara untuk belajar bahasa. Sebagaimana dalam Alias, dkk. (2012:47),
penggunaan fitur notes dalam Facebook dapat menjadi perantara dalam belajar
bahasa. Penggunaan jejaring sosial, seperti kita ketahui, merupakan sebuah gaya
hidup masyarakat, terkhususnya kepada warga Indonesia. Oleh karena itu,
penggunaan jejaring sosial dapat digunakan untuk belajar bahasa dan panduan
tersebut digunakan sebagai pemicu serta pengendalian dalam belajar bahasa dengan
perantara itu.

Para pemelajar yang menggunakan media sosial dapat bertanya melalui forum
dalam grup jejaring sosial tersebut. Pertanyaan yang ditanyakan dapat berasal dari
daftar kemampuan yang ada di dalam buku panduan tersebut. Para pemelajar lain,
anggota grup yang sudah menguasai bahasa tersebut lebih baik, dan bahkan penutur
jati dapat memberikan tanggapan dan penjelasan kepada para pemelajar yang
bertanya tersebut. Setelah para pemelajar mempelajari apa yang sudah dijelaskan,
pemelajar dapat mencatat dan menandakan kemampuan apa saja yang sudah didapat
pada laman tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN

Permasalahan pembelajaran bahasa di Indonesia menjadi sebuah masalah


yang perlu diselesaikan. Hal tersebut bahkan ada di dalam sistem pendidikan. Para
guru dan pengajar bahasa, terutama bahasa asing, tidak memiliki acuan khusus dalam
mengajarkan bahasa. Sehingga, para pelajar tidak dapat mempelajari bahasa tersebut
dengan kemampuan yang komunikatif.

Selain dari ranah pendidikan, masalah dalam pembelajaran bahasa juga


terdapat pada pemelajar-pemelajar mandiri. Para pemelajar mandiri seringkali sulit
untuk menentukan apa saja yang harus dipelajari dalam pembelajaran bahasa.
Terlebih lagi, sumber bahan pelajaran yang didapat oleh para pemelajar mandiri
sering kali merupakan sumber yang acak. Oleh karena itu, perlu ada sebuah
pemecahan masalah terhadap permasalahan ini.

Rancangan buku panduan yang dibuat dalam penelitian ini berguna untuk
membantu dalam strategi pembelajaran bahasa secara metakognitif. Para pemelajar
baik dengan guru, penutur jati, dan mandiri dapat mengetahui hal apa saja yang
mereka perlukan dalam mempelajari bahasa. Selain itu, para pemelajar juga dapat
mencatat waktu ketika mempelajari suatu kemampuan dalam berbahasa.

Para pemelajar dapat menggunakan panduan tersebut untuk mempelajari


bahasa, baik bahasa yang umum di kalangan masyarakat maupun bahasa kecil yang
tidak begitu diketahui oleh khalayak. Sehingga, panduan tersebut dapat membantu
pemelajar dalam usaha pelestarian bahasa.

Selain membantu para pemelajar, panduan tersebut juga dapat digunakan oleh
para pengajar dalam menyusun bahan ajar. Para pengajar dapat mengajarkan
kemampuan yang diperlukan oleh setiap pemelajar. Kemampuan yang diajarkan juga
dapat terpenuhi tanpa terlewat dengan digunakannya panduan ini.

Pemelajaran bahasa melalui media daring juga menjadi sebuah kecenderungan


dalam dunia modern ini. Pemelajar menggunakan grup belajar bahasa pada jejaring
sosial untuk belajar. Kesempatan ini juga dapat dimanfaatkan oleh lembaga tertentu
yang ingin membuat pelajaran jarak jauh mengenai bahasa berdasarkan kepada
panduan ini. Bahan pelajaran yang dibuat diharapkan dapat memenuhi standar
kemampuan berbahasa. Selain dari pembuatan materi, pemelajar juga dapat mengatur
pembelajaran melalui media tersebut dengan buku panduan ini, sehingga
pembelajaran dapat saling terkait antara satu dan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Alias, A.A., dkk. “The Use of Facebook as Language Learning Strategy (LLS)
Training Tool on College Students’ LLS Use and Academic Writing
Performance.” Procedia Social and Behavioral Sciences, vol. 67, 2012, hal.
36–48. DOI: 10.1016/j.sbspro.2012.11.305.

Education First. “EF EPI Indeks Kecakapan Bahasa Inggris EF: Peringkat 100
Negara dan Wilayah menurut Kecakapan Berbahasa Inggris”, 2019,
https://www.ef.co.id/__/~/media/centralefcom/epi/downloads/full-reports/v9/ef-
epi-2019-indonesian.pdf. Diakses pada 22 Februari 2020 pukul 14.14 WIB.

Efron, S.E dan Ruth David. Writing the Literature Review: A Practical Guide. New
York dan London, The Guilford Press, 2019.

Denyer, M, dkk. Version Originale Méthode de français: Livre d’élèves niveau 1.


Editions Maison des Langues, 2009.

Driscoll, P. dan David Frost, penyunting. The Teaching of Modern Languages in the
Primary School. London dan New York, Routledge, 1999.

Gouiller, F. Council of Europe Tools for Language Teaching. Didier, 2007.

Henry, M., dkk. “Learning a minority language through authentic conversation using
an online social learning method.” Computer Assisted Language Learning, vol.
31, no. 4, 2018, hal. 321–345. DOI: 10.1080/09588221.2017.1395348.

Oxford, R.L. Language Learning Strategies: What Every Teacher Should Know.
Massachussets, Heinle & Heinle Publishers, 1990.

Pimsleur. Pimsleur – About Us. Simon & Schuster.


https://www.pimsleur.com/c/pimsleur-about-us. Diakses pada 26 Februari 2020
pukul 19:15 WIB.

Sulistyo, Urip, dkk. “The portrait of primary school English in Indonesia: policy
reccomendations.” Education, vol. 3, no. 13, 2019, hal. 1–15. DOI:
10.1080/03004279.2019.1680721.

Thomas, Linda, dkk. Language, Society and Power: An introduction, edisi ke-2,
disunting oleh Isthla Singh dan Jean Stilwell Peccei. London dan New York,
Routledge, 2003.

Zimmerman, B.J. Self-Regulated Learning and Academic Achievement: Theory,


Research and Practice, disunting oleh B.J. Zimmerman dan D.H. Schunk. New
York, Springer-Verlag, 1989.

Anda mungkin juga menyukai