Anda di halaman 1dari 13

Statement of Authorship

Saya/ kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa RMK/ makalah/ tugas
terlampir adalah murni hasil pekerjaan saya/ kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain
yang saya/ kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.

Materi ini tidak/ belum pernah disajikan/ digunakan sebagai bahan untuk makalah/ tugas
pada mata ajaran lain kecuali saya/ kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/ kami
menggunakannya.

Saya/ kami memahami bahwa tugas yang saya/ kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan
atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Mata Kuliah : Audit Manajemen Sektor Publik


Judul RMK/ Makalah/Tugas : Metodologi Audit Kinerja
Tanggal : 15 Oktober 2020
Dosen : Dr. H. M. Rasuli, SE, M.Si, Ak, CA
Nama :- Desi Novita Sari (1702121835)
- R. Ervina Monicha (1702122819)

Tanda tangan:

Desi Novita Sari R. Ervina Monicha


METODOLOGI AUDIT KINERJA

1. Pemahaman Penugasan
Akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan pemerintah pusat maupun
daerah sebagai organisasi sektor publik merupakan tujuan penting dari reformasi akuntansi
dan administrasi sektor publik. Untuk dapat memastikan bahwa pengelolaan keuangan
pemerintah yang telah dilakukan aparatur pemerintah , maka fungsi akuntabilitas dan audit
atas pelaporann keuangan sektor publik harus berjalan dengan baik. Seiring dengan tuntutan
masyarakat agar organisasi sektor publik meningkatkan kualitas, profesionalisme dan
akuntabilitas publik dalam menjalankan aktivitasnya, diperlukan audit yang tidak hanya
terbatas pada keuangan dan kepatuhan saja, tetapi perlu diperluas dengan melakukan audit
terhadap kinerja sektor publik.
Apabila auditor memutuskan untuk menerima suatu penugasan audit, maka auditor
harus memikul tanggungjawab professional terhadap masyarakat, klien, dan terhadap anggota
profesi akuntan publik yang lain.

Langkah-langkah dalam Pemahaman Penugasan Audit :

1. Mengevaluasi Integritas Manajemen

a. Komunikasi dengan Auditor Pendahulu


Sebelum menerima penugasan, PSA No. 16, Komunikasi Antara Auditor
Pendahulu dengan Auditor Pengganti (SA 315.02), mengharuskan auditor pengganti
untuk mengambil inisiatif untuk berkomunikasi dengan auditor pendahulu, baik
secara lisan maupun tertulis. Komunikasi harus dilakukan dengan persetujuan klien,
karena kode etik profesi melarang auditor untuk mengungkapkan informasi rahasia
yang diperoleh dalam audit tanpa ijin klien.

b. Mengajukan Pertanyaan pada Pihak Ketiga


Informasi tentang integritas manajemen dapat diperoleh dari orang-orang yang
mengenal klien, seperti penasehat hukum klien, bankir, dan pihak-pihak lain dalam
lingkungan bisnis dan keuangan yang memiliki hubungan bisnis dengan calon klien.
Sumber informasi potensial lainnya, adalah mereview berita yang berkaitan dengan
penggantian manajemen puncak di majalah atau surat kabar dan seandainya calon
klien adalah perusahaan terbuka yang menjual saham- sahamnya dipasar modal dan
pemah diaudit auditor lain, informasi bisa diperoleh dengan membaca laporan klien
ke Bapepam tantang penggantian auditor.

c. Mereview Pengalaman Masa Lalu dengan Klien


Auditor harus mempertimbangkan secara cermat pengalaman berhubungan
kerja dengan manajemen klien di waktu yang lalu, seperti auditor harus
mempertimbangkan semua kekeliruan dan ketidak beresan material, serta tindakan
melawan hukum yang ditemukan dalam audit yang lalu. Auditor juga mengajukan
pertanyaan kepada manajemen mengenai berbagai hal seperti ada tidaknya kewajiban
bersyarat ( contingencies ), lengkap tidaknya notulen rapat dewan komisaris, dan
kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. Kebenaran jawaban manajemen atas
pertanyaan- pertanyaan tersebut dalam audit yang lalu harus dipertimbangkan dengan
cermat dalam mengevaluasi integritas manajemen.

2. Mengidentifikasi Keadaan-Keadaan Khusus dan Resiko Tidak Biasa

a. Mengidentifikasi Pemakai Laporan Keuangan Auditan


Auditor harus mempertimbangkan apakah klien merupakan perusahaan publik
( menjual saham- sahamnya kepada masyarakat ) atau perusahaan privat, kepada siapa
saja atau kepada pihak ketiga mana diperkirakan klien berpotensi mempunyai
kewajiban sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Auditor harus
mempertimbangkan apakah laporan audit yang biasa akan cukup untuk memenuhi
kebutuhan semua pemakaian laporan atau apakah perlu dibuat laporan khusus.

b. Memperkirakan Adanya Persoalan Hukum dan Stabilitas Keuangan Klien


Auditor harus berusaha untuk mengidentifikasi dan menolak calon klien yang
memiliki resiko tinggi terkena gugatan hokum, seperti : investigasi aparat pemerintah
mengenai hasil produksi., dan ketidakstabilan keuangan. Bahkan apabila tidak
terdapat petunjuk adanya kesulitan yang sedang dihadapi perusahaan, auditor harus
mempertimbangkan timbulnya masalah seperti itu di masa datang bersamaan dengan
menurunnya kondisi perusahaan. Prosedur yang dapat digunakan auditor untuk
mengidentifikasi hal- hal semacam itu adalah dengan mengajukan pertanyaan kepada
manajemen, menganalisa laporan keuangan yang pernah diterbitkan baik yang diaudit
maupun tidaki diaudit, dan apabila memungkinkan dengan mereview laporan- laporan
yang disampaikan kepada berbagai instansi.
c. Mengevaluasi Auditabilitas Perusahaan Klien
Auditor harus mengevaluasi apakah terdapat kondisi- kondisi lain yang
menimbulkan pertanyaan mengenai auditabilitas klien. Kondisi- kondisi tersebut
antara lain misalnya perusahaan tidak memiliki catatan akuntansi atau catatan
akuntansinya buruk sekali, perusahaan tidak memiliki struktur pengendalian intern
yang memadai, atau kemungkinan adanya pembatasan dari klien atas audit yang akan
dilakukan. Bila auditor berhadapan dengan untuk menerima penugasan, atau klien
harus diberi pengertian mengenai kemungkinan adanya pengaruh dari kondisi
demikian terhadap laporan auditor.

3. Menetapkan Kompetensi untuk Melakukan Audit


Standar umum yang pertama dalam standar auditing menyatakan bahwa:
"Audit harus dilaksankan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis cukup sebagai auditor".
a. Penetapan Tim Audit
Tujuan elemen pengendalian mutu ini adalah untuk melihat bahwa tingkat
keahlian teknis dan pengalaman tim audit akan dapat memenuhi keburuhan untuk
menangani penugasan secara profesional. Dalam menetapkan anggota tim, perlu
dipertimbangkan pula sifat dan luasnya supervisi yang harus dipersiapkan. Tim audit
pada umumnya terdiri dari :
- Seorang partner yang bertanggung jawab penuh dan merupakan penanggung jawab
akhir dari suatu penugasan.
- Seorang manajer atau lebih yang mengkoordinasi dan melakukan supervisi
pelaksanaan program audit.
- Seorang senior atau lebih yang bertanggung jawab atas sebagian program audit dan
melakukan supervisi serta mereview pekerjaan staf asisten.
- Staf asisten yang mengerjakan berbagai prosedur audit yang diperlukan,

b. Mempertimbangkan Kebutuhan Konsultasi dan Penggunaan Spesialis


Auditor perlu mempertimbangkan kemungkinan penggunaan konsultasi dan
spesialis untuk membantu tim audit dalam melaksanakan audit. Elemen pengendalian
mutu yang berkaitan dengan konsultasi menyatakan bahwa kantor akuntan publik
harus memiliki kebijakan dan prosedur untuk memperoleh jaminan memadai bahwa
personil kantor akuntan publik membutuhkan bantuan, sepanjang diperlukan, dari
orang atau orang- orang yang memiliki tingkat pengetahuan, integritas, kebijaksanaan,
dan otoritas yang sesuai PSA No. 39, Penggunaan Pekerjaan Spesialis (SA 336).
menyatakan bahwa auditor bisa menggunakan pekerjaan spesialis untuk mendapatkan
bukti kompeten. Contoh spesialis, antara lain :
- Penilai (appraiser) untuk mendapatkan bukti tentang penilaian atas barang seni.
- Insinyur tambang untuk menentukan jumlah cadangan atau deposit barang tambang
yang ada di suatu pertambangan.
- Aktuaris untuk menentukan jumlah rupiah program pensiun yang akan digunakan
dalam akuntasi.
- Penasehat hukum untuk memperkirakan hasil akhir dari suatu perkara pengadilan
yang masih berjalan.
- Konsultan lingkungan untuk menentukan pengaruh undang- undang dan peraturan
tentang lingkungan.

4. Mengevaluasi Indepedensi
Standar auditing kedua men yatakan bahwa: "Dalam semua hal yang
berhubungan dengan penugasan independensi dalam sikap mental harus
dipertahankan oleh audit".
Selain diatur dalam standar auditing, independensi dalam penugasan audit juga
diwajibkan oleh Kode Etik IAI, disamping merupakan salah satu elemen dari elemen-
elemen pengendalian mutu. Salah satu prosedur yang ditempuh adalah mengirim surat
edaran kepada semua staf profesional KAP yang bersangkutan dengan menyebut
nama calon klien, untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya hubungan keuangan
atau bisnis dengan calon klien tersebut, Bila disimpulkan syarat independensi tidak
dipenuhi, maka penugasan harus ditolak atau calon klien harus memberi informaşi
apabila audit tetap dilaksanakan, maka auditor akan memberikan pendapat " menolak
memberi pendapat ".

5. Menentukan Kemampuan untuk Bekerja dengan Cermat dan Seksama


Standar auditing ketiga menyatakan bahwa: "Dalam pelaksanaan audit dan
penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya
dengan cermat dan seksama".
- Saat Penunjukan
Penunjukan auditor secara dini oleh klien dan penerimaan penugasan olch
auditor akan berpengaruh pada perencanaan audit. Sebaliknya apabila penerimuan
penugasan terjadi saat mendekati atau sesudah akhir tahun buku, auditor bisa
mendapat berbagai hambatan dalam perencanaan audit dan pelaksanaan pekerjaan
lapangan.
- Penjadwalan audit
Pekerjaan interim yaitu pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dilakukan dalam
kurun waktu antara tiga sampai empat bulan sebelum tanggal neraca. Pekerjan akhir
tahun yaitu pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dilakukan dalam kurun waktu tidak
lama sebelum tanggal neraca sampai kira-kira tiga bulan setelah tanggal neraca.
- Penaksiran Kebutuhan Waktu
Dalam mempertimbangkan penerimaan penugasan, auditor biasanya membuat
suatu taksiran kebutuhan waktu audit. Pembuatan taksiran kebutuhan waktu meliputi
estimasi tentang jumlah jam yang diperkirakan dibutuhkan setiap tingkat staff
( partner, manager, senior, dsb )untuk menyelesaikan setiap bagian audit dengan
cermat dan seksama. Angka taksiran ini akan digunakan oleh kantor akuntan sebagai
bahan diskusi dengan calon klien dalam menetapkan honorarium tertentu yang telah
ditentukan jumlahnya berdasarkan kesepakatan dengan klien ( fixed-fee basis ), tapi
honorarium audit.
- Personal Klien
Penggunaan personal klien juga mempunyai dampak besar dalam penentuan
staff dan penjadwalan, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada honorarium audit,
pengaruh ini berkaitan dengan tiga kategori prosedur auditing, yaitu: prosedur untuk
memperoleh pemahaman mengenai struktur pengendalian intern klien, pengujian
pengendalian, dan pengujian substantif.

6. Menyiapkan Surat Penugasan


Langkah terakhir dalam tahap penerimaan penugasan adalah penyusunan surat
penugasan. Bentuk dan isi surat penugasan berbeda-beda untuk setiap klien, namun
secara umum setiap surat penugasan hendaknya berisi hal-hal:
- Menyebutkan dengan jelas nama perusahaan atau satuan organisasi dan laporan
keuangan yang akan diperiksa.
- Menyebutkan tujuan audit.
- Menyebutkan bahwa audit akan dilakukan berdas arkan standar profesional.
- Menjelaskan tenteng sifat dan lingkup audit dan tanggung jawab auditor.
- Menyebutkan bahwa walaupun audit telah dirancang dan dilaksanakan dengan baik.
- Mengingatkan manajemen.
- Menyebutkan bahwa manajemen akan diminta untuk memberikan representasi tertulis
kepada auditor.
- Menjelaskan mengenai dasar perhitungan honorarium audit dan cara penagihan
honorarium.
- Meminta klien untuk mnegaskan kesepakatannya atas berbagai hal yang tercantum
dalam surat penugasan dengan menandatangani surat penugasan tersebut dan
mengirim kembali salina kepada auditor.

2. Melakukan Risk Assessment 


Risk Assessment atau dapat diartikan ke dalam bahasa Indonesia sebagai
penilaian risiko merupakan suatu aktivitas yang dilaksanakan untuk memperkirakan
suatu risiko dari situasi yang bisa didefinisikan dengan jelas ataupun potensi dari
suatu ancaman atau bahaya baik secara kuantitatif atau kualitatif. Penilaian risiko juga
bisa diartikan sebagai suatu proses pemeriksaan keamanan dengan suatu struktur
tertentu, pembuatan suatu rekomendasi khusus, dan rekomendasi pengambilan
keputusan dalam suatu proyek dengan menggunakan analisis risiko, perkiraan risiko,
dan informasi lain yang memiliki potensi untuk mempengaruhi keputusan.

1. Tinjauan Penilaian Risiko


Penilaian risiko berbeda dengan analisis risiko atau dengan manajemen risiko,
akan tetapi antara ketiga hal tersebut terdapat hubungan yang saling berkaitan satu
dengan yang lain. Analisis risiko sendiri kegiatan menganalisa untuk menentukan
besar kecilnya suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan
besarnya akibat yang ditimbulkan.
Setelah menganalisis risiko yang ada dan sebelumnya mengidentifikasi
terlebih dahulu risiko sepert apa yang akan terjadi dan bagaimana suatu bisa terjadi
maka tahapan selanjutnya memberikan penilaian tentang besarnya tingkatan terkait
risiko tersebut. Hal itulah menjadi bagian dari penilaian risiko itu sendiri dimana
memberikan makna terhadap suatau bahaya yang teridentifikasi untuk memberikan
gambaran seberapa besar risiko tersebut. Sehingga dapat diambil tindakan lanjutan
terhadap bahaya yang teridentifikasi, apakah bahaya itu dapat diterima atau tidak.
Dalam menilai suatu risiko terdapat standard yang bisa dipakai acuan, salah satunya
ialah standard AS/NZS 4360 yang membuat peringkat risiko sebagai berikut:
 E : Extreme Risk (Sangat berisiko segera secepatnya dibutuhkan tindakan)
 H : High Risk (Risiko yang besar dibutuhkan perhatian dari manajer puncak)
 M : Moderat Risk (Risiko sedang, diibutuhkan sebuah tinggakan agar risiko
berkurang)
 L : Low Risk (Risiko rendah masih ditoleransi)
Penilaian risiko sendiri bisa didefinisikan sebagai keseluruhan proses dari
identifikasi risiko, analisis risiko dan evaluasi risiko. Terdapat 6 fokus dan tipe
penialaian risiko yaitu:

 Risiko Keselamatan
 Risiko Kesehatan
 Risiko Lingkungan
 Risiko Kesejahteraan
 Risiko Keuangan

Secara khusus untuk memulai Penilaian risiko terdapat hal-hal yang harus dipahami
dan jelas yaitu:

 Konteks dan objek dari organisasi


 Risiko-risko apa saja yang bisa ditoleransi, dan bagaimana resiko yang tidak
diterima akan diperlakukan
 Bagaiaman penilaian risiko dapat diintegrasikan ke dalam proses organisasi
 Metode dan teknik yang digunakan untuk penilaian risiko terhadap
proses manajemen risiko secara kesuluruhan
 Akuntabilitas, tanggung jawab dan kewenangan dalam melaksanakan
penialaian risiko
 Sumberdaya yang memadai untuk melaksanakan penialaian risiko dan
 Bagaimana penilaian risiko akan ditinjau dan dilaporkan
3. Perencanaan Tahunan

Salah satu tahap terpenting dalam audit adalah perencanaan audit. Kesalalan dalam
tahap perencanaan audit akan mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tujuan dari audit.
Dengan demikian tahap perencanaan audit sama pentingnya dengan pelaksanaan audit itu
sendiri.

Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan


lingkup audit yang diharapkan. Sifat, lingkup, dan saat perencanaan bervariasi dengan ukuran
dan kompleksitas entitas, pengalaman mengenai entitas, dan pengetahuan tentang ciri khas
entitas, Dengan demikian, auditor harus merencanakan pekerjaan auditnya sebaik-baiknya,
sehingga kemungkinan menanggung risiko yang besar dapat dihindari.

Isi audit plan (perencanaan audit) meliputi tiga hal pokok yang terdidi dari:

- Hal-hal mengenai client,


- Hal-hal yang mempengaruhi client, dan
- Rencana kerja Auditor.
Secara umum, rencana audit disusun setelah auditee ditetapkan. Yang dimaksud
dengan auditee adalah entitas organisasi, atau bagian/ unit organisasi, atau operasi dan
program termasuk proses, aktivitas dan kondisi tertentu yang diaudit. Penyeleksian auditee
dapat dilakukan dengan 3 (tiga) metode, yaitu:

a. Systematic Selection
Bagian audit internal menyusun suatu jadwal audit tahunan yang berkenaan dengan
audit yang diperkirakan akan dilaksanakan. Secara tipikal jadwal tersebut dikembangkan
dengan mempertimbangkan risiko. Auditee potensial yang menunjukkan tingkat risiko yang
tinggi mendapat prioritas untuk dipilih.

b. Ad Hoc Audits
Metode ini digunakan dengan mempertimbangkan bahwa operasi tidak sclalu berjalan tepat
seperti yang direncanakan. Manajemen dan dewan komisaris sering menugaskan auditor
internal untuk mengaudit bidang arca fungsional tertentu yang dipandang bermasalah.
Dengan demikian manajemen dan dewan komisaris memilih auditee bagi auditor internal.
c. Auditee Requests
Beberapa manajer merasa bahwa mereka memerlukan input dari auditor internal
untuk mengevaluasi kelayakan dan keefektifan pengendalian internal serta pengaruhnya
terhadap operasi yang berada di bawah supervisinya. Oleh karena itu, mereka mengajukan
permintaan untuk diaudit. Tetapi dalam hal ini auditor internal tetap harus
mempertimbangkan risiko dan prioritasnya.
Rencana audit harus disusun dan didokumentasikan dengan baik dan meliputi kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:

a. Penetapan Tujuan dan Ruang Lingkup Audit


Secara umum lujuan fungsi audit internal adalah untuk membantu manajemem dalam
mencapai akuntabilitasnya dan memberikan solusi alternatif utnuk memperhaiki
pengendalian manajemen. Secara individual, tujuan audit internal dapat diklasifikasikan
berdasarkan 3 (tiga) kategori aktivitas audit.

b. Review atas File Audit


Review ini dilakukan dengan cara mempelajari kembali laporan-laporan dan
informasi dari file audit yang telah dilakaukan sebelumnya. Review ini bermantaat untuk
mengenal sifat operasi sebagai bahan untuk melaksanakan survai pendahuluan.

c. Menyeleksi Tim Audit


Kegiatan ini dilakukan dengan mepertimbangkan beban tanggung-jawab yang akan
dipikul oleh masing-masing staf auditor, dan keahlian yang diperlukan unluk mengaudit
bidang-bidang tertentu.

d. Komunikasi Pendahuluan dengan Auditee dan Pihak Lain yang Berkepentingan


Kegiatan ini dilakukan untuk mengkomunikasikan hal-hal yang berkenaan. dengan
pekerjaan yang akan dilakukan, Mengakomodasikan akses terhadap fasilitas, catatan dan
personal, serta untuk memperoleh informasi dari auditee atau pihak lain yang terkait.

e. Mempersiapkan Program Audit Pendahuluan


Program audit pendahuluan ini memuat informasi seperti sasaran dan tujuan, serta
ruang lingkup audit, pertanyaan-pertanyaan khusus yang harus terjawab selama audit
dilaksanakan, prosedur audit yang akan digunakan, dan bukti- bukti yang akan diuji.
f. Merencanakan Laporan Audit
Laporan audit merupakan media untuk mengkomunikasikan hasil audit kepada pihak-
pihak yang berkepentingan dalam organisasi. Konsekuensinya, auditor harus mulai berfikir
mengenai bagaimana laporan akan disusun, kapan akan diberikan dikirimkan, dan siapa yang
akan menerima laporan tersebut.
Tujuannya adalah untuk mengantisipasi detail (rincian) yang akan disajikan dalam laporan
dan untuk mengembangkan beberapa paramcter dasar.

g. Persetujuan atas Program Audit dari Kepala Bagian Audit Internal


Hal ini dilakukan untuk membantu memastikan bahwa prosedur kerja mendukung
tujuan, sasaran, dan ruang lingkup audit.

4. Pelaksanaan Pemeriksaan
Adapun pelaksanaan pemeriksaan terdiri dari:
a. Pekerjaan harus direncanakan secara memadai.
b. Staf harus disupervisi dengan baik.
c. Bukti yang cukup, kompeten, dan relevan harus diperoleh untuk menjadi dasar yang
memadai bagi temuan dan rekomendasi pemeriksa.
d. Pemeriksa hanus mempersiapkan dan memelihara dokumen pemeriksaan dalam bentuk
kertas kerja pemeriksaan. Dokumen pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk
memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman tctapi tidak mempunyai hubungan dengan
pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumen pemeriksaan tersebut dapat menjadi
bukti yang mendukung temuan, simpulan, dan rekomendasi pemeriksa.

5. Komunikasi Audit (Pelaporan)


Laporan hasil Audit Kincrja merupakan laporan hasil analisis dan interprestasi atas
keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya yang
dilaporkan oleh auditor. Pelaporan Audit Kinerja meliputi:
1. Hasil penilaian atas kewajaran IKK.
2. Hasil Review Operasional beserta kelemahan yang ditemukan.
3. Rekomendasi yang telah disepakati.
4. Hasil pengujia atas laporan (hasil) pengujian tingkat kesehatan perusahaan.
5. Analisis perkembangan usaha.
Tujuan pelaporan Audit Kinerja:
1. Memberikan informasi yang relevan dan objektif mengenai kinerja auditan kepada pihak
terkait.
2. Menyajikan analisis dan interprestasi atas kondisi kinerja auditan serta memberikan.
3. Menyediakan informasi untuk penetapan kebijakan dalam rangka penugasan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/20026998/Audit_Manajemen_Sektor_Publik_RMK_2_Kelas_D_
Kelompok_13
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-penilaian-risiko-atau-risk-
assessment/15018
http://rhelife.blogspot.co.id/2010/10/penerimaan-penugasan-dan- perencanaan.html
https://internalauditindonesia.wordpress.com/2010/02/08/risk-based-internal- auditing/
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/Bab%201 10-38.pdf
https://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/01/14/perencanaan-audit/
hups://brigitalahutung.wordpress.com/2012:10/16/prosedur-pelaksanaan-audit- kinerja

Anda mungkin juga menyukai