Anda di halaman 1dari 3

Nama: Nisrina Kayla An Nazwa

Kelas: 9A
Bahasa Indonesia

LELAKI TAK TERDUGA


Lantai kantin yang berwarna putih sedikit memantulkan seorang ibu dan anak laki-
lalki berumur sepuluh tahun yang sedang menikmati makan paginya. Ia bersyukur diberitahu
bgain resepsionis bahwa direktur perusahaan yang hendak ditemuinya belum tiba. Dari pada
pulang dengan kelaparan, ia memutuskan mengajak putranya ke kantin perusahaan. Jadilah
mereka mengisi perut disana, dikantin yang cukup asri dengan beberapa pohon dan tanaman
bunga yang diatur seperti taman. Sang ibu tak henti-hentinya mengawasi anaknya makan
sambil bicara dengan mulut penuh.
“ Taukah kau nak! Kau harus tumbuh kuat! Kuat dan sehat, tak penyakitan seperti ayahmu.
Ayo, makan yang banyak!”
Anaknya dengan nada polos menjawab “ ibu, ayah sakit bukan karena kurang makan, tapi
karena kelebihan makan. Dokter sendiri yang bilangkan, ayah harus mengurahi porsi makan
dan mengganti makanannya dengan makanan sehat.” Sambil terus mengunyah makanannya.
“ maksud ibu, kalau kau terus sehat, kau bisa belajar dan membuatmu semakin pintar. Orag
yang pintar gampang cari kerja yang enak, tak seperti kakamu jadi tukang bersih-bersih di
rumah sakit!”
“ Yang pentingkan kerja di rumah sakit bu.. kata kaka jabatannya sekarang cleaning service.”
Sanggah si anak tersebut.
“ Kau ini sama saja dengan kakamu. Apa yang pintar dikeluarga kita Cuma ibu saja hah?”
Kemudian anaknya tak brsuara lagi.
Ibu tersebut menatap sekeliling dan Tak lama muncul lah sesosok pria yang kira-kira
lebih tua beberapa tahun lebih tua darinya. Dia duduk dekat sekali dengan meja bundar sang
ibu dengan anaknya. Pria tersebut meraih menu makanan, sekaligus memesan sarapan pada
pelayan. Ibu tersebut kembali menoleh kepada anaknya dan terkejut melihat mulut putranya
kotor oleh sisa-sisa makanan dan bekas minyak.
“ Aahhh, kok samapi belepotan sih? Yang rapi dong sayaaaang…. Katanya mau jadi direktur.
Direktur tuh makanya rapi, tidak belepotan kayak gini. Ini, ibu punya tisu. Sini, ibu bantu.”
Dilapnya kotoran tadi dari mulut si anak. Anak itu menyadari lelak di dekat ibunya sedang
memandannya. Pria itu tersenyum tulus padanya. Senyum yang telah lama tak pernah
dilihatnya dari wajah sang ayah sejak sang ayah di derita penyakit, ditambah peran kepala
keluarga yang harus diambil alih ibunya. Sebenarnya ibunya baik dan penuh kasih sayang
tapi sifat materialistis membawanya pada kesombongan yang membuatnya tak disenangi.
Tisu bekas membersihkan kotoran dimulut sang anak tadi dilemparnya ke lantai kantin.
Pikirnya nanti gampang dibersihkan petugas. Di luar dugaan, tisu tadi diambil oleh pria yang
semula duduk tak jauh darinya, dibuangnya ke tempat sampah, lalu kembali duduk
menikmakti sarapannya.
“ Huh dasar sok pahlawan!” ucapnya tak senang. Ekspresi pria itu sedikit berubah mendengar
kalimat kasar barusan. Lalu ia melempar senyum kedua kepada anak laaki-laki itu. Sang ibu
yang mengetahui hal ini merasa tak suka, apalagi anaknya mambalas senyuman lelaki tadi.
“ Nak, dengarkan nasihat ibumu ini ya. Sebentar lagi ibu akan bertemu dengan pemilik
