Anda di halaman 1dari 19

Mata Kuliah : ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

Dosen Pengampu : Dra. Flores Tanjung, M.A

Pulung Sumanti, S.Pd., M.Pd

CRITICAL JOURNAL REVIEW

BUDAYA MANUSIA DIGITAL

OLEH :

GRESIA PALENTINA HUTAGAOL

NIM 4193342003

PENDIDIKAN BIOLOGI 2019

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, penulis
ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah Critical journal Review ini.
Critical journal Review ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Critical journal Review ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya
untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Medan, November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................ii

Daftar Isi ...................................................................................................iii

Bab I. Pendahuluan ...................................................................................................i

1.1. Rasionalisasi PentingnyaCJR


…….........................................................................i
1.2. Tujuan
………………...........................................................................i
1.3. Manfaat
………………...........................................................................
1.4. Identitas Jurnal
………………...........................................................................i

Bab II. Isi Jurrnal ...................................................................................................3

Bab III. Kelebihan dan Kelebihan Jurnal ………………………………………………...14

Bab IV. Penutup ..................................................................................................15

4.1. Kesimpulan ............………..........................................................................15


4.2. Saran ………………..........................................................................15
Daftar Pustaka ..................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Rasionalisasi Pentingnya Critical Jurnal Review


Critical Jurnal Review adalah kegiatan mengkritisi sebuah jurnal. Namun Critical Jurnal
Review tidak hanya sekedar membuat laporan atau tulisan tentang isi sebuah buku, tetapi
lebih menitikberatkan pada evaluasi. Critical Jurnal Review Juga Dilakukan Untuk
memepermudah pembaca dalam pemilihan jurnal sebagai referensi. Dapat
membantu pembaca untuk megetahui kelebihan dan kekurangan isi buku tersebut.
Misalnya dari segi analisis penggunaan bahasa untuk lebih mudah dipahami dan
dimengerti tentang pendidikan kewarganegaraan.

1.2. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar.
2. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam meringkas, menganalisa, dan
membandingkan serta memberi kritik pada jurnal.

1.3. Manfaat
1. Untuk menambah pengetahuan tentang budaya dan social masyarakat di
Indonesia.
2. Sebagai rujukan bagaimana untuk menyempurnakan sebuah jurnal dan mencari
sumber bacaan yang relevan.
3. Membuat saya sebagai penulis dan mahasiswa lebih terasah dalam mengkritisi
sebuah jurnal.
1.4. Identitas Jurnal

A. Jurnal I
Judul : MASYARAKAT KONSUMEN SEBAGAI CIPTAAN
KAPITALISME GLOBAL: FENOMENA BUDAYA
DALAM REALITAS SOSIAL
Penulis : Selu Margaretha Kushendrawati
Tahun : 2006
Jenis jurnal : SOSIAL HUMANIORA
Nomor dan volume : VOL. 10, NO. 2

i
B. Jurnal II
Judul : KEMAJUAN TEKNOLOGI DAN POLA HIDUP MANUSIA
DALAM PERSPEKTIF SOSIAL BUDAYA
Penulis : Muhamad Ngafifi
Tahun : 2014
Jenis jurnal : Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
Nomor dan volume : Volume 2, Nomor 1

ii
BAB II

RINGKASAN JURNAL

1.1 Jurnal I
Pendahuluan
Dunia berkembang secara dinamis, terus berubah tanpa ada yang bisa
mengontrol gerak lajunya. Perkembangan yang dimaksud kini memasuki era di
mana dunia terasa menjadi semakin kecil, dunia menjadi sebuah desa global, di
mana segala macam informasi, modal, dan kebudayaan bergerak secara cepat,
tanpa halangan batas-batas kedaulatan. Kemajuan tersebut dinamakan sebagai
globalisasi. Banyak orang melihat secara optimis kapitalisme global yang
bernaung di bawah panji globalisasi, menganggapnya sebagai sebuah tatanan
yang menyatukan segala masyarakat dalam berperang melawan kemiskinan dan
kemelaratan.
Dengan memakai metode deskriptif dan pendekatan dikotomis, penulis ingin
mengungkapkan sebuah cara pandang yang unik untuk menilai sejauh mana
globalisasi, baik itu globalisasi ekonomi, pandanganpandangan politik, dan juga
globalisasi kebudayaan telah menciptakan ketimpangan dalam masyarakat dunia.
Globalisasi ekonomi dikaitkan dengan ketimpangan antara masyarakat
pemodal/Utara dengan masyarakat peminjam modal/Selatan. Dalam bidang
kebudayaan, globalisasi dikaitkan dengan semakin merosotnya pandangan dan tata
hidup eksotis-religius bangsa-bangsa Timur akibat terpaan budaya MTV dan
Hollywood Barat. Dalam ranah ekonomi, globalisasi dituduh membawa
ketimpangan kesejahteraan, terutama karena kebijakan pasar terbuka. Kebijakan
pasar bebas yang diagung-agungkan oleh Barat dan menjadi jargon bagi para
politisi di negara berkembang ternyata tidak lebih dari kedok untuk memperluas
pasar kapitalis Barat. Dalam ranah soiologis, globalisasi ekonomi dikaitkan
dengan munculnya generasi masyarakat konsumen yang pola konsumsinya
sangat bergantung pada pola-pola sistem tanda yang diperkenalkan media
3
advertising—sebuah hasrat berbelanja yang telah lari jauh dari skema nilai guna-
nilai tukar tradisional. Pada akhirnya penulis akan merangkai semua permasalah
seputar globalisasi dan efeknya tersebut dalam sebuah uraian tentang sejauh mana
kemajuan yang menempel ketat dalam globalisasi telah membawa dunia pada
titik terjauh—di mana daya kontrol manusia tidak dapat lagi menggapainya.
Globalisasi
Kata globalisasi mempunyai hubungan yang erat dengan istilah
kapitalisme global atau ekonomi pasar bebas, globalisasi kebudayaan,
pascamodernisme dan pascamodernitas. Istilah-istilah ini mempunyai arti atau
merepresentasikan realitas yang saling berkaitan. Namun, dalam bagian
pertama ini penulis hanya akan menjelaskan secara lebih mendetail mengenai
definisi dari globalisasi. Hal-hal lain yang berkaitan dengannya akan dibahas
di bagian-bagian lain dari tulisan ini. Mendefinisikan istilah ini secara mendasar
bukan hal yang mudah. Hal itu terjadi karena banyaknya bidang kehidupan yang
mengalami proses ini. Bidang-bidang itu antara lain, kebudayaan, ekonomi-
kapitalisme global, politik, komunikasi multimedia, dan lain sebagainya.
Definisi yang paling sederhana dan singkat mengenai globalisasi pernah
dikemukakan oleh Etienne Perrot yang memahaminya sebagai hasil
penggabungan atau akumulasi antara internasionalisasi dan homogenisasi
(Perrot dalam Concilium 2001/5: 17). Definisi seperti ini sepertinya menjadi
jalan keluar dari perdebatan seputar distingsi antara internasionalisasi,
transnasionalisasi dan globalisasi
Globalisasi juga bisa dipahami dari konsep time-space distinction.
Pemikiran Anthony Giddens kiranya berada dalam ranah ini. Kata globalisasi
tidak hanya menyangkut masalah ekonomi tetapi juga menyangkut informasi
dan transportasi (Wibowo dalam Giddens, 1999: xv).Globalisasi adalah suatu
kondisi di mana tak satupun informasi yang dapat ditutup-tutupi, semua
transparan. Akibatnya, pola hubungan manusia menjadi semakin luas, bukan saja
pribadi dengan pribadi, melainkan juga semakin terbukanya komunikasi yang
simultan, mengglobal sehingga dunia menjadi— meminjam istilah Marshall
McLuhan—‘desa besar’ atau global village.

4
Kecurigaan terhadap Globalisasi

Berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh mesinmesin berteknologi


tinggi dan perangkat komunikasi dan informasi multimedia dalam era
globalisasi ternyata tidak hanya dilihat dari sisi positif. Berbagai kecurigaan
juga muncul beriringan dengan fakta-fakta di atas. Dengan kemajuan di bidang
komunikasi yang kelihatannya bisa menghapus segala perbedaan dalam
masyarakat dunia, ternyata globalisasi gagal membuat masyarakat bersatu
dalam satu solidaritas yang lebih besar dari sebelumnya (Sobrino dan Wilfred
dalam Concilium 2001/5: 11-12). Dalam perspektif ini homogenisasi
globalisasi dilihat sebagai ilusi. Dunia yang disatukan adalah ilusi terbesar
globalisasi, karena yang terjadi khususnya pada manusia adalah kebalikannya.
Alih-alih menciptakan dunia yang satu, globalisasi malah menciptakan
manusia-manusia yang terfragmentasi (Sobrino dan Wilfred dalam Concilium
2001/5: 12). Secara fisik, tampaknya dunia semakin bersatu, homogen
dengan payung globalisasi. Akan tetapi dunia yang homogen itu tidak
termasuk kemanusiaan. Dalam bidang ekonomi, kapitalisme global yang
bernaung di bawah globalisasi telah memisahkan manusia dalam jurang
perbedaan yang sangat signifikan, antara si miskin dan si kaya atau antara
orang Utara/Barat sebagai pemodal yang kaya raya dengan orang
Selatan/Timur sebagai para buruh kasar yang miskin.

Globalisasi dan Pascamodernisme

Pascamodernisme tumbuh subur dalam kerangka globalisasi.


Pascamodernisme sendiri adalah suatu kecenderungan pemikiran yang
menekankan lokalitas dan keragaman penafsiran dan dengan demikian menolak
segala klaim universalitas pengetahuan dan kebenaran, menolak segala
dogmatisme metode. Intinya pascamodernisme menolak baik dogmatisme
religius abad pertengahan dan ‘narasi agung’ abad pencerahan yang berpuncak
pada utopia positivisme logis. Pascamodernisme merupakan kritik akan
pemikiran Pencerahan (Enlightenment) yang sangat menekankan adanya subyek
yang sadar diri dan otonom. Seperti yang kita ketahui pemikiran Pencerahan

5
sangat yakin bahwa ilmu pengetahuan dan otak manusia akan mampu
menangkap realitas seperti apa adanya atau yang sebenarnya.

Globalisasi Kebudayaan Globalisasi kebudayaan berkembang seiring


dengan perkembangan kapitalisme global dan transparansi informasi. Sebagai
proses homogenisasi dan internasionalisasi, globalisasi bisa dilihat secara
negatif. Dalam bidang kebudayaan globalisasi dituduh gagal dalam
menciptakan keanekaragaman dan mempertahankan budaya. Cita-citanya untuk
menghargai perbedaan dan tercapainya keadilan bagi semua umat manusia
ternyata tidak sesuai dengan realitas yang sedang terjadi, karena justru
kecenderungan globalisasi adalah homogenisasi dan penyeragaman. Karena itu,
keanekaragaman budaya dan masyarakat hanya tinggal konsep tanpa realitas
(Sobrino dan Wilfred dalam Concilium 2001/5: 12). Globalisasi tidak hanya
mempengaruhi sisi luar kebudayaan, yakni keanekaragaman budaya, akan
tetapi juga menyangkut hakikatnya, yakni cara pandang kita tentang kenyataan
dan kebenaran. Menurut Jean Baudrillard, dalam globalisasi kebudayaan
kebenaran dan kenyataan menjadi tidak relevan dan bahkan lenyap. Contohnya
bisa dilihat dalam dunia hiburan di mana kebudayaan direduksi menjadi
sebatas iklan dan tontonan media massa. Bagi Anthony Giddens, globalisasi
terjadi manakala berbagai tradisi keagamaan dan relasi kekeluargaan yang
tradisional berubah mengikuti kecenderungan umum globalisasi, yakni
bercampuraduk dengan berbagai tradisi lain. (Giddens, 2000: 4).

Kapitalisme Global

Globalisasi, dalam taraf tertentu, dapat diidentikkan dengan globalisasi


ekonomi. Globalisasi ekonomi ini pada pada kenyataannya merupakan istilah
lain dari ekonomi pasar bebas ataupun kapitalisme global. Kapitalisme global
mulai berkembang pesat, segera setelah ‘Perang Dingin’ yang berakhir tahun
1980-an. Hal-hal tersebut merupakan pemicu utama berkembangnya kapitalisme
global atau globalisasi ekonomi yang diawali dengan pertemuan General
Agreement on Trade and Tarrif (GATT) di Maraquesh, Maroko, 1993. Robert
Heilbroner dalam bukunya 21st Century Capitalisme (1993) menyatakan bahwa

6
dalam diri kapitalisme itu sendiri ada daya gerak atau pembangkit yang selalu
bekerja menghasilkan perubahan yang konstan dengan tujuan yang jelas
(Heilbroner, 1993: 41). Kapitalisme global sebenarnya merupakan kelanjutan
dan penyempurnaan dari kapitalisme klasik yang telah dikritik oleh Karl Marx.
Kalau dalam kapitalisme klasik ruang lingkup atau jangkauan kekuasaannya
hanya dalam satu negara, maka dalam kapitalisme global dunia seakan tidak
mempunyai sekat-sekat kedaulatan lagi. Munculnya berbagai perusahaan
multinasional merupakan bentuk nyata kehadiran kapitalisme global di dunia.
Ekonomi tidak lagi menyangkut urusan dalam negeri, tetapi sudah
berkembang menjadi ekonomi sejagad. Pasar berkembang menjadi pasar bebas
yang tidak hanya memperdagangkan barang dan jasa, tetapi juga menyangkut
pasar mata uang (valuta) dan pasar modal.

Kapitalisme Global dan Masyarakat

Konsumen Masyarakat yang hidup di zaman kapitalisme global adalah


masyarakat konsumen. Masyarakat seperti demikian sebenarnya adalah
masyarakat yang telah menjadi hamba dari ciptaannya sendiri, yaitu
kapitalisme global. Kemajuan yang diusung dalam globalisasi telah membawa
masyarakat dalam situasi terkungkung dalam jerat-jerat dan “rayuan”
kapitalisme global, tatanan yang menawarkan berbagai kemudahan, keindahan,
dan pemenuhan kebutuhan yang serba instan. Dengan budaya konsumsi yang
dipegangnya, masyarakat konsumen sebenarnya merupakan hasil kreasi
kapitalisme global. Perkembangan kapitalisme global membutuhkan adanya
masyarakat konsumen (consumer society) yang akan melahap semua produk
kapitalisme tersebut. Masyarakat konsumen adalah masyarakat yang
eksistensinya dilihat hanya dengan pembedaan komoditi yang dikonsumsi.
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya melihat
tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi.
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan semakin dan terus
menerusnya mengkonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik
komoditi. Bukan hanya dirinya saja yang mengaktualisasikan diri lewat

7
tindakan konsumsi, orang lain juga akan dinilai menurut standar yang
dipakainya itu. Artinya eksistensi orang lain pun akan dinilai dan diakui sesuai
dengan standar status sosial yang dipegangnya. Di sini peran media massa
dengan program advertising-nya sangat menonjol. Gaya konsumsi yang
dipandu oleh advertising atau iklan dalam kapitalisme global, ternyata telah
menciptakan suatu masyarakat konsumen yang mengkonsumsi, yang seakan-
akan menjadi “sapi perahan” kaum kapitalis.

Individualisme Baru dalam Masyarakat Konsumen

Masyarakat konsumen—yang hidup dari tanda-tanda yang ditawarkan


oleh globalisasi—pada gilirannya akan menjadi masyarakat yang menganut
individualisme baru. Individualisme baru ini muncul sejalan dengan
berkembangnya neoliberalisme dalam kapitalisme global. Dalam liberalisme
awal muncul individualisme klasik yang masih identik dengan kaum kapitalis.
Liberalisme awal menawarkan konsep tentang kebebasan individu termasuk di
dalamnya kebebasan hak milik yang masih terbatas dalam sekat-sekat
kedaulatan suatu negara. Maksudnya, kebebasan yang dimaksud masih
berkaitan dengan posisi individu ketika berhadapan dengan negara. John
Locke, seorang pemikir liberalisme, melihat kebebasan sebagai suatu keadaan
alamiah manusia. Dalam hal ini suatu benda dikatakan sebagai milik satu
orang ketika benda itu didayagunakan atau diberi nilai tambah oleh orang
tersebut (Franz Magnis-Suseno, 1987: 123-124).

Dunia yang Berlari menuju Kekacauan

Fenomena masyarakat konsumen, yang hidupnya diatur oleh logika


kapitalisme global di mana makna hidup dan identitas diri mereka ditemukan
dalam perbedaan kegiatan konsumsi dengan orang lain, sebenarnya merupakan
fenomena yang menunjukkan bahwa dunia sedang mengarah pada situasi yang
tidak menentu. Masyarakat konsumen yang tidak mampu mengelak dari
belenggu kapitalisme global sebenarnya merupakan masyarakat yang tidak
mempunyai daya kritis. Dengan hilangnya daya kritis dari kesadaran

8
masyarakat konsumen, maka kehidupan yang akan dijalani pun menjadi
semakin kacau, tidak terkontrol, persis seperti kemajuan tak terkontrol yang
diusung oleh globalisasi. Modernitas, globalisasi, dan kapitalisme global
identik dengan paham tentang progresitas atau kemajuan. Kemajuan yang
melekat dalam ketiga hal tersebut ternyata tidak bisa dipahami secara
langsung sebagai sesuatu yang positif. Di atas telah kita lihat bagaimana
ketiga hal tersebut telah menyebabkan berkembangannya ketimpangan sosial
dalam masyarakat global serta munculnya masyarakat konsumen dengan
budaya konsumtif yang membuat mereka menjadi hamba dari kemajuan,
hamba dari budaya hedonis. Kemajuan dunia ternyata telah meningkatkan
resiko terganggunya kehidupan harmonis dan kesejahteraan yang berimbang
dalam masyarakat. Anthony Giddens menyatakan bahwa masyarakat di era
kapitalisme global dewasa ini berada dalam situasi risiko yang sangat
berbahaya (high-consequence risk) karena hidup dalam ketidakpastian
menghadapi hasil ciptaannya sendiri, yaitu teknologi yang canggih.

Catatan Kritis

Suatu hasil perenungan bukan berasal dari sesuatu yang kosong,


tetapi dari ‘ada’ sebagai sesuatu yang direnungkan. Berdasarkan teori di atas
yang tentunya diawali oleh data empiris sebelumnya, ditambah refleksi kritis,
maka tentunya suatu teori harus dapat dibuktikan kebenarannya. Dalam hal
ini ada suatu fenomena budaya yang tampak dalam realitas sosial di mana
masyarakat di saat ini menjadi sangat konsumtif sehingga mereka dinamai
masyarakat konsumen. Lalu pertanyaannya mengapa mereka menjadi
konsumtif? Hal tersebut berikut jawabannya telah penulis kemukakan di atas.
Bahwa masyarakat konsumen adalah masyarakat yang hidup dan diciptakan
oleh kapitalibme global di era globalisasi. Era globalisasi seperti kita ketahui
merupakan era yang canggih teknologi komunikasi sehingga dunia seakan- akan
menjadi satu tanpa ada hal-hal yang dapat ditutuptutupi. Untuk itu dunia
menjadi terbuka bagi siapa saja dan bebas diinterpretasikan. Masyarakat
menjadi semakin liberal dan demokratis, padahal globalisasi berkecenderungan

9
penghomogenisasian. Maka akibatnya masyarakat kehilangan kekritisannya
Masyarakat yang telah sangat menikmati ketergantungan pada teknologi dalam
hal ini iklan yang ditayangkan disetiap momentum kehidupan melalui
kebebasan media massa semakin lama semakin membentuk kepribadian-
kepribadian baru, masyarakat menjadi individualisme baru. Masyarakat hanya
menjadi mayoritas yang diam tanpa mampu merefleksi diri oleh kekuatan
sihir iklan demi iklan yang dijejalkan pada dirinya sebagai tanda dan simbol.
Tugas masyarakat hanya menikmati diri dengan melahap barang-barang
komoditi. Itu berarti proses alienasi sedang berlangsung dalam masyarakat
konsumen. Di sana mode of production bergeser menjadi mode of
consumption.

2.1 Jurnal II

PENDAHULUAN

Manusia menggunakan teknologi kare-na memiliki akal. Dengan akalnya


manusia ingin keluar dari masalah, ingin hidup lebih baik, lebih aman, dan
sebagainya. Perkem-bangan teknologi terjadi karena seseorang menggunakan
akalnya untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya. Kemajuan teknologi
adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan
teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap inovasi
diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Teknologi
juga memberikan banyak kemu-dahan, serta sebagai cara baru dalam melaku-kan
aktivitas manusia. Manusia juga sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh
inovasi-inovasi teknologi yang telah dihasilk-an dalam dekade terakhir ini.

PEMBAHASAN

Kemajuan Teknologi

Konsep Teknologi

10
Manusia pada awalnya tidak mengenal konsep teknologi. Kehadiran manusia
purba pada masa pra sejarah, hanya mengenal teknologi sebagai alat bantunya
dalam mencari makan, alat bantu dalam berburu, serta mengolah makanan. Alat
bantu yang mereka gunakan sangatlah sederhana, terbuat dari bambu, kayu, batu,
dan bahan sederhana lain yang mudah mereka jumpai di alam bebas. Misalnya
untuk membuat perapian, ia memanfaatkan bebatuan yang dapat memunculkan
percikan api.

Perkembangan teknologi akan mengalami beberapa siklus. Jacob


menjelaskan beberapa siklus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi
lima tahapan. Lima tahapan tersebut dinyatakan sebagai lima siklus kondratif, yaitu
suatu siklus yang akan berulang setiap 50 tahun. Kelima siklus tersebut adalah:
pertama, dimulai dengan revolusi teknologi (tahun 1760); kedua, ditandai dengan
terbentangnya jaringan kereta api (tahun 1848); ketiga, dimulai dengan
ditemukannya ban berjalan (tahun 1895); keempat, ditandai dengan ditemukannya
tenaga atom dan motorisasi massal (tahun 1945); dan kelima, ditandai dengan
perkembangan mikro elektronik serta bioteknologi. Teknologi memperlihatkan
fenomenanya dalam masyarakat sebagai hal impersonal dan memiliki otonomi
mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis. Sastrapratedja
(Dwiningrum, 2012, p.154) menjelaskan bahwa fenomena teknik pada masyarakat
kini.

Janji Teknologi

Suatu hal yang perlu mendapat perhatian khusus adalah bahwa setiap
perkembangan teknologi selalu menjanjikan kemudahan, efisiensi, serta peningkatan
produktivitas. Memang pada awalnya teknologi diciptakan untuk mempermudah
manusia untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Berikut ini ada beberapa hal
yang dijanjikan teknologi (Martono, 2012, pp.289-291).

Masyarakat Digital

Era modern diidentikkan dengan era masyarakat digital. Setiap aktivitas


manusia akan digerakkan melalui serangkaian teknologi digital. Teknologi ini

11
dioperasikan dengan menekan beberapa digit (angka) yang di susun dengan
berbagai urutan. Relasi yang terbangun di antara individu adalah relasi pertukaran
digital, setiap manusia hanya melakukan serangkaian transaksi atau interaksi
melalui simbol-simbol digital. Transaksi perdagangan, komunikasi, semuanya
digerakkan secara digital. Setiap individu akan memiliki identitas digital yang
mampu mengenali siapa dirinya, setiap manusia sudah diberi nomor urut: melalui
nomor identitas (e-KTP), nomor handphone, nomor telepon, nomor rekening bank,
nomor ATM, nomor rekening listrik, rekening telepon, rekening air, PIN (Personal
Identification Number) ATM, semuanya menggunakan sistem digital.

Teori Perubahan Sosial Budaya Para sosiolog dan antropolog mempunyai


pendapat yang berbeda mengenai perubahan sosial diantaranya (Soekanto, 1990,
pp.332-337): 1) Gillin dan Gillin, mengartikan perubahan sosial adalah suatu variasi
dari cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi
geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, dan ideologi maupun karena
adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat 2) Larson dan
Rogers, mengemukakan pengertian tentang perubahan sosial yang dikaitan dengan
adopsi teknologi yaitu perubahan sosial merupakan suatu proses yang
berkesinambungan dalam suatu bentangan waktu tertentu. Pemakaian teknologi
tertentu oleh suatu warga masyarakat akan membawa suatu perubahan sosial yang
dapat diobservasi lewat perilaku anggota masyarakat yang bersangkutan. 3)
Soerjono Soekanto, mendefinisikan perubahan sosial adalah segala perubahan yang
terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi
sistem sosialnya.

Teori Perubahan Sosial Budaya

Para sosiolog dan antropolog mempunyai pendapat yang berbeda


mengenai perubahan sosial diantaranya (Soekanto, 1990, pp.332-337):

1) Gillin dan Gillin, mengartikan perubahan sosial adalah suatu variasi


dari cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan
kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, dan

12
ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan
baru dalam masyarakat
2) Larson dan Rogers, mengemukakan pengertian tentang perubahan
sosial yang dikaitan dengan adopsi teknologi yaitu perubahan sosial
merupakan suatu proses yang berkesinambungan dalam suatu
bentangan waktu tertentu. Pemakaian teknologi tertentu oleh suatu
warga masyarakat akan membawa suatu perubahan sosial yang dapat
diobservasi lewat perilaku anggota masyarakat yang bersangkutan.
3) Soerjono Soekanto, mendefinisikan perubahan sosial adalah segala
perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu
masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya.

SIMPULAN

Secara sosiologis, teknologi merupakan salah satu aspek yang turut


mempengaruhi setiap aktivitas, tindakan, serta perilaku manusia. Teknologi mampu
mengubah pola hubungan dan pola interaksi antar manusia. Kehadiran teknologi
merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Aktivitas
manusia sedikit banyak akan dipengaruhi oleh kehadiran teknologi. Kemajuan
teknologi dewasa ini ditandai dengan semakin canggihnya alat-alat di bidang
informasi dan komunikasi, satelit, bioteknologi, pertanian, peralatan di bidang
kesehatan, dan rekayasa genetika. Muculnya masyarakat digital dalam berbagai
bidang kehidupan merupakan bukti dari kemajuan teknologi. Masyarakat dan
negara-negara di dunia berlombalomba untuk dapat menguasai teknologi tinggi
(high tech) sebagai simbol kemajuan, kekuasaan, kekayaan dan prestise.

13
BAB III

KELEMAHAN DAN KELEBIHAN JURNAL

3.1 Kelebihan Dan Kekurangan Jurnal I


Jurnal ini berisi tentang fenomena budaya dalam realitas sosial. Dari abstrak telah
menggambarkan secara keseluruhan isi jurnal ini. Pada pendahuluan juga telah
menggambarkan latar belakang dari di tuliskannya jurnal ini. Isi dari jurnal ini telah
memaparkan materi yang sangat luas tentang MASYARAKAT KONSUMEN
SEBAGAI CIPTAAN KAPITALISME GLOBAL: FENOMENA BUDAYA
DALAM REALITAS SOSIAL. Jurnal ini sangat baik di jadikan salah satu referensi
untuk bahan acuan untuk mempardalam ilmu sosial budaya. Karena topoik yang di
angkat di ambil dari realita kehidupannyata. Tetapi dalam jurnal ini juga terdapat
kekurangan yaitu terdapat bebrapa kata yang kurang difahami oleh beberapa orang
awam. Jurnal ini juga tidak di lengkapi kesimpulan.

3.2 Kelebihan Dan Kekurangan Jurnal II


Jurnal ini berisi tentang gpengaruh teknologi terhadap kehidupan sosial manusia.
Pada abstrak telah menggambarkan secara keseluruhan isi dari jurnal tersebut. Pada
pendahuluan terdapat latar belakang yang menjadi alasan penulis menulis jurnal ini
dan pada pendahuluan di lengkapi juga dengan daftar dari negara – negara maju
dalam bidang teknologi. Isi jurnal telah memaparkan materi yang saling
berkesinambungan antara judul dan isi jurnal dan pemaparan isi yang sangat luas
sehinggah dapat dijadikan salah satu referensi untuk di jafikan bahan bacaan. Tetapi
dalam jurnal ini hanya terdapat beberapa oata yang kurang di pahami oleh beberapa
orang.

14
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Jurnal I dan Jurnal II sudah dapat di jadikan sebagai bahan bacaan guna
menambahmenambah wawasan ilmu walau pun dalam jurnal I dan jurnal II memiliki kelemahan
dan kelebihan di dalam isi maupun yang lainya. Secara keseluruhan jurnal I dan jurnal II sudah
baik secara keseluruhan. Materi yang diangkat dalam jurnal I dan jurnal II snagat menarik untuk
dibaca karena pada topik yang di angkat berdasarkan kehidupan sehari – hari manusia.

4.2 Saran

Pemakalah menyarankan agar pembaca menggunakan jurnal ini sebagai bahan bacaan
untuk menambah wawasan dalam pembelajaran Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Tetapi
pemekalah juga memnyarankan mencari referensi lain untuk menambah ilmu pengetahuan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ngafifi, Muhamad.2014.KEMAJUAN TEKNOLOGI DAN POLA HIDUP MANUSIA


DALAM PERSPEKTIF SOSIAL BUDAYA. Jurnal Pembangunan Pendidikan:
Fondasi dan Aplikasi. Volume 2, Nomor 1

Kushendrawati, Selu Margaretha. 2006. MASYARAKAT KONSUMEN SEBAGAI


CIPTAAN KAPITALISME GLOBAL: FENOMENA BUDAYA DALAM
REALITAS SOSIAL. SOSIAL HUMANIORA. VOL. 10, NO. 2

16

Anda mungkin juga menyukai