Abstraks: A. Pendahuluan
Abstraks: A. Pendahuluan
Oleh : Wasitohadi
Abstraks
A. Pendahuluan
dalam kenyataan cukup beragam, tapi juga mengenai seberapa besar peran dari
berbagai pihak, termasuk lembaga pendidikan dan lain-lain, dalam upaya mewujudkan
masyarakat madani tersebut. Sementara itu, dalam polemik di media massa, juga
1
karakteristik masyarakat madani tersebut sama di semua tempat dan dinamika waktu
perkembangan zaman, atau adakah pengaruh kondisi lokal, waktu dan ideologi,
Dalam wacana publik tentang masyarakat madani semacam itulah, makalah ini
merupakan institusi penting dan strategis untuk mewujudkan masyarakat madani yang
sehingga tak salah bila sementara pihak berpendapat bahwa terwujudnya masyarakat
madani itulah tujuan dari pendidikan politik kita. Meskipun begitu, dalam realitas,
tergantung pada model pendidikan yang real dikembangkan. Dalam konteks inilah,
mampu melepaskan diri dari jebakan status quo, dan berubah berkembang ke arah
berfikir demikian. Pembahasan dimulai dengan memahami secara sekilas konsep dari
politik. Sesudah itu, akan dibahas konsep dan karakteristik masyarakat madani yang
diharapkan, dengan tekanan pada upaya untuk menganalisa dan mensintesa atas
berbagai pendapat dan pandangan yang kini berkembang. Setelah hal tersebut jelas
2
dipahami, pembahasan dilanjutkan mengenai bagaimana peranan strategis pendidikan
Salah satu tujuan negara dalam sebuah negara demokrasi adalah untuk
tersebut tak tercantum dalam pembukaan UUD 1945, namun dari esensi dan
semangatnya, jelas bahwa masyarakat yang semacam itulah yang hendak dituju.
Pilihan pada paham kedaulatan rakyat atau demokrasi, beserta implikasi institusi
Harus diakui bahwa mengenai konsep masyarakat madani hingga kini belum
ada pemahaman yang sama di kalangan para ahli. Sebagian besar ahli, bertolak dari
kerangka dan pengalaman Eropa Timur dan Amerika Latin, yang memandang
”masyarakat madani” berada dalam posisi yang berlawanan dengan negara, dan
bahkan sebagai alternatif bagi negara. Pada hal, menurut Azyumardi Azra (2002:4),
madani justru mengandung makna dan tujuan untuk a better ordering of society”,
Secara etimologi, kata ”madani” berasal dari bahasa Arab yang artinya civil
atau civilized yang artinya beradab. Kemudian ada istilah ”tamaddun”, yang berarti
civilization atau peradaban. Istilah masyarakat madani adalah terjemahan dari civil
3
atau civilized society (A.Qodri Azizy, 2002:6). Dalam konteks Indonesia, konsep civil
1
society telah diterjemahkan menjadi ”masyarakat madani”, ”masyarakat sipil”, atau
yaitu kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju, yang didasarkan pada
kestabilan masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat mendorong upaya serta inisiatif
individu baik dari segi pemikiran, seni maupun pelaksanaan pemerintahan agar
mengikuti undang-undang dan bukan mengikuti nafsu atau keinginan individu. (Dede
belakang kajian pada kawasan Eropa Timur dan Uni Sovyet, mengatakan bahwa
masyarakat madani merupakan suatu masyarakat yang berkembang dari sejarah, yang
bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini. Ruang ini
karenanya, yang dimaksud masyarakat madani adalah sebuah ruang yang bebas dari
pengaruh keluarga dan kekuasaan negara. Tiadanya pengaruh keluarga dan kekuasaan
1
Menurut Hendro Prasetyo dan Ali Munhanif,dkk (2002), dalam buku mereka berjudul ”Islam & Civil
Society”, istilah atau konsep civil society di Indonesia pertama kali muncul dari kalangan sarjana
Australia, tepatnya Monash university, melalui sebuah konferensi yang diselenggarakan dengan tema
”State and Civil Society in Contemporary Indonesia”, 25-27 Nopember 1988. Pada waktu itu, salah
satu ilmu Indonesia, Arief Budiman, diundang sebagai George Hick Visiting Fellow pada Centre of
Southeast Asian Studies, Monash University. Konferensi ini pula yang kemudian melahirkan sebuah
buku yang disunting oleh Arief Budiman sendiri, dengan judul State and Civil Society in Indonesia.
4
negara dalam masyarakat madani ini diekspresikan dalam gambaran ciri-cirinya, yakni
merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar
individu, perkumpulan sukarela yang terbebas dari negara, suatu ruang publik yang
norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta pada
Konsep yang dikemukakan oleh Han ini, menekankan adanya ruang publik
serta mengandung 4 (empat) ciri dan prasyarat bagi terbentuknya masyarakat madani,
berserikat serta mandiri dari negara. Kedua, adanya ruang publik yang memberikan
ekonomi.
Sementara itu, Kim Sunhyuk, dengan latar belakang kajian konteks Korea
Selatan mengatakan bahwa masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari
dalam mayarakat yang secara relatif otonom dari negara, yang merupakan satuan-
5
satuan dasar dari reproduksi dan masyarakat politik yang mampu melakukan kegiatan
politik dalam suatu ruang publik, guna menyatakan kepedulian mereka dalam
relatif memposisikan secara otonom dari pengaruh dan kekuasaan negara. Eksistensi
tetapi dari batasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang dimaksud dengan
masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri
secara mandiri di hadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik dalam
karakteristik yang merupakan satu kesatuan yang integral yang menjadi dasar dan
nilai-nilai bagi eksistensi masyarakat madani, meliputi : adanya free public Sphere,
Yang dimaksud dengan free public Sphere adalah adanya ruang publik yang
bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada ruang publik yang
6
bebaslah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi
wacana dan praksis politik tanpa mengalami kekhawatiran. Lebih lanjut dikatakan
bahwa ruang publik secara teoritis bisa diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat
sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik.
masyarakat madani dalam sebuah tatanan masyarakat, maka free public Sphere
menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan. Karena dengan menafikan adanya
ruang publik yang bebas dalam tatanan masyarakat madani, maka akan
mutlak bagi penegakan masyarakat madani. Dalam negara demokrasi, warga negara
memiliki kebebasan, dalam arti punya kesempatan untuk melakukan segala sesuatu
negara atau masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan
aktivitas yang dilakukan oleh orang lain. Toleransi ini memungkinkan akan adanya
aktivitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat lain yang berbeda. Masyarakat
7
meniscayakan toleransi, yakni kesediaan individu-individu untuk menerima
maka pluralisme harus dipahami secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan
sehari-hari. Pluralisme tidak bisa dipahami hanya dengan sikap mengakui dan
menerima kenyataan masyarakat majemuk, tetapi harus disertai dengan sikap yang
tulus untuk menerima kenyataan pluralisme itu sebagai bernilai positif, dan merupakan
rahmat Allah. Sikap penuh pengertian kepada orang lain itu diperlukan dalam
masyarakat yang majemuk, yang menurut Nurcholish Madjid, hal itu merupakan
keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap
warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini memungkinkan tidak
adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan pada satu kelompok
masyarakat. Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang sama dalam memperoleh
bentuk civil society (masyarakat madani) yang dipengaruhi oleh kondisi lokal, waktu
yang diinginkan atau tidak melakukan sesuatu, tanpa ada intervensi dari kekuatan luar
8
baik pemerintah maupun kekuatan yang lain. Yang membatasi perilaku warga
masyarakat adalah undang-undang dan peraturan yang berlaku syah, serta norma-
menyangkut jenis kelamin, status sosial, dan mereka memiliki derajat yang sama di
memiliki berbagai perbedaan. Nilai-nilai ini bisa disebut sebagai modal kultural atau
cultural capital.
Ketiga, dalam masyarakat terdapat jalinan kerja sama yang dijiwai semangat
gotong royong berdasarkan rasa saling percaya. Antar warga atau antar kelompok
warga terdapat suasana saling menghormati, saling menghargai, saling menjaga dan
memberikan perhatian. Kondisi semacam ini disebut sebagai modal sosial atau social
capital.
kemasyarakatan dan politik, tanpa harus menjadi partisan politik. Mereka melakukan
kemampuan ini mencerminkan apa yang disebut modal intelektual atau intellectual
capital.
9
Ahli lain, H.A.R Tilaar (1999:155) mengemukakan karakteristik masyarakat
man) yang bukan hanya sekedar untuk mengisi kebutuhannya untuk hidup (proses
melalui sarana yang berbentuk organisasi sosial seperti negara. Negara menjamin dan
membuka peluang yang kondusif agar para anggotanya dapat berkembang untuk
dan keterkaitan pada nilai-nilai hukum yang disepakati bersama. Kesukarelaan, artinya
suatu masyarakat madani bukanlah merupakan suatu masyarakat paksaan atau karena
bebas, yang secara sukarela membentuk suatu kehidupan bersama dan oleh sebab itu
bersama. Dengan sendirinya tanggung jawab pribadi sangat kuat karena diikat oleh
bersama tentunya tidak akan menggantungkan kehidupannya pada orang lain. Dia
10
tidak tergantung pada negara, juga tidak tergantung kepada lembaga-lembaga atau
organisasi lain. Setiap anggota mempunyai harga diri yang tinggi, yang percaya akan
kemampuan sendiri untuk berdiri sendiri bahkan untuk dapat membantu sesama yang
lain yang berkekurangan. Keanggotaan yang penuh percaya diri tersebut adalah
masyarakatnya.
madani adalah manusia-manusia yang percaya diri sehingga tidak tergantung pada
perintah orang lain termasuk negara. Bagi mereka, negara adalah kesepakatan bersama
sehingga tanggung jawab yang lahir dari kesepakatan tersebut adalah juga tuntutan
dan tanggung jawab dari masing-masing anggota. Keterkaitan pada nilai-nilai hukum
yang disepakati bersama. Ini berarti suatu masyarakat madani adalah suatu masyarakat
Dari pendapat para ahli di atas, tampak bahwa ada persamaan dan perbedaan.
yang dimaksud mempunyai muatan nilai universal sekaligus nilai partikular2, yang
kondisi lokal, waktu dan ideologi. Persamaan lainnya terletak pada nilai-nilai yang
2
Malik Fadjar (1999) menyatakan bahwa kekhasan karakteristik masyarakat madani Indonesia adalah
(a) adanya keragaman budaya Indonesia yang merupakan dasar pengembangan identitas bangsa
Indonesia dan kebudayaan nasional, (b). pentingnya ada saling pengertian antara sesama anggota
masyarakat, (c). adanya toleransi yang tinggi.
11
Hikam menggunakan istilah kesukarelaan. Dengan membaca keterangan serta uraian-
uraiannya, hal yang sama bisa digunakan untuk menganalisis nilai karakteristik
Madani.
mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan peserta didik agar dapat menjadi
warga negara yang baik, yaitu warga negara yang memahami, menyadari dan mampu
bertanggung jawab. Menurut Sulasmono (2002), ada tiga alasan pokok mengapa setiap
untuk mewujudkan masyarakat demokratis, dan ketiga menyangkut peran penting civil
Warga negara memiliki peran penting bagi sebuah negara. Negara dibentuk
oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan manusia. Oleh karena itu tidak ada negara
tanpa manusia. Manusia anggota dari suatu negara itulah yang disebut rakyat atau
lebih tepat sebgai warga negara. Warga negara bukan saja merupakan pihak yang
12
Selain itu, mengingat begitu pentingnya kedudukan warga negara dalam
sebuah negara maka banyak negara yang mengelola kehidupannya dengan melibatkan
demokrasi rakyat adalah asal usul, titik berangkat, pemeran proses dan sasaran dari
Lain dari itu, ada satu syarat yang harus dipenuhi agar kehidupan demokrasi
benar-benar dapat berjalan dengan baik, yaitu tersedianya civil society. Civil society
dapat dipahami sebagi masyarakat yang relatif bebas atau mandiri dari kekuasaan
negara. Hikam (1966:6) mendefinisikan civil society sebagai wilayah kehidupan yang
norma-norma hukum yang diikuti oleh warganya. Civil society mewujud dalam
Pertanyaan yang patut diajukan adalah apakah setiap warga negara otomatis
menunjukkan bahwa hal semacam itu jarang terjadi. Kegagalan atau kelambanan
dalam upaya mewujudkan gagasan demokasi di dunia ketiga menunjukkan bahwa ada
faktor ketidaksiapan warga negara dalam menopang proses itu. Menjauhkan urusan
negara dari tangan warga negara hanya akan membawa kehancuran negara itu sendiri.
Dominasi pemerintahan diktator atau warga negara yang dibuat pasif, menyebabkan
rapuhnya bangunan negara yang bersangkutan. Dalam negara demokrasi setiap warga
negara mempunyai hak untuk memerintah negaranya. Namun demikian, hak tanpa
kemampuan untuk menggunakannya tentu tidak bermakna apa-apa. Oleh karena itu,
13
setiap dan semua warga negara harus terdidik secara politik. Rakyat, termasuk
dan melatih diri untuk menunaikan tanggung jawab kenegaraan mereka dalam
kehidupan bernegara.
kebutuhan (needs) dari masyarakat sendiri. Jadi, pendidikan bukan dituangkan dari
obyek pendidikan, yaitu untuk melaksanakan kemauan negara atau suatu kelompok
mempunyai peranan di dalam setiap langkah program pendidikannya. Hal ini berarti
masyarakat bukanlah sekedar penerima belas kasihan dari pemerintah, tetapi suatu
sistem yang percaya kepada kemampuan masyarakat untuk bertanggung jawab atas
menjaga dan mengarahkan agar supaya tanggung jawab masyarakat dapat berjalan
14
karena lahir dari kebutuhan nyata dari masyarakat itu sendiri. Penyelenggaraan
untuk itu. Subsidi dan partisipasi pemerintah tidak mengurangi tanggung jawab
yang liberal. Terlepas dari persoalan-persoalan filosofis yang mungkin muncul dibalik
pemaduan paradigma itu namun secara praktis perpaduan antara pembelajaran hak dan
kewajiban yang tepat bagi subyek yang terikat hukum dan peningkatan ketrampilan-
jalannya pemerintahan negara memang amat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia saat
15
Selain itu, sifat transformatif dari pendidikan kewarganegaraan perlu
pendidikan yang dapat memahami struktur sosial masyarakat dan menjalankan fungsi
sebagai alat rekonstruksi sosial menekankan pada hasil pendidikan yang bersifat
ganda. Pertama, lulusan yang memiliki pengetahuan dan kemampuan serta memiliki
kemauan untuk aktif dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Kedua, lulusan
diri peserta didik berupa moral yang senantiasa ingin berbuat baik bagi kepentingan
umum melebihi kepentingan diri sendiri dan dilakukan dengan sungguh-sungguh dan
ikhlas. Demikian pula, segala karakteristik masyarakat madani Indonesia yang disebut
keadilan sosial, kerja sama, partisipasi, kemandirian, memegang teguh nilai-nilai dan
lain sebagainya, diharapkan bisa tertanam pada peserta didik melalui peran
16
1. Konseptualisasi PKN ke dalam tiga komponen yang saling terkait, yaitu
”civic knowledge, civic skill and civic virtues”.
2. Pengajaran sistematis ide-ide dasar atau konsep-konsep kunci.
3. Analisa studi kasus.
4. Pengembangan ketrampilan-ketrampilan pembuatan keputusan.
5. Analisa internasional dan perbandingan pemerintahan dan
kewarganegaraan.
6. Pengembangan ketrampilan-ketrampilan partisipatoris dan kebajikan-
kebajikan kewarganegaraan melalui kegiatan-kegiatan ”cooperatif
learning”.
7. Penggunaan pustaka dalam mengajarkan kebajikan-kebajikan kenegaraan.
8. Pembelajaran aktif (actif learning) tentang pengetahuan, ketrampilan dan
kebajikan-kebajikan kenegaraan;
9. Keterpaduan antara konten dan proses dalam proses belajar mengajar
pengetahuan, ketrampilan dan kebajikan-kebajikan kenegaraan.
menyangkut banyak hal mulai dari konsep dan bagaimana menerjemahkan konsep
tersebut secara transformatif, baik berkaitan dengan materi, variasi metodologi yang
dipakai, maupun hasil yang diharapkan. Dari segi konsep, perlu konseptualisasi PKN
ke dalam tiga komponen yang saling terkait yaitu memfokuskan program kepada
pengembangan ”civic knowledge, civic skill and civic virtues”. Selain itu, perlu
demokrasi perwakilan.
ditekankan perlunya keterpaduan antara konten dan proses dalam proses belajar
17
hal yang tidak terpisahkan dari konten atau satuan pengetahuan kenegaraan. Mereka
berpendapat bahwa jika siswa/mahasiswa harus berfikir kritis dan bertindak efektif
dalam merespon isu-isu politik, mereka harus memahami pengertian dalam isu
tersebut, asal mulanya, pilihan reaksi terhadapnya dan konsekuensi logis dari reaksi
ketrampilan proses kognitif siswa. Materi bahan pelajaran dan proses-proses atau
belajar mengajar. Baik materi akademis maupun proses-proses harus diajarkan dan
dapat membawa drama dan vitalitas kehidupan kenegaraan yang sebenarnya ke dalam
ruang kelas, serta menuntut penerapan praktis ide-ide dasar atau konsep-konsep untuk
pengajar menggunakan studi-studi kasus tentang isu politik dan hukum untuk
18
konsekuensi dari masing-masing pilihan, serta mempertahankan satu pilihan yang
negara demokrasi lainnya. Harapannya adalah bahwa analisa perbandingan itu akan
demokrasi. Lebih dari itu, analisa perbandingan itu juga cenderung mengurangi
semangat etnosentrisme.
19
Kelima, penggunaan pustaka dalam mengajarkan kebajikan-kebajikan
kenegaraan. Para pengajar PKN mengakui bahwa studi pustaka baik yang bersifat
peran bagi siswa/mahasiswa. Paling tidak mereka dapat menjadi contoh positif tentang
pembelajaran aktif, misalnya, adalah belajar konsep secara sistematis, analisa studi
belajar kooperatif, dan diskusi kelompok interaktif yang terkait dengan pengajaran
D. Kesimpulan
masyarakat madani. Begitu penting dan strategisnya peranan pendidikan itu, sehingga
tak salah bila dikatakan bahwa terwujudnya masyarakat madani itulah tujuan dari
nilai universal sekaligus juga nilai partikular yang dinyatakan di dalam masing-masing
kebudayaan masyarakat, yang dipengaruhi oleh kondisi lokal, waktu dan ideologi.
20
Dalam upaya mewujudkan nilai-nilai tersebut, pendidikan kewarganegaraan
dikembangkan pengetahuan, sikap dan nilai, serta ketrampilan peserta didik agar dapat
menjadi warga negara yang baik, yaitu warga negara yang memahami, menyadari dan
DAFTAR PUSTAKA
21
Larry Diamond. (2003). Developoing democracy toward consolidation. Yogyakara:
IRE Press.
Margaret S. Branson, dkk.(1999). Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta:
LKIS dan The Asia Foundation.
Muhammad AS Hikam. (1999). Demokrasi dan Civil Society. Jakarta : LP3ES.
Neera Chandhoke. (2001). Benturan negara dan Masyarakat Sipil. Yogyakarta:
Istawa Wacana.
Ramlan Surbakti. (1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia.
R.M.S.Gultom.(1999). Tanggung Jawab Warga Negara. Jakarta: Kerjasama Yayasan
Bina Darma – Salatiga dengan PT BPK Gunung Mulia.
Tilaar. (1999). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Yayasan Bhumiksara. (2003). Refleksi Tentang Pendidikan Bermakna Menuju
Indonesia Baru.
Zamroni. (2001). Pendidikan Untuk Demokrasi, Tantangan Menuju Civic Society.
Yogyakarta : Bigraf Publishing.
Zamroni. (2007). Pendidikan, dan Demokrasi dalam Transisi (Prakondisi menuju era
Globalisasi). Jakarta: PSAP Muhammadiyah.
22