Anda di halaman 1dari 9

Kajian Praktik Kefarmasian Apoteker pada Tatanan

Rumah Sakit

Analysis of Pharmacy Practice by Pharmacist in Hospital Setting

Max Joseph Herman* Rini Sasanti Handayani* Selma Arsit Siahaan**

*Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, ** Pusat
Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Abstrak requirements was done in 2010 in Bandung, Yogyakarta and
Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Surabaya. Data were collected through indepth interviews with
kesehatan dan peraluran pemerintah No. 51 tahun 2009 menyalakan pharmacists involving ten hospital pharmacists and four hospita'
bahwa tenaga kesehatan harus mempunyai kualifikasj minimum yang directors/vice directors, six pharmacy colleges, three regional
ditetapkan oleh pemerintah. Studi kualitatil secara potong [intang pharmacist associations, three provincial health offices and district
pada tahun 2010 untuk mengidentifikasi kualifikasi apoteker rumah health offices and observation of pharmacy practices using check list
sakit dalam memenuhi per, syaratan tersebut di Bandung, Yogyakarta in each hospital was also conducted. Secondary data concerning
dan Surabaya. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam documentation of drug monitoring and evaluation, patient
terhadap 10 orang apoteker dari enam rumah sakit dan empat orang satisfaction, standard operating procedure and pharmacy college
direktur/wakil direktur rumah sakit, masing. masing satu orang curricula were collected too. Qualitative analysis was done
apoteker dari enam perguruan tinggi farmasi, tiga pengurus Ikatan descriptively using triangulation method. The study shows that drug
Apoteker Indonesia, tiga dinas kesehatan provinsi dan procurement, distributon and storage, was well-managed by
kabupaten/kota. Observasi praktek kefarmasian dengan pharmacist. Practice in clinical pharmacy and patient safety was still
menggunakan daftar tilik dilakukan pada tap rumah sakit dan data limited for the reason of human resources and appropriate
sekunder terkait dokumentasi pemantauan dan evaluasi Obat, documentation. Drug information and counseling was sometimes
kepuasan pasien, standar operasional prosedur dan kuriku0um conducted without adequate facili ties and pharmacist was involved in
perguruan tinggi farmasi juga dikumpulkan. Analisis dilakukan dengan various hospital teams tike nosocomial infection control and
metode triangulasi dan hasil menunjukkan bahwa pengerolaan pharmacy and therapy committee. Keywords: Pharmacist, pharmacy
obatdalam hal pengadaan, distribusi dan penyimpanan dilaksanakan practice, hospital
dengan baik oleh apoteker rumah sakit. Praktek farmasi klinik dan
keselamatan pasien masih sangat terbatas karena alasan sumber daya
manusia dan dokumentasi yang memadai. Informasi Obat dan Pendahuluan
konseling kadang dilakukan tanpa fasilitas yang cukup dan apoteker Peningkatan jumlah kebutuhan Obat, inovasi
juga terlibat dalam berbagai tim di rumah sakit seperti
pro duksi massal, kompetisi dagang, inovasi Obat
penanggulangan infeksi nosokomial dan komite farmasi dan terapi.
baru, dan berbagai penyakit baru memicu
Kata kunci: Apoteker, praktek kefarmasian, rumah sakit
perkembangan perubahan mendasar konsep
meracik Obat. Peran apoteker meracik Obat
Abstract
diambil alih oleh industri dan dalam evaluasi
The Indonesian Health Law No. 33 in 2009 and the Government
Regulation No. 51 in 2009 state that health-care providers, including
penggunaan Obat memunculkan banyak masalah-
pharmacist, shall have minimum qualification set by the government. Hal tersebut mengubah arah orientasi apoteker dari
A qualitative cross sec. tional was conducted to to identify hospital semula kepada Obat (drug-oriented) menjadi
pharmacist qualification as health care professionals in meeting the kepada pasien (patient-oriented). Peran apoteker

365

Dipindai dengan CamScanner


Kesmas, Jurna] Kesehatan Masyarakat Nasiona/ Vol. 7, No. 8, Maret 2033

5
tidak hanya menjual Obat tetapi lebih kepada ' 6 Landasan hukum tersebut menempatkan status
menjamin ketersediaan Obat berkualitas yang hukum farmasi dałam berbagai pengaturan
cukup, aman, tepa pelayanan kesehatan. Apoteker di rumah sakit
menjalankan praktek kefarmasian seperti profesi
Alamaf Korespondensi: Joseph Herman, Pusat Teknolvgi Intervensi Kesehman
Masyarakaf Baliibarrgkes Kementehan Kesehütan RI, Jl. Percetakün Negara 29,
kesehatan lain meliputi dokter dan perawat serta
Jakarta 10560t up. 0816715525, e-mail: id harus mempunyai kompetensi yang disyaratkan.
dengan harga terjangkau serta informasi yang memadai Menurut World Health Organization (WHO) ada
serta pemantauan dan evaluasi penggunaan, empat unsur ułama praktek kefarmasian yang baik
Menurut Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 (good phannacy practice) yang harus dilaksanakan,
tentang kesehatan, pemerintah bertanggung jawab meliputi promosi kesehatan dan pencegahan
terhadap ketersediaan sumber daya kesehatan dan penyakit, pengadaan dan penggunaan sediaan
ketersediaan akses serta fasilitas pelayanan farmasi, swamedikasi serta faktor pengaruh
kesehatan untuk memelihara derajat kesehatan preskripsi dan penggunaan obat yang tiap unsur
setinggi-tingginya. I Pelayanan di fasilitas membutuhkan standar nasional yang mencakup
kesehatan diberikan oleh tenaga kesehatan yang proses dan fasilitas. 7
kompeten serta perencanaan, pendayagunaan, Sampai saat ini ada lebih dari 60 perguruan tinggi far
pembinaan dan pengawasan mułu tenaga kesehatan masi di Indonesia memiliki berbagai tingkat akreditasi
diatur oleh pemerintah.2 dan sarana, prasarana serta proses pendidikan profesi
Salah satu jenis tenaga kesehatan adalah tenaga apoteker yang sangat bervariasi sehingga kualitas
kelulus an bervariasi. 8 Penelitian yg berjudul "Kesiapan
kefarmasian antara lain apoteker yang oleh Tenaga Farmasi Menghadapi Era Globalisasi"
Federasi Farmasi Internasional (FIP) didefinisikan menunjukkan bahwa standar pelayanan farmasi di
sebagai kemauan individu apoteker untuk rumah sakit belum dapat terlaksana sepenuhnya karena
melakukan praktek kefarmasian sesuai dengan keterbatasan kompetensi dan bekał ilmu yang masih
aturan yang berlaku serta memenuhi syarat umum. 9 Studi ini beriujuan mengidentifikasi kualifikasi
kompetensi dan etik kefarmasian.3 Setiap tindakan apoteker sebagai tenaga kesehatan di rumah sakit dałam
apoteker mempunyai liability yang rangka memenuhi ketentuan Undang-Undang RI No. 36
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan hukum. tahun 2009.
Apoteker melakukan praktek kefarmasian di
fasilitas pelayanan kefarmasian seperti rumah sakit, Metode
puskesmas, apatek, toko obat atau praktek Penelitian kua[itatif deskriptif dilakukan pada
bersama.4 tahun 2010 di Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya,
Perkembangan teknologi farmasi dan Informan adalah 10 orang apoteker bagian farmasi
kedokteran serta perubahan gaya hidup mengubah rumah sakit dan empat orang direktur/wakil
tuntutan masyarakat terhadap pelayanan direktur penunjang medis rumah sakit, enam
kefarmasian yang lebih menekankan praktek apoteker bagian kurikulum perguruan tinggi
pengobatan yang aman, pencegahan kesalahan farmasi, tiga apoteker Badan Pengurus Daerah
pengobatan, pelaporan dan pencegahan efek Ikatan Apateker Indonesia (IAI), tiga apoteker
samping, evaluasi dan tindak lanjut pengobatan, dinkes provinsi dan liga apoteker dinkes kota.
pemberian informasi klinis praktis dan pelayanan Data kompetensi apoteker dan pokok materi
ke rumah pasien. Advokasi terhadap masyarakat untuk pelatihan bersertifikasi dikumpulkan melalui
tidak terbatas pada swamedikasi, melainkan juga wawancara mendalam. Observasi juga dilakukan di
pada saat sakit dan harus ditolong di lempat unit pelayanan farmasi rumah sakit menggunakan
pelayanan kesehatan pedoman wawancara dan daftar tilik. Data
Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang sekunder yang dikumpulkan berupa dokumentasi
rumah sakit yang diierbitkan hampir bersamaan monitoring dan evaluasi penggunaan obat, survei
waktunya dan melengkapi Undang-Undang RI No. kepuasan pasien, standar operasional prose dur
36 tahun 2009 tentang kesehatan, Undang-Undang (SOP) yang dilaksanakan dan kurikulum perguruan
RI No. 35 tahun 2009 tentang narkotika dan tinggi farmasi. Analisis data secara deskriptif dan
peraturan pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang kuali tatif dengan metode triangulasi menggunakan
pekerjaan kefarmasian mendefinisikan rumah sakit berbagai sumber data dan metode pengumpulan
sebagai bentuk pelayanan kesehatan terintegrasi data.
yang melibatkan banyak profesi termasuk apoteker.
366

Dipindai dengan CamScanner


Herman, Handayani & Siahaan, Kajian Praktek KefarmasianApoteker pada Tatanan Rumah
Sakit

Hasil rapat rutin dan berada di bawah direklur ataupun


Kualifikasi Apoteker komite medis.
Fokus ułama pelayanan kefarmasian adalah Informasi Obat oleh apoteker di sebagian rumah
pelayanan obat dengan orientasi pasien dan sakit telah berjalan secara aktif atau pasif melalui
meliputi kegiatan perencanaan, pelayanan dan telepon, leaflet, buletin, label, konseYng dan
pengajian resep, pemantauan efek samping obat, kadang seminar, khusus untuk pasien rujukan
bimbingan mahasiswa praktek yang kadang juga dokter, penyakit kronis, geriatri dan pediatri,
dilibatkan dałam konseling dan informasi obat. polifarmasi serta pasien yang mau pulang. Namuns
Instalasi farmasi rumah sakit mengelola obat, ruangan khusus kadang belum tersedia dan masih
bahan habis pakai dan bahan baku serta telah ada yang dilakukan oleh perawat. Dokumentasi
memiliki SOP untuk tiap kegiatan meskipun ada kadang-kadang tidak ada, terutama pasien rawat
yang hanya untuk syarat akreditasi, peran inaps meskipun struktur pelayanan informasi Obat
pengadaan (bulanan) dan pengelolaan sediaan ada dalam informasi tentang indikasi, kontra-
farmasi, tidak termasuk alat medis. Perencanaan indikasi, efek samping Obat, stroke, puasa biasanya
menggunakan kombinasi metode konsumsi dan disampaikan bersama dengan Obat. Kendala yang
epidemiologi dengan memerhatikan anggaran, dihadapi adalah sarana informasi dan tenaga,
priori tas, formularium, pola penyakit, data yang keilmuan dan pendidikan berkelanjutan.
lalu dan sisa stok. Pengadaan melalui satu pintu. Rasionalisasi penggunaan Obat umumnya telah
Penyimpanan berdasarkan 'bentuk sediaan atau ada meskipun belum semua rumah sakit
indeks farmakoterapi, secara alfabetis, berdasarkan melaksanakan. Skrining resep dilakukan baik
penyakit khusus dengan distribusi kombinasi secara administratif, farmasetik dan klinis
sentralisasi-desentralisasi, atau re sep individual meskipun kadang oleh asisten apoteker atau
harian karena keterbatasan jumlah perawate bahkan hanya untuk keabsahan resep, belum
Pengeluaran Obat berdasarkan asas FIFO-FEFO memerhatikan rasionalitas. Irasionalitas yang
(first in first out —first expired first out) serta sering dijumpai antara lain polifarmasi, indikasi
dilakukan monitoring dan evaluasi triwulanan. dan cara pakai Obat, kombinasi antibiotika.
Pengendalian mutu pelayanan Program farmasi klinis masih ada yang belum
mempertimbangkan unsur input, proses, berjalan sebagaimana mestinya atau sedang
lingkungan, dan standar pelayanan melalui diupayakan karena kendala kapasitas sumber daya
peningkatan pelayanan farmasi yang ada, kualitas manusia dan beban pekerjaan. Sementara itu,
sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang kegiatan kunjungan ke pasien belum dilaksanakan
ada, percepatan waktu tunggu (ada yang dengan dan status Obat belum ada, meskipun dalam
resep elektronik), menerima kotak saran dan survei struktur telah ada farmasi klinis dan apoteker
kepuasan berkala. Masih ada rumah sakit yang sebagai koordinator. Farmasi klinis yang telah
program pengendalian mutil farmasinya menjadi berjalan dan ada apoteker yang bertanggung jawab
satu dengan rumah sakit melalui unit an tara lain melakukan informasi Obat, konseling,
pengembangan rumah sakit yang melakukan kunjungan mandiri untuk pasien ginjal, hati dan
evaluasi dua kali setahun, Ada instalasi farmasi pada penggunaan Obat dengan indeks terapi
rumah sakit yang mengevaluasi kepuasan dengan sempit, ward pharmacist (baru sebagian kecil),
melakukan sampling lima pasien per hari dari unit drug utilization review, penanganan sitostatika,
rawat jalan dan rawat inap dan melakukan evaluasi monitoring efek Samping Obat telah sampai
triwulan bersama manajemen rumah sakit. laporan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan
Komite farmasi dan terapi atau panitia farmasi (BPOM).
dan terapi, yang meliputi dokter, farmasis dan Kegiatan farmasi klinis telah didokumentasikan,
perawat bertugas menetapkan formularium. meskipun ada yang belum atau kurang tertib dan di
Namun, ada rumah sakit yang tidak menggunakan evaluasi setiap tiga bulan. Evaluasi meliputi efek
dan belum melakukan evaluasi kepatuhan atau samping Obat. Data yang dievaluasi oleh panitia
hanya terbatas untuk jamkesmas, dengan jumlah farmasi dan terapi sebagai masukan untuk periode
sesuai rencana tahunan dan bulanan melalui berikutnya, misalnya pemberian ketoprofen ke
banyak pedagang besar farmasi dengan penunjukan pasien. Jika timbul alergi, akan didiskusikan dalam
rekanan. Apoteker sebagai sekretaris bekerja sama forum. Di samping itu, secara internal setiap dua
dengan ketua komite farmasi dan terapi dengan minggu dipresentasikan kasus untuk dipelajari,
367

Dipindai dengan CamScanner


Kesmas, Jurna] Kesehatan Masyarakat Nasiona/ Vol. 7, No. 8, Maret 2033

juga kasus menarik dari Sisi manajemen, dievaluasi lain farmasi klinis, pelayanan informasi obat,
dan mengacu pada jurnal terbaru. Kegiatan finansial dan program kunjungan, pencampuran
kunjungan pasien telah dilakukan oleh apoteker, obat steril, patient safety, manajemen, komunikasi
misal kunjungan pasien stroke, intensive care unit, profesi seminar mengenai Off label drug dan
jamkesmas. Contoh kasus yang pernah dihadapi seminar sistem farmasi satu pintuĐ di samping
adalah pemberian klopidogrel untuk pasien stroke pengenalan alat kesehatan, pelayanan persalinan,
dengan empat dosis, ternyata menurut jurnal manajerial dan birokrasi.
terbaru belum terbukti. Seperti halnya pemberian
angkak untuk menaikkan trombosit pasien dengue Praktek Kefarmasian di Pelayanan Rumall Sakit
high fever (DHF), pemberian simvastatin pada Berdasarkan hasil pengamatan praktek kefarmasian
pasien kolesterol selama satu minggu, kolesterol dan data sekunder di fasilîŕas pelayanan kefarmasian
malah naik; Efek samping Obat terutama pada rumah sakit, berbagai kegiatan yang tidak dilakukan
pemakaian Obat injeksi seperti kasus melepuh pada antara lain dokumentasi pernantauan dan evaluasi
pasien yang disuntik injeksi natrium bikarbonat pengelolaan sediaan farmasi, wawancara riwayat obat
atau polifarmasi. secara rutin dan terdokumentasis dokumentasi survei
Program patient safety baru dilakukan dalam kepuasan pasien dalam pelayanan obat, dispensing
jumlah kecil dan biasanya setelah akreditasi. Ada khusus, kunjungan secara rutin dan terdokumentasi
yang masih dalam proses meskipun ada komite dalam sistem dispensing khusus (obat steril, sitostatika)
lengkap dengan petunjuk teknis dan prosedur tetap dan kunjungan, pemantauan terapi obat dan monitoring
dan apoteker tidak termasuk di dalamnya. Rapat efek samping obat secara rutin, kajian penggunaan obat
rutin tentang kesalahan medis pasien jatuh, secara rutin dan terdokumentasi, laporan evaluasi
mati/padam listrik, resep salah, salah pasien atau kepatuhan terhadap formularium, pemantauan kadar
dosis dilakukan dan dilaporkan ke kelompok kerja obat dalam darah dalam pernantauan dan evaluasi,
lalu ke komite patient safety nasional. konseling pasien rawat inap maupun rawat jalan secara
Selain di instalasi farmasi rumah sakit dan rutin terjadwal dan terdokumentasi, ruang khusus untuk
komite farmasi dan terapi, apoteker terlibat dalam konseling dan informasi obat, serta dokumentasi dan
panitia peningkatan mutu pelayanan kesehatan laporan evaluasi kanseling dan informasi obat dalam
rumah sakits tim pengendalian infeksi nosokomial, konseling dan informasi obat. Secara ringkas kualifikasi
tim penanggulangan Acquired Immune Deficiency dan pelaksaan apoteker di rumah sakit terdapat pada
Syndrome (AIDS), Severe Acute Respiratory Tabel 1 .
Syndrome (SARS), flu burung, demam berdarah,
dan rehabilitasi narkoba, tetapi tidak ditemukan di Pendapat Institusi Terkait
seluruh rumah sakit. Di samping itu, apoteker juga Dalam aspek pengelolaan/administrasi obat dan
terlibat dalam tim pengadaan, tim penerimaan, unit farmasi, apoteker telah mempunyai pengetahuan
Central Sterile Supply Departneni (CSSD), tetapi yang baik dan mampu melakukan fungsi
ada juga apoteker rumah sakit yang tidak penyimpanan dan distribusi obat serta
mempunyai peran lain. Apoteker yang terlibat pengendalian mutu obat, tetapi dalam pengetahuan
berbagai tim lain meliputi tim stroke, trauma, dan pelaksanaan farmasi klinis terutama mengenai
akreditasi, mutu, patient safety, pengembangan, konsep drug related problem interaksi obat dan
International Standarizalion Organization (ISO), farmako-kinetika klinik, tlłerapeutic drug
multi systemic therapy, dan asupan gizi, bagian monitoring, total parenteral nutrition dan analisa
sistem pengawasan internal, data laboratorium serta drug safety masih harus
Menurut beberapa apoteker di instalasi farmasi banyak ditingkatkan.
rumah sakit, yang penting untuk bekerja di rumah Ada sedikit perbedaan ekspektasi antara
sakit adalah kemampuan komunikasi secara manajemen rumah sakit dan apoteker. Manajemen
profesional, hubungan antar profesi, manajemen rumah sakit berpendapat pelayanan obat ke pasien
finansial mulai dari penganggaran sampai target cepat dan baik adalah yang utama, apabila hal
yang akan dicapai, pengambil keputusan di tersebut telah berjalan
lapangan, peduli pasien, farmasi klinis, sikap dan baik, baru menjalankan program farmasi klinis dan
karakter yang sopan dan ulet, moral yang baik, dan pelayanan informasi obal. Manajemen rumah sakit juga
tuntutan mengembangkan i[mu pengetahuan. berharap apoteker mempunyai pengetahuan manajemen
Pelatihan yang pernah diikuti cukup banyak antara rumah sakit dan tidak hanya terfokus pada pekerjaan far

368

Dipindai dengan CamScanner


Herman, Handayani & Siahaan, Kajian Praktek KefarmasianApoteker pada Tatanan Rumah
Sakit

masi. Sementara, apoteker masih fokus pada Proses pengendalian mutu pelayanan farmasi
pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang seharusnya pada umumnya belum berjalan rutin dan sebagian
termasuk pelayanan farmasi klinis dan tidak direpotkan masih melekat pada program r•umah sakit.
oleh urusan administrasi rumah sakit. Umumnya survei kepuasan pelanggan rumah sakil
Hasil wawancara mendalam dengan perguruan termasuk di instalasi farmasi rumah sakit
tinggi farmasi menunjukkan beberapa materi telah mencakup waktu tunggu, kenyaman ans keramahan
sesuai dengan kebutuhan, khususnya pada dan kejelasan informasi. Aspek ketepatan
perguruan tinggi negeri yang terakreditasi A, pemberian obal, kesalahan racik atau aspek
program sarjana telah terpisah untuk peminatan kesalahan medis masih sangat kurang. Secara
industri dan rumah sakit. Perusahaan farmasi ringkas, pendapat berbagai institusi terkait tentang
tertentu memisahkan secara lebih tegas program kualifikasi apoteker yang melakukan praktek
sarjana dan apoteker untuk farmasi komunitas dan kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian
klinis, farmasi industri dan farmasi bahan alam rumah sakit dapat dilihat dalam Tabel 2.
sehingga hampir seluruh materi yang diberikan
telah mengacu kepada peminatan tersebuti Apabila Pembahasan
mereka memilih program studi farmasi klinik dan Farmasi klinis di rumah sakit belum berjalan
komunitas, materi yang diberikan sudah spesifik, baik atau bahkan belum berjalan di sebagian rumah
contohnya: farmakoterapi sistem saraf, sistem sakit karena fokus utama pihak manajemen rumah
renal, sistem kardiovaskuler, sistem hormon dan sakit masih pada pelayanan kefarmasian secara
endokrin, sistem pencernaan dan pernapasan, umum meliputi pelayanan resep, obat tersedia dan
nutrisi, konseling dan lain sebagainya. Kemudian percepatan waktu tunggu. Padahal, farmasi klinis
mereka melanjutkan ke program profesi apoteker bermanfaat untuk kepuasan pasien. Pasien pulang
dengan materi yang seluruhnya terkait farmasi setelah konseling, keamanan dan hasil terapi lebih
klinik dan komunitas dan tidak ada materi terkait baik, masalah dapat dipantau dan diantisipasi serta
industri atau bahan alam. Pada perguruan tinggi rasionalisasi harga obatKepuasan pasien akan
farmasi lain, pemisahan baru terjadi pada tugas meningkatkan jumlah pasien dan cakupan resep
akhir. mungkin naik menjadi 100% bahkan lebih karena
ada salinan resep. Di samping itu, kapasitas
Tabells Praktik Kefarmasian di Rumah Sakit

Kualifikasi Apoteker Petaksanaan Kualifikasi Materi Pengembangan

Pengelolaan (pengadaan, penyimpanan, distribusi) Peran dalam komite farmasi dan terapi Apoteker telah mengglola nutrtio»t. dan studi kasus Komunikasi.
serta pengendalian kualitas obat dan perbekalan sediaan farmasi termasuk penyimpanan dan distribusi dengan baik farmakoterapi, evaluasi sumber
kesehatan lain. meskipun ada standar operasional prosedur yang hanya untuk literatur. psikologi
aklkditasi dun dokumentasi kurang tertib. Kendali ITIUtu obat
terbatas organoleptis, rnutu pelayanan telah ada meskipun kadang
tidak mandiri, Farmasi klinis seperti pusat informasi obat.
konseling, dankunjungan belum semua melakukan karena kendala Ilmu kefarmasian, toksikologi
Farmasi klinik Partisipasi dålam pengarnbilan keputugan kapasitas sumber daya manusia dan dokumentasi yang kurang
pemberian obat pada penderita. pemilihan ohat yang tertib. Rasionalisasi obat dan putient saJety barn sebagian keciL
tepat, pemberian dan renyediaan dan pendidikan Theuropeutic drug monitoring belum ada yang melaksanakan
penderita Famasi klinik, kornunikasi

Informasi obat telah berjalan meski kadang tanpa ruangan


khusus dan dokumentasi kurang tertib dan tanpa laporan
evaluasi. pusat infonnasi obat berjalan dengan kendala sarana,
Konsultasi, informasi dan edukasi yang berkaitan surnber daya manusia, pendidikan, kadang pasif
dengan pengunnan obat Apoteker terlibat dalam berbagai tim seperti Pengendalian infeksi
nosokomial dan penyakit tertentu, peningkatan mutu pelayanan
rumah sakit, penanggulangan keracunan Fungsi kornite farmasi
dan terapi telah berjalan. namun kepatohan ronnularium ada yang
belum dilakukan
Partisipasi dan kontribusi dalam penelitian yang Komunikasi antarprofesi, manajemen finansial. farmasi klinis.
patient safety, farrnasi analisi>, manajemen logistik, globul logistic
properties. peta turan penmdangundangan DRP. interaksi obät
terutama parenteral. dokumentasi riwayat
farmaObat, pemantauan elek ohat kokinetika klinik, patcåisi)logi.
dilakukan di rumah sakit. anålisis data lab, theuropeuric drug monitoring, total parenteral
369

Dipindai dengan CamScanner


Kesmas, Jurna] Kesehatan Masyarakat Nasiona/ Vol. 7, No. 8, Maret 2033

Tabel 2. Pendapat Institusi Terkait Kualifikasi Apoteker di Rumah Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun
Sakit 2007 belum dapat dilaksanakan secara penuh.
Informan Kualifikasi Apoteker Materi Pengembangan Standar pelayanan minimal pelayanan
Perguruan Tinggi Praktek kefarmasian oleh Farrnasi klinis,
kesehatan khususnya yang berkaitan dengan
Farmasi apoteker bervariasi antar kunitmen G, pernlllgian pengadaan obat termasuk penyimpanan sebagian
rumah sakit terutama datam panimtnn farrna:i rumah belum terpenuhi di rumah sakit umum daerah dan
farmasi klinis, sekarang masih sakit, far
dalam masa transisi makotempi,humaniora,
dibutuhkan pelatihan pengelolaan obat yang lebih
komunikasi personal, intensif. 12 Di Pakistan, meskipun profesi farmasi
ilmu perilaku, terus berkembang, sistem pelayanan kesehatan
Badan Pengurus Sesuai dengan Peraturan manajemen
Daerah Ikatan Pemerintah No. 51 , kualitas Pelatihan asuhan
belum mengenal peran apoteker. Hal ini
Apcteker Indonesia baik, perlu penyesuaian kefarmasian, koordinasi disebabkan oleh interaksi apoteker dengan publik
sinkronisasi dengan kebutuhan
pengguna
himpunan seminat, yang kurang dan hanya mementingkan peran
standar kompetensi,
Dinkes provinsi Apoteker telah melakukan sertifiknsi berkala
profesional dalam sistem pelayanan kesehatan.
praktek pelayanan kefarmasian Sosialisasi pernbinaan Masalah utama adalah kekurangan jumlah apoteker
dengan baikt tetapi apoteker
belum mendapat penga-
dan pengawasan
Peraturan Pemerintah
di instalasi farmasi/apotek dan pelayanan lebih
No. 51, kerja sama mengutamakan manajemen daripada pasien. 13 Di
dengan organisasi
profesi, farmasi klinis
dua puluh enam kabupaten di Indonesia, selain
Apoteker telah melakukan t
Dinkes kota
praktek pelayanan kefarmasi Farmakologi Obat, fanmsi prasarana terbatas, juga ditemukan kekurangan
an sesuai Peraturan Peme klinis
tenaga kefarmasian apoteker atau asisten apoteker
rintah No. 51
pada unit pengelola obat publik. 14 Pelayanan
apoteker di bidang farmasi klinis juga masih informasi obat di apotek belum berjalan
terbatas, mengingat kurikulum farmasi klinis baru sebagaimana mestinya dan analisis Strength
diberikan/ diperkenalkan perguruan tinggi dalam Weakness Opportunity Threat (SWOT)
beberapa tahun terakhir. menunjukkan komunikasi, informasi dan edukasi
Suatu penelitian terhadap apoteker yang bekerja pasien merupakan tilik terlemah. 15 Sebaliknya. di
pada pelayanan kesehatan primer menemukan negara maju seperti Amerika Serikat, suatu survei
bahwa konsultasi oleh apoteker yang terhadap direktur farmasi dari 1.364 rumah sakit di
mencerminkan penerimaan pasien dapat Amerika Serikat menunjukkan bahwa farmasis
meningkatkan efisiensi peresepan dan merupakan sangat terlibat dalam monitoring terapi obat dan
umpan balik informasi yang penting bagi anggota kurang terlibat dalam kegiatan pendidikan, praktek
tim kesehatan lain untuk memahami persepsi kefarmasian rumah sakit makin terintegrasi dan
pasien yang pada gilirannya dapat memfasilitasi farmasis terlibat dalam peran distribusi juga klinis.
16
manajemen pasien. 10 Studi lain pada pelayanan
kesehatan primer menunjukkan bahwa perawatan Penurunan kejadian kesalahan medis serius dari
langsung pasien dengan penekanan pada sebelumnya (29 per 1.000 pasien hari) di intensive care
manajemen kebutuhan pasien yang terkait dengan unit menjadi 6 per 1.000 pasien hari dengan
medikasi merupakan fokus utama apoteker pada menempatkan apoteker klinis unit base di bangsal,
sedangkan apoteker paruh waktu di bagian umum tidak
pelayanan kesehatan primer yang membutuhkan
menurunkan kejadian kesalahan, 17 Di Indonesia, rata-
kemampuan komunikasi, kolaborasi, dan rata dua drug related problem per pasien yang sebagian
profesionalisme. I I
besar melibatkan anti infeksi. Apoteker paling mungkin
Masih banyak kegiatan yang belum melakukan intervensi pada kasus drug related problem,
dilaksanakan dalam praktek kefarmasian antara meskipun kadang usul intervensi tidak disetujui penulis
lain dokumentasi monitoring dan evaluasi, resep. 18 Kejadian kesalahan pelayanan oba di rumah
wawancara riwayat obat secara rutin, dokumentasi sakit, terutama yang menyangkut peresepan yang tidak
survei kepuasan pasien, dispensing khusus, mencan[umkan usia pasien atau berat badan, kesalahan
kunjungan secara rutin dan terdokumentasi, aturan pakai dan dosis, peracikan dan penyerahan obat,
pemantauan terapi obat dan monitoring efek sesungguhnya dapat dicegah apabila apoteker
samping obat secara rutin, kajian penggunaan obat, melakukan penilaian pasien dengan menggali
keterangan tentang nama, usia, berat badan, keadaan
evaluasi kepatuhan terhadap formularium, hamil, riwayat alergi, riwayat penyakit, dan kontrasepsi
peman[auan obat dalam darah, konseling yang bila ada. 19
terjadwal dan rutin. Hal ini menunjukkan standar Kualitas apoteker berhubungan erat dengan
pelayanan farmasi di rumah sakit yang dikeluarkan beban kerja apoteker di rumah sakit. Apabila di
370

Dipindai dengan CamScanner


Herman, Handayani & Siahaan, Kajian Praktek KefarmasianApoteker pada Tatanan Rumah
Sakit

rumah sakit, apoteker bekerja terlalu banyak dan sebagai pengingat untuk mendukung informasi
waktu tersita untuk mengurusi aspek administrasi lisan yang diberikan. 21 Manajemen penyakit kronis
rumah sakit, kemampuan apoteker untuk pekerjaan yang efektif harus melibatkan pastisipasi aktif
pelayanan kefarmasian yang berhubungan dengan pasien karena peran apoteker tidak dibatasi pada
farmasi klinis dan drug safežy kurang berkembang. obat dan perlu diperluas dalam sistem pelayanan
Sebaiknya, standar pelayanan kefarmasian rumah kesehatan primer. Lebih jauh, dibutuhkan
sakit yang dikeluarkan oleh kementerian kesehatan dukungan pemerintah dengan meningkatkan peran
yang mensyaratkan satu apoteker untuk tiga puluh apoteker dalam pelayanan kesehatan dan
tempat tidur supaya diikuti. Pada kenyataannya, hal pengembangan kerjasama pemerintah dan swasta
tersebut belum berjalan akibat keterbatasan jumlah dengan apoteker komunitas . 22
sumber daya manusia sebagai apoteker. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun
Tiap negara membutuhkan tenaga kefarmasian 2009, apoteker berkewajiban untuk menyerahkan
untuk pelayanan dan pendampingan preskripsi obat obat langsung kepada pasien. Suatu penelitian
dan penggunaan obat yang rasional, manajemen terhadap pengunjung apotek di kota Depok
unit farmasi dan formularium untuk menjamin menunjukkan bahwa konsumen membutuhkan
akses terhadap obat, pengembangan pedoman pelayanan informasi obat meskipun mereka kurang
klinis dan pelayanan informasi serta konseling. mengetahui siapa yang berhak memberikan
Komposisi, kompetensi dan ukuran petugas yang informasi obat tersebut. 23 Ternyata di rumah sakit
dibutuhkan untuk tiap peran berbeda-beda pun hal ini masih belum berjalan sepenuhnya- Hal
bergantung kebutuhan. Pedoman kebijakan sangat tersebut mungkin terjadi, apoteker rumah sakit
kurang dan masa depan farmasi rumah sakit harus rela menyerahkan pekerjaan administrasi
bergantung pada kemampuan profesi untuk yang dapat dilimpahkan kepada tenaga nonfarmasi,
memberikan bukti nyata perencanaan tenaga misalnya pembelian dan pembiayaan sehingga
farmasi rumah sakit yang berkesinambungan dan dapat konsentrasi penuh pada pelayanan farmasi.
terintegrasi yang penting.20 Di samping itu, Kurikulum pendidikan sarjana farmasi dan
kapasitas apoteker di bidang farmasi klinis juga apoteker yang memenuhi kebutuhan pekerjaan
masih terbatas, mengingat kurikulum farmasi klinis kefarmasian di rumah sakit per[u dikaji. Sebaiknya
baru diberikan/d;ąerkenalkan perguruan tinggi perusahaan farmasi melakukan pemisahan secepat
dalam beberapa tahun terakhir sehingga apoteker- mungkin agar materi yang diberikan dapat lebih
apoteker lulusan lama belum menguasai ilmu fakus terhadap peminatan yang sesuai agar
tersebut. Konsekuensinya apoteker masih apoteker yang dihasilkan siap untuk bekerja di
memerlukan pendidikan berkelanjutan yang rumah sakit. Surat Keputusan Kementerian
mengacu kepada kebutuhan lapangan seperti Kesehatan No. 1 197/Menkes/SK/lX/2004 tentang
farmasi klinis dan drug safety. Standar
International Pltarłnaceulical Federation Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit harus direvisi
menyatakan apoteker akan tetap berperan penting dengan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009.
dalam penyediaan informasi obat yang tepat dan Sebaiknya, standar tersebut lebih rinci dan
dapat dipertanggung jawabkan baik lisan maupun menyebutkan bahwa beberapa perbedaan
tertulis kepada pasien. Dengan akses informasi dari kompetensi pada jenis rumah sakit, misalnya
internet yang makin meningkat, apoteker dapat pelayanan total parenteral nutrisi dibutuhkan untuk
bertindak sebagai pemandu dan penerjemah. rumah sakit kelas A dan B yang mempunyai
Penjelasan lisan letap menjadi prioritas bagi pasien, fasilitas ruangan produksi steril. Penentuan kadar
tetapi harus terkait erat dengan infonnasi tertulis. Obat dalam darah juga perlu dipertimbangkan
Keduanya harus mencerminkan pemahaman apakah masih perlu dilakukan oleh apoteker rumah
kesehatan pasien dan perawat. Harus dipastikan sakit atau tidak, selain hal tersebut membutuhkan
bahwa informasi tertulis bukanlah substitusi keahlian yang spesifik, dalam penelitian ini tidak
diskusi dan pasien didorong untuk menggunakan dijumpai satupun adanya praktik tersebut di rumah
informasi tertulis serta mengajukan pertanyaan sakit. Perlu ada pembagian kompetensi pelayanan
yang timbul. Apoteker juga harus bekerja sama kefarmasian antara rumah sakit kelas A, B, C dan
dengan tenaga kesehatan lain untuk meriamin rumah sakit khusus.
pasien menerima informasł yang memadai, tepat Keberadaan apoteker pada unit CSSD juga
dan konsisten. Lebih jauh lagi apoteker dapat masih perlu dikaji ulang. Pada umumnya, unit
memberikan dokumen tertulis bersama obat CSSD di rumah sakit merupakan unit terpisah dari
371

Dipindai dengan CamScanner


Kesmas, Jurna] Kesehatan Masyarakat Nasiona/ Vol. 7, No. 8, Maret 2033

instalasi farmasi dan kepala CSSD umumnya juga fungsi administratif dan kuantitasnya ditambah
apoteker. Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. sesuai dengan beban kerja kefarmasian di rumah
51 tahun 2009 belum berjalan sepenuhnya karena sakit.
fokus pekerjaan apoteker masih terbagi. Oleh sebab
itu, lebih baik seluruh apoteker yang ada di rumah Saran
sakii diutamakan pada unit fatmasi agar pelayanan Berdasarkan hal-hal tersebut, pendidikan minimal
kefarmasian dapat berjalan baik. Apabila yang dicapai kepala instalasi farmasi rumah sakit
pelayanan farmasi telah baik dan jumlah serta sebaiknya yang memiliki jenjang pendidikan magister
kualitas apotekernya telah lebih dari cukup Ibaru farmasi klinis atau rumah sakit agar dapat menjalankan
mengurus CSSD. program-program pelayanan farmasi rumah sakit dengan
Akreditasi rumah sakit juga mendukung baik
kelangsungan pelayanan farmasi rumah sakit yang
baik, tetapi konsep akreditasi sering hanya berjalan Daftar Pustaka
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang
pada waktu seputar penilaian akreditasi. Setelah
lulus akreditasi, pola lama yang kurang baik Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Jakarta:
berjalan lagi. Dalam upaya peningkatan Sekretariat Negara Republik Indonesia Kementerian Kesehatan
pelaksanaan fungsi farmasi klinis dan patient safety Republik Indonesia; 2010.
serta komunikasi, informasi dan edukasi 2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri
dibutuhkan peningkatan pengetahuan Kesehatan Republik Indonesia No. 161/Menkes/Per/I/2010 tentang
farmakoterapis farmasi klinis termasuk konsep regislrasi tenaga kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan
drug related problem, patofisiologi dan analisa data Republik Indonesia; 2010.
laboratorium, komunikasi, farmakokinetik klinik
3. International Pharmaceutical Federation. Federation of
dan interaksi Obaty theurapeutic drug monitoring
International Pharmaceutical reference guide on good pharmacy
dan total parenteral nutrition serta studi kasus-
practice m commu nity and hospital settings. 1st ed. The Hague
kasusnya. Peningkatan pengetahuan dapat (The Netherlands); Federation or International Pharmaceutical;
dilakukan melalui ceramah interaktif, diskusi 2009.
kelompok maupun studi kasus, 4. Sekreiariat Negara Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No,
Sebaliknya, apoteker tidak terlalu dibebani dengan
51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian. Jakarta:
fungsi administratif dan kuantitasnya ditambah sesuai
Keseketariatan Negara Republik Indonesia; 2009.
dengan beban kerja kefarmasian di rumah sakit.
5. Sekre[ariat Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Republik
Kesimpulan Indonesia No. 44 lahun 2009 ienlang rumah sakit, 2009. Jakarta:
Keseketariatan Negara Republik Indonesia; 2009.
Dalam aspek pengelolaan/administrasi Obat dan
6. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Undang•Undang Republik
sediaan farmasi, apoteker yang melakukan praktek
kefarmasian di rumah sakit telah mempunyai
pengetahuan yang baik, tetapi dalam hal
pengetahuan mengenai farmasi klinis dan patient
safety masih harus banyak di tingkatkan. Apoteker
khususnya lulusan lama masih perlu pendidikan
lebih lanjut yang mengacu kepada kebutuhan
Japangan seperti farmasi klinis dan patient safe[y.
Pelaksanaan fungsi farmasi klinis dan patient
safety serta komunikasi, informasi dan edukasi
oleh apoteker membutuhkan peningkatan
pengetahuan farmakoterapi, farmasi klinis
termasuk drug related problem, patofisiologi dan
komunikasi, dokumentasi riwayat pengobatan
pasien, farmakokinetik klinik dan interaksi Obat,
iheurapeutic drug moniloring, dan tolal parenteral
nutrilion serta studi kasusnya. Peningkatan
pengetahuan dapat dilakukan melalui ceramah
interaktif, diskusi kelompok ataupun studi kasus.
Apoteker juga jangan terlalu dibebani dengan
372

Dipindai dengan CamScanner


Kesmas, Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No 8, Maret
Jumal 20% 21. International Pharmaceutical Federation. Federation of International
Pharmaceutical statement of policy medicines information for
patients, 2008. The Hague (The Netherlands): Federation of
Indonesia No. 35 tahun 2009 tenlang narkotika, Jakarta: Sekrelariat International Pharmaceutical; 2008.
Negara Republik Indonesia; 2009.
22. Wong FM, Chan You JHt Wong EL, Yeah EK. Patient
7. World Health Organization. Good pharmacy practice in community selfmanagement and pharmacist-led patient self-management in Hong
and hospital pharmacy settings, 1996 [cited 2010 Jan 5]. Available Kong: a focus group study from different healthcare professionals' per
from: spectives. BMC Health Services Research. 2011: I l: 121.
DAP_96.1 .pdf.
Asosiasi Pendidikan Tingei Farmasi Indonesia. Keputusan Majelis
Asosiasi Pendidikan lingei Farmasi Indonesia No. 13/APTFI/MM2010
tentang standar praktik kerja profesi apoteker. Jakarta: Asosiasi
Pendidikan Tingei Farmasi Indonesia; 2010.
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1197/MENKES/SK/X/2004
tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2004.
10. Chen J. Britten N. Strong medicine: an analysis of pharmacist
consultalions in primary care. Family Practice. 2000; 17:480-3.
11. Kennie-Kaulbach N. Farrel B, Ward N, Johnston St Gubbels A,
Equale T, et al. Pharmacist provision of primary health care: a
modified Delphi validation of pharmacists' competencies. BMC
Family Practice. 2012: 13; 27.
12. Herman MI, Handayani RS, Yuniar Y. Drug management reviews in
district drug management unil and general hospital Makara Seri
Kesehatan. 2009; 13(2): 59-62,
13, Azhar S. Hassali MA, Ibrahim Ahmad M, Masood It Shafie AA. The
role of pharmacists in developing countries: (he current scenario in
Pakistan. Human Resources for Health [serial on the Internet]. 2009;
7: 54 [cited 2010 Jun 51. Available from:
htlp://www.human.resourceshealth.com/contenU7/l/54.
14. Herman MI, Sasanli R. Eksistensi unil pengelola Obat public di
beberapa kabupaten/kota suatu analisis paska desentralisasi. Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2009;
15. Herman M), Sasanti R, Raharni, Siahaan S, Analisis faktor internal
dan eksternal yang terkail dengan model pelayanan prima di apotek.
Buletin Penelitian Sistem Kesehaton. 2008; 1 1(2): 145-55.
16. Pedersen CA, Schneider Pli Scheckelhoff DJ. ASHP national survey
of pharmacy practice in hospital settings: monitoring and palienf
educalion-2009. American Journal of Health System Pharmacy. 2010;
67; 54258.
17. Kaushal R, Bates DIV, Abramson EL, Soukup JR, Goldmann DA.
Unitbased clinical phannacists t prevention of serious medication
errors in pediatlic inpatients. American Journal of Health System
Pharmacy. 2008; 65; 1254-60.
18. Herman M', Sari ID. Analisys of drug related problem in five hospital
conducted in 2010. Jurnal 11mu Kefarmasian Indonesia. 2012; 10(2):
163-9.
19. Purba AV, Soleha M, Sari ID. Kesalahan dalam pelayanan Obat
(medication error) dan usaha pencegahannya. Bulletin Peneliitan
Sistem Kesehalan. 2007; 10(1): 31-6.
20. Wuliji T. Current status of human resources and training in hospital
pharmacy: American Journal of Health System Pharmacy 2009;
66(5): S56-60

373

Dipindai dengan CamScanner

Anda mungkin juga menyukai