Anda di halaman 1dari 3

MENUJU INDONESIA RUKUN, KENAPA TIDAK?

Oleh : Erna Suryani / 13207241054

Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki banyak suku, budaya, dan agama
yang beranekaragam. Tidak ada dua daun pada satu pohon yang mempunyai struktur yang
sama, tidak ada pula dua manusia yang sama, demikian pula karakter serta budayanya.
Begitupun dengan agama, sejak yang namanya agama itu ada dan dianut oleh manusia, ia
sudah tampil secara plural dengan aneka wujud dan ekspresinya. Ini disebabkan karena
wahyu Allah berada dalam konteks yang berbeda-beda. Demikianpun respon manusia
(Syafa’atun Elmirzanah dalam Elga Serapung, 2002: 107).
Di dalam Islam berbeda dengan Kristen, berbada pula dengan Hindhu, dan
sebagainya. Walaupun pada dasarnya semua wahyu sama pemberian dari Tuhan (Allah).
Agama itu banyak dan bermacam macam. Semuanya merefleksikan keinginan manusia laki-
laki dan perempuan disepanjang abad untuk masuk dalam perjumpaan dengan Wujud yang
Absolut (Tuhan) (Paus Paulus di Asisi, 27 Oktober 1986).
Dengan demikian, pluralisme agama bukan hal yang dijadikan alasan untuk saling
menjatuhkan, saling merendahkan, atau mencampur adukkan antara agama satu dengan yang
lain. Tetapi yang harus kita lakukan adalah saling menghormati, saling toleransi, saling
mengakui (Elga Serapung dan Zuly Qodir, 2002: 8). Pun kita dapat saling belajar kekayaan
spiritual dan nilai-nilai makna dari agama lain untuk memperkaya, menambah pengetahuan
kita. Jangan belajar untuk mencari-cari kekurangan dan kelemahan agama lain untuk
dipojokkan, menganggap bahwa agama lain tidak benar dan agama kita sendirilah yang
(paling) benar (Elga Serapung dan Zuly Qodir, 2002: 9).
Kenyataan di Indonesia, banyak orang/kelompok yang masih menganggap bahwa
agama lain tidak benar atau tidak sesuai, sehingga memunculkan suatu konflik. Antara lain:
Pada tahun 2011 lalu terdapat tiga korban meninggal terkait kasus Ahmadiyah di Gresik;
Pada tahun 2012 kasus Syiah di Sampang memakan satu orang korban meninggal dunia;
Pada tahun 2013 ini, kembali terjadi lagi konflik antara keompok sunni dan kelompok syiah
di Sampang Madura.
Dengan demikian, kita seharusnya membuat suatu pemikiran bahwa perbedaan
merupakan kekayaan budaya bangsa ini. Dalam kondisi seperti ini, kerukunan antar umat
beragama sangat dibutuhkan. Setuju?
Kerukunan itu sendiri berkaitan erat dengan rasa persaudaraan. Bentuk persaudaraan
yang dianjurkan oleh Al-Qur’an tidak hanya persaudaraan satu aqidah namun juga dengan
warga masyarakat lain yang berbeda aqidah (Ali Nurdin, 2006: 27). Jadi tidaklah baik jika
konflik di atas terjadi karena perbedaan akidah.
Sedang menjaga persaudaraan dengan yang berbeda aqidah sering disebut toleransi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata toleransi diartikan dengan bersikap atau bersifat
menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan
pendirian sendiri (Sayyid Qutub, Fi Zhilal Al-Qur’an, jilid 11, h. 101, Ali Nurdin, 2006: 279).
Tetapi pada kenyataannya, banyak rakyat Indonesia yang belum mempunyai jiwa
toleransi tersebut. Seperti masih banyak orang yang mencurigai kejujuran pihak lain, baik
intern umat beragama, antar umat beragama, dan lain-lain. Kecurigaan ini bisa saja
menimbulkan konflik. Jangan mencurigai orang lain mengenai kepercayaan yang mereka
anut, bahwa kepercayaan mereka tidak benar. Kita tidak berhak mengadili atau memutuskan
tentang benar atau tidaknya kapercayaan mereka. Jika memang tampak mata benar-benar
tidak sesuai dengan Al-Qur’an, ya jangan diikuti. Yang paling penting, jangan mencurigai
mereka dengan hal yang aneh-aneh. Bisa jadi kita yang salah berprasangka kepada mereka.
Kenyataan di Indonesia, sikap mencurigai tersebut masih kerap kita jumpai dan tersebut ada
di kehidupan sehari-hari. Contoh yaitu antara NU dan Muhammadiyah. Terkadang kedua
aliran tersebut saling mencurigai. Memang, sikap mencurigai tersebut tidaklah begitu tampak
(berarti), tetapi bisa saja sikap mencurigai tersebut menimbulkan konflik.
Kedua, kurang pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama
pihak lain (Ajat Sudrajat, dkk, 2013 : 148). Pengetahuan itu sangat perlu, baik pengetahuan
tentang agama kita maupun pengetahuan tentang agama lain. Pengetahuan tentang agama
sendiri, itu mutlak dan wajib diketahui. Tetapi banyak orang yang salah pengertian, seperti
pengetahuan tentang agama sendiri ok, tetapi tidak mau tahu (masa bodoh) tentang agama
lain. Apa salahnya mengetahui tentang agama lain? Menurut saya tiada masalah untuk
mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan agama lain, bahkan kita semakin kaya akan
pengetahuan agama. Jadi, seberapa banyaknya pengetahuan kita mengenai agama, akan
mempengaruhi kepekaan toleransi kita. Dan lain-lain.
Karena masih banyak rakyat Indonesia yang belum mempunyai jiwa toleransi dan
tersebut ditunjukkan pula dengan masih banyaknya konflik agama yang terjadi, tentunya
Negara Indonesia pun belum sepenuhnya rukun.
Lantas, bagaimana usaha untuk menuju Indonesia rukun? Rukun adanya perbedaan
untuk persatuan bangsa, pertama, meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Dalam rangka menumbuhkan kesadaran beragama. Kesadaran beragama itu
tidak hanya dihati saja, melainkan juga dalam perilaku. Di hati terwujud dengan iman yang
kuat, sedang perilaku terwujud dalam kepekaan moral dan kepekaan sosial di dalam
kehidupan masyarakat. Sehingga tidak menimbulkan fanatisme terhadap agama lain,
melainkan menumbuhkan toleransi sosial dan sikap terbuka.
Kedua, mengembangkan kehidupan beragama dalam rangka membangun kehidupan
bangsa. Masing-masing umat beragama mendapat kesempatan seluas-luasnya (mempunyai
hak) untuk menjalankan dan mengembangkan kehidupan agama mereka. Tiada batasan yang
membatasi tersebut, kecuali aturan-aturan yang berada di agama tersebut. Di dalam Islam,
seperti berdakwah, menyebarkan kebaikan dalam rangka mengembangkan kehidupan
beragama agar menjadi lebih baik merupakan perbuatan baik yang dianjurkan.
Ketiga, melakukan pembinaan kerukunan hidup umat beragama, yang sekarang
semakin mendapat perhatian dari pemerintah. Perhatian dari pemerintah ini adalah sebagai
usaha pembinaan kerukunan umat beragama yang terwujud melalui dialog pemuka agama.
Ini diharapkan tidak hanya sebagai ajang pertukaran pendapat semata, tetapi sebagai usaha
musyawarah bersama pemuka berbagai agama dalam rangka menciptakan kerukunan intern
dan antar umat beragama. (Ajat Sudrajat, dkk, 2013 : 150). Dan lain-lain.
Hal tersebut perlu dilakukan, untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan Negara
Indonesia. Kita mampu membuat Negara Indonesia rukun. Tiada yang mustahil tentunya,
mari dimulai dari diri kita sendiri untuk Indonesia. Lakukanlah dari hal terkecil dahulu,
tersebut akan sangat membantu. Tanamkan pula di jiwa bahwa perbedaan tersebut alat untuk
saling melengkapi dan dilengkapi antara satu dengan lainnya. Indonesia rukun pun akan
terwujud di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Kundarwati, Luluk. 2013. Refleksi Keberagamaan Untuk Kemanusiaan. Yogyakarta:


Samudra Biru.
Nurdin Ali. 2006. Quranic Society. Jakarta: Erlangga.
Serapung Elga, dkk. 2002. Pluralisme, Konflik dan Perdamaian. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sudrajat Ajat, dkk. 2013. Din Al – Islam – Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi
Umum. Yogyakarta: UNY Press.
http://www.ugm.ac.id/id/berita/7709-kasus.penodaan.agama.masih.akan.warnai.2013

Anda mungkin juga menyukai