perusahaan besar ini. ibu sudah melalui serangkaian tes sebelumnya dan dinyatakan lulus.
Bila wawancara kali ini sukses, ibu bisa meyakinkan pa direktur kalau ibu hebat, pintar, dan
pasti bakal sukses, maka sudah pasti ibu akan diterima sebagai manajer di perusahaan ini. jadi
tak pelu lah kamu membalas senyum pada orang aneh itu.” Celanya disengaja agak keras
untuk didengar laki-laki itu.
Sang ibu kembali bicara, “ Kalu kita kaya, kita bisa makan apa saja, berbuat apa saja sesuka
hati kita. Tak perlu hidup pas-pasan seperti sekarang. Paham?”
“iya bu…”
Kemudian ibu itu melirik ke jam tangannya dan menarik tangan anaknya. “ Ayo! Kita
hampir terlambat. Pa direktur pasti sudah menunggu.”
Dia menghela nafas lega saat resepsionis mengatakan bahwa pak direktur telah tiba. Penh
girang wanita itu mengajak putranya naik lift. Hatinya membayangkan suasana pekerjaan
barunya. Angka-angka di lft berhenti saat menunjukan angka 4. Pintu lift terbuka dan
langkah-langkah rmereka riang menuju ruangan pak direktur. Sang ibu berhenti di depan
meja karyawan yang dipanggil sekretaris.
“ Silahkan bu. Silahkan duduk!” sambut pa manajer. Ia duduk di sofa ruang tamu di ruang
direktur. Dijabatnya tangan pa direktur.
“ Mohon maaf, saya mengajak putra saya. Di rumah hanya ada ayahnya yang sakit,
sementara kakanya sedang bekerja. Saya khawatir bila menitipkan anak kepada sembarang
orang, pa.” katanya, berlagaksebagai seorang ibu yang sangat melindungi keluarganya.
Sebenarnya dia memang sengaja mengajak putranya agar bisa membuat alasan itu sehingga
citranya naik di depan manajer tersebut.
“oh, begitu ya, bu. Kami tidak keberatan untuk itu.”
Tiba-tiba pintu terbuka. Wanita itu terkejut melihat seorang yang masuk diikuti oleh
sekretaris. Mau apa dia disini? Pikirnya. Pria tadi yang dihardiknya dikantin tampak bicara
serius dengan pa manajer di meja pribadinya. Lalu sang ibu bertanya pada sekretaris, “ maaf
mbak, yang baru datang itu siapa yah?”tanyanya.
“ Itu pa direktur bu.?” Jawaban sekretaris tersebut membuat si ibu terkejut. Si ibu itu
berharap agar bisa memutar waktu kembali agar kejadian kantin tadi tidak terulang lagi
namun jelas hal itu tidak mungkin.
Kemudian pa manajer berjalan ke arahnya. Dia berkata sembari mengembaliakn berkas
dokumen kepadanya.
“ Mohon maaf, bu. Pa direktur telah berubah pikiran. Menurut beliau, anda harus
memperbaiki diri jika ingin mendapatkan pekerjaan ini. saya mohon maaf, dokumen anda
saay kembalikan.” Pa manajer itu pun mengembalikan lagi dokumen si ibu.
Wanita itu merenung. Dia hendak mengikuti arahan sekretaris untuk meninggalkan ruangan
ketika suara itu menghentikannya.
“ Nak, kau lebih berakhlak dari ibumu. Seorang pemimpin yang baik harus bisa memimpin
dirinya dulu sebelum orang lain. Hal itu tidak dimiliki ibumu hari ini dan menyebabkannya
gagal mencapai impiannya. Semoga kalian mendapat pengalam berharga dari hari ini.”
Sang ibu mendapati anaknya mengangguk kepada pak direktur itu. Sang ibu sangat menyesali
kebodohannya. Putranya polos itu ternyata lebih menghargai orang lain daripada dirinya.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai