Anda di halaman 1dari 72

B.

PENDEKATAN DAN METODOLOGI

Berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) maka bab ini akan menjelaskan
mengenai tanggapan mengenai lingkup kegiatan dalam Penyusunan
Penyusunan Peta Dasar 1:5000 Kabupaten Pangandaran, pendekatan dan
metodologi serta rencana pengerjaan dalam kegiatan tersebut.

1. TANGGAPAN TERHADAP KERANGKA ACUAN KERJA

1.1. Tanggapan Terhadap Latar Belakang

Penataan ruang merupakan salah satu instrumen yang bernilai strategis untuk mewadahi
proses pembangunan, karena didalamnya tersirat upaya-upaya penanganan
lingkungan, pembangunan ekonomi, pemerataan, dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Penataan ruang sebagai sebuah konsep pemikiran atau gagasan,
mencakup penataan semua kegiatan beserta karakteristiknya yang berkaitan dengan
ruang.

Kabupaten Bogor telah menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11


Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor Tahun 2016 –
2036. RTRW Kabupaten Bogor menyebutkan bahwa tujuan penataan ruang wilayah
Kabupaten Bogor adalah untuk mewujudkan tata ruang wilayah yang berkualitas,
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertumpu pada kegiatan pariwisata,
permukiman, industri dan pertanian dalam rangka mendorong perkembangan wilayah
yang merata dan berdaya saing menuju Kabupaten Bogor termaju dan sejahtera. Salah
satu kebijakan penataan ruang terkait pariwisata adalah pengembangan wisata alam,
wisata budaya dan wisata buatan sesuai dengan potensi alam dan budaya setempat
yang memiliki daya tarik wisatawan mancanegara dengan tetap memperhatikan
kelestarian lingkungan hidup. Sebagai kebijakan lanjutan, Bupati Bogor telah menetapkan
branding Kabupaten Bogor sebagai The City Of Sport and Tourism.

Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2016 juga menyebutkan strategi
untuk pengembangan wisata sebagai berikut, yaitu:

1. Mengembangkan kawasan wisata alam dengan memanfaatkan potensi alam yang


ada tanpa mengurangi fungsi dan daya dukung lingkungan alam;

2. Mengembangkan kawasan wisata budaya dengan tetap menjaga kelestarian


budaya setempat dan menyesuaikan dengan kultur yang ada;

3. Mengembangkan kawasan wisata buatan yang berorientasi pasar domestik dan


mancanegara secara selektif dengan tetap menjaga fungsi pelestarian alam yang
berkelanjutan; dan

B. 1
4. Penyediaan prasarana pendukung pariwisata sesuai kebutuhan kegiatan pariwisata
dengan tetap memperhatikan kemampuan lingkungan setempat.

Pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan seseorang untuk sementara


waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan
meninggalkan tempat semula dan dengan suatu perencanaan atau bukan maksud
untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya, tetapi semata-mata untuk
menikmati kegiatan pertamasyaan atau rekreasi untuk memenuhi keinginan yang
beraneka ragam. (dalam Yoeti; 1983) sedangkan menurut undang-undang Republik
Indonesia nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Pariwisata adalah berbagai
macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan
oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

Objek dan daya tarik wisata merupakan salah satu unsur penting dalam dunia
kepariwisataan dan menjadi tujuan dari perjalanan wisata. Objek dan daya tarik wisata
dapat berupa alam, budaya, tata hidup dan sebagainya yang memiliki daya tarik dan
nilai jual untuk dikunjungi ataupun dinikmati oleh wisatawan. Dalam arti luas, apa saja
yang mempunyai daya tarik wisata atau menarik wisatawan dapat disebut sebagai objek
dan daya tarik wisata.

Bogor sejak zaman kolonial telah menjadi tujuan wisata akhir pekan bagi penduduk
Jakarta. Perkembangan selanjutnya adalah pembangunan perkebunan teh di kawasan
puncak yang kemudian juga menjadi kawasan wisata dengan keindahan alam yang
eksotis. Kabupaten Bogor memiliki kondisi morfologi wilayah yang bervariasi, dari dataran
yang relatif rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan. Selain faktor
tersebut Kabupaten Bogor terletak tidak jauh dari Ibu Kota Negara dengan jarak ± 60 km.

Kegiatan kepariwisataan secara sosial melibatkan tiga pihak, pihak yang berada di
daerah pariwisata, pihak pendatang atau wisatawan, dan pihak ketiga yaitu pihak yang
terlibat dalam organisasi penyelenggaraan kepariwisataan. Dampak dari kegiatan
pariwisata baik positif maupun negatif meliputi tiga aspek yaitu ekonomi, sosial dan
budaya.

Dari aspek spasial/keruangan, kegiatan pariwisata sebagai salah satu pengguna ruang
mempengaruhi penggunaan lahan sekitarnya. Perkembangan kegiatan wisata dengan
bertambahnya jumlah pengunjung, akan mendorong perubahan penggunaan lahan
pada lokasi sekitar objek wisata, melalui munculnya kegiatan pendukung wisata seperti
penyediaan akomodasi wisata (hotel dan restoran). Lebih jauh perkembangan wilayah
akan mendorong datangnya pendatang (in-migrasi) sehingga akan berkembang pula
permukiman baru.

Untuk kepentingan penataan ruang maka perlu diketahui bagaimana hubungan antara
perkembangan kegiatan pariwisata dan perubahan penggunaan lahan serta keadaan
sosial ekonomi masyarakat.

Konsultan menanggapi, latar belakang yang diuraikan telah sejalan dengan kebijakan
penataan ruang dan kebijakan terkait kepariwisataan. Sehingga diharapkan dari kajian

B. 2
ini akan menghasilkan gambaran mengenai hubungan antara perubahan penggunaan
lahan dan perkembangan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

1.2. Tanggapan Terhadap Pemasalahan

Wilayah Kabupaten Bogor sebagai wilayah penyangga ibukota negara (DKI Jakarta)
merupakan daerah dengan perkembangan wilayah yang cepat ditandai dengan
pertumbuhan penduduk dan pertambahan wilayah terbangun yang tinggi.
Perkembangan penggunaan lahan dengan demikian bisa disebabkan oleh
perkembangan kegiatan di wilayah Kabupaten Bogor atau karena pengaruh lokasi Bogor
yang dekat dengan Ibukota sebagai pusat pertumbuhan.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pola timbal balik antara perkembangan kegiatan
wisata dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar objek wisata. Apakah kondisi
sosial ekonomi masyarakat sejalan dengan perkembangan kegiatan wisata terutama
pada kegiatan wisata alam maupun wisata buatan.

Konsultan menanggapi, setuju dengan permasalahan yang menjadi faktor perlu


dilakukannya kajian ini sehingga dalam proses pengerjaannya nanti akan melihat pada
perkembangan kegiatan wisata dengan kondisi social ekonomi masyarakat di sekitar
objek wisata.

1.3. Tanggapan Terhadap Tujuan dan Sasaran

Tujuan Kegiatan Kajian Penataan Ruang untuk Pariwisata adalah untuk menjelaskan
hubungan antara perkembangan obyek wisata dan penggunaan lahan di sekitarnya
serta kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar.

Sedangkan sasaranya adalah:


3.1.1. Tersedianya data perubahan penggunaan lahan di sekitar obyek wisata;
3.1.2. Tersedianya data perkembangan dan peta persebaran obyek wisata di Kabupaten
Bogor;
3.1.3. Tersedianya data sosial ekonomi masyarakat sekitar obyek wisata;
3.1.4. Tersusunnya analisis korelasi antara perkembangan obyek wisata dengan
penggunaan lahan, dan sosial ekonomi masyarakat sekitar;
3.1.5. Tersusunnya masukan bagi perencanaan tata ruang bidang pariwisata;
3.1.6. Tersedianya Laporan Hasil Kegiatan Kajian Penataan Ruang untuk Pariwisata.

Konsultan menanggapi, tujuan dan sasaran dari kegiatan ini sudah sesuai dan sejalan
dengan latar belakang dan permasalaha. Sehingga diharapkan hasil dari kegiatan ini
dapat menjelaskan hubungan antara perkembangan obyek wisata dan penggunaan
lahan di sekitarnya serta kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar.

1.4. Tanggapan Terhadap Ruang Lingkup Pekerjaan

Ruang lingkup dalam Penyusunan Kajian Penataan Ruang untuk Pariwisata meliputi ruang
lingkup wilayah, ruang lingkup substansi, dan metoda pendekatan.

B. 3
1. Ruang Lingkup Wilayah

Lingkup wilayah pada kegiatan Kajian Penataan Ruang untuk Pariwisata adalah
seluruh obyek wisata yang ada di wilayah Kabupaten Bogor yang tertera pada
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor yang meliputi kawasan pariwisata
alam, kawasan pariwisata budaya dan kawasan pariwisata buatan. Lingkup wilayah
detail akan akan ditentukan setelah dilakukan diskusi tim penyusun (tim teknis dan tim
ahli (konsultan penyedia jasa)).

2. Ruang Lingkup Substansi

Secara garis besar lingkup substansi kegiatan Kajian Penataan Ruang untuk Pariwisata,
meliputi :

a. Pengumpulan dan kompilasi data obyek wisata di Kabupaten Bogor, termasuk


data mengenai jenis pariwisata dan fasilitas pendukung obyek wisata serta data
kunjungan wisatawan per obyek wisata;
b. Penyusunan peta penggunaan lahan sekitar objek wisata berdasarkan interpretasi
citra satelit resolusi tinggi tahun 2019 sesuai ketentuan pemetaan yang berlaku.
c. Pengumpulan dan kompilasi data penggunaan lahan tahun 2010 dan tahun 2015.
d. Pengumpulan dan kompilasi data kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar
obyek wisata;
e. Penyusunan analisis korelasi antara perkembangan obyek wisata dengan
penggunaan lahan, dan sosial ekonomi masyarakat sekitar.
f. Penyusunan kesimpulan dan masukan bagi perencanaan tata ruang bidang
pariwisata.

3. Metodologi

Penyusunan Kajian Penataan Ruang untuk Pariwisata memerlukan informasi yang


akurat dan aktual sehingga hasilnya dapat menjadi acuan bagi berbagai pihak.

a. Pengumpulan Data
1) Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan survey instansional kepada
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik,
maupun pengelola obyek wisata. Data juga dilengkapi dengan tinjauan dari
buku referensi, dan sumber lain yang terkait dengan kegiatan pengembangan
wisata.
2) Pengumpulan data primer dilakukan melalui dilakukan melalui :
a) Survei lapangan untuk melihat kondisi eksisting obyek wisata dan konfirmasi
penggunaan lahan hasil digitasi dari citra satelit.
b) Kegiatan wawancara dilakukan kepada pengelola obyek wisata,
pengunjung, unit usaha di sekitar lokasi dan masyarakat sekitar lokasi.

b. Pengolahan Data

Pengolahan data terdiri atas dua jenis yaitu pengolahan data spasial dan
pengolahan data tabular.

B. 4
 Pengolahan data spasial menggunakan perangkat lunak SIG yang memiliki
kemampuan membuat, mengedit, mengolah baik data vektor, data raster,
maupun data atribut.
Pengolahan data spasial ini dilaksanakan 2 (dua) tahap yaitu
pengolahan citra satelit dan digitasi peta penggunaan lahan.

- Pengolahan Citra Satelit;

Proses pengolahan citra yang akan dilakukan meliputi:


Pansharpening/Fusi, koreksi geometrik (orthorectification),
Enhancement, dan cutlining & Mosaicking.

a) Pansharpening/Fusi

Pansharpening merupakan proses penggabungan/fusi antara


citra multispectral (berwarna) yang mempunyai keteitian rendah
dengan citra pankromatik (hitam putih) yang mempunyai
ketelitian tinggi, sehingga menghasilkan citra satelit yang
berwarna dengan resolusi tinggi.

b) Koreksi geometrik (orthorectification)

Koreksi geometrik dapat dilakukan dengan:

 Menggunakan titik kontrol (Ground Control Point) yang dicari pada


citra lain yang sudah memiliki georeferensi.
 Menggunakan titik (Ground Control Point) yang dapat icari pada
peta yang sudah memiliki georeferensi.
 Memakai titik pengukuran yang diambil menggunakan GPS (Global
Positioning System) pada lokasi-lokasi tertentu yang mudah dikenali
pada citra. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan
koreksi geometris antara lain adalah tingkat resolusi dan proyeksi
yang digunakan.
 Metode Registrasi (image to image)

Dalam kegiatan ini, koreksi geometrik dilakukan dengan


metode registrasi (image to image).

c) Enhancement dan color balancing

Enhancement merupakan proses mempertajam warna (contrast)


atau mengembalikan warna citra sesuai kondisi alaminya di
lapangan. Color balancing bertujuan untuk menyeragamkan
warna antar scene yang berbeda. Pada raw data seringkali data
seperti kabur/buram. Hal ini bisa dipengaruhi oleh atmosfer bumi,
haze, dan sebagainya.

B. 5
d) Cutlining & Mosaicking

Mosaicking merupakan proses penggabungan antar scene yang


berbeda yang sudah melalui tahap pansharpening/fusi, koreksi
geometrik, color enhancement & balancing, dan lain-lain.

- Digitasi Peta Penggunaan Lahan;

Proses digitasi peta dilaksanakan dengan cara digitasi citra satelit


dengan melihat kenampakan kenampakan yang ada pada citra
tersebut kemudian diberi atribut sesuai dengan jenis kegiatannya
dan disesuaikan dengan hasil peninjauan lapangan. Hasil dari
peroses digitasi ini berupa peta penggunaan lahan yang
menunjukkan perkembangan obyek wisata sesuai dengan kondisi
eksisting yang ada saat ini.

 Pengolahan data tabular menggunakan perangkat lunak komputer yang yang


sesuai untuk kegiatan pengolahan data baik data primer maupun data
sekunder.

B. 6
c. Analisis

Terdapat 2 Tahap analisis yaitu tahap analisis peta penggunaan lahan dan analisis
korelasi.
1) Analisis Peta
Analisis Peta dilaksanakan menggunakan perangkat lunak GIS dilaksanakan
dengan cara analisa peta digital yakni melakukan overlay (tumpang susun)
peta penggunaan lahan tahun 2010, 2015 dan peta penggunaan lahan saat
ini yang diperoleh berdasarkan hasil interpretasi citra tahun 2019.

2) Analisis Korelasi
Analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk menentukan
kuatnya atau derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Analisis
korelasi digunakan untuk mengukur hubungan antara perkembangan objek
wisata terhadap perubahan penggunaan lahan dan kondisi sosial ekonomi
masyarakat di sekitar obyek wisata. Jika digambarkan diagram tabel sebagai
berikut:

Konsultan menanggapi, Ruang lingkup wilayah, ruang lingkup substansi, dan metodologi
yang dijabarkan pada kerangka acuan kerja telah sesuai dengan tujuan dan sasaran dari
kegiatan kajian penataan ruang untuk pariwisata ini.

1.5. Tanggapan Terhadap Dasar Hukum

Berdasarkan Kerangka Acuan Kerja Dasar hukum pelaksanaan kegiatan adalah sebagai
berikut :
1. Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan

B. 7
Ruang;
4. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 – 2029;
5. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2016 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2016-2036.

Konsultan menanggapi, dasar hukum yang tercantum dalam kerangka acuan


kerja telah sesuai dengan lingkup pekerjaan kajian penataan ruang untuk
pariwisata sehingga dalam proses penyusunan kajian penataan ruang untuk
pariwisata ini akan berpedoman pada dasar-dasar hukum tersebut.

1.6. Tanggapan Terhadap Tahapan Pekerjaan

Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembuatan Kajian Penataan Ruang untuk
Pariwisata, terdapat beberapa tahapan kegiatan yang perlu dilakukan yaitu:

1. Tahap Persiapan :
a. Penyusunan jadwal pelaksanaan kegiatan, distribusi personil dan organisasi
pelaksanaan kegiatan;
b. Penyusunan desain dan perangkat survei;

2. Tahap Pengumpulan Data


a. Melakukan pengumpulan data sekunder dari instansi terkait;
b. Melakukan kegiatan survei di lapangan.
1) Survei kondisi penggunaan lahan objek wisata dan sekitarnya.
2) Wawancara

3. Kompilasi Data dan Analisis


a. Pengolahan data spasial
b. Pengolahan data tekstual dari hasil pengumpulan data;

4. Analisis Data

5. Tahap Pelaporan
Adapun Laporan kegiatan ini meliputi:

a. Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan berisi latar belakang kegiatan, maksud, tujuan dan sasaran,
ruang lingkup, metodologi kegiatan, gambaran umum wilayah perencanaan dan
rencana kerja pelaksanaan kegiatan. Laporan Pendahuluan dibuat rangkap 5
(Lima) menggunakan kertas A4 jilid Soft cover dan diserahkan 2 (dua) minggu
setelah SPMK.

B. 8
b. Laporan Akhir
Laporan akhir berisi seluruh hasil kajian penataan ruang untuk pariwisata dibuat
rangkap 10 (sepuluh) kertas A4 jilid soft cover dilengkapi Album Peta rangkap 5
(lima) dibuat di kertas A3 berwarna jilid soft cover serta Compact Disk (CD/DVD)
sebanyak 5 (lima) buah.

Konsultan memahami dan menanggapi, akan melaksanakan tahapan kegiatan


berdasarkan pada tahapan-tahapan yang tertera dalam kerangka acuan kerja.

1.7. Tanggapan Terhadap Sumber Dana dan Perkiraan Biaya

Sumber pendanaan untuk pelaksanaan pekerjaan ini berasal dari Anggaran


Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2020
melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang Nomor 1103.110301.41.1214 Kegiatan ini dilakukan secara
kontraktual, dengan alokasi dana sebesar Rp. 315.000.000,00 (Tiga Ratus Lima
Belas Juta Rupiah), dikarenakan adanya perubahan waktu pelaksanaan dari 90
hari kalender menjadi 70 hari kalender sehingga nilai HPS sebesar Rp.
276.645.436,00 (Dua Ratus Tujuh Puluh Enam Juta Enam Ratus Empat Puluh Lima
Ribu Empat Ratus Tiga Puluh Enam Rupiah).

Konsultan menanggapi, dalam kegiatan kajian penataan ruang untuk pariwisata


ini akan menyesuaikan dengan anggaran yang telah ditetapkan berdasarkan
kerangka acuan kerja.

1.8. Tanggapan Terhadap Pelaksaan Pekerjaan

Berikut merupakan tahapan pelaksanaan pekerjaan yang tercantum dalam kerangka


acuan kerja:

1. Pengguna Jasa untuk pelaksanaan pekerjaan ini adalah Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang Kabupaten Bogor;

2. Kegiatan penyusunan Kajian Penataan Ruang untuk Pariwisata dilaksanakan oleh


pihak ketiga, yaitu konsultan perencanaan di bidang perencanaan wilayah dan kota
(SBU PR 101 atau PR 102) dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam
pembahasannya.

3. Kewajiban konsultan :
a. Konsultan wajib dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan
berdasar pada ketentuan perjanjian kerjasama yang telah ditetapkan.
b. Konsultan dalam pelaksanaan pekerjaan mengacu pada kerangka acuan kerja
yang telah ditetapkan.
c. Konsultan dalam melaksanakan pekerjaan harus berkonsultasi dengan Tim Teknis
yang akan memberi petunjuk dan arahan untuk mencapai hasil yang optimal.

4. Kebutuhan tenaga ahli

B. 9
Untuk melaksanakan pekerjaan, dibutuhkan tenaga ahli dan tenaga penunjang yang
sesuai dengan keahliannya. Tenaga ahli yang dibutuhkan terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota, sebagai Team Leader memiliki
latar belakang pendidikan S-1 Teknik Perencanaan Wilayah, dengan pengalaman
minimal 2 tahun sebagai Ahli Madya.
b. 1 (satu) orang Ahli Sistem Informasi Geografis (GIS), sebagai angota tim memiliki
latar belakang pendidikan minimal S1 jurusan Teknik Geodesi/ Geografi dengan
pengalaman minimal 2 tahun dan memiliki Sertifikat Keahlian Ahli Muda.
c. 1 (satu) orang Ahli Manajemen Pariwisata, sebagai anggota tim memiliki latar
belakang pendidikan S1 Manajemen Pariwisata dengan pengalaman minimal 5
tahun.
d. 1 (satu) orang Ahli Sosial sebagai anggota tim memiliki latar belakang pendidikan
S1 Sarjana Sosial dengan pengalaman minimal 3 tahun.
e. 1 (satu) orang Ahli Ekonomi sebagai anggota tim memiliki latar belakang
pendidikan S1 Jurusan Ekonomi dengan pengalaman minimal 3 tahun.

Sedangkan untuk tenaga penunjang yang dibutuhkan diantaranya Juru


Gambar (Drafter) sebanyak minimal 1 orang, Tenaga Surveyor sebanyak
minimal 4 orang, Administrasi/Operator Komputer sebanyak minimal 1 orang.

Konsultan menanggapi dan menyanggupi, untuk melaksanakan kegiatan dan


menyediakan tenaga ahli serta tenaga pendukung sesuai dengan kerangka
acuan kerja.

1.9. Tanggapan Terhadap Waktu Pelaksanaan

Waktu pelaksanaan Penyusunan Kajian Penataan Ruang Untuk Pariwisata adalah


selama 70 (tujuh puluh) hari kalender terhitung sejak ditetapkannya Surat Perintah
Kerja (SPK).

Tabel 3. 1
Jadwal Kegiatan Penyusunan Kajian Penataan Ruang untuk Pariwisata

Minggu
No. Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Tahap persiapan
2. Tahap pengumpulan data
3. Kompilasi dan Analisis Data
4. Penyusunan Laporan Akhir
5. Pelaporan

Konsultan menanggapi, akan melaksanakan kegiatan sesuai dengan waktu


pelaksanaan yang telah ditetapkan dalam kerangka acuan kerja.

2. GAMBARAN SINGKAT KONDISI RUANG LINGKUP WILAYAH

B. 10
2.1 KONDISI FISIK KABUPATEN BOGOR

2.1.1 Letak Geografis dan Administrasi

Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas sekitar 198.838,31 hektar. Secara geografis terletak
antara 6°18’0” – 6°47’10” Lintang Selatan dan 106°01’ – 107°103’ Bujur Timur. Adapun batas –
batas wilayah Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:
 Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Tanggerang, Kota tanggerang Selatan,
Kota Depok dan Kabupaten/Kota Bekasi;

 Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak;

 Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur dan


Kabupaten Purwakarta;

 Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur;

 Bagian Tengah, berbatasan dengan Kota Bogor.

Gambar
Peta Administrasi Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor memiliki wilayah administrasi yang terbagi menjadi 40 kecamatan,


sebagian besar wilayah kecamatan merupakan dataran yang relatif tinggi.

B. 11
Tabel 3. 2
Presentase Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Bogor
Presentase
Kecamatan Ibu Kota Kecamatan Luas (km2)
terhadap Luas
Nanggung Parakan Muncang 135.29 5.08
Leuwiliang Leuwimekar 61.77 2.32
Leuwisadeng Leuwisadeng 32.83 1.23
Pamijahan Gunungsari 80.88 3.04
Cibungbulang Cimanggu 2 32.66 1.23
Ciampea Bojongrangkas 51.06 1.92
Tenjolaya Tapos 1 23.83 0.89
Dramaga Dramaga 24.37 0.91
Ciomas Pagelaran 16.30 0.61
Tamansari Tamansari 21.61 0.81
Cijeruk Cipelang 31.66 1.19
Cigombong Cigombong 40.42 1.52
Caringin Cimande Hilir 57.29 2.15
Ciawi Bendungan 25.81 0.97
Cisarua Leuwimalang 63.73 2.39
Megamendung Sukamaju 39.87 1.50
Sukaraja Cimandala 42.97 1.61
Babakan Madang Babakan Madang 98.71 3.71
Sukamakmur Sukamakmur 126.78 4.76
Cariu Cariu 73.66 2.77
Tanjungsari Tanjungsari 129.98 4.88
Jonggol Jonggol 126.86 4.76
Cileungsi Cileungsi 73.78 2.77
Klapanunggal Kembang Kuning 97.64 3.67
Gunungputri Wanaherang 56.28 2.11
Citeureup Puspanegara 67.19 2.52
Cibinong Cirimekar 43.36 1.63
Bojonggede Bojonggede 29.55 1.11
Tajurhalang Tajurhalang 29.28 1.10
Kemang KEmang 63.69 2.39
Rancabungur Rancabungur 21.68 0.81
Parung Parung 73.76 2.77
Ciseeng Cibentang 36.78 1.38
Gunung Sindur Gunungsindur 51.26 1.92
Rumpin Rumpin 111.00 4.17
Cigudeg Cigudeg 158.89 5.96
Sukajaya Sukajaya 76.28 2.86
Jasinga Pamagersari 208.06 7.81
Tenjo Singabraja 64.44 2.42
Parung Panjang Parungpanjang 62.59 2.35
Kabupaten Bogor Cibinong 2 663.85 100
Sumber: Kabupaten Bogor Dalam Angka 2020

2.1.2 Topografi dan Klimatologi

Kondisi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa dataran tinggi, perbukitan dan
pegunungan dengan tipe morfologi wilayah yang bervariasi dari daratan yang relatif rendah di
bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan. Dataran rendah sekitar 29,28% berada
pada ketinggian 15 – 100 meter di atas permukaan laut (dpl), merupakan kategori hilir. Dataran
bergelombang sekitar 43,62% berada pada ketinggian 100 – 500 meter (dpl), merupakan
kategori ekologi tengah. Sekitar 19,53% daerah pegunungan berada pada ketinggian 500 –
1.000 meter (dpl), merupakan kategori ekologi hulu. Daerah pegunungan tinggi sekitar 8,43%
berada pada ketinggian 1.000 – 2.000 meter (dpl), merupakan kategori ekologi hulu dan 0,22%

B. 12
berada pada ketinggian 2.000 – 2.500 meter (dpl), merupakan kategori hulu. Batuan
penyusunnya didominasi oleh letusan gunung, yang terdiri dari andesit, tufa dan basalt.
Gabungan batu tersebut termasuk dalan sifat jenis batuan relatif lulus air dimana
kemampuannya meresapkan air hujan tergolong besar. Jenis pelapukan batuan ini relatif
rawan terhadap gerakan tanah apabila mendapatkan siraman curah air hujan yang tinggi.
Selanjutnya, jenis tanah penutup didominasi oleh material vulkanik lepas agak peka dan sangat
peka terhadap erosi, antara lain Latosol, Alluvial, Regosol, Podsolik dan Andosol. Oleh karena
itu, beberapa wilayah rawan terhadap longsor.

Secara Klimatologi, wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat basah
di bagian Selatan dan iklim tropis basah di bagian utara, dengan rata-rata curah hujan
tahunan 2.500 - 5.000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara dan sebagian kecil
wilayah timur curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun. Suhu rata-rata di bagian
wilayah Kabupaten Bogor adalah 200 - 300, dengan suhu rata-rata tahunan sebesar
250. Kelembaban udara 70% dan kecepatan angin cukup rendah, dengan rata-rata
1,2 m/detik dengan evaporasi di daerah terbuka rata-rata sebesar 146,2 mm/bulan.

2.1.3 Pola Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor berdasarkan urutan luasan yaitu


berupa sawah (22,66%), perkebunan (19,8%), permukiman (16,77),
semak/belukar/lahan kosong (14,19%), tegalan (13,16%), hutan (11,15%), industri
(1,36%), dan tubuh air (0,91%). Penggunaan lahan masih didominasi oleh sawah
dimana paling banyak ditemukan di Kecamatan Jonggol, Sukamakmur, dan Cariu.
Tegalan paling banyak ditemukan di Kecamatan Sukamakmur. Untuk perkebunan
paling banyak ditemukan di Kecamatan Jasinga. Hutan didominasi oleh hutan lebat
yang sebagian berupa hutan lindung yang tersebar di bagian selatan. Permukiman
yang mendominasi berupa kampung padat banyak ditemukan di Kecamatan Gunung
Putri. Sedangkan industri paling banyak ditemukan di Kecamatan Klapanunggal,
Citeureup, Cileungsi, dan Gunung Putri.

2.1.4 Kebencanaan

Wilayah Kabupaten Bogor ini cukup luas, selain itu, letak geografi dan topografi
lahannya yang labil sehingga rawan terjadi bencana seperti longsor, angin kencang
atau angin ribut (puting beliung), banjir dan bencana lainnya. Berdasarkan data indeks
risiko bencana Indonesia 2013, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
menetapkan wilayah Kabupaten Bogor urutan no. 281 dari 496 Kabupaten/Kota atau
tingkat kerentanan tinggi daerah rawah bencana di Indonesia.

Kabupaten Bogor berada di peringkat kelima setelah Bogor sebagai daerah


rawan bencana di Indonesia. Sementara, total kejadian bencana di wilayah Bogor
sepanjang tahun 2018 sebanyak 634 kejadian bencana, dengan rincian 39 bencana

B. 13
banjir, 156 bencana longsor, 188 bencana puting beliung, 232 kebakaran, dan 251
bencana lainnya. Kejadian bencana tersebut tersebar di 40 kecamatan yang berada
di Kabupaten Bogor.

Tabel 3. 3
Data Bencana Alam Yang Terjadi di Kabupaten Bogor
Jenis Bencana Alam
No Kecamatan Bencana Total Kategori
Longsor Banjir P.Beliung
Lainnya
1 Nanggung 4 0 10 0 14 Agak Rawan
2 Leuwiliang 2 0 3 0 5 Rawan
3 Leuwisadeng 2 0 1 3 6 Cukup
4 Pamijahan 12 0 5 12 29 Tahan
5 Cibungbulang 0 1 8 5 14 Tahan
6 Ciampea 2 0 8 10 20 Cukup
7 Tenjolaya 0 0 0 2 2 Cukup
8 Dramaga 9 0 1 5 15 Cukup
9 Ciomas 13 3 4 19 39 Rawan
10 Tamansari 2 0 2 7 11 Agak Rawan
11 Cijeruk 12 0 10 15 37 Sangat Rawan
12 Cigombong 9 1 7 12 29 Sangat Rawan
13 Caringin 15 1 11 20 47 Sangat Rawan
14 Ciawi 14 6 4 7 31 Rawan
15 Cisarua 12 6 8 4 30 Cukup
16 Megamendung 15 2 11 10 38 Sangat Rawan
17 Sukaraja 5 4 3 3 15 Cukup
Babakan
18 4 0 16 9 29 Tahan
Madang
19 Sukamakmur 2 1 9 0 12 Tahan
20 Cariu 0 0 4 1 5 Cukup
21 Tanjungsari 0 0 2 3 5 Cukup
22 Jonggol 0 0 3 1 4 Cukup
23 Cileungsi 0 0 2 0 0 Cukup
24 Klapanunggal 2 0 10 2 14 Tahan
25 Gunung Putri 0 0 13 2 15 Tahan
26 Citeureup 2 0 8 4 14 Rawan
27 Cibinong 1 4 13 4 22 Rawan
28 Bojong Gede 4 1 3 4 12 Cukup
29 Tajur Halang 0 0 3 0 3 Cukup
30 Kemang 3 0 3 4 10 Cukup
31 Rancabungur 3 1 7 3 14 Cukup
32 Parung 0 0 1 1 2 Cukup
33 Ciseeng 0 0 3 0 3 Cukup
34 Gunung Sindur 0 0 2 0 2 Cukup
35 Rumpin 0 0 8 1 9 Cukup
36 Cigudeg 2 1 7 7 17 Tahan
37 Sukajaya 2 0 15 3 20 Rawan
38 Jasinga 3 7 16 2 28 Tahan
39 Tenjo 0 0 7 1 8 Tahan
40 Parung Panjang 0 0 0 1 1 Cukup
Sumber: BPBD Kabupaten Bogor Tahun 2018

2.2 SEJARAH KABUPATEN BOGOR SEBAGAI POTENSI PARIWISATA

Pada tahun 1745, cikal bakal masyarakat Bogor semula berasal dari 9 kelompok
pemukiman digabungkan oleh Gubernur Baron van Inhof menjadi inti kesatuan masyarakat
Kabupaten Bogor.

Pada waktu itu, Bupati Demang Wartawangsa berupaya meningkatkan kualitas


lingkungan hidup dan kesejahteraan rakyat yang berbasis pertanian dengan menggali terusan
dari Sungai Ciliwung ke Cimahpar dan dari Nanggewer sampai ke Kalimulya.

B. 14
Terdapat berbagai pendapat tentang lahirnya nama Bogor itu sendiri. Salah satu
pendapat menyatakan bahwa nama Bogor berasal dari bahasa arab yaitu Baqar yang berarti
sapi dengan alasan terdapat bukti berupa patung sapi di Kebun Raya Bogor. Pendapat lainnya
menyebutkan bahwa nama Bogor berasal dari kata Bokor yang berarti tunggul pohon enau.
Pendapat di atas memiliki dasar dan alasan tersendiri diyakini kebenarannya oleh setiap
ahlinya.

Namun berdasarkan catatan sejarah, pada tanggal 7 April 1752 telah muncul kata Bogor
dalam sebuah dokumen dan tertulis Hoofd van de Negorij Bogor, yang berarti Kepala Kampung
Bogor. Pada dokumen tersebut diketahui juga bahwa kepala kampung itu terletak di dalam
lokasi Kebun Raya itu sendiri yang mulai dibangun pada tahun 1817.

Perjalanan sejarah Kabupaten Bogor memiliki keterkaitan yang erat dengan zaman
kerajaan yang pernah memerintah di wilayah tersebut. Pada 4 abad sebelumnya, Sri Baduga
Maharaja dikenal sebagai raja yang mengawali zaman Kerajaan Pajajaran, raja tersebut
terkenal dengan ajaran dari leluhur yang dijunjung tinggi yang mengejar kesejahteraan. Sejak
saat itu secara berturut-turut tercatat dalam sejarah adanya kerajaan-kerajaan yang pernah
berkuasa di wilayah tersebut, yaitu:

 Kerajaan Tarumanegara, diperintah oleh 12 orang raja. Berkuasa sejak tahun 358
sampai dengan tahun 669.

 Kerajaan Galuh, diperintah oleh 14 raja. Berkuasa sejak 516 hingga tahun 852.

 Kerajaan Sunda, diperintah oleh 28 raja. Bertahta sejak tahun 669 sampai dengan
tahun 1333.

 Kerajaan Kawali, diperintah oleh 6 orang raja. Berkuasa sejak tahun 1333 hingga
1482.

 Kerajaan Pajajaran, berkuasa sejak tahun 1482 hingga tahun 1579. Pelantikan raja
yang terkenal sebagai Sri Baduga Maharaja, menjadi satu perhatian khusus. Pada
waktu itu terkenal dengan Upacara Kuwedabhakti, dilangsungkan tanggal 3 Juni
1482. Tanggal itulah kiranya yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota
Bogor dan Kabupaten Bogor.

Pada tahun 1975, Pemerintah Pusat menginstruksikan bahwa Kabupaten Bogor harus
memiliki Pusat Pemerintahan di wilayah Kabupaten sendiri. Atas dasar tersebut, Pemerintah
Daerah Kabupaten Bogor mengadakan penelitian di beberapa wilayah Kabupaten Bogor
untuk dijadikan calon ibukota sekaligus berperan sebagai pusat pemerintahan. Alternatif
lokasi yang akan dipilih diantaranya adalah wilayah Kecamatan Ciawi, Kecamatan
Leuwiliang, Kecamatan Parung, dan Kecamatan Cibinong.

Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa yang diajukan ke Pemerintah Pusat untuk
mendapat persetujuan sebagai calon ibukota adalah Desa Rancamaya wilayah Kecamatan
Ciawi. Akan tetapi Pemerintah Pusat menilai bahwa Rancamaya masih relatif dekat letaknya
dengan Pusat Pemerintahan Kota Bogor dan dikhawatirkan akan masuk ke dalam rencana

B. 15
perluasan dan pengembangan wilayah Kota Bogor.

Oleh karena itu atas petunjuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor
mengambil salah satu alternatif wilayah dari hasil penelitian lainnya. Dalam sidang Pleno DPRD
Kabupaten Bogor tahun 1980, ditetapkan bahwa calon ibukota Kabupaten Bogor terletak di
Desa Tengah, Kecamatan Cibinong.

Penetapan calon ibukota ini diusulkan kembali ke pemerintah Pusat dan mendapat
persetujuan serta dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982, yang
menegaskan bahwa ibukota Pusat Pemerintahan Kabupaten Bogor berkedudukan di Desa
Tengah, Kecamatan Cibinong.

Sejak saat itu, dimulailah rencana persiapan pembangunan Pusat Pemerintahan ibukota
Kabupaten Bogor dan pada tanggal 5 Oktober 1985 dilaksanakan peletakan batu pertama
oleh Bupati Kabupaten Bogor saat itu.

Dari sisi sejarah, Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang menjadi pusat
kerajaan tertua di Indonesia. Catatan Dinasti Sung di Cina dan prasasti yang ditemukan di
Tempuran sungai Ciaruteun dengan sungai Cisadane, memperlihatkan bahwa setidaknya
pada paruh awal abad ke 5 M di wilayah ini telah ada sebuah bentuk pemerintahan. Sejarah
lama Dinasti Sung mencatat tahun 430, 433, 434, 437, dan 452 Kerajaan Holotan mengirimkan
utusannya ke Cina. Sejarawan Prof. Dr Slamet Muljana dalam bukunya Dari Holotan ke
Jayakarta menyimpulkan Holotan adalah transliterasi Cina dari kata Aruteun, dan kerajaan
Aruteun adalah salah satu kerajaan Hindu tertua di Pulau Jawa. Prasasti Ciaruteun merupakan
bukti sejarah perpindahan kekuasaan dari kerajaan Aruteun ke kerajaan Tarumanagara
dibawah Raja Purnawarman, sekitar paruh akhir sabad ke-5.

Prasasti-prasasti lainnya peninggalan Purnawarman adalah prasasti Kebon Kopi di


Kecamatan Cibungbulang, Prasasti Jambu di Bukit Koleangkak (Pasir Gintung, Kecamatan
Leuwiliang), dan prasasti Lebak (di tengah sungai Cidanghiyang, Propinsi Banten). Pada abad
ke 6 dan ke 7 Kerajaan Tarumanagara merupakan penguasa tunggal di wilayah Jawa Barat.
Setelah Tarumanagara, pada abad-abad selanjutnya kerajaan terkenal yang pernah muncul di
Tanah Pasundan (Jawa Barat) adalah Sunda, Pajajaran, Galuh, dan Kawali. Semuanya tak
terlepas dari keberadaan wilayah Bogor dan sekitarnya. Sejarah awal mula berdirinya
Kabupaten Bogor, ditetapkan tanggal 3 Juni yang diilhami dari tanggal pelantikan Raja
Pajajaran yang terkenal yaitu Sri Baduga Maharaja yang dilaksanakan pada tanggal 3 Juni
1482 selama sembilan hari yang disebut dengan upacara “Kedabhakti”.

Nama Bogor menurut berbagai pendapat bahwa kata Bogor berasal dari kata
“Buitenzorg” nama resmi dari Penjajah Belanda. Pendapat lain berasal dari kata “Bahai” yang
berarti Sapi, yang kebetulan ada patung sapi di Kebun Raya Bogor. Sedangkan pendapat
ketiga menyebutkan Bogor berasal dari kata “Bokor” yang berarti tunggul pohon enau
(kawung). Dalam versi lain menyebutkan nama Bogor telah tampil dalam sebuah dokumen
tanggal 7 April 1952, tertulis “Hoofd Van de Negorij Bogor” yang berarti kurang lebih Kepala
Kampung Bogor, yang menurut informasi kemudian bahwa Kampung Bogor itu terletak di
dalam lokasi Kebun Raya Bogor yang mulai dibangun pada tahun 1817. Asal mula adanya

B. 16
masyarakat Kabupaten Bogor, cikal bakalnya adalah dari penggabungan sembilan Kelompok
Pemukiman oleh Gubernur Jendral Baron Van Inhof pada tahun 1745, sehingga menjadi
kesatuan masyarakat yang berkembang menjadi besar di waktu kemudian. Kesatuan
masyarakat itulah yang menjadi inti masyarakat Kabupaten Bogor.

Pusat Pemerintahan Bogor semula masih berada di wilayah Kota Bogor yaitu tepatnya di
Panaragan, kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982, Ibu Kota
Kabupaten Bogor dipindahkan dan ditetapkan di Cibinong. Sejak tahun 1990 pusat kegiatan
pemerintahan menempati Kantor Pemerintahan di Cibinong.

Para Bupati Bogor :


1) Ipik Gandamana (1948-1949)
2) R.E. Abdoellah (1550-1958)
3) Raden Kahfi (1958-1961)
4) Karta Dikaria (1961-1967)
5) Wisatya Sasmita (1967-1973)
6) Raden Mochamad Muchlis (1973-1976)
7) H. Ayip Rughby (1975-1982)
8) Soedrajat Nataatmaja (1982-1988)
9) H. Eddie Yoso Martadipura (1988-1998)
10) Kol. H. Agus Utara Effendi (1998-2008)
11) Drs. H. Rahmat Yasin (2008-2014)
12) Hj. Nurhayanti (2014-2019)
13) Hj. Ade Munawaroh Yasin (2019-sekarang)

2.3 KONDISI GEOLOGIS DAN EKOLOGIS

2.3.1 Sumber Daya Geologis sebagai Potensi Pariwisata

Sumber daya geologis yang dimaksud adalah jenis batuan. Jenis batuan di
Kabupaten Bogor pada umumnya adalah batuan vulkanik dan terdapat suatu
kawasan dengan jenis batuan umumnya adalah batuan sedimen. Walaupun secara
umum jenis batuan yang ada adalah batuan gunung api (vulkanik), jenis batuannya
sangat beragam. Terdapat lima jenis batuan di Kabupaten Bogor yaitu batuan intrusi,
batuan tersier, batu gamping, endapan permukaan, dan batuan gunung api. Jenis
batuan yang mendominasi ialah endapan permukaan dan batuan gunung api.
Sebaran dari kedua jenis batuan ini diantaranya endapan permukaan terdapat di
Bogor bagian utara, sedangkan batuan gunung api (vulkanik) di bagian selatan.
Banyaknya batuan vulkanik di Kabupaten Bogor dikarenakan pada bagian selatan
kabupaten terdapat dua gunung api yang cukup besar yaitu Gunung Gede-
Pangrango dan Gunung Halimun-Salak. Hampir 90% luas Kabupaten Bogor dipenuhi
oleh batuan vulkanik.

B. 17
2.3.2 Sumber Daya Flora dan Fauna sebagai Potensi Pariwisata

Ekosistem adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan lingkungan sekitarnya. Secara umum ekosistem dapat dibedakan atas dua
kategori, yaitu Alamiah dan Buatan. Ekosistem alamiah: yakni ekosistem yang terbentuk
secara alamiah tanpa adanya campur tangan manusia, seperti: ekosistem sungai,
ekosistem gurun, ekosistem terumbu karang, ekosistem savanah, ekosistem laut dan
lainnya. Ekosistem buatan: yakni ekosistem yang terbentuk berkat campur tangan
manusia dan diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Macam macam
ekosistem buatan antara lain: ekosistem sawah, perkebunan sawit, ekosistem
pemukiman, eksosistem bendungan, ekosistem hutan buatan, agro ekosistem dan
lainnya.

Kabupaten Bogor memiliki keayaan hayati yang cukup beragam. Berikut ini
daftar jenis flora yang tumbuh dan tersebar di wilayah Kabupaten Bogor:

Tabel 3. 4
Jenis Flora yang tersebar di Kabupaten Bogor
Jenis Flora
No.
Bahasa Indonesia Bahasa Latin
1. Kantong Semar Nepenthes edwardsiana
2. Anggrek Vanda Tricolor Vanda Suavis
3. Anggrek Putih Epigeneium geminatum
4. Anggrek Tebu Grammatophyllum speciosum
5. Soka Merah Ixora coccinea
6. Lumut Putih Leucobryum sp
7. Bingbin Pinanga coronata
8. Aren Arenga pinnata
9. Bunga Mawar Rosa canina
10. Dendron Philodendron
11. Jamur Lumar J. marasmius
12. Tumbuhan Iwul Orania silvicola
Sumber : Dokumen Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Geopark Pongkor
Berdasarkan kategori International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources (IUCN), Iwul masuk kedalam kategori tumbuhan terancam punah atau Red
List, dengan kategori status konservasi NT (Near Threatened) yakni status spesies yang
mendekati terancam punah. Berikut daftar nama-nama jenis Fauna yang terancam
punah yang hidup tersebar di Kabupaten Bogor:

Tabel 3. 5
Jenis Fauna yang terancam kepunahan di Kabupaten Bogor
Jenis Fauna
No.
Bahasa Nama Latin
1. Owa Jawa Hylobates moloch
2. Macan Tutul Phantera pardus melas
3. Macan Kumbang Phantera pardus
4. Luntur Gunung/Jawa Harpactes reindwarditii
5. Elang Jawa Nisaetus bartelsi
6. Ciung Mungkal Jawa Cochoa azurea
7. Gelatik Jawa Padda oryzivora
8. Elang Brontok Nisaetus Cirrhatus
9. Elang Hitam Ictinaetus malaiensis
10. Beo Gracula religious
11. Merpati Kakatua Treron pamedora purvelurenta

B. 18
Jenis Fauna
No.
Bahasa Nama Latin
12. Burung Bubut Centropus bengalensis
13. Katak Pohon Hijau Rhacophorus reinwardtii
14. Katak Serasah Megophrys montana
Sumber : Dokumen Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Geopark Pongkor

Selain keragaman genetik dan spesies diatas Kabupaten Bogor juga kaya akan
ekosistem alamiah dan buatan. Ekosistem alamiah diantaranya hutan hujan tropis
yang berada di selatan Geopark Nasional Pongkor masuk dalam kawasan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak dan Perum Perhutani, Gunung Salak dan Halimun,
Setu/Danau dan Daerah aliran Sungai. Sedangkan Ekosistem buatan terdapat
Perkebunan Teh Nirmala dan Cianten, Perkebunan Kelapa Sawit PTPN VIII, Perkebunan
Rakyat didominasi komoditi Karet, Pala, Cengkeh, Manggis, Durian, dan Jambu Biji,
Persawahan, Peternakan, Perikanan Air Tawar, Pertambangan hingga Permukiman.

2.4 KEPENDUDUKAN DAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT

2.4.1 Kondisi Kependudukan Kabupaten Bogor

Berdasarkan data dari Kabupaten Bogor dalam Angka, proyeksi penduduk


Kabupaten Bogor tahun 2019 mencapai 5.965.410 jiwa dengan laju pertumbuhan
penduduk per tahun 2018-2019 sebesar 2,1316 %. Kepadatan penduduk Kabupaten
Bogor tahun 2019 mencapai 2.239,4 jiwa/km2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 3. 6
Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Penduduk di
Kabupaten Bogor Tahun 2020
Kepadatan
Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk
No. Kecamatan Penduduk
(Jiwa) (%)
jiwa/km2
1 Nanggung 86.549 -0,2121 639,7
2 Leuwiliang 122.602 0,3331 1984,8
3 Leuwisadeng 74.281 -0,0242 2262,6
4 Pamijahan 141.641 0,0883 1751,2
5 Cibungbulang 133.872 0,2088 4099,0
6 Ciampea 161.474 0,4992 3162,4
7 Tenjolaya 59.089 0,2732 2479,6
8 Dramaga 112.437 0,7076 4613,7
9 Ciomas 188.624 2,1444 11572,0
10 Tamansari 106.406 1,0762 4923,9
11 Cijeruk 88.900 0,8222 2808,0
12 Cigombong 106.212 1,5285 2627,7
13 Caringin 126.549 0,5954 2208,9
14 Ciawi 119.804 1,1662 4641,8
15 Cisarua 125.550 0,6606 1970,0
16 Megamendung 108.546 0,7210 2722,5
17 Sukaraja 215.572 2,0136 5016,8
18 Babakan Madang 129.362 2,0390 1310,5
19 Sukamakmur 79.631 0,1938 628,1
20 Cariu 45.011 -0,8262 611,1
21 Tanjungsari 51.456 -0,2211 395,9
22 Jonggol 156.822 2,5309 1236,2

B. 19
Kepadatan
Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk
No. Kecamatan Penduduk
(Jiwa) (%)
jiwa/km2
23 Cileungsi 383.186 4,6150 5193,6
24 Klapanunggal 130.240 3,1522 1333,9
25 Gunung Putri 499.049 4,9525 8867,3
26 Citeureup 239.716 1,6512 3567,7
27 Cibinong 462.952 3,5564 10676,9
28 Bojonggede 368.979 4,6173 12486,6
29 Tanjurhalang 131.763 3,0147 4500,1
30 Kemang 116.134 2,0743 1823,4
31 Rancabungur 54.374 0,3729 2508,0
32 Parung 152.297 2,9653 2064,8
33 Ciseeng 117.210 1,4621 3186,8
34 Gunungsindur 139.475 2,9229 2720,9
35 Rumpin 141.039 0,4358 1270,6
36 Cigudeg 125.970 0,2483 792,8
37 Sukajaya 57.615 -0,1369 755,3
38 Jasinga 95.833 -0,2176 460,6
39 Tenjo 71.862 0,3841 1115,2
40 Parungpanjang 137.326 2,0366 2194,1
Kabupaten Bogor 5.965.410 2,1316 2.239,4
Sumber : Kabupaten Bogor Dalam Angka. 2020

Sementara itu besarnya angka rasio jenis kelamin tahun 2019 penduduk laki-laki
terhadap perempuan sebesar 104,28. Kepadatan penduduk Kabupaten Bogor tahun
2019 mencapai 2.239,4 jiwa/km2. Kepadatan penduduk di 40 kecamatan cukup
beragam.

B. 20
2.4.2 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

1. Ketenagakerjaan
Pada tahun 2019, jumlah angkatan kerja di Kabupaten Bogor mencapai 1.848.585
jiwa dengan komposisi 943.066 jiwa angkatan kerja berjenis kelamin laki-laki dan
2.791.651 jiwa angkatan kerja berjenis kelamin perempuan. Sedangkan penduduk
bukan angkatan kerja tahun 2019 mencapai 328.294 jiwa dengan komposisi
1.147.502 jiwa penduduk bukan angkatan kerja berjenis kelamin laki-laki dan
1.475.796 jiwa penduduk bukan angkatan kerja berjenis kelamin perempuan.
Tingkat partisipasi angkatan kerja 65,42 % dan tingkat pengangguran terbuka 9.06
%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. 7
Komposisi Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Kabupaten Bogor Tahun 2020
Laki-Laki Perempuan Jumlah
Angkatan Kerja
1848.585 943,066 2.791.651
(jiwa)
Bukan Angkatan
328.294 1.147.502 1.475.796
Kerja (jiwa)
Tingkat Partisipasi
84,92 45,11 65,42
Angkatan Kerja (%)
Tingkat
Pengangguran 9,57 8,08 9,06
Terbuka (%)
Sumber : Kabupaten Bogor Dalam Angka. 2020

2. Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa


Suku bangsa masyarakat asli Kabupaten Bogor adalah suku sunda. Sejak masa
Orde Baru banyak pendatang yang memilih Kabupaten Bogor untuk menjadi
tempat tinggal mereka karena lokasinya yang tak jauh dari Jakarta. Kebanyakan
pendatang datang dari Suku Jawa. Bahkan di Kecamatan Cibinong populasi
orang Jawa mencapai 32 %. Presentase masing-masing suku bangsa yang ada di
Kabupaten Bogor terdiri dari Suku Sunda 69 %, Suku Jawa 21 %, Suku Betawi 4 %,
dan suku lainnya sebesar 6 %.

Masyarakat Kabupaten Bogor mayoritas beragama muslim. Hal ini dibuktikan


dengan jumlah sarana peribadatan berupa masjid berjumlah 2.613 unit yang
tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Selain itu masyarakat
Kabupaten Bogor juga ada yang menganut agama Kristen Protestan, Kristen
Katholik, Budha, dan Hindu. Berdasarkan data Kabupaten Bogor Dalam Angka
yang didapat dari Badan Pusat Statistik, sarana peribadatan gereja katholik
protestan di Kabupaten Bogor berjumlah 15 unit, gereja katholik berjumlah 9 unit,
pura berjumlah 21 unit, dan vihara 23 unit.

Karena mayoritas masyarakat Kabupaten Bogor adalah Suku Sunda, maka


kebanyakan masyarakatnya menggunakan bahasa sunda untuk komunikasi sehari-

B. 21
hari terutama masyarakat Kabupaten Bogor di bagian selatan. Sebagian
masyarakat juga ada yang menggunakan bahasa betawi. Bahasa betawi ini
paling sering digunakan oleh masyarakat Kabupaten Bogor yang berada di daerah
perbatasan Kota Bekasi, Kota Depok, Tangerang Selatan, dan Kabupaten
Tangerang.
3. Tradisi Masyarakat
Meskipun banyak pendatang yang masuk ke Kabupaten Bogor, namun tradisi dan
budaya masyarakat lokal Kabupaten Bogor masih banyak yang bertahan sampai
sekarang. Apalagi Kabupaten Bogor memiliki cukup banyak kampung adat
dimana nilai-nilai adat, tradisi, dan budaya masih dipegang kuat oleh
masyarakatnya. Masyarakat lokal Kabupaten Bogor yang umumnya adalah suku
sunda terbagi dalam kelompok masyarakat kasepuhan dan bukan kasepuhan.
Masyarakat kasepuhan berada di kampung-kampung adat yang ada di
Kabupaten Bogor dan memiliki susunan organisasi secara adat yang terpisah dari
struktur organisasi pemerintah formal (desa).

Contoh masyarakat kasepuhan di Kabupaten Bogor adalah di Kabupaten Bogor


daerah selatan seperti di Kecamatan Cigudeg tepatnya di Kampung Adat Urug,
Pabuaran dan Cipatat Kolot di wilayah Desa Kiara Pandak dan di Kecamatan
Caringin seperti Kampung Budaya Cimande. Masyarakat kasepuhan adat ini
memang berada di daerah-daerah gunung seperti di sekitar Taman Nasional
Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan di sekitar Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango (TNGGP). Masyarakat kasepuhan adat ini merupakan bagian dari
warisan budaya nasional.

Masyarakat kasepuhan adat ini memanfaatkan hutan dan lahan sekitarnya dalam
berbagai cara, yaitu seperti huma/ladang (swidden cultivation), sawah (rice
growing), kebun (garden), kebun talun (mixed garden) dan talon (mixed forest).
Masyarakat memiliki kearifan tradisional yang sifatnya turun temurun dalam
pemanfaatan dan konservasi hutan, melalui pembagian wilayah berhutan
berdasarkan intensitas pemanfaatan dan tingkat perlindungannya yaitu adanya
‘leuweung titipan’ (protected forest), ‘leuweung tutupan’ (conservation forest),
atau ‘leuweung sampalan’ (opened forest). Mereka masih memiliki interaksi yang
kuat dengan hutan sekitarnya. Masyarakat juga memiliki pengetahuan etnobotani
dan menggunakan tanaman atau tumbuh-tumbuhan di sekitar mereka
berdasarkan pengetahuan tersebut, serta mempertahankan pola pertanian yang
mampu melestarikan sumber daya genetik padi (Oryza sativa) lokal. Namun saat ini
sebagian anggota Masyarakat Kasepuhan Adat mulai sedikit demi sedikit
meninggalkan kearifan tradisional yang mereka miliki akibat dinamika proses sosial
yang terjadi.

B. 22
A. Seni Budaya dan Kegiatan Adat Masyarakat
Masyarakat kasepuhan adat yang ada di Kabupaten Bogor ini juga memiliki warisan
budaya berupa seni budaya dan kegiatan adat. Beberapa warisan budaya yang ada
di masyarakat kasepuhan adat di Kabupaten Bogor yang sampe saat ini masih
dipertahankan diantaranya adalah :
 Seni Bela Diri Pencak Silat
 Kesenian Tradisional Angklung Gubrak
 Kegiatan Numbuk Padi (nutu pare dina lisung)
 Acara Adat “Seren Taun”
 Upacara Nyangku
 Permainan Lodong (Ngadu karbit) dan alat musik Kecapi Tarawangsa
Tabel 3. 8
Contoh Seni Budaya dan Adat Masyarakat Kabupaten Bogor
Ilustrasi Nama atau
No
( Foto / Gambar ) Kegiatan

1 Seni Beladiri
Pencak Silat

2 Kesenian Tradisional Angklung


Gubrak

3 Kegiatan numbuk padi (nutu


pare dina lisung)

4 Sebagian dari prosesi acara


adat “Seren Taun”

B. 23
Ilustrasi Nama atau
No
( Foto / Gambar ) Kegiatan

5 Sebagian dari prosesi acara


adat “Seren Taun”

6 Sebagian dari prosesi acara


adat “Seren Taun”

7 Upacara Nyangku

8 Sebagian dari prosesi acara


adat “Seren Taun”

9 Permainan Lodong (Ngadu


karbit ) dan alat musik
Kecapi Tarawangsa

Sumber : Dokumen Rencana Aksi Pengembanngan Kawasan Geopark Pongkor

B. 24
2.5 KONDISI PEREKONOMIAN KABUPATEN BOGOR

2.5.1 Produk Domestik Regional Bruto


PDRB menggambarkan kemampuan suatu wilayah menciptakan output atau nilai
tambah pada suatu wilayah tertentu. Pembahasan PDRB pada tahun 2019 ini, dibagi dalam
dua kelompok yaitu: PDRB menurut lapangan usaha dan perbandingan PDRB Kabupaten Bogor
dengan wilayah lain. Pada masing-masing pembahasan akan diuraikan sumber pertumbuhan
PDRB (ekonomi), struktur ekonomi, dan PDRB per kapita.
Pada tahun 2019, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di
Kabupaten Bogor diprediksi mencapai Rp. 240,45 triliun. Sektor ekonomi yang menunjukkan Nilai
Tambah Bruto (NTB) terbesar adalah sektor industri pengolahan yang mencapai Rp. 128,12 triliun
atau memiliki andil sebesar 53,28 persen terhadap total PDRB. NTB terbesar kedua adalah sektor
perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor yang mencapai nilai Rp.
30,48 triliun (13 persen). Kedua sektor tersebut memiliki andil besar terhadap pembentukan
PDRB. Sedangkan sektor yang memiliki peranan relatif kecil adalah sektor pengadaan air,
pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang sebesar Rp. 0,13 triliun (0,12 persen).
Pengelompokan tujuh belas sektor ekonomi dalam PDRB menjadi tiga sektor yaitu sektor
primer, sekunder, dan tersier, menunjukkan bahwa kelompok sektor sekunder masih
mendominasi dalam penciptaan nilai tambah di Kabupaten Bogor. Total Nilai Tambah Bruto
(NTB) atas dasar harga berlaku dari kelompok sektor sekunder pada tahun 2019 mencapai Rp.
154,42 triliun, atau meningkat sebesar 8,88 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada
kelompok sektor tersier mengalami peningkatan sebesar 9,76 persen yaitu dari Rp. 62,09 triliun
pada tahun 2018 menjadi Rp. 68,15 triliun pada tahun 2019, sedangkan kelompok primer
meningkat sebesar 8,98 persen atau dari Rp. 16,42 triliun pada tahun 2018 menjadi Rp. 17,89
triliun pada tahun 2019. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel PDRB atas dasar harga
berlaku di Kabupaten Bogor beserta distribusinya.
Tabel 3. 9
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Bogor Menurut Lapangan Usaha Tahun
2018-2019 (Triliun Rupiah)

B. 25
Harga Berlaku Distribusi (%)
Kategori Uraian
2019**
2018* 2019** 2018 2019
Sem 1 Sem 2
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
I SEKTOR PRIMER 16,42 8,64 9,25 17,89 7,45 7,44

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 11,60 6,07 6,28 12,35 5,26 5,14

B Pertambangan dan Penggalian 4,82 2,57 2,97 5,54 2,19 2,30


II SEKTOR SEKUNDER 141,82 73,06 81,36 154,42 64,37 64,22
C Industri Pengolahan 118,85 63,32 64,80 128,12 53,94 53,28
D Pengadaan Listrik dan Gas 0,35 0,15 0,21 0,37 0,16 0,15
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
E 0,27 0,13 0,15 0,28 0,12 0,12
Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi 22,35 9,46 16,19 25,65 10,14 10,67
III SEKTOR TERSIER 62,09 33,42 34,73 68,15 28,18 28,34
Perdagangan Besar dan Eceran;
G 27,81 16,19 14,29 30,48 12,62 12,68
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

H Transportasi dan Pergudangan 8,41 4,06 5,28 9,35 3,82 3,89


Penyediaan Akomodasi dan Makan
I 5,98 3,05 3,56 6,61 2,71 2,75
Minum
J Informasi dan Komunikasi 3,87 2,52 1,75 4,27 1,76 1,78
K Jasa Keuangan dan Asuransi 1,17 0,58 0,72 1,30 0,53 0,54
L Real Estate 1,78 0,86 1,17 2,02 0,81 0,84
M,N Jasa Perusahaan 0,42 0,24 0,23 0,47 0,19 0,19
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
O 3,45 1,57 1,96 3,53 1,56 1,47
dan Jaminan Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan 4,26 1,80 2,90 4,70 1,94 1,95
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,11 0,53 0,68 1,21 0,51 0,50

R,S,T,U Jasa lainnya 3,83 2,01 2,19 4,21 1,74 1,75

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 220,33 115,12 125,34 240,45 100,00 100,00

Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka, 2019

Berdasarkan harga konstan 2010, PDRB atas harga konstan tahun 2019 diprediksi
mengalami peningkatan sebesar 5,90 persen, yaitu dari Rp.148,20 triliun pada tahun
2018 naik menjadi Rp.156,94 triliun pada tahun 2019. Kinerja kelompok sektor primer
tahun 2019 menunjukkan peningkatan sebesar 2,46 persen dari tahun sebelumnya,
kelompok sektor sekunder meningkat 5,89 persen, dan kelompok sektor tersier
mengalami peningkatan sebesar 6,77 persen. Tabel 3.9 PDRB atas dasar harga konstan
Kabupaten Bogor beserta pertumbuhannya.

B. 26
Tabel 3. 10
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010 Kabupaten Bogor
Menurut Lapangan Usaha 2018-2019 (Triliun Rupiah)
Harga Konstan Distribusi (%) Pertumbuhan (%)
Kategori Uraian
2019**
2018* 2019** 2018 2019 2018 2019
Sem 1 Sem 2
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
I SEKTOR PRIMER 10,58 5,48 5,35 10,84 7,14 6,91 2,44 2,46

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 7,03 3,73 3,40 7,13 4,74 4,54 2,33 1,40

B Pertambangan dan Penggalian 3,55 1,75 1,96 3,71 2,39 2,36 2,66 4,57
II SEKTOR SEKUNDER 95,46 48,94 52,14 101,08 64,41 64,40 6,45 5,89
C Industri Pengolahan 80,56 42,34 42,20 84,54 54,35 53,87 5,77 4,95
D Pengadaan Listrik dan Gas 0,24 0,10 0,15 0,25 0,16 0,16 1,00 3,54
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
E 0,17 0,09 0,09 0,18 0,12 0,11 5,65 4,50
Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi 14,49 6,41 9,69 16,11 9,78 10,26 10,55 11,19
III SEKTOR TERSIER 42,17 22,32 22,70 45,03 28,45 28,69 6,58 6,77
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
G 18,34 10,24 9,22 19,46 12,37 12,40 5,78 6,14
Mobil dan Sepeda Motor

H Transportasi dan Pergudangan 4,82 2,53 2,68 5,22 3,25 3,32 8,11 8,25

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 3,84 2,06 2,06 4,12 2,59 2,62 7,06 7,27

J Informasi dan Komunikasi 3,91 1,89 2,37 4,27 2,64 2,72 9,09 9,22
K Jasa Keuangan dan Asuransi 0,79 0,40 0,44 0,84 0,53 0,54 7,02 6,67
L Real Estate 1,32 0,61 0,85 1,46 0,89 0,93 9,63 9,99
M,N Jasa Perusahaan 0,31 0,17 0,17 0,34 0,21 0,21 6,53 8,13
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
O 2,25 1,16 1,12 2,28 1,52 1,46 1,56 1,70
dan Jaminan Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan 2,92 1,38 1,71 3,09 1,97 1,97 5,79 5,59
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,85 0,41 0,49 0,90 0,57 0,58 7,72 6,56
R,S,T,U Jasa lainnya 2,83 1,47 1,58 3,05 1,91 1,95 8,36 8,04

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 148,20 76,75 80,20 156,94 100,00 100,00 6,19 5,90

Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka, 2019

2.5.2 Pertanian dan Peternakan


a. Pertanian
Kondisi pertanian di Kabupaten Bogor dapat ditinjau dari luas panen, produktivitas
dan produksi padi. Pada tahun 2019, luas panen di Kabupaten Bogor sebesar 81.660 ha.
Sedangkan untuk produktivitasnya sebesar 62,35 kw/Ha dan produksi sebanyak 509.119
ton. Untuk luas penggunaan Lahan sawah Tahun 2019 di Kabupaten Bogor ditanami
padi irigasi sebesar 27.163 Ha dan ditanami padi tadah hujan sebesar 9.192,2 Ha. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3. 11
Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Menurut Kecamatan (Ha), 2019
Luas Panen Produktivitas Produksi
Kecamatan
(Ha) (Ton/Ha) (Ton)
Nanggung 4.084 61,62 25.164
Leuwiliang 3.842 63,64 24.452
Leuwisadeng 1.901 62,71 11.922
Pamijahan 6.982 64,01 44.695
Cibungbulang 2.134 64,20 13.701
Ciampea 992 62,34 6.182
Tenjolaya 2.331 62,50 14.571
Dramaga 319 62,30 1.990
Ciomas 444 62,04 2.757

B. 27
Luas Panen Produktivitas Produksi
Kecamatan
(Ha) (Ton/Ha) (Ton)
Tamansari 748 62,45 4.671
Cijeruk 1.474 62,21 9.171
Cigombong 1.721 61,53 10.589
Caringin 2.095 62,37 13.065
Ciawi 832 62,63 5.157
Cisarua 359 61,35 2.202
Megamendung 289 61,08 1.766
Sukaraja 27 61,99 170
Babakan Madang 355 61,68 2.187
Sukamakmur 7.638 63,39 48.415
Cariu 4.516 63,41 28.633
Tanjungsari 5.058 62,95 31.841
Jonggol 7.108 64,03 45.513
Cileungsi 1.078 62,06 6.691
Klapanunggal 256 61,38 1.574
Gunungputri 89 61,64 548
Citeureup 362 61,85 2.238
Cibinong 75 60,88 454
Bojonggede 0 61,40 2
Tajurhalang 129 61,12 786
Kemang 2.187 62,82 13.737
Rancabungur 347 60,63 2.102
Parung 84 60,77 509
Ciseeng 378 61,50 2.325
Gunung Sindur 349 61,61 2.151
Rumpin 3.147 60,45 19.025
Cigudeg 3.321 63,05 20.942
Sukajaya 4.260 60,74 25.873
Jasinga 4.178 61,11 25.532
Tenjo 3.291 56,77 18.686
Parung Panjang 2.888 59,77 17.132
Kabupaten Bogor 81,660 62,35 509.119
Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka, 2020

b. Peternakan
Kondisi peternakan di Kabupaten Bogor ditinjau dari jenis ternak yang ada. Pada
tahun 2019, jumlah sapi potong sebanyak 18.741 ekor; sapi perah sebanyak 8.475 ekor;
kerbau sebanyak 15.984 ekor; kuda sebanyak 818 ekor; kambing sebanyak 81.235 ekor;
kambing perah sebanyak 5.329 ekor; domba sebanyak 275.737 ekor; babi sebanyak
4.118 ekor; ayam buras sebanyak 1.837.230 ekor; ayam ras petelur sebanyak 4.347.000
ekor; ayam ras pedaging sebanyak 26.407.143 ekor, itik sebanyak 123.587 ekor; itik
Manila sebanyak 174.016 ekor; merpati 30.540 ekor; puyuh 84.170 ekor; kelinci 15.892
ekor; angsa 9.893 ekor; anjing 11.815 ekor; kucing 34.259 ekor; kera 160 ekor; dan rusa
402 ekor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. 12
Populasi Ternak Kabupaten Bogor 2019
Jumlah Ternak
No. Jenis Ternak
(ekor)
1 Sapi Potong 18.741
2 Sapi Perah 8.475

B. 28
Jumlah Ternak
No. Jenis Ternak
(ekor)
3 Kerbau 15.984
4 Kuda 818
5 Kambing 81.235
6 Kambing Perah 5.329
7 Domba 275.737
8 Babi 4.118
9 Ayam Buras 1.837.230
10 Ayam Ras Petelur 4.847.000
11 Ayam Ras Pedaging 26.407.143
12 Itik 123.578
13 Itik Manila 174.016
14 Merpati 30.540
15 Puyuh 84.170
16 Kelinci 15.892
17 Angsa 9.893
18 Anjing 11.815
19 Kucing 34.259
20 Kera 160
21 Rusa 402
Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka, 2020

2.5.3 Perikanan

Kondisi perikanan di Kabupaten Bogor dapat dilihat dari produksinya berdasarkan jenis
ikan. Pada tahun 2019 produksi ikan konsumsi adalah sebesar 125.228,12 ton. Produksi ikan
dengan jenis budidaya ikan air tawar terdiri dari ikan kolam air tenang (KAT) 121.407,25 ton;
kolam air deras (KAD) 2.573,21 ton; jaring apung 1.005,38 ton; sawah 150,58 ton. Untuk produksi
perikanan tangkap air tawar terdiri dari perairan umum yaitu sebesar 91,70 ton. Produksi ikan
hias sebesar 290.440,09 ton dan perbenihan sebesar 5.667.500 ton.
Tabel 3. 13
Produksi Perikanan Menurut Jenis Ikan Tahun 2019
Produksi
Jenis Ikan
(Ton)
Ikan Konsumsi (Ton) 125.228,12
Budaya Ikan Air Tawar
Kolam Ikan Air Tenang [KAT] 121.407,25
Kolam Air Deras [KAD] 2.573,21
Jaring Apung 1.005,38
Sawah 150,58
Perikanan Tangkap Air Tawar
Perairan Umum 91,70
Ikan Hias 290.440,09
Perbenihan 5.677.500,00
Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka, 2020

Untuk produksi ikan konsumsi pada tahun 2019 menurut jenis ikan terbanyak di Kabupaten
Bogor yaitu produksi ikan lele sebesar 89.915,94 ton. Selanjutnya diikuti oleh ikan nila 12.608,16
ton; ikan mas 11.258,38 ton; ikan gurame 5.472,34 ton; ikan patin 3.982,34 ton; ikan bawal
1.724,23 ton; ikan tawes 96,24 ton; ikan mujair 79,23 ton; ikan tambakan 40,35 ton; ikan nilem 1,75

B. 29
ton; dan ikan lainnya sebanyak 49,17 ton.

3. PENDEKATAN DALAM PENYUSUNAN KAJIAN PENATAAN RUANG UNTUK PARIWISATA

3.1. Pendekatan Penyusunan Rencana Tata Ruang

Pendekatan perencanaan tata ruang merupakan langkah awal yang perlu dilakukan
untuk menata kembali perencanaan. Pendekatan perencanaan tata ruang didalam
kawasan perencanaa ini dilakukan dengan asumsi sebagai berikut :

3.1.1. Apabila didalam kawasan perencanaan sudah terdapat rencana tata ruang dengan
kedalaman sampai dengan rencana detail tata ruang kota maka akan dilakukan
pengkajian dan pendalaman materi sampai dengan tingkat operasional dengan tetap
mempertimbangkan kondisi yang berkembang saat ini dan kondisi yang diinginkan pada
masa yang akan datang. Dengan demikian maka proses perencanaan dilakukan dengan
melakukan evaluasi terhadap rencana yang sudah ada , khusunya yang berkaitan
dengan pemanfaatan ruang didalam kawasan perencanaan. Selanjutnya disusun suatu
rencana tata ruang yang lebih akomodatif; dan

3.1.2. Apabila didalam kawasan perencanaan belum terdapat rencana tata ruang dengan
kedalam rencana detail tata ruang kota maka akan disusun rencana tata ruang sesuai
dengan deliniasi kawasan perencanaan.

3.2. Pendekatan Penyusunan Ketentuan Pemanfaatan Ruang

Sebagaimana disampaikan pada bagian sebelumnya bahwa pemanfaatan ruang


adalah arahan bagaimana mengisi rencana tata ruang yang sudah disusun. Dengan
demikian pemanfaatan ruang merupakan arahan arahan untuk mengisi rencana tata
ruang yang meliputi :

3.2.1. Ketentuan Teknis Pemanfaatan Ruang


Ketentuan teknis pemanfaatan ruang baik yang berkaitan dengan bangunan maupun
sarana dan prasarana. Terkait penyusunan ketentuan teknis terhadap pemanfaatan
ruang, maka pendekatan yang dilakukan adalah :
a. Melakukan pengkajian literatur dengan megacu pada standart standart
perencanaan ruang;
b. Melakukan kajian terhadap daya dukung lingkungan saat ini dan rencana yang akan
datang; dan
c. Mengkaji perkembangan fisik ruang yang terjadi pada saat ini. Sehingga ketentuan
ketentuan teknis yang disusun lebih reaistis.

1. Ketentuan Kesesuain Aktivitas


Ketentuan keseuaian aktivitas yang akan dikembangkan dengan peruntukan tanah yang
direncanakan; dan
2. Ketentuan Khusus

B. 30
Ketentuan-ketentuan khusus yang memuat hal hal khusus didalam kawasan perencanaan.
Dengan demikian metode pendekatan yang dilakukan untuk masing masing output yang
di harapkan juga berbeda. Namun secara umum pendekatan untuk penyusunan
ketentuan ketentuan pemanfaatan ruang disusun sebagai berikut :

a. Arahan kepadatan bangunan;


b. Arahan ketinggian bangunan;
c. Arahan perpetakan bangunan;
d. Arahan garis sempadan bangunan; dan
e. Rencana penanganan blok peruntukan.

Kartografi bertujuan untuk menghilangkan berbagai sumber kesalahan yang meliputi


kesalahan penafsiran informasi asli sampai kesalahan pemahaman pembaca peta dalam
menarik kesimpulan. Selain itu tujuan lain dari kartografi adalah untuk mengumpulkan dan
menganalisis data dari hasil ukuran dari berbagai pola atau unsur permukaan bumi dan
menyatakan secara grafis dengan skala yang sedemikian rupa sehingga unsur-unsur
tersebut dapat terlihat dengan jelas untuk dimengerti dan dipahami.

3.3. Pendekatan Penyusunan Kesesuaian Aktivitas Dengan Rencana Peruntukan Tanah

Penyesuaian aktivitas yang akan dikembangkan dengan rencana peruntukan tanah


merupakan upaya untuk meberikan pedoman kegiatan yang diperbolehkan dan tidak
diperbolehkan atau dibatas untuk dikembangkan didalam setiap peruntukan tanah yang
mana dapat diindikasikan menjadi 4 hal yaitu :
1. Diijinkan

Penggunaan atau kategori penggunaan diizinkan sesuai dengan peruntukan tanah


dasarnya, yang berarti bahwa tidak akan ada pembahasan atau peninjauan atau
tindakan lain dari Pemda sebagai persyaratan memperoleh izin penggunaan selain
memproses izin pembangunan (IMB)

2. Diijinkan Terbatas

Penggunaan dizinkan secara Terbatas atau dibatasi. Pembatasan dapat berupa standar
pembangunan minimum, pembatasan pengoperasian, atau peraturan-peraturan
tambahan lainnya.
3. Dijinkan Bersayarat

Penggunaan memerlukan Izin Penggunaan Bersyarat. Izin Penggunaan Bersyarat


diperlukan untuk penggunaan-penggunaan yang memiliki potensi dampak penting
pembanguan di sekitarnya pada area yang luas. Oleh karena itu permohonan perlu
dilengkapi dengan Amdal, RKL dan RPL.
4. Tidak Dijinkan

Penggunaan atau kategori penggunaan tidak dizinkan


Selanjutnya Hubungan antara kelompok pemanfaatan ruang dan diatur dengan matrik

B. 31
peraturan pemanfatan ruang.yang disusun kategori dan sub-kategori pemanfaatan ruang
pada baris-barisnya dan peruntukan tanah pada kolom-kolomnya. Untuk menyusun
ketentuan teknis kesesuaian aktivitas tersebut diatas maka pendekatan yang dilakukan
adalah sebagai berikut.

a. Identifikasi
Mengidentifikasi kegiatan kegiatan yang berkembang didalam kawasan perencanaan.
b. Perkiraan
Memperkirakan kegiatan kegiatan yang akan tumbuh didalam kawsan perencanaan.
c. Pengelompokan
Mengelompokkan kekeiatan kegiatan tersebut sesuai dengan kategori kategori
kegiatan.

d. Simulasi
Mensimulasikan setiap jenis kegiatan didalam peruntukan tanah dengan memberikan
indikator setiap kegiatan pada setiap peruntukan tanah.

3.4. Klasifikasi Peta

Pendekatan pemanfaatan ruag yang bersifat khusus dilakukan dengan pertimbangan


sebagai berikut.
1. Keberlakuan

Berlaku setempat akibat faktor kondisi fisik alamiah (topografi, geografi, iklim dsb).
2. Penanganan Khusus

Memerlukan penanganan khusus dalam kaitannya dengan pemecahan persoalan


persoalan pemanfaatan ruang yang bersifat khusus juga
3. Pengembangan Karakter

Mengembangan karakter ruang setempat.


Pendekatan yang sifatnya khusus karena faktor fisik alamiah dilakukan untuk melakukan
penyesuaian penyesuaian fisik bangunan. Pendekatan utama perencanaan suatu
kawasan maupun bangunan adalah kondisi fisik dasar. Hal ini terkait dengan penyesuaian
bentuk bentuk bangunan / kawasan sebagai respon terhadap kondisi alam. Meskipun
secara akstrim kondisi alam yang tidak menguntungkan dapat dipecahkan dengan
teknologi, namun hal ini memerlukan pembiayaan yang lebih besar baik dalam
pemeliharaan maupun pembangunnya.Dengan demikian tindakan paling efektif adalah
merespon alam kedalam pola pemanfaatan ruang kawasan yang direncanakan.
3.5. Pendekatan Kesesuaian Penggunaan Ruang

Untuk mencari kesesuaian penggunaan ruang yang potensial untuk pengembangan


wilayah digunakan metode analisis system informasi gografis dari kondisi fisik dasar
berdasarkan criteria-kriteria untuk kawasan budidaya dan kawasan non budidaya.
Analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) dilakukan dengan cara overlay antara seluruh
peta-peta tematik untuk mendapatkan seleksi tata ruang yang sesuai dengan kriteria

B. 32
yang telah ditetapkan.
Pengadaan peta dasar akan bergantung pada sumber dasar yang menjadi basis peta-
peta. Hasil kegiatan ini selanjutnya akan menjadi basis bagi upaya analisa dan
pengolahan peta sesuai kebutuhan materi teknis. Disamping adanya data spasial yang
diperoleh melalui foto udara, perlu dikembangkan suatu sistem informasi yang
berbasiskan data spasial/geografis (Sistem Informasi Geografis/GIS) untuk mendukung
kebutuhan analisis keruangan. Sistem informasi geografis (GIS) ini sangat strategis ditinjau
dari keselarasan dan keterpaduan rencana program, sehingga akan mempermudah
aparat pemerintah daerah untuk melakukan perencanaan, dan pemantauan program.
Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, dituntut kemampuan lebih dari daerah untuk
mampu menyediakan informasi mengenai data dan potensi daerahnya secara akurat
sebagai sarana dalam penganalisisan dan pengambilan keputusan.

Gambar 3.1 Pengolahan Informasi Spasial

Analisa Informasi Spasial. Analisa informasi dilakukan terhadap peta kerja yang dihasilkan
dari peta dasar, serta berbagai informasi spasial yang terkait dengan kondisi wilayah
perencanaan dan kebutuhan penyusunan peta rencananya.Pengolahan dan
Penyusunan Peta-peta Tematik. Melalui berbagai metode pengolahan akan diperoleh
hasil berupa peta-peta tematik sesuai dengan kebutuhan materi teknis seperti ditunjukkan
dalam gambar berikut.

Gambar 3.2 Contoh Hasil Penyusunan Peta Kondisi dan Permasalahan Wilayah

B. 33
Gambar 3.3 Teknologi Proses Basis Data Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Pembuatan
Informasi Aplikasi Pola Ruang

3.6. Pendekatan Penyusunan Ketentuan Pengendalian Pemanfatan Ruang

Produk yang akan dicapai dalam pendekatan pengendalian pemanfaatan ruang


adalah prosedur pembangunan yakni sebagai berikut.

1. Mekanisme advive planning perijinan


2. Mekanisme insentif dan disinsentif;
3. Mekanisme pemberian kompensasi;
4. Mekanisme pelaporan;
5. Mekanisme pemantauan;
6. Mekanisme evaluasi; dan
7. Mekanisme pengenaan sanksi.

Berdasarkan pemikiran tersebut maka dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut.

1. Kajian Literatur

Mengkaji literatur mengenal dasar-dasar pengendalian pemanfaatan ruang dan


instrumen/perangkat pendukungnya seperti aspek kelembagaan, legal, administrasi,
prosedur dan lain-lain.

2. Identifikasi Pola Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Mengidentifikasi pola pengendalian pemanfaatan ruang, kelembagaan yang ada saat ini ,
tugas pokok, fungsi dan kewenangan instansi yang terkait dengan pengendalian
pemanfaatan ruang.

3. Identifikasi Intensitas Pengembangan

Mengidentifikasi intensitas pengembangan pada masing masing ruang , sehingga dapat


diketahui ruang ruang yang harus di lindungi, dibatasi pengebangannya, dikembangkan
dengan pengendalian ketat dan di dipacu pengembangnnya. Hal ini terkait dengan
upaya untuk memberikan insentif dan disinsetif pemanfaatan ruang pada setiap zona.

3.7. Pendekatan Teori Pelaksanaan Evaluasi Pemanfaatan Ruang

B. 34
3.7.1 Faktor Pelaksanaan Evaluasi Pemanfaatan Ruang

Pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang dapat dilakukan dikarenakan


adanya faktor sebagai berikut.
1. Adanya laporan dari masyarakat tentang telah, sedang, dan akan terjadi
penyimpangan tata ruang.
2. Adanya kejadian luas biasa seperti bencana alam yang cukup besar sehingga
mengubah pemanfaatan ruang dan memerlukan relokasi kegiatan budidaya maupun
lindung yang ada untuk pembangunan pasca bencana;
3. Hasil dari pemantauan; dan
4. Hasil dari pengawasan teknis.

3.7.2 Monitoring dan Evaluasi

A. Pengertian Monitoring dan Evaluasi


1. Monitoring
Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran kemajuan atas
objektif program / memantau perubahan, yang fokus pada proses dan keluaran
sebagai berikut.

a. Perhitungan
Monitoring melibatkan perhitungan atas apa yang kita lakukan.
b. Pengamatan
Monitoring melibatkan pengamatan atas kualitas dari layanan yang kita berikan.
2. Evaluasi
Evaluasi berasal dari kata evaluation. Kata tersebut diserap kedalam
perbendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata
aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi”. Dalam
kamus Oxford Advanced Learner’s dictionary of Current English (AS Hornby, 1986)
seperti yang dikutip oleh Arikunto dan Jabar (2010: 1) bahwa Evaluasi adalah to find
out, decide the amount or value yang artinya suatu upaya untuk menentukan nilai
atau jumlah. Selain arti berdasarkan terjemahan, kata-kata yang terkandung
didalam definisi tersebut pun menunjukkan bahwa kegiatan evaluasi harus
dilakukan secara hati-hati, bertanggung jawab, menggunakan strategi, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Senada dengan pendapat tersebut Suchman (dalam
Arikunto dan Jabar 2004:1), memandang evaluasi sebagai sebuah proses
menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk
mendukung tercapainya tujuan. Defnisi lain dikemukakan oleh Stutflebeam dalam
Arikunto dan Jabar (2010:2), mengatakan bahwa, “evaluasi merupakan proses
penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi
pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan”.
Dari pengertian-pengertian evaluasi yang telah dikemukakan di atas dapat
disimpulkan bahwa evaluasi sifatnya lebih luas daripada pengukuran. Evaluasi
meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran hanya terbatas pada deskripsi

B. 35
kuantitatif, sedagkan evaluasi selain menyangkut pengukuran tersebut berlanjut
dengan pemberian nilai (valuing) berupa keputusan-keputusan maupun nilai
tingkah laku yang diukur. Istilah pengukuran (measurement) menunjuk pada segi
kuantitas (how much), istilah penilaian menunjuk pada segi kualitas (what value),
istilah evaluasi berkenaan dengan keduanya, yaitu pengukuran dan penilaian.
Evaluasi tidak hanya menyangkut gambaran tingkah laku secara kuantitatif, tetapi
juga secara kualitatif. Dalam evaluasi terkandung makna pengukuran yang sifatnya
kuantitatif dan penilaian bersifat kualitatif.

Tabel 3. 14 Perbedaan dan Persamaan Monitoring dan Evaluasi


No Materi Monitoring Evaluasi
1 Kapan ? Terus menerus Akhir setelah program
2 Apa yang diukur ? Output dan proses, fokus input, Dampak jangka panjang,
kegiatan / asumsi kelangsungan
3 Siapa yang terlibat ? Umumnya orang dalam Orang luar dan dalam
4 Sumber informasi ? Sistem rutin, survey kecil, Dokumen eksternal dan internal,
dokumen internal, laporan laporan asessment dampak, riset
evaluasi
5 Pengguna ? Manajer dan staff Manajer, staff, donor, klien,
stakeholder, organisasi lain
6 Penggunaan hasil ? Koreksi minor program (feedback) Koreksi mayor program,
perubahan kebijakan, strategi,
masa mendatang termasuk
penghentian program (feedback)
Sumber :Arikunto dan Jabar (2010:2)
Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa :
a. Evaluasi memerlukan desain studi/penelitian;
b. Evaluasi terkadang membutuhkan kelompok kontorl atau kelompok
pembanding;
c. Evaluasi melibatkan pengukuran seiring dengan berjalannya waktu; dan
d. Evaluasi melibatkan studi/penelitian khusus.
Kaitan antara monitoring dan evaluasi adalah evaluasi memerlukan hasil dari monitoring
dan digunakan untuk kontribusi program monitoring bersifat spesifik program.
Sedangkan evaluasi tidak hanya dipengaruhi oleh program itu sendiri, melainkan varibel-
varibel dari luar. Tujuan dari evaluasi adalah evalausi efektifitas dan cost effectiveness.
Input, proses dan output merupakan suatu monitoring. Dalam menentukan input, proses
dan output sangat tergantung dari program, sehingga dapat berpindah – pindah.
B. Tujuan dan Manfaat Monitoring dan Evaluasi
Tujuan pembahasan teknik monitoring dan evaluasi ini adalah memberi pemahaman
tentang langkah-langkah persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil
evaluasi program. Hasil monitoring dan evaluasi merupakan informasi berharga yang

B. 36
dapat dijadikan pedoman bagi pimpinan untuk mengambil keputusan pengembangan
organisasi yang dipimpinnya.
Sedangkan, evaluasi dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan sesuai dengan
objek evaluasinya. Menurut Wirawan (2001 : 22) tujuan dalam melaksanakan evaluasi
anatara lain mengukur pengaruh program terhadap masyarakat, menilai apakah
program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, mengukur apakah pelaksanaan
program sesuai dengan standar, evaluasi program dapat mengidebtifikasikan dan
menemukan mana dimensi program yang jalan dan mana program yan g tidak
berjalan, pengembangan staf serta memberikan masukan kepada pimpinan/manajer
program mengenai kinerja staf dalam melayani masyarakat, jika terjadi staf
kompetensinya rendah maka perlu dilakukan pengembangan dengan segera, tujuan
evaluasi lainnya adalah untuk memenuhi ketentuan undang-undang, akreditasi,
program, mengambil keputusan mengeani program, memberikan balikan kepada
pimpinan dari staf program.
Senada dengan tujuan sebelumnya nada beberapa tujuan evaluasi juga disebutkan
yaitu :
1. Untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan akhir suatu periode kerja, apa yang
telah dicapai, apa yang belum dicapai, dan apa yang perlu mendapat perhatian
khusus,
2. Untuk menjamin cara kerja yang efektif dan efisien dan ekonomis,
3. Untuk memperoleh fakta tentang kesulitan, hambatan, penyimpangan dilihat dari
aspek-aspek tertentu.
C. Hakekat Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi adalah kegiatan monitoring dan evaluasi yang ditujukan pada
suatu program yang sedang atau sudah berlangsung. Monitoring sendiri merupakan
aktivitas yang dilakukan pimpinan untuk melihat, memantau jalannya organisasi selama
kegiatan berlangsung, dan menilai ketercapaian tujuan, melihat faktor pendukung dan
penghambat pelaksanaan program. Dalam monitoring (pemantauan) dikumpulkan
data dan dianalisis, hasil analisis diinterpretasikan dan dimaknakan sebagai masukan
bagi pimpinan untuk mengadakan perbaikan.
Evaluasi adalah proses untuk mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data dan
menganalisis data, menyimpulkan hasil yang telah dicapai, menginterpretasikan hasil
menjadi rumusan kebijakan, dan menyajikan informasi (rekomendasi) untuk pembuatan
keputusan berdasarkan pada aspek kebenaran hasil evaluasi. Terkait dengan evaluasi.
Scriven (1967) menyatakan “Evaluation as the assessment of worth and merit”.
Selain itu, Stuflebeam (1971) mengatakan "Evaluation is the process of delineating,
obtaining, and providing usefull information for decision making". Sedangkan Cronbach
mengatakan bahwa "Evaluation as methods for quality improvement in education".
Program adalah sekumpulan kegiatan yang terencana dan tersistem. Program terdiri
dari komponen-komponen meliputi: tujuan, sasaran, criteria keberhasilan, jenis kegiatan,
prosedur untuk melaksanakan kegiatan, waktu untuk melakukan kegiatan, komponen
pendukung seperti fasilitas, alat dan bahan, serta pengorganisasian.

B. 37
Dari beberapa definisi di atas, evaluasi program merupakan satu metode untuk
mengetahui dan menilai efektivitas suatu program dengan membandingkan kriteria
yang telah ditentukan atau tujuan yang ingin dicapai dengan hasil yang dicapai. Hasil
yang dicapai dalam bentuk informasi digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
pembuatan keputusan dan penentuan kebijakan. Jenis evaluasi yang akan digunakan
sangat tergantung dari tujuan yang ingin dicapai lembaga, tahapan program yang
akan dievaluasi dan jenis keputusan yang akan diambil. Dengan demikian evaluasi
program adalah proses untuk mengidentifikasi, mengumpulkan fakta, menganalisis data
dan menginterpretasikan, serta menyajikan informasi untuk pembuatan keputusan bagi
pimpinan. Evaluasi program dilaksanakan secara sistematik seiring dengan tahapan
(waktu pelaksanaan) program untuk mengetahui ketercapaian tujuan, dan memberikan
umpan balik untuk memperbaiki program. Perbedaan antara monitoring dan evaluasi
adalah monitoring dilakukan pada saat program masih berjalan sedangkan evaluasi
dapat dilakukan baik sewaktu program itu masih berjalan ataupun program itu sudah
selesai. Atau dapat juga bila dilihat dari pelakunya, monitoring biasanya dilakukan oleh
fihak internal sedangkan evaluasi dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal.
Evaluasi dilaksanakan untuk memperoleh fakta atau kebenaran dari suatu program
beserta dampaknya, sedangkan monitoring hanya melihat keterlaksanaan program,
faktor pendukung, penghambatnya. Bila dilihat secara keseluruhan, kegiatan monitoring
dan evaluasi ditujukan untuk pembinaan suatu program.
D. Prinsip-Prinsip Monitoring dan Evaluasi
Pada pelaksanaannya, monitoring dan evaluasi harus dilakukan dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut.
1. Berorientasi pada Tujuan
Monitoring dan evaluasi hendaknya dilaksanakan mengacu pada tujuan yang ingin
dicapai. Hasil monitoring dan evaluasi dipergunakan sebagai bahan untuk
perbaikan atau peningkatan program pada evaluasi formatif dan membuat
jastifikasi dan akuntabilitas pada evaluasi sumatif.

2. Mengacu pada Kriteria Keberhasilan


Monitoring dan evaluasi seharusnya dilaksanakan mengacu pada kriteria
keberhasilan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Penentuan kriteria
keberhasilan dilakukan bersama antara para evaluator, para sponsor, pelaksana
program (pimpinan dan staf), para pemakai lulusan (konsumen), lembaga terkait
(dimana peserta kegiatan bekerja).
3. Mengacu pada Asas Manfaat
Monitoring dan evaluasi sudah seharusnya dilaksanakan dengan manfaat yang
jelas. Manfaat tersebut adalah berupa saran, masukan atau rekomendasi untuk
perbaikan program program yang dimonitoring dan evaluasi atau program sejenis
di masa mendatang.
4. Dilakukan secara Obyektif

B. 38
Monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan secara objektif. Petugas monitoring dan
evaluasi dari pihak eksternal seharusnya bersifat independen, yaitu bebas dari
pengaruh pihak pelaksana program. Petugas monev internal harus bertindak
objektif, yaitu melaporkan temuannya apa adanya.
E. Model Monitoring dan Evaluasi
Dalam menentukan apakah sebuah model tepat bagi suatu jenis program, maka perlu
dianalisis masing-masing pihak yang akan dipasangkan. Dalam hal ini yang
dipasangkan adalah program dengan jenis model evaluasi. Ada banyal model yang
bisa digunakan untuk mengevaluasi suatu program. Meskipun anatara satu dengan
yang liannya berbeda, namun maksudnya sama yaitu melakukan kegiatan
pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi,
yang tujuannya menyediakan bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan
tindak lanjut suatu program. Beberapa ahli evaluasi program yang dikenal sebagai
penemu model evaluasi program adalah Stufflebeam, Metfessel, Michael Sriven, dan
Glaser.
Model-model evaluasi anatara lain yaitu Model Goal Oriented Evaluation, adalah model
yang dikemukakan oleh Tyler, yaitu goal oriented evalution atau evaluasi yang
berorentasi pada tujuan, yaitu sebuah model evaluasi yang menekankan peninjaun
pada tujuan sejak awal kegiatan dan berlangsung secara berkesinambungan. Karena
model evaluasi yang berorientasi pada tujuan cocok diterapkan untuk mengevaluasi
program yang jenisnya pemrosesan dalam bentuk pembelajaran. Peninjauan atas
keterlaksanaan tujuan, dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.
Evaluasi Program sebagai suatu system memiliki cakupan bidang sosial yang sangat luas,
dan memiliki banyak model. Suatu model evaluasi menunjukkan ciri khas baik dari tujuan
evaluasi, aspek yang dievaluasi, keluasan cakupan, tahapan evaluasi, tahapan
program yang akan dievaluasi, dan cara pendekatan. Kaufman dan Thomas (1998)
telah mengemukakan adanya 8 (delapan) model monitoring dan evaluasi program
seperti berikut ini.
1. Formatif-summatif Evaluation Model oleh Scriven
Evaluasi model ini dikembangkan oleh Michael Scriven, dengan membedakan
evaluasi menjadi dua jenis: evaluasi formatif dan evaluasi summatif.
2. Evaluasi Formatif
Evaluasi model ini bersifat internal berfungsi untuk meningkatkan kinerja lembaga,
mengembangkan program/personal, bertujuan untuk mengetahui perkembangan
program yang sedang berjalan. Monitoring dan supervisi, termasuk dalam kategori
evaluasi formatif, dilakukan selama kegiatan program sedang berlangsung, dan
akan menjawab berbagai pertanyaan berikut ini.
a. Keseuaian Program
Pertanyaan yang akan muncul yakni , “Apakah program berjalan sesuai
rencana?”
b. Fungsi Komponen
Pertanyaan yang akan muncul yakni , “Apakah semua komponen berfungsi

B. 39
sesuai dengan tugas masing-masing?”
c. Eksekusi Lanjutan
Pertanyaan yang akan muncul yakni , “Jika tidak apakah perlu revisi, modifikasi?”
d. Evaluasi Sumatif
Evaluasi ini dilakukan pada akhir program, bertujuan untuk mengetahui
keberhasilan program yang telah dilaksanakan, memberikan pertanggung-
jawaban atas tugasnya, memberikan rekomendasi untuk melanjutkan atau
menghentikan program pada tahun berikutnya. Evaluasi akan dapat menjawab
pertanyaan sebagai berikut.
1) Sejauh mana tujuan program tercapai?
2) Perubahan apa yang terjadi setelah program selesai?
3) Apakah program telah dapat menyelesaikan masalah?
4) Perubahan perilaku apa yang dapat ditampilkan, dilihat dan dirasakan
setelah selesai mengikuti pelatihan?

3. Countenance Evaluation Model (Model Evaluasi) oleh Stake


Evaluasi memfokuskan pada program pendidikan, untuk mengidentifikasi tahapan
proses pendidikan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Stake ada 3
tahapan program: Antecedent phase, Transaction phase, dan Outcomes phase.
Pada setiap tahapan, akan mengungkapkan (describe) dua hal: Apa yang
diinginkan (intended) dan Apa yang terjadi (observed). Secara rinci diuraikan
sebagai berikut.
a. Antecedent phase
Pada tahap sebelum program dilaksanakan. Evaluasi akan melihat kondisi awal
program.
b. Faktor yang Berpengaruh
Faktor-faktor yang diperkirakan akan mempengaruhi keberhasilan/kegagalan
c. Kesiapan
Kesiapan siswa, guru, staf addministrasi, dan fasilitas sebelum program
dilaksanakan Transaction phase, pada saat program diimplementasikan. Evaluasi
difokuskan untuk melihat program berjalan sesuai dengan rencana atau tidak,
bagaimana partisipasi masyarakat, keterbukaan, kemandirian kepala sekolah
d. Outcomes Phase
Pada akhir program untuk melihat perubahan yang terjadi sebagai akibat
program yang telah dilakukan dan menjawab pertanyaan berikut ini.
1) Apakah para pelaksana menunjukkan perilaku baik, kinerja tinggi?
2) Apakah klien (konsumen) merasa puas dengan program yang dilaksanakan?
3) Perubahan perilaku apa yang dapat diamati setelah program selesai?
4) Model evaluasi responsif oleh Stake.
Dari tahapan evaluasi, setiap tahapan evaluasi adanya informasi pembuatan
keputusan sebagai berikut.
1. Evaluasi Konteks

B. 40
Evaluasi ini dilakukan pada tahap penjajagan menghasilkan informasi untuk
keputusan perencanaan. Evaluasi konteks akan melihat bagaimana kondisi
kontekstual, apa harapan masyarakat, apa visi dan misi lembaga yang akan
dievaluasi.
2. Evaluasi Input
Evaluasi ini dilakukan pada tahap awal menghasilkan informasi untuk keputusan
penentuan strategi pelaksanaan program
3. Evaluasi Kondisi Input
Evaluasi input akan melihat bagaimana kondisi masukan baik raw input maupun
instrumental input. Raw input adalah input yang diproses menjadi output.
4. Evaluasi Proses
Evaluasi ini dilakukan selama program berjalan menghasilkan informasi tentang
pelaksanaan program; evaluasi proses akan melihat bagaimana kegiatan program
berjalan, partisipasi peserta, nara sumber, penampilan , bagaimana penggunaan
dana, bagaimana interaksi. Berapa persen keberhasilan yang telah dicapai, dan
memperkirakan keberhasilan di akhir program. Jenis keputusan adalah
pelaksanaan.
5. Evaluasi Produk
Evaluasi ini dilakukan pada akhir program, untuk mengetahui keberhasilan program.
Sejauh mana tujuan telah dicapai, hambatan yang dijumpai dan solusinya,
bagaimana tingkat keberhasilan program meliputi: efektivitas, efisiensi, relevansi,
produktivitas, dsb. Evaluasi produk menghasilkan informasi untuk keputusan
kelanjutan program. Evaluasi produk juga sebagai akuntabilitas pimpinan tentang
program yang menjadi tanggungjawabnya kepada stakeholder.
F. Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang
Pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh tim monitoring dan
evaluasi baik ditingkat pusat, tingkat provinsi maupun pada tingkat pemerintah
kabupaten/kota. Tim pemantauan dan evaluasi merupakan PNS yang ditunjuk melalui
suatu proses pengangkatan. Tim auditor sekurang-kurangnya memiliki kompetensi
minimal dibidang berikut ini.
1. Perencana wilayah dan kota;
2. Sistem informasi geografi;
3. Hukum administrasi negara;
4. Ahli pertanahan; dan
5. Team auditor dalam melakukan audit, apabila dibutuhkan dapat melibatkan
kelembagaan lain seperti BPN, KPK, dll.
Monitoring dan evaluasi pemanfaatan ruang dilakukan dengan cara berjenjang oleh
tim monitoring dan evaluasi yang berasal dari PNS dengan kewenangan, sebagai
berikut ini.
1. Penyimpangan tata ruang yang terjadi pada kawasan strategis nasional atau
melibatkan kepetingan dari beberapa wilayah provinsi maupun kabupaten/kota
adalah auditor tata ruang dari Pemerintah Pusat;

B. 41
2. Penyimpangan tata ruang yang terjadi pada kawasan strategis provinsi atau
melibatkan kepentingan dari beberapa wilayah kabupaten/kota adalah auditor
tata ruang dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat;
3. Penyimpangan tata ruang yang terjadi di wilayah kabupaten/kota adalah auditor
dari pemerintah kabupaten/kota; dan
4. Apabila dirasakan perlu, maka auditor dari Pemerintah Pusat dapat melakukan
audit ke wilayah Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Gambar 3.4 Kelembagaan Monitoring dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang di Tingkat Pusat

Sumber : Kementerian ATR, 2016

B. 42
Gambar 3.5 Kelembagaan Monitoring dan Evaluasi Tata Ruang di Tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota

Sumber : Kementerian ATR, 2016


3.8. Pendekatan Pariwisata

3.8.1 Pariwisata

A. Pengertian Pariwisata

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang


kepariwisataan disebutkan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata
dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Pariwisata adalah keseluruhan
kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk mengatur, mengurus dan
melayani kebutuhan wisatawan. (Karyono, 1997:15). Pariwisata merupakan rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara perorangan maupun kelompok di
dalam wilayah negara lain. Kegiatan tersebut menggunakan kemudahan, jasa dan
faktor penunjang lainnya yang diadakan oleh pemerintah dan atau masyarakat, agar
dapat mewujudkan keinginan wisatawan.
Menurut Ensiklopede Nasional Indonesia Jilid 12 bahwa pariwisata adalah kegiatan
perjalanan seseorang atau seerombongan orang dari tempat tinggal asalnya ke suatu
tempat di kota lain atau di negara lain dalam jangka waktu tertentu. Tujuan perjalanan
dapat bersifat pelancongan, bisnis, keperluan ilmiah, bagian kegiatan agama, muhibah
atau juga silahturahim. Pariwisata adalah suatu fenomena kebudayaan global yang
dapat dipandang sebagai suatu sistem. Dalam model yang dikemukakan oleh Leiper,
pariwisata terdiri atas tiga komponen yaitu wisatawan (tourist), elemen geografi
(geographical elements) dan industri pariwisata (tourism industry).
Defenisi pariwisata menurut Yoeti (1996:108) adalah suatu perjalanan yang dilakukan
untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ketempat lain,
dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi
tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan hidup guna bertamasya dan rekreasi
atau memenuhi keinginan yang beranekaragam. Robert Mc.Intosh bersama
Shashiakant Gupta mengungkapkan bahwa pariwisata adalah gabungan gejala dan
hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah serta

B. 43
masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan ini
serta para pengunjung lainnya (Pendit, 1999:31).
The Ecotourism Society (1990) mendefinisikan pariwisata sebagai berikut: “Pariwisata
adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan
mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk
setempat”.
Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia
terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Diawali dari kegiatan yang semula
hanya dinikmati oleh segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal abad ke-20, kini
telah menjadi bagian dari hak asasi manusia. Hal ini terjadi tidak hanya di negara maju
tetapi mulai dirasakan pula di negara berkembang. Indonesia sebagai negara yang
sedang berkembang dalam tahap pembangunannya, berusaha membangun industri
pariwisata sebagai salah satu cara untuk mencapai neraca perdagangan luar negeri
yang berimbang. Melalui industri ini diharapkan pemasukan devisa dapat bertambah
(Pendit, 2002).
Sebagaimana diketahui bahwa sektor pariwisata di Indonesia masih menduduki
peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional sekaligus
merupakan salah satu faktor yang sangat strategis untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat dan devisa negara Pariwisata lebih populer dan banyak dipergunakan
dibanding dengan terjemahan yang seharusnya dari istilah tourism, yaitu turisme,
Terjemahan yang seharusnya dari tourism adalah wisata. Yayasan Alam Initra Indonesia
(1995) membuat terjemahan tourism dengan turisme. Di dalam tulisan ini dipergunakan
istilah pariwisata yang banyak digunakan oleh para rimbawan, mempergunakan istilah
pariwisata untuk menggambarkan adanya bentuk wisata yang baru muncul pada
dekade delapan puluhan.
Pengertian tentang pariwisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
Namun, pada hakekatnya, pengertian pariwisata adalah suatu bentuk wisata yang
bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area),
memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi
masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk pariwisata pada dasarnya
merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan o!eh penduduk dunia. Eco-
traveler ini pada hakekatnya konservasionis.
Semula pariwisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di
daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan
masyarakatnya tetap terjaga. Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk
pariwisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan. Pada tahun 1995
The Tourism Society kemudian mendefinisikan pariwisata sebagai bentuk baru dari
kegiatan perjalanan wisata bertanggungjawab di daerah yang masih alami atau
daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah alam dimana tujuannya selain untuk
menikmati keindahannya juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman dan
dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam dan peningkatan pendapatan
masyarakat setempat sekitar daerah tujuan pariwisata.

B. 44
Di beberapa wilayah berkembang suatu pemikiran baru yang berkait dengan
pengertian pariwisata. Fenomena pendidikan diperlukan dalam bentuk wisata ini. Hal ini
seperti yang didefinisikan oleh Australian Department of Tourism yang mendefinisikan
pariwisata adalah wisata berbasis pada alam dengan mengikutkan aspek pendidikan
dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan
pengelolaan kelestarian ekologis. Definisi ini memberi penegasan bahwa aspek yang
terkait tidak hanya bisnis seperti halnya bentuk pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat
dengan pariwisata minat khusus, alternative tourism atau special interest tourism dengan
obyek dan daya tarik wisata alam.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka terdapat lima hal penting yang mendasari
kegiatan pariwisata adalah sebagai berikut.
1. Perjalanan Wisata Yang Bertanggung Jawab
Artinya bahwa semua pelaku kegiatan pariwisata harus bertanggung jawab
terhadap dampak yang ditimbulkan dari kegiatan pariwisata terhadap lingkungan
alam dan budaya
2. Nature Made
Kegiatan pariwisata dilakukan ke/di daerah-daerah yang masih alami (nature
made) atau di/ke daerah-daerah yang dikelola berdasarkan kaidah alam.
3. Tujuan
Tujuannya selain untuk menikmati pesona alam, juga untuk mendapatkan
tambahan pengetahuan dan pemahaman mengenai berbagai fenomena alam
dan budaya.
4. Konservasi Alam
Memberikan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam.
5. Mensejahterakan

Meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.


B. Jenis Pariwisata

Menurut Pendit (1994), ada beberapa jenis pariwisata yang sudah dikenal, antara
lain:
1. Wisata Budaya
Merupakan perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas
pandangan hidup seseorang dengan cara mengadakan kunjungan ke tempat
lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan adat
istiadat mereka, cara hidup mereka, kebudayaan dan seni meraka.
2. Wisata Kesehatan
Merupakan perjalanan seseorang wisatawan dengan tujuan untuk menukar
keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari di mana ia tinggal demi
kepentingan beristirahat baginya dalam arti jasmani dan rohani.
3. Wisata Olahraga
Merupakan wisatawan-wisatawan yang melakukan perjalanan dengan tujuan
berolahraga atau memang sengaja bermakasud mengambil bagian aktif
dalam pesta olahraga di suatu tempat atau Negara.

B. 45
4. Wisata Komersial
Berupa perjalanan untuk mengunjungi pameranpameran dan pecan raya
yang bersifat komersial, seperti pameran industri, pameran dagang dan
sebagainya.
5. Wisata Industri
Merupakan perjalanan yang dilakukan oleh rombongan pelajar atau
mahasiswa, atau orang-orang awam ke suatu kompleks atau daerah
perindustrian, dengan maksud dan tujuan untuk mengadakan peninjauan atau
penelitian.
6. Wisata Bahari
Merupakan wisata yang banyak dikaitkan dengan danau, pantai atau laut.
7. Wisata Cagar Alam
Merupakan jenis wisata yang biasanya diselenggarakan oleh agen atau biro
perjalanan yang mengkhususkan usaha-usaha dengan mengatur wisata ke
tempat atau daerah cagar alam, taman lindung, hutan daerah pegunungan
dan sebagainya yang kelestariannya dilindungi oleh undang-undang.
8. Wisata Bulan Madu

Merupakan suatu penyelenggaraan perjalanan bagi pasanganpasangan


pengantin baru yang sedang berbulan madu dengan fasilitas-fasilitas khusus
dan tersendiri demi kenikmatan perjalan.
3.8.1 Wisatawan

A. Pengertian Wisatawan

Definisi wisatawan menurut Norval (Yoeti, 1995) adalah setiap orang yang datang
dari suatu Negara yang alasannya bukan untuk menetap atau bekerja di situ secara
teratur, dan yang di Negara dimana ia tinggal untuk sementara itu membalanjakan
uang yang didapatkannya di lain tempat, sedangkan menurut Soekadijo (2000),
wisatawan adalah pengunjung di Negara yang dikunjunginya setidak-tidaknya tinggal
24 jam dan yang datang berdasarkan motivasi berikut ini.
1. Mengisi waktu senggang atau untuk bersenang-senang, berlibur, untuk alasan
kesehatan, studi, keluarga, dan sebagainya.
2. Melakukan perjalanan untuk keperluan bisnis.
3. Melakukan perjalanan untuk mengunjungi pertemuan-pertemuan atau sebagai
utusan (ilmiah, administratif, diplomatik, keagamaan, olahraga dan sebagainya).
4. Dalam rangka pelayaran pesiar, jika kalau tinggal kurang dari 24 jam.

B. Jenis Wisatawan

Berdasarkan sifat perjalanan, lokasi di mana perjalanan dilakukan wisatawan dapat


diklasifikasikan sebagai berikut (Karyono, 1997).
1. Foreign Tourist (Wisatawan asing)

Orang asing yang melakukan perjalanan wisata, yang datang memasuki suatu
negara lain yang bukan merupakan Negara di mana ia biasanya tinggal.
Wisatawan asing disebut juga wisatawan mancanegara atau disingkat wisman.

B. 46
2. Domestic Foreign Tourist
Orang asing yang berdiam atau bertempat tinggal di suatu negara karena
tugas, dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negara di mana ia tinggal.
Misalnya, staf kedutaan Belanda yang mendapat cuti tahunan, tetapi ia tidak
pulang ke Belanda, tetapi melakukan perjalanan wisata di Indonesia (tempat ia
bertugas).
3. Domestic Tourist (Wisatawan Nusantara)

Seorang warga negara suatu negara yang melakukan perjalanan wisata dalam
batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya.
Misalnya warga negara Indonesia yang melakukan perjalanan ke Bali atau ke
Danau Toba. Wisatawan ini disingkat wisnus.
4. Indigenous Foreign Tourist
Warga negara suatu negara tertentu, yang karena tugasnya atau jabatannya
berada di luar negeri, pulang ke negara asalnya dan melakukan perjalanan
wisata di wilayah negaranya sendiri. Misalnya, warga negara Perancis yang
bertugas sebagai konsultan di perusahaan asing di Indonesia, ketika liburan ia
kembali ke Perancis dan melakukan perjalanan wisata di sana. Jenis wisatawan
ini merupakan kebalikan dari Domestic Foreign Tourist.
5. Transit Tourist
Wisatawan yang sedang melakukan perjalanan ke suatu Negara tertentu yang
terpaksa singgah pada suatu pelabuhan/airport/stasiun bukan atas kemauannya
sendiri.
6. Business Tourist
Orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan bisnis bukan wisata tetapi
perjalanan wisata akan dilakukannya setelah tujuannya yang utama selesai. Jadi
perjalanan wisata merupakan tujuan sekunder, setelah tujuan primer yaitu bisnis
selesai dilakukan.
3.8.2 Daerah Tujuan Wisata

Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang


kepariwisataan, menjelaskan beberapa pengertian istilah kepariwisataan, antara lain
sebagai berikut.
1. Wisata
Wisata adalah suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh individu atau
kelompok mengunjungi suatu tempat dan bertujuan untuk rekreasi,
pengembangan pribadi, atau untuk mempelajari keunikan daya tarik suatu
tempat wisata yang dikunjungi dalam waktu sementara.
2. Pariwisata
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh
berbagai layanan fasilitas yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
pemerintah, dan pemerintah daerah.
3. Destinasi Pariwsata

Daerah tujuan wisata dapat disebut juga dengan destinasi pariwisata adalah
kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administrasi yang
di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata,
aksesbilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya
kepariwisataan.
Leiper (dalam Gde Pitana, 2005: 99) mengemukakan bahwa suatu daerah tujuan
wisata (destinasi wisata) adalah sebuah susunan sistematis dari tiga elemen. Seorang

B. 47
dengan kebutuhan wisata adalah inti/pangkal (keistimewaan apa saja atau karekteristik
suatu tempat yang akan mereka kunjungi) dan sedikitnya satu penanda (inti informasi).
Seseorang melakukan perjalanan wisata dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menjadi
daya tarik yang membuat seseorang rela melakukan perjalanan yang jauh dan
menghabiskan dana cukup besar. Suatu daerah harus memiliki potensi daya tarik yang
besar agar para wisatawan mau menjadikan tempat tersebut sebagai destinasi wisata.
Menurut Jackson (dalam Gde Pitana, 2005: 101) suatu daerah yang berkembang
menjadi sebuah destinasi wisata dipengaruhi oleh beberapa hal yang penting, seperti :
1. Menarik untuk klien.
2. Fasilitas-fasilitas dan atraksi.
3. Lokasi geografis.
4. Jalur transportasi.
5. Stabilitas politik.
6. Lingkungan yang sehat.
7. Tidak ada larangan/batasan pemerintah.

Suatu destinasi harus memiliki berbagai fasilitas kebutuhan yang diperlukan oleh
wisatawan agar kunjungan seorang wisatawan dapat terpenuhi dan merasa nyaman.
Berbagai kebutuhan wisatawan tersebut antara lain, fasilitas transportasi, akomodasi,
biro perjalanan, atraksi (kebudayaan, rekreasi, dan hiburan), pelayanan makanan, dan
barang-barang cinderamata (Gde Pitana, 2005: 101). Tersedianya berbagai fasilitas
kebutuhan yang diperlukan akan membuat wisatawan merasa nyaman, sehingga
semakin banyak wisatawan yang berkunjung.
Salah satu yang menjadi suatu daya tarik terbesar pada suatu destinasi wisata
adalah sebuah atraksi, baik itu berupa pertunjukan kesenian, rekreasi, atau penyajian
suatu paket kebudayaan lokal yang khas dan dilestarikan. Atraksi dapat berupa
keseluruhan aktifitas keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang
memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti belajar tari,
bahasa, membatik seperti yang ada di Desa Wisata Krebet, memainkan alat musik
tradisional, membajak sawah, menanam padi, melihat kegiatan budaya masyarakat
setempat, dan lain-lain (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2011: 13).
Atraksi merupakan komponen yang sangat vital, oleh karena itu suatu tempat wisata
tersebut harus memiliki keunikan yang bisa menarik wisatawan. Fasilitas-fasilitas
pendukungnya juga harus lengkap agar kebutuhan wisatawan terpenuhi, serta
keramahan masyarakat tempat wisata juga sangat berperan dalam menarik minat
wisatawan. Faktor-faktor tersebut harus dikelola dengan baik, sehingga menjadikan
tempat tersebut sebagai destinasi wisata dan wisatawan rela melakukan perjalanan ke
tempat tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa destinasi wisata merupakan
interaksi antar berbagai elemen. Ada komponen yang harus dikelola dengan baik oleh
suatu destinasi wisata adalah wisatawan, wilayah, dan informasi mengenai wilayah.
Atraksi juga merupakan komponen vital yang dapat menarik minat wisatawan begitu
juga dengan fasilitas-fasiltas yang mendukung.

B. 48
3.8.3 Daya Tarik Wisata

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan


disebutkan bahwa daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,
keindahan dan nilai berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil
buatan manusia yang menjadi sarana atau tujuan kunjungan wisatawan.
Daya tarik wisata juga disebut objek wisata merupakan potensi yang menjadi
pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Menurut Suwantoro
dalam bukunya Dasar-dasar Pariwisata (1997:19) mengatakan bahwa objek dan daya
tarik wisata dikelompokkan berdasarkan :
1. Pengusahaan

Pengusahaan objek dan daya tarik wisata dikelompokkan ke dalam


pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam, pengusahaan objek dan daya
tarik wisata budaya, pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus.
2. Daya Tarik Objek Wisata

Umumnya daya tarik suatu objek wisata berdasar pada:


a. Adanya sumberdaya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah,
nyaman dan bersih.
b. Adanya aksesbilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya.
c. Adanya ciri khusus/spesifikasi yang bersifat langka.
d. Adanya sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan
yang hadir.
e. Objek wisata alam mempunyai daya tarik karena keindahan alam,
pegunungan, sungai, pantai, pasir, hutan dan sebagainya.
f. Objek wisata budaya mempunyai daya tarik tinggi karena memiliki nilai
khusus dalam bentuk atraksi kesenian, upacara-upacara adat, nilai luhur
yang terkandung dalam suatu objek buah karya manusia pada masa
lampau.

3. Potensi Daya Tarik

Pembangunan suatu objek wisata harus dirancang dengan bersumber pada


potensi daya tarik yang memiliki objek tersebut dengan mengacu pada kriteria
keberhasilan pengembangan yang meliputi berbagai kelayakan antara lain :
a. Kelayakan Finansial
Studi kelayakan ini menyangkut perhitungan secara komersial dari
pembangunan objek wisata tersebut.
b. Kelayakan Sosial Ekonomi Regional
Studi kelayakan ini dilakukan untuk melihat apakah investasi yang
ditanamkan untuk membangun suatu objek wisata juga akan memilki
dampak sosial ekonomi secara regional, dapat menciptakan lapangan
pekerjaan, dapat meningkatkan devisa dan sebagainya.
c. Layak Teknis

B. 49
Pembangunan objek wisata harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
teknis dengan melihat daya dukung yang ada. Tidaklah perlu memaksakan
diri untuk membangun suatu objek wisata apabila daya dukung oleh wisata
tersebut rendah. Daya tarik suatu objek wisata akan berkurang atau bahkan
hilang bila objek wisata tersebut membahayakan keselamatan para
wisatawan.

d. Layak Lingkungan
Analisis dampak lingkungan dapat dipergunakan sebagai acuan kegiatan
pembangunan suatu objek wisata. Pembangunan objek wisata yang
mengakibatkan rusaknya lingkungan harus dihentikan pembangunannya.
Pembangunan objek wisata buaknlah untuk merusak lingkungan tetapi
sekedar memanfaatkan sumber daya alam untuk kebaikan manusia dan
untukmeningkatkan kulitas hidup manusia sehingga menjadi keseimbangan,
keselarasan dan keserasian (Suwantoro, 1997:20).
3.8.4 Prasarana Pariwisata

Prasarana wisata adalah sumberdaya alam dan sumberdaya buatan manusia yang
mutlak dibutuhkan oleh wisatawan perjalanannya di daerah tujuan wisata, seperti jalan,
listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan dan lain sebagainya. Untuk kesiapan objek-
objek wisata yang akan dikunjungi oleh wisatawan di daerah tujuan wisata, prasarana
wisata tersebut perlu dibangun dengan disesuaikan lokasi dan kondisi objek wisata yang
bersangkutan (Suwantoro, 1997: 21).
Pembangunan prasarana wisata yang mempertimbangkan kondisi dan lokasi akan
meningkatkan aksesbilitas suatu objek wisata yang pada gilirannya akan dapat
meningkatkan daya tarik objek wisata itu sendiri. Di samping berbagai kebutuhan yang
telah disebutkan di atas, kebutuhan wisatawan yang lain juga perlu disediakan di
daerah tujuan wisata seperti bank, apotik, rumah sakit, pom bensin, pusat-pusat
pembelanjaan dan sebagainya.
Dalam melaksanakan pembangunan prasarana wisata diperlakukan koordinasi yang
mantang antara instansi terkait bersama dengan instalasi pariwisata di berbagai
tingkatan. Dukungan instansi terkait dalam membangun prasarana wisata sangat
diperlukan bagi pengembangan pariwisata di daerah. Koordinasi di tingkat
perencanaan yang dilanjutkan dengan koordinasi di tingkat pelaksanaan merupakan
modal utama suksesnya pembangunan periwisata.
Dalam pembangunan prasarana pariwisata pemerintah lebih dominan karena
pemerintah dapat mengambil manfaat ganda dari pembangunan tersebut, seperti
untuk meningkatkan arus informasi, arus lalu lintas ekonomi, arus mobilitas manusia
antara daerah dan sebagainya yang tentu saja dapat meningkatkan kesempatan
berusaha dan bekerja.
Yang dimaksud dengan prasarana adalah semua fasilitas yang memungkinkan
proses perekonomian, dalam hal ini adalah sektor pariwisata dapat berjalan dengan
lancar sedemikian rupa, sehingga dapat memudahkan manusia untuk memenuhi

B. 50
kebutuhannya. Jadi fungsinya adalah melengkapi sarana kepariwisataan sehingga
dapat memberikan pelayanan sebagaimana mestinya.
Prasarana pariwisata adalah semua fasilitas utama atau dasar yang memungkinkan
sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang dalam rangka memberikan
pelayanan kepada para wisatawan.
Prasarana wisata adalah sumber daya alam dan sumberdaya manusia yang mutlak
dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata, seperti jalan,
listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan, dan lain sebagainya. Suwantoro (2004:21)
3.8.5 Sarana Pariwisata

Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk
melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya. Pembangunan
sarana wisata di daerah tujuan wisata maupun objek wisata tertentu harus disesuaikan
dengan kebutuhan wisatawan baik seecara kuantitatif maupun kualitatif. Lebih dari itu
selera pasar pun dapat menentukan tuntutan sarana yang dimaksud. Berbagai sarana
wisata yang harus disediakan di daerah tujuan wisata adalah hotel, biro perjalanan, alat
transportasi, restoran dan rumah makan serta sarana pendukung lainnya. Tidak semua
objek wisata memerlukan sarana yang sama atau lengkap. Pengadaan sarana wisata
tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan.
Sarana wisata secara kuntitatif menunjukan pada jumlah sarana wisata yang harus
disediakan, dan secara kuantitatif yang menunjukkan pada mutu pelayanan yang
diberikan dan yang tercermin pada kepuasan wisatawan yang memperoleh
pelayanan. Dalam hubungannya dengan jenis dan mutu pelayanan sarana wisata di
daerah tujuan wisata telah disusun suatu standar wisata yang baku, baik secara nasional
dan secara internasional, sehingga penyedia sarana wisata tinggal memilih atau
menentukan jenis dan kualitas yang akan diisediakannya (Suwantoro, 1997: 23).
3.8.6 Pendekatan Perencanaan Pariwisata

Melihat begitu kompleksnya aktivitas pariwisata, maka pengembangan pariwisata


perlu direncanakan secara komprehensif, holistik dan integratif. Inskeep (1991)
menyatakan bahwa dalam melakukan perencanaan pariwisata harus menggunakan
suatu pendekatan berikut ini.
1. Pendekatan yang Berkesinambungan
Pendekatan yang berkesinambungan, incremental, dan fleksibel (Continuous,
incremental, and flexible approach). Perencanaan pariwisata dipandang
sebagai suatu proses yang berlangsung terus-menerus dengan dimungkinkan
melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan berdasarkan hasil
monitoring dan umpan balik (feedback) dalam kerangka pemeliharaan tujuan
dasar dan kebijakan pengembangan pariwisata.
2. Pendekatan Sistem (Systems Approach)
Pariwisata dipandang sebagai suatu sistem yang saling terkait dan harus
direncanakan menggunakan teknik analisis sistem.
3. Pendekatan Komprehensif (Comprehensive Approach)
Berkaitan dengan pendekatan sistem, seluruh aspek pengembangan pariwisata,

B. 51
termasuk unsur-unsur institusional, implikasi sosio-ekonomi dan lingkungan
dianalisis dan direncanakan secara komprehensif. Karena itu pendekatan ini
disebut juga sebagai pendekatan holistik.
4. Pendekatan Terintegrasi (Integrated Approach)
Berkaitan dengan pendekatan sistem dan komprehensif, pariwisata
direncanakan dan dikembangkan sebagai suatu sistem terintegrasi, baik antar
unsur di dalam sistem itu sendiri maupun dengan rencana dan pola-pola
pembangunan secara keseluruhan.
5. Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan Dan Berwawasan Lingkungan
(Environmental And Sustainable Development Approach) Pariwisata
direncanakan, dikembangkan, dan dikelola sedemikian rupa sehingga sumber
daya alam (natural resources) dan budaya tidak habis atau menurun, tetapi
terpelihara sebagai sumber daya yang hidup terus menjadi dasar permanen
untuk penggunaan terus-menerus di masa depan. Analisis daya angkut/muat
(carrying capacity analysis) merupakan suatu teknik yang penting digunakan
dalam pendekatan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
ini.
6. Pendekatan Komunitas (Community Approach)
Terdapat keterkaitan maksimum komunitas lokal dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan kepariwisataan dan, lebih jauh lagi, terdapat partisipasi
maksimum komunitas dalam pengembangan dan manajemen pariwisata, serta
keuntungan-keuntungan sosio-ekonominya.
7. Pendekatan Implementable (Implementable Approach)
Kebijakan, rencana dan rekomendasi pengembangan pariwisata diformulasikan
menjadi realistik dan dapat diimplementasikan. Formulasi kebijakan dan rencana
itu menggunakan teknik-teknik implementasi, yang mencakup strategi atau
program aksi dan pengembangan.
8. Aplikasi Proses Perencanaan Sistematik

Proses perencanaan sistematik diterapkan dalam perencanaan pariwisata


berdasarkan pada urutan logik aktivitas-aktivitas (Inskeep, 1991:29). Pendekatan
tersebut di atas diaplikasikan secara konseptual pada semua tingkat dan jenis
perencanaan pariwisata. Tetapi bentuk spesifik aplikasinya, tentu saja, bervariasi
tergantung pada jenis perencanaan yang diambil. Perencanaan pariwisata
dipersiapkan pada berbagai tingkatan. Setiap tingkatan memfokuskan diri pada
derajat kekhususan yang berbeda. Perencanaan tersebut hendaknya
dipersiapkan dalam urutan dari yang umum ke yang spesifik, sebab tingkatan
yang umum memberikan kerangka dan arahan untuk mempersiapkan rencana-
rencana spesifik. Urutan tingkatan itu dimulai dari tingkat perencanaan
internasional, perencanaan nasional, perencanaan regional/provinsial,
perencanaan subregional/ provinsial, perencanaan daerah wisata,
perencanaan fasilitas pariwisata, dan design fasilitas pariwisata
4. METODOLOGI DAN RENCANA KERJA

B. 52
4.1.1. Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan

Metodologi pelaksanaan pekerjaan ini terdiri dari metode pengumpulan data serta
metode analisis sebagai berikut.
A. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data, sekurang-kurangnya meliputi :


1. Metode Literature Study
Metode ini diawali dengan melakukan pengumpulan data peraturan
perundang-undangan terkait penataan ruang, dan pariwisata, kemudian
mengumpulkan bahan-bahan referensi maupun teori tentang penataan ruang,
dan pariwisata. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan survey
instansional kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor, Badan
Pusat Statistik, maupun pengelola obyek wisata. Hal ini dilakukan agar benar-
benar diketahui secara empiris dan akademis permasalahan utama yang terjadi
dan bagaimana tahapan-tahapan penanganannya, serta pemilihan alternatif-
alternatif kebijakan yang tepat;
2. Survey Lapangan
Hal ini dilakukan untuk melihat kondisi eksisting objek wisata dan konfirmasi
penggunaan lahan, baik dalam rangka pengumpulan data primer melalui
pengamatan dan pencatatan, maupun data sekunder dari instansi terkait sesuai
dengan daftar inventarisasi obyek pemantauan.
3. Wawancara

Wawancara dilakukan kepada pengelola objek wisata, pengunjung, unit usaha


di sekitar lokasi dan masyarakat sekitar lokasi.
B. Pengolahan Data

Pengolahan data terdiri atas dua jenis yaitu pengolahan data spasial dan
pengolahan data tabular.
1. Pengolahan Data Spasial

Pengolahan data spasial ini dilaksanakan 2 (dua) tahap yaitu pengolahan citra
satelit dan digitasi peta penggunaan lahan.
a. Pengolahan Citra Satelit

Proses pengolahan citra yang akan dilakukan meliputi :


1) Pansharpening/Fusi
Pansharpening merupakan proses penggabungan/fusi antara citra
multispectral (berwarna) yang mempunyai keteitian rendah dengan
citra pankromatik (hitam putih) yang mempunyai ketelitian tinggi,
sehingga menghasilkan citra satelit yang berwarna dengan resolusi
tinggi.
2) Koreksi Geometrik (Orthorectification)
Koreksi geometrik dapat dilakukan dengan:
a) Menggunakan titik kontrol (Ground Control Point) yang dicari pada

B. 53
citra lain yang sudah memiliki georeferensi.

b) Menggunakan titik (Ground Control Point) yang dapat dicari pada


peta yang sudah memiliki georeferensi

c) Memakai titik pengukuran yang diambil menggunakan GPS (Global


Positioning System) pada lokasi-lokasi tertentu yang mudah dikenali
pada citra. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan
koreksi geometris antara lain adalah tingkat resolusi dan proyeksi
yang digunakan.

d) Metode Registrasi (image to image)

e) Dalam kegiatan ini, koreksi geometrik dilakukan dengan metode


registrasi (image to image).

3) Enhancement Dan Color Balancing


Enhancement merupakan proses mempertajam warna (contrast) atau
mengembalikan warna citra sesuai kondisi alaminya di lapangan. Color
balancing bertujuan untuk menyeragamkan warna antar scene yang
berbeda. Pada raw data seringkali data seperti kabur/buram. Hal ini bisa
dipengaruhi oleh atmosfer bumi, haze, dan sebagainya.

4) Cutlining & Mosaicking


Mosaicking merupakan proses penggabungan antar scene yang
berbeda yang sudah melalui tahap pansharpening/fusi, koreksi
geometrik, color enhancement & balancing, dan lain-lain.
b. Digitasi Peta Penggunaan Lahan

Proses digitasi peta dilaksanakan dengan cara digitasi citra satelit dengan
melihat kenampakan kenampakan yang ada pada citra tersebut kemudian
diberi atribut sesuai dengan jenis kegiatannya dan disesuaikan dengan hasil
peninjauan lapangan. Hasil dari peroses digitasi ini berupa peta
penggunaan lahan yang menunjukkan perkembangan obyek wisata sesuai
dengan kondisi eksisting yang ada saat ini.
2. Pengolahan Data Tabular

Pengolahan data tabular menggunakan perangkat lunak komputer yang yang


sesuai untuk kegiatan pengolahan data baik data primer maupun data
sekunder.
C. Metode Analisis

Metode analisis, sekurang-kurangnya meliputi:


1. Analisis Overlay
Analisis Overlay peta rencana dengan peta kondisi aktual (peta citra satelit
terbaru), digunakan sebagai alat bantu dalam merumuskan kesesuaian, dan
tingkat simpangan;
2. Analisis Korelasi

Analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk menentukan

B. 54
kuatnya atau derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Analisis
korelasi di gunakan untuk mengukur hubungan antara perkembangan objek
wisata terhadap perubahan penggunaan lahan dan kondisi sosial ekonomi
masyarakat di sekitar objek wisata

Kegiatan analisis dilakukan melalui metode analisis kuantitatif dengan cara


melakukan perhitungan berdasarkan skala nilai. Kegiatan analisis dilakukan melalui
tahapan analisis overlay dan Perbandingan data dan informasi.
Tabel 3. 15 Matriks Analisis
Sumber Data
No Output Metoda Analisis Kebutuhan Data Keterangan
Dokumen Instansi
1 Identifikasi tingkat
kesesuaian pemanfaatan
ruang
a. Identifikasi Analisis deskriptif Peta penggunaan Materi teknis Bappeda Data
pemanfaatan ruang lahan eksisting Rencana Tata terbaru
eksisting Ruang Wilayah
Kabupaten Bogor
RIPARKAB Bogor Dinas
Pariwisata
Kabupaten
Bogor
b. Kesesuaian Analisis deskriptif Peta penggunaan Data
pemanfaatan ruang lahan pariwisata terbaru
eksisting eksisting

c. Kesesuaian Evaluasi. Pemanfaatan ruang Hasil analisis identifikasi


pemanfaatan ruang Analisis Deviasi/ eksisting pemanfaatan ruang eksisting
eksisting terhadap Simpangan
rencana tata ruang
2. Identifikasi Masalah
Pemanfaatan Ruang
Pariwisata
a. Kecenderungan Deskriptif dan Peta penggunaan Time Series
perubahan Evaluatif lahan dalam
pemanfaatan ruang periode tertentu
3 Kesimpulan Deskriptif dan Hasil analisis
Evaluatif
4 Rekomendasi Deskriptif dan Hasil analisis
Evaluatif Normatif

B. 55
D. Analisis Overlay Peta Rencana Struktur Ruang dan Rencana Pola Ruang Dengan
Peta Kondisi Aktual/ Penggunaan Lahan.

Analisis overlay peta rencana struktur ruang dan rencana pola ruang dengan peta
kondisi aktual digunakan sebagai alat bantu dalam merumuskan kesesuaian, dan
tingkat simpangan.
Tabel 3. 16
Ketentuan Pemetaan Peta Hasil Proses Monitoring dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang
Muatan Kabupaten Muatan Provinsi
Skala 1:50.000 Skala 1:50.000
1. Ketersediaan program perwujudan sistem pusat
pelayanan (PKN, PKW, PKL, PKSN)
Sistem Perkotaan
2. Kesesuaian lokasi program sistem pusat pelayanan
(PKN,

1. Ketersediaan program perwujudan system


prasarana utama system provinsi
Sistem Prasarana Utama
2. Kesesuaian lokasi program system prasarana
utama

1. Ketersediaan program perwujudan system


prasarana wilayah lainnya
Sistem Prasarana Wilayah Lainnya
2. Kesesuaian lokasi program perwujudan sistem
prasarana wilayah

1. Ketersediaan program perwujudan kawasan


lindung
Kawasan Lindung 2. Kesesuaian lokasi program kawasan lindung

3. Tingkat simpangan kawasan lindung

1. Ketersediaan program perwujudan kawasan


budidaya
Kawasan Budidaya
2. Kesesuaian lokasi program kawasan budidaya
Tingkat simpangan kawasan budidaya

Sumber : Materi Teknis Draft Pedoman Monitoring dan Evaluasi pemanfaatan Ruang, 2014

Terkait dengan perbandingan penggunaan lahan dan rencana pola ruang RTRW Kabupaten,
maka klasifikasi penggunaan lahan harus disesuaikan dulu dengan kriteria fungsi dan
peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya yang dimaksud.
Tabel 3. 17
Ukuran Kuantitatif Untuk Pola Ruang
Kategori Keterangan Kategori Keterangan

B. 56
Kategori pertama Untuk kategori pertama ini dilakukan terhadap indicator
simpangan ditampilkan dalam indikator berikut:
informasi : 1. Proporsi inkonsistensi kawasan lindung, yang terdiri dari
1. Luas simpangan (Ha), yaitu semua rincian kawasan lindung pola ruang kawasan;
luas kawasan pemanfaatan
ruang RTRW dikurangi luas 2. Tingkat perwujudan ruang terbuka hijau; dan
kawasan aktual. 3. Tingkat perwujudan kawasan budidaya, yang terdiri dari
2. 2) Prosentase simpangan, sebagian kawasan budidaya yaitu:
yaitu hasil pengurangan luas a. Kawasan pertanian;
kawasan pada RTRW
dengan luas aktual dibagi b. Kawasan perkebunan
luas kawassn RTRW
c. Kawasan perikanan
(konstanta
d. Kawasan pertambangan

e. Kawasan permukiman;

f. Kawasan industri;

g. Kawasan pariwisata; dan

h. Kawasan lainya sesuai yang terdapat pada RTRW


yang bersangkutan.

Kategori kedua Kategori ini ditujukan bagi objek dalam pola ruang yang
simpangan yang berupa tidak memerlukan kawasan khusus (tersendiri) dalam arti
informasi ketersediaan dan dapat menggunakan ruang/kawasan pemanfaatan ruang
kesesuaian lainnya
Sumber : Materi Teknis Draft Pedoman Monitoring dan Evaluasi pemanfaatan Ruang, 2014

4.1.2. Tahapan Kegiatan

1. Tahap Persiapan

Koordinasi kepada instansi terkait bila terjadinya penyimpangan tata ruang adalah
kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai
dengan kewenangananya masing-masing.
Adapun data dan informasi yang dibutuhkan terdiri atas :
a. Dokumen rencana tata ruang dan Peta rencana tata ruang yang sudah disahkan
oleh peraturan pemerintah atau peraturan daerah. Dokumen tersebut meliputi
Rencana Umum (RTRW) dan Rencana rinci (RDTR dan Peraturan Zonasi) yang
disesuaikan dengan kebutuhan pada masing-masing jenjang pemerintahan;

b. Foto citra yang memiliki resolusi tinggi atau dapat menggambarkan kondisi ruang
dalam bentuk time series per tahun sekurang-kurangnya peta pada saat
disahkannya dokumen tata ruang dan peta kondisi terkini;

c. Peta penggunaan/ tata guna tanah khususnya pariwisata terbaru;

d. Peta Sebaran Pariwisata di Kabupaten Bogor;

e. Dokumen perjanjian lainnya yang berhubungan dengan pemanfaatan ruang dan


pariwisata;

f. Data dan informasi tersebut diatas dikumpulkan dengan memperhatikan hal

B. 57
sebagai berikut :

1) Peta disajikan dalam format digital menggunakan GIS standar baku;

2) Foto citra maupun peta yang digunakan telah memiliki referensi koordinat dari
Badan Informasi Geospasial (BIG);

3) Foto citra dan peta harus memiliki skala yang sama dalam melakukan analisa;
dan

4) Dokumen, peta dan foto citra yang dikumpulkan harus mencantumkan sumber
dan tahun pembuatan secara resmi dan sah.

Kebutuhan Peralatan Pendukung


Untuk menjamin kelancaran berjalannya pendataan secara berkala ini dibutuhkan alat
pendukung sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut :
1. Satu Perangkat keras berupa komputer yang memiliki kemampuan mengolah data;

2. Satu Perangkat lunak yang berlisensi/bukan bajakan yang terdiri dari perangkat
lunak pengolah peta dan pengolah data lainnya yang diperlukan;

3. Satu Alat navigasi sekurang-kurangnya adalah Global Positioning System (GPS)


dengan kualifikasi geodetik;

4. Peralatan tulis dan kertas;

5. Buku dokumen Rencana Tata Ruang yang sudah di syahkan, sekurang-kurangnya


terdiri Rencana umum dan rencana rinci yang disesuaikan dengan jenjang
kewenangan dalam audit tata ruang;

6. Soft copy buku Rencana Tata Ruang yang sudah di syahkan, sekurang-kurangnya
terdiri Rencana Umum dan Rencana Rinci yang disesuaikan dengan jenjang
kewenangan dalam audit Tata Ruang;

7. Data dan informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan pendataan pariwisata di


Kabupaten Bogor;

8. Peta citra satelit yang memiliki resolusi 5 m – 10 m dan terdiri dari time series sebagai
berikut:

a. Sekurang-kurang peta yang ter up date satu tahun pada saat audit dilakukan;

b. Peta memiliki informasi pada tahun yang sama pada saat rencana tata ruang di
buat.

Pengumpulan Data dan Informasi


Kegiatan pengumpulan data dan informasi merupakan pengamatan dan pencatatan
terhadap kondisi obyek pemantauan di lapangan. Pelaksanaan pengumpulan data
dan informasi harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pengumpulan data dan informasi dilakukan oleh petugas surveyor yang ditunjuk
oleh instansi/unit kerja yang berwenang melakukan pemantauan;

B. 58
2. Data dan informasi yang diamati di lapangan berupa kondisi aktual dari
penggunaan lahan khususnya kegiatan pariwisata;

3. Data dan informasi spasial disajikan dalam format yang kompatibel dengan sistem
informasi geografis.

Tinjauan Lapangan dan Pemantauan


Pada tahap tinjauan lapangan dan pemantauan tahapan yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
1. Tinjauan lapangan dilakukan untuk mengecek apakah terjadi penyimpangan tata
ruang khususnya kegiatan pariwisata, penilaian kesesuaian antara pemanfaatan
ruang dengan rencana tata ruang dengan menggunakan spacial gap analisis;

2. Verifikasi data dan informasi, kebijakan, perijinan dengan melakukan interview,


keterangan ahli, ground check, dll;

3. Menilai kesesuaian antara pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang


dengan menggunakan spacial gap analisis. Proses analisis gap mencakup
penetapan, dokumentasi, variabel ini dapat diukur melalui skala interval: ’baik, rata-
rata, dan kurang termasuk distribusi tata ruang dari pola budaya, nilai yang
berkaitan dengan pola tata ruang aktivitas dan lingkungan fisik;

4. Menilai kesesuaian antara pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang


mencakup penilaian simpangan atau deviasi terhadap strutur ruang dan pola
ruang;

5. Peniliaan simpangan/deviasi terhadap pola ruang dapat menggunakan metoda


SGA;

6. Verifikasi data dan informasi, kebijakan, perijinan dan lain-lain dapat dilakukan
melalui:

a. Melakukan interview;

b. Meminta keterangan ahli;

c. Melakukan ground check.

7. Objek pemantauan pemanfaatan ruang meliputi:

a. Kegiatan objek pariwisata, dan

b. sistem sarana dan jaringan prasarana.

2. Monitoring

Monitoring pemanfaatan ruang khususnya kegiatan pariwisata dilakukan melalui


kegiatan pengumpulan data dan peta terkait kegiatan dan objek pariwisata di
Kabupaten Bogor dan pengamatan dan pencatatan kegiatan perwujudan struktur dan

B. 59
pola ruang. Berikut merupakan penjelasan dari tahapan kegiatan monitoring.
a. Pengumpulan Data dan Peta Terkait Objek Pariwisata

Sesuai dengan penetapan kriteria dan indikator monitoring dan evaluasi


pemanfaatan ruang, maka kebutuhan data adalah sebagai berikut :
1) Data Dokumen

Untuk dapat melakukan kegiatan monitoring pemanfaatan ruang diperlukan


adanya kelengkapan dokumen, antara lain:
- Dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten yang sudah
berkekuatan hukum;

- Daftar inventarisasi objek monitoring berdasarkan kriteria dan indikator yang


sesuai dengan muatan RTRW.

2) Data Peta

Untuk dapat melakukan kegiatan monitoring pemanfaatan ruang diperlukan


adanya kelengkapan peta berbasis SIG, antara lain :
- Peta RTRW RTRW Kabupaten yang meliputi peta rencana struktur ruang dan
peta rencana pola ruang wilayah dengan skala sesuai dengan ketentuan;

- Peta kerja untuk melakukan monitoring yang berbasis peta rencana struktur
ruang dan pola ruang menggunakan perangkat lunak SIG dengan skala
yang disesuaikan dengan skala RTRW Provinsi yang berlaku;

- Peta hasil monitoring lapangan.

Peta masukan merupakan data atau peta yang digunakan untuk


prosesmonitoring dan evaluasi pemanfaatan ruang dengan metode proses
tertentu. Peta masukan harus memiliki ketelitian yang pasti, sesuai
karakteristiknya.
Tingkat ketelitian geometri peta masukan meliputi :
- Sistem referensi geometri minimal yang harus dimiliki; dan

- Skala peta minimal, akurasi pengukuran minimal, dan kerincian data minimal
yang digunakan untuk merekonstruksi informasi di muka bumi dengan benar.

Pengelolaan peta dan data adalah cara penyimpanan peta yang digunakan,
dokumentasi proses spasial maupun peta penyajiannya kedalam suatu struktur,
format, dan kodefikasi.

3. Evaluasi

Evaluasi pemanfaatan ruang dilakukan melalui kegiatan :


a. Pengumpulan data hasil monitoring

b. Analisis (metode, pendekatan, rumusan);

B. 60
c. Pengukuran tingkat kesesuaian pemanfaatan ruang;

d. kesimpulan dan rekomendasi

4. Pelaporan

Tindakan pelaporan merupakan penyampaian hasil monitoring dan evaluasi secara


terbuka, baik kepada pemerintah, masyarakat, dan atau pemangku kepentingan
lainnya
a. Tahapan Pelaporan

Tahapan pelaporan kegiatan monitoring dan evaluasi pemanfaatan ruang


kususnya kegiatan pariwisata dirumuskan sebagai berikut :
1) Pembahasan tim teknis;

2) Pengamatan oleh tim teknis;

3) Pelaporan tim teknis;

4) Analisis data oleh tim teknis;

b. Laporan Monitoring dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang

Laporan monitoring dan evaluasi pemanfaatan ruang disusun dengan format


sebagai berikut :
1) Bab Pendahuluan;

2) Bab Tinjauan RTRW pada kerangka perencanaan tahun ...; ditujukan untuk
melihat arahan indikasi program RTRW pada tahun tersebut.

3) Bab Monitoring Pemanfaatan Ruang Kegiatan Pariwisata;

4) Bab Evaluasi Pemanfaatan Ruang Pariwisata; dan

5) Bab Penutup.

5. Peran Masyarakat

Masyarakat dapat memberikan laporan terkait permasalahan pemanfaatan ruang


wilayah khususnya untuk kegiatan pariwisata kepada pelaksana kegiatan dalam
bentuk pengaduan.
Pengaduan adalah pemberitahuan dari penerima pelayanan yang berisi informasi
tentang ketidaksesuaian antara kondisi aktual pemanfaatan ruang di lapangan
dengan rencana tata ruang yang telah diperdakan. Pelaporan harus disertai
alasan dan identitas pelapor yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan serta
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sarana penyampaian hasil pengawasan masyarakat antara lain kotak pos, website,
layanan pesan singkat.

B. 61
Penyelesaian pengaduan dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Pemohon menyampaikan pengaduan baik secara langsung maupun melalui
media informasi layanan dan pengaduan yang telah disediakan secara online,
dalam hal penyelenggaraan monitoring dan evaluasi oleh Badan/Dinas yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2) Badan/Dinas memilah dan menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan oleh


pelapor;

3) Badan/Dinas mengklarifikasi pengaduan kepada SKPD terkait untuk dilakukan


pengkajian; dan;

4) Badan/Dinas menyampaikan hasil tindaklanjut dan klarifikasi pengaduan


kepada pelapor.

4.1.3. Program Kerja

Dalam mencapai maksud, tujuan dan sasaran serta keluaran yang diharapkan
sebagaimana terkandung dalam KAK, dengan pendekatan dan metodologi yang telah
dibahas pada bab sebelumnya, selanjutnya Konsultan akan menyusun rencana kerja.
Rencana kerja disusun untuk dapat melaksanakan rangkaian kegiatan dengan baik
guna pencapaian sasaran yang tepat serta untuk mendapatkan hasil pelaksanaan
pekerjaan dengan mutu yang baik dengan mengacu pada KAK yang telah ditetapkan
di dalam pekerjaan, maka diperlukan jadwal pelaksanaan pekerjaan yang tepat.
Dengan penyusunan jadwal rencana kerja ini selain sebagai acuan dalam
melaksanakan kegiatan juga sebagai fungsi kontrol jika terjadi deviasi dalam
pelaksanaan kegiatan sehingga dengan cepat dapat dicari penyebab dan solusi
pemecahannya.
Jadwal pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Kajian Penataan Ruang Untuk Pariwisata
dapat diuraikan sebagai berikut.

A. Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahap awal yang dilakukan dalam pelaksanaan pekerjaan, baik
yang bersifat teknis maupun non teknis. Adapun tahap persiapan yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut :
1. Perumusan metodologi pelaksanaan pekerjaan, rencana pelaksanaan pekerjaan, serta
rencana pengumpulan data dan dokumen yang diperlukan;

2. Melakukan kajian awal terhadap konsep pemantauan dan evaluasi pemanfaatan


ruang berdasarkan kajian literatur yang ada serta kajian terhadap karakteristik
pemanfaatan ruang wilayah perencanaan yaitu Kabupaten Bogor;

3. Melakukan inventarisasi objek pemantauan sesuai dengan muatan RTRW Kabupaten


Bogor dengan menyusun format data dan informasi yang akan dikumpulkan. Matriks

B. 62
pemantauan berisikan daftar Objek Wisata di Kabupaten Bogor;

4. Menyiapkan dokumen persuratan dan administratif dalam rangka koordinasi dengan


stakeholder/pemangku kepentingan di pusat dan daerah; dan

5. Menyiapkan perangkat lunak atau program yang berbasis Sistem Informasi Geografis
(SIG) .

B. Koordinasi

Koordinasi dilakukan dengan pihak terkait dalam proses pengumpulan data dan informasi,
terutama dengan pihak Pemerintah Daerah. Koordinasi dengan Pemerintah Daerah dengan
menjelaskan data dan informasi yang dibutuhkan terdiri atas :
1. Dokumen rencana tata ruang dan peta rencana tata ruang yang sudah disahkan oleh
peraturan pemerintah atau peraturan daerah mulai dari kabupaten/kota. Dokumen
tersebut meliputi: Rencana Umum (RTRW) dan Rencana rinci (RDTR dan Peraturan
Zonasi) yang disesuaikan dengan kebutuhan pada masing-masing jenjang
pemerintahan;

2. Foto citra yang memiliki resolusi tinggi atau dapat menggambarkan kondisi ruang
sampai pada kedalaman skala 1 : 1000 dalam bentuk time series per tahun sekurang-
kurangnya peta pada saat disahkannya dokumen tata ruang dan peta kondisi terkini;

3. Peta penggunaan / tata guna tanah terbaru;

4. Kronologis / riwayat penggunaan ruang;

5. Dokumen perjanjian lainnya yang berhubungan dengan pemanfaatan ruang khususnya


pariwisata;

Data dan informasi tesebut diatas dikumpulkan dengan memperhatikan hal sebagai berikut :
1. Peta disajikan dalam format digital menggunakan GIS standar baku;

2. Foto Citra maupun peta yang digunakan telah memiliki referensi kordinat dari Badan
Informasi Geo Spasial (BIG);

3. Foto citra dan peta harus memiliki skala yang sama dalam melakukan analisa; dan

4. Dokumen, peta dan foto citra yang dikumpulkan harus mencantumkan sumber dan
tahun pembuatan secara resmi dan sah.

C. Survey dan Pengumpulan Data

Tahap survey dan pengumpulan data dilakukan dalam rangka proses pemantauan langsung
kepada objek yang bersangkutan, yaitu :
1. Melakukan pengumpulan data sekunder dari instansi dan/atau pemangku
kepentingan terkait;

2. Melakukan pengumpulan data primer melalui survey lapangan dan konsultasi dengan

B. 63
perangkat daerah yang terkait;

3. Melakukan pemantauan yang berbasis peta rencana struktur ruang dan pola ruang
menggunakan perangkat lunak berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan skala
yang disesuaikan dengan skala RTRW Kabupaten yang berlaku.

D. Analisis

Setelah data dan informasi terkumpul, selanjutnya dilakukan analisa ruang (spatial gap analysis)
yang bertujuan melihat selisih antara pemanfaatan ruang dalam rencana dan kondisi terkini.

E. Diskusi

Kegiatan diskusi dilakukan dalam rangka penguatan kegiatan untuk menggali materi / data
lebih dalam serta forum penyepakatan atas materi yang telah disusun. Kegiatan diskusi meliputi
Penyelenggaraan rapat koordinasi didaerah dengan perangkat daerah terkait, dalam rangka
menjaring saran dan masukan serta klarifikasi terhadap hasil pemantauan dan evaluasi
pemanfaatan ruang; dan

F. Evaluasi dan Rekomendasi

1. Melakukan evaluasi kesesuaian pemanfaatan ruang dengan RTRW Kabupaten yang


berbasis dengan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG); dan

2. Menyusun kesimpulan dan rekomendasi hasil evaluasi pemanfaatan ruang.

G. Pelaporan

Laporan – laporan yang harus diserahkan dalam proses pelaksanaan pekerjaan ini meliputi :
a. Laporan Pendahuluan (Inception Report)
Laporan pendahuluan berisi rencana pelaksanaan kegiatan baik metode maupun
rencana waktu pelaksanaan secara rinci pada laporan ini berisi mengenai metode
pelaksanaan, rencana kegiatan konsultan, rencana dan jadwal kegaitan. Laporan ini
dibuat sebanyak 5 eksemplar dan disampaikan selambat-lambatnya 2 minggu sejak
SPMK.
b. Laporan Akhir (Final Report)
Untuk kegiatan laporan diserahkan sejumlah 10 (sepuluh) eksemplar dan setelah melalui
proses diskusi dan penyempurnaan laporan akhir dibuat dan diserahkan oleh konsultan
mencakup Album Peta sebanyak 5 (lima) eksemplar di kertas A3 dan soft copy dalam
bentuk CD sebanyak 5 (lima) buah.

B. 64
Tabel 3. 18 Waktu Penyelesaian Pekerjaan

Minggu
No Uraian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A PERSIAPAN – KOORDINASI KERJA
1 Mobilisasi dan Koordinasi
2 Melakukan Koordinasi program kajian bersama tim supervisi
3 Kajian awal terhadap konsep evaluasi pemanfaatan ruang
4 Menyiapkan seluruh kebutuhan administrasi dan persuratan
5 Menyusun format data dan informasi (desain survey)
6 Menyusun indicator evaluasi/ penilaian pelaksanaan pemanfaatan ruang
7 Menyusun rencana kerja dan jadwal kegiatan
B SURVEY
1 Sosialisasi kepada pemerintah Kabupaten
2 Pengumpulan data sekunder dari instansi dan/ atau pemangku kepentingan terkait
3 Pengumpulan data primer melalui survey lapangan dan wawancara
4 Pemantauan berbasis peta rencana struktur ruang dan pola ruang
C KAJIAN DAN ANALISIS
1 Kompilasi data dan informasi
2 Penyusunan kriteria dan indicator evaluasi
3 Pertampalan dan interpretasi peta
4 Analisis kesesuaian pemanfaatan ruang
5 Analisis perumusan evaluasi/ kesesuaian
D REKOMENDASI DAN PELAPORAN
1 Perumusan rekomendasi
2 Perumusan status masalah
3 Rekomendasi hasil evaluasi
4 Pelaporan hasil pemantauan dan evaluasi
E PEMBAHASAN LAPORAN
1 Laporan Pendahuluan
2 Laporan Akhir
F LAPORAN-LAPORAN
1 Laporan Pendahuluan

B. 65
Minggu
No Uraian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2 Laporan Akhir
3 Album Peta
4 DVD

B. 66
4.1.4. Struktur Organisasi Pelaksana

Berdasarkan pendekatan dan metodologi penanganan pekerjaan sebagaimana telah


diuraikan pada bab sebelumnya, maka disusun organisasi pelaksana pekerjaan dalam rangka
koordinasi, pertukaran informasi, evaluasi dan pengendalian pelaksanaan pekerjaan secara
maksimal. Struktur organisasi pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Kajian Penataan Ruang Untuk
Pariwisata dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 3.6
Struktur Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan

PERUSAHAAN
(Direktur Utama)

Ketua Tim (Team Leader)


Ahli Perencanaan Wilayah / Kota

1. Ahli Sistem Informasi Geografis


2. Ahli Managemen Pariwisata
3. Ahli Sosial
4. Ahli Ekonomi

Tenaga Pendukung :
1. Drafter
2. Surveyor

B. 67
Tenaga Ahli (Personil Inti)

Jumlah
Tenaga Ahli Lingkup
Nama Personil Perusahaan Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan Orang
Lokal/Asing Keahlian
Bulan
 Menyusun kerangka substansi
pelaksanaan pekerjaan.
 Mengkoordinasikan semua
personil yang terlibat, sehingga
dapat menghasilkan kajian
Yayendra Mega Perencanaan seperti yang telah disepakati.
CV Sinaro Lokal Team Leader 1
Sucipta, ST Wilayah dan Kota  Mempersiapkan panduan teknik
dari setiap kegiatan kajian ini,
pengolahan maupun penyajian
akhir kajian.
 Bertanggung jawab atas semua
hasil kajian
 Melakukan inventarisasi data
dan analisis.
Ahli Sistem  Memberikan masukan tentang
Budi Siswanto, ST, CV Sinaro Lokal Sistem Informasi
Informasi Sektor Pariwisata 1
MT. Geografis (GIS)
Geografis (GIS)  Melakukan analisis dari bidang
kepariwisataan
 Melakukan penulisan laporan.
 Melakukan inventarisasi data
dan analisis.
CV Sinaro Lokal Manajemen Ahli Manajemen  Memberikan masukan tentang
Octrianti Thamrin, SE 1
Pariwisata Pariwisata kepuasan masyarakat
 Melakukan analisis dari bidang
sosial masyarakat

B. 68
 Melakukan penulisan laporan.
 Melakukan inventarisasi data
dan analisis.
 Memberikan masukan dari
aspek ekonomi dan juga
CV Sinaro Lokal penghitungan biaya dan prediksi
Widyastuti, S.Sos Sosial Ahli Sosial 1
pertumbuhan dan angka dari
aspek ekonomi Daerah.
 Melakukan penghitungan
kebutuhan biaya dan investasi
dari perencanaan Daerah.
 Melakukan inventarisasi data
dan analisis.
 Memberikan masukan tentang
Rah Adi Fahmi CV Sinaro Lokal Ekonomi Ahli Ekonomi lingkup spasial 1
Ginanjar, SE
 Melakukan analisis dari bidang
Perencanaan kawasan
 Melakukan penulisan laporan.

B. 69
Tenaga Pendukung
Jumlah
Tenaga Ahli Lingkup
Nama Personil Perusahaan Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan Orang
Lokal/Asing Keahlian
Bulan
 Melaksanakan tugas dan
arahan yang telah diberikan
oleh tenaga Ahli.
1. Reza Endhana
 Membantu T.A dalam
2. Maulana Abas
memperoleh data dan informasi
3. R. Kharisma CV Sinaro Lokal Surveyor Surveyor wilayah serta kebijakan yang 5
Jaya Putra
berlakudan data sekunder
Fitriawan
lainnya.
4. Kris Irmansyah
 Membantu dalam kegiatan
penulisan sesuai dengan arahan
yang diberikan Tenaga Ahli.
 Melaksanakan tugas dan
arahan yang telah diberikan
oleh tenaga Ahli.
 Membantu T.A dalam
memperoleh data dan informasi
wilayah serta kebijakan yang
Muhammad Reza CV Sinaro Lokal Drafter Drafter berlakudan data sekunder 1
Budiman
lainnya.
 Melakukan koordinasi dan
supervisi terhadap surveyor.
 Membantu dalam kegiatan
penulisan sesuai dengan arahan
yang diberikan Tenaga Ahli.
 Melaksanakan tugas dan
Merdiana Megantari CV Sinaro Lokal arahan yang telah diberikan
Administrasi Administrasi 1
Gartiwi oleh tenaga Ahli.
 Membantu T.A dalam

B. 70
memperoleh data dan informasi
wilayah serta kebijakan yang
berlakudan data sekunder
lainnya.
 Melakukan koordinasi dan
supervisi terhadap surveyor.
 Membantu dalam kegiatan
penulisan sesuai dengan arahan
yang diberikan Tenaga Ahli.

B. 71
Masukan Personil (Bulan)
No Nama Personil 1 2 3 4 Orang Bulan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (10) (11) (12) (13)
Tim Ahli
1. Yayendra Mega Sucipta, ST 1
2. Budi Siswanto, ST, MT. 1
3. Octrianti Thamrin, SE 1
4. Widyastuti, S.Sos 1
5. Rah Adi Fahmi Ginanjar, SE 1
Tim Pendukung
1. Surveyor 4
2. Drafter 1
3. Administrasi Operator Komputer 1
Subtotal
Total
Masuk Penuh Waktu Masuk Paruh Waktu

B. 72

Anda mungkin juga menyukai