Anda di halaman 1dari 13

Praktik Keselamatan Kebakaran ...

(Haris S, Ari S, Yuliani S)

Praktik Keselamatan Kebakaran pada Operator SPBU di Kabupaten


Blora

Haris Setyawan*), Ari Suwondo**), Yuliani Setyaningsih***)


*)
Alumni Magister Promosi Kesehatan Undip
Koresponden : aris_funkybass@yahoo.co.id
**)
Magister Promosi Kesehatan Universitas Diponegoro Semarang
***)
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang

ABSTRAK
SPBU merupakan tempat yang memiliki tingkat risiko kebakaran besar (Major Hazard Accident),
yaitu apabila terjadi kecelakaan akan menimbulkan kerugian yang sangat besar, baik kerugian nyawa
manusia maupun kerugian material lainnya, dan kecelakaan tersebut pernah terjadi di salah satu
SPBU di Kabupaten Blora. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi praktik keselamatan kebakaran pada operator SPBU di Kabupaten Blora. Jenis
penelitian yang digunakan adalah explanatory research, metode yang digunakan adalah survei dengan
pendekatan cross sectional study. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total populasi
dengan jumlah 73 responden. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara praktik
keselamatan kebakaran dengan umur, jenis kelami), tingkat pendidikan, status pernikahan ),
pengetahuan, sikap, peraturan, sarana/fasilitas , supervisi, rekan kerja. Terdapat variable yang paling
dominan yang mempengaruhi praktik keselamatan kebakaran yaitu sikap dengan nilai signifikasi
0,044 dan nilai OR sebesar 5,011
Kata Kunci : Operator SPBU, praktik keselamatan kebakaran

ABSTRACT
Risk Factors Concerning The Fire Safety Practices of The Fuel Station Operator in Blora;
A fuel station is a place having a major fire hazard accident level, in which, if an accident
happens, it may cause major loss in both casualties and other material loss; and such accident
had ever taken place a fuel station in Blora. This research had an objective to finding out the
factors effecting fire safety practices of the fuel station operator in Blora. The used research
type was an explanotory research; the used method was a survey with a cross sectional study
approach. The samples used in this research were the total population as many as 73
respondents. The research result showed that there were correlation between the fire safety
practices and age, sex, educational level, marital status, knowledge, attitude, rules, facilities
/ amenities, supervision, coworkers. There most dominant variable affecting the fire safety
practises, with was attitude, with the significance value of 0.044 and OR value of 5.011
Keywords : gas stations operator, fire safety practices

17
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 8 / No. 1 / Januari 2013

PENDAHULUAN disebabkan oleh unsafe behaviour. Riset NSC


Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil (National Safety Council) bahwa penyebab
atau besar pada tempat yang tidak kita kecelakaan kerja 88% adalah unsafe behaviour,
kehendaki, merugikan dan pada umumnya sukar 10% unsafe condition dan 2% tidak diketahui
dikendalikan. Api terjadi karena persenyawaan penyebabnya. Penelitian lain dilakukan oleh
dari sumber panas, benda mudah terbakar dan DuPont Company yang menunjukkan bahwa
oksigen. Suatu peristiwa kebakaran akan sangat angka kecelakaan kerja sebesar 96%
luas sekali dampaknya dan bahkan kadang akan disebabkan oleh unsafe behavior dan 4%
berpengaruh di segala bidang, baik pada saat disebabkan oleh unsafe condition. Groeneweg
kejadian maupun sesudahnya. Kebakaran dapat menyatakan bahwa pendekatan budaya
menimbulkan kerugian, baik kerugian langsung keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
maupun tidak langsung. Kebakaran sering menekankan tidak hanya pada individu untuk
menimbulkan akibat yang tidak diinginkan baik menjaga keselamatan diri sendiri, tetapi karyawan
yang menyangkut kegiatan material, terhentinya sebagai individu juga harus menjaga keselamatan
kegiatan usaha, kerusakan lingkungan maupun orang lain, baik rekan kerjanya atau bukan
menimbulkan ancaman terhadap keselamatan (interdependent). Karyawan diharapkan saling
jiwa manusia. Bencana kebakaran yang menjaga dan mengawasi orang lain, terbentuknya
merupakan bahaya yang berdampak luas meliputi jaringan kerja yang saling mendukung dan
kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang memiliki kebanggaan organisasi. Budaya menjaga
mengalaminya. Oleh karena bencana kebakaran keselamatan diri sendiri dan orang lain tersebut
datangnya tidak umum dan bukan bahaya yang tidak hanya diaplikasikan di dalam orang (on the
rutin terjadi akan semakin memperbesar kerugian job) saja, tetapi juga di luar orang (off the job).
yang dialami (Soedarto,1984). Desi Hartati menyatakan bahwa untuk
Berdasarkan undang-undang no. 1 tahun mengurangi tindakan tidak aman sebaiknya
1970 pada Bab III pasal 3, tentang syarat-syarat atasan memberi pujian pada karyawan, menjadi
keselamatan kerja yaitu mencegah, mengurangi teladan yang baik, mengunjungi area tempat kerja
dan memadamkan kebakaran serta Keputusan secara teratur, menjaga komunikasi tentang
Menteri Tenaga Kerja RI No. KEP. 186/MEN/ keamanan secara terbuka dan mengkaitkan
1999 tentang unit penanggulangan kebakaran di bonus dengan kemajuan keamanan. Selain itu
tempat kerja pada Bab 1 pasal 2 yaitu : pengurus untuk mengurangi tindakan tidak aman dapat
atau pengusaha wajib mencegah, mengurangi, dilakukan melalui seleksi dan penempatan,
dan memadamkan kebakaran, latihan pelatihan, motivasi dengan penempatan poster,
penanggulangan kebakaran di tempat kerja dan penghargaan keamanan, penguatan positif,
dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang behaviour based safety training serta inspeksi
berlaku, untuk mengurangi risiko terjadinya keamanan. (Hartati, 2010)
kebakaran maka diperlukan penanggulangan Lawrence green dalam bukunya menyatakan
secara maksimal oleh setiap perusahaan karena bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama
kecanggihan, konsistensi, dan kedisiplinan suatu yaitu predisposing, enabling dan reinforcing
industri dalam menerapkan sistem keselamatan factor. Predisposing factor terdiri dari
kerja pada setiap industri belum bisa dipastikan pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan, nilai,
bahwa kegiatan operasinya tidak akan terjadi tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi.
kecelakaan atau bencana. Penelitian yang Enabling factor mencakup ketersediaan sarana
dilakukan cooper bahwa 80% - 95 % dari dan prasarana. Sedangkan reinforcing factor
keseluruhan kecelakaan kerja yang terjadi terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh agama,

18
Praktik Keselamatan Kebakaran ... (Haris S, Ari S, Yuliani S)

petugas, dan peraturan.(Green, 1991) tertentu berdasarkan pengetahuan yang


SPBU adalah singkatan Stasiun Pengisian diperoleh, karena pengetahuan akan
Bahan Bakar Umum. SPBU merupakan areal menimbulkan respon dalam bentuk sikap
yang memiliki tingkat risiko kebakaran besar terhadