Anda di halaman 1dari 4

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/333579357

IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN STRUKTUR GEOLOGI KARST DI ERA 4.0


MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Article · June 2019

CITATIONS READS

0 443

1 author:

Aziz Fikri
Universitas Negeri Surabaya
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Aziz Fikri on 03 June 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN STRUKTUR GEOLOGI KARST DI ERA 4.0 MENGGUNAKAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
M. AZIZ FIKRI
15040274056
Artikel

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki kawasan karst yang sangat luas mencapai lebih dari 15,4 juta hektar, tersebar
di beberapa di wilayah Pulau Sumatera, Papua dan pulau-pulau kecil lainnya. Kawasan karst yang
fenomenal diantaranya Gunung Sewu, Gombong, Maros, Sangkulirang dan Papua(Nurliana,2018). Daerah
karst dicirikan oleh morfologi permukaan berupa bukit-bukit kerucut (conical hills), depresi tertutup
(dolin), lembah kering (dry valley) dan banyak dijumpai sungai-sungai bawah tanah. (Palloan,2009).
Morfologi kawasan karst seperti Gunungsewu terbentuk oleh adanya proses karstifikasi yang terjadi dalam
kurun waktu geologi. Proses karstifikasi dikontrol oleh beberapa hal yaitu karakteristik batuan karbonat,
curah hujan, dan ketinggian penyingkapan (Haryono dan Adjie, 2004 dalam Budiyanto,2014).
Karakteristik batuan karbonat meliputi kekompakan, ketebalan, banyaknya rekahan yang ada serta
kemudahan terlarutnya. Batuan karbonat yang kompak dan tebal dengan memiliki banyak celah lebih
berpotensi mengalami proses karstifikasi. Proses karstifikasi tersebut selanjutnya ditentukan oleh curah
hujan yang turun pada wilayah tersebut. Curah hujan yang tinggi lebih memungkinkan terjadinya pelarutan,
terlebih jika air hujan tersebut banyak mengandung CO2. Ketinggian singkapan mempengaruhi lamanya
air bergerak dalam rekahan vertikal batuan karbonat. Semakin lama pergerakan air pada rekahan vertikal
akan memperbesar peluang air tersebut melarutkan batuan karbonat. Kecepatan proses karstifikasi
selanjutnya dipengaruhi oleh keberadaan vegetasi penutup dan temperatur. Vegetasi penutup menghasilkan
sersah yang lama-kelamaan akan hancur. Hancuran sersah tersebut merupakan sumber CO2 yang bersama
dengan air akan melarutkan batuan karbonat.
. Hal tersebut membuat Keunikan lain dari kawasan karst dengan keberadaan gua dan sungai bawah
tanah. Gua gua tersebut pada umumnya bertingkat dengan ukuran kurang dari satu meter hingga ratusan
meter persegi dengan bentuk vertikal miring maupun horisontal. Gua-gua karst hampir semuanya dihiasi
dengan ornamen (speleothem) yang sangat beragam dari mulai yang sangat kecil (helectite) hingga yang
sangat besar (column) dengan bentuk dan warna yang bervariasi.
Pengelolaan daerah karst bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan daerah karst, guna menunjang
pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pengelolaan daerah karst mempunyai sasaran
yaitu; 1). meningkatkan upaya perlindungan daerah karst, dengan cara melestarikan fungsi hidrogeologi,
flora, fauna, nilai sejarah serta budaya yang ada di dalamnya, 2). Melestarikan keunikan dan kelengkapan
bentukan alam di daerah karst, 3). Meningkatkan kehidupan masyarakat di dalam dan sekitarnya, 4).
Meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan (Kepmen Energi dan Sumber daya Mineral No. 1456
K/20/MEM/2000). Upaya-upaya pengelolaan daerah ini yang meliputi kegiatan-kegiatan inventarisasi,
penyelidikan, pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam karst. Kemajuan sains dan teknologi
penginderaan jauh diharapkan dapat bermanfaat dalam mendukung upaya-upaya tersebut.
Medan karst secara umum merupakan medan yang sulit untuk dijangkau secara
terrestrial(Budiyanto, 2014) dan juga perkembangan informasi yang begitu cepat di era digital 4.0 juga
menuntut kita semakin efektif dan efesien. Oleh karena itu memerlukan metode yang mampu mengatasi
hal tersebut. Salah satu metode yang sering digunakan adalah metode Sistem Informasi Geografis dalam
hal ini memanfaatkan data pengindraan jauh. Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk investigasi
ilmiah, pengolaan sumber daya alam, pembangunan, kartografi. Misalnya, Sistem Informasi Geografis
digunakan untuk mengetahui tingkat desertifikasi karst, kualitas air bawah tanah, kerusakan lingkungan
karst. Bentang lahan karst merupakan sebuah bentuk permukaan bumi yang pada umunya dicirikan dengan
adanya depresi tertutup, gua, dan dreinase permukaan. Wilayah karst yang luas dan memiliki akses yang
sulit, sehingga penginderaan jauh lebih efektif dan tepat untuk memperoleh informasi (Junior dkk dalam
Budiyanto, 2016).
PEMBAHASAN
Pengindraan jauh (Budiyanto,2014) merupakan Proses atau cara perabaan atau perekaman energi yang
dipantulkan atau dipancarkan, memproses, menganalisa dan menerapkan informasi tersebut. Nilai
spektral citra mampu memberikan informasi kondisi dan proses yang terjadi di permukaan lahan secara
kuantitatif. Nilai spektral citra adalah besaran energi dari gelombang elektromagnetik yang dipantulkan
oleh obyek dipermukaan bumi dan terrekam oleh sensor satelit. Setiap obyek dimuka bumi memiliki
karakteristik yang berbeda-beda dalam interaksinya dengan gelombang elektromagnetik. Perbedaan
karakteristik tersebut menyebabkan adanya perbedaan perbandingan nilai energi elektromagnetik yang
ditransmisikan, diserap dan dipantulkan kembali oleh obyek tersebut. Dalam kondisi atmosferik yang
seragam, perbedaan nilai pantulan gelombang elektromagnetik yang terrekam oleh sensor satelit dapat
digunakan sebagai dasar identifikasi obyek dan kuantifikasi proses-proses dimuka bumi seperti morfologi
karst.
Identifikasi morfologi dan struktur geologi mengunakan SIG (Sistem Informasi Geografis) dilakukan
dengan langkah-langkah berikut Pengumpulan data, Pengolahan citra digital, Interpretasi, Analisis
kerapatan
Pengumpulan data yakni mengumpulkan data-data yang mendukung kita dalam mengolah citra digital,
interpretasi sampai dengan analisis kerapatan. Missal data DEM SRTM, citra landsat, peta geologi. Peta
tutupan lahan dsb.

Pengolahan citra secara dijital meliputi(Palloan,2009):


1) koreksi citra baik koreksi radiometric maupun
koreksi geometric,
2) Penghitungan nilai OIF
dan pembuatan citra komposit warna,
3) penajaman citra, dan
4) pemfilteran spasial

Interpretasi citra dari hasil pengolahan


diinterpretasi secara visual dengan menggunakan software ER Mapper versi 7.0 dan Arc View versi 3.3
image analyst, yaitu meliputi; 1) interpretasi dan identifikasi morfologi kars, meliputi; relief kars, puncak
puncak karst menara (tower karst), lembah kering (dry valley) dan 2) interpretasi struktur geologi daerah
kars, difokuskan pada struktur geologi yang dominan di daerah kars yaitu struktur kekar.
Analisis Kerapatan
Analisis diarahkan pada kerapatan obyek obyek kars yang telah diinterpretasi yaitu bukit-bukit kars
kerucut (conical hills), lembah kering (dry valley) serta kerapatan kekar. Sebagai unit analisis adalah
satuan relief-morfologi.

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas singkat dapat disimpulkan bahwa di era digital 4.0 kita dapat
memperoleh data secara mudah dan cepat dengan keakuratan yang cukup. Sehingga kita dapat
mengidentifikasi sebuah bentang lahan dan memanfaatkan informasi dari system informasi geografis
untuk menganalisis apa yang terjadi dengan cepat untuk mengambil keputusan kedepanya.

REVERENSI
Palloan, P., Zylshal.2009. Identifikasi Morfologi Dan Struktur Geologi Kawasan Karst Di Kabupaten
Maros Dengan Meggunakan Citra Landsat-7 ETM+.http:/researchgate.net
Nurliana, siti. 2018. Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh Untuk Mengenali Perubahan Penggunaan
Lahan Pada Kawasan Karst Maros. Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika (JSPF)
Budiyanto, Eko. 2014. Karakteristik Morfologi Cekungan Karst Gunungsewu Melalui Data GDEM
ASTER. Jurnal Pendidikan Geografi.
Budiyanto, Eko. 2014. Evaluasi Laju Disertifikasi Batuan pada Bentang Lahan Karst Gunungsewu
Melalui Penginderaan Jauh. Jurnal Pendidikan Geografi.
Budiyanto, Eko. 2016. Keterkaitan Kondisi Fitur Permukaan Karst yang Diperoleh Dari Data Citra
Penginderaan Jauh Dengan Kualitas Air Bawah Tanah di Gunungsewu Bagian Barat. Jurnal Pendidikan
Geografi.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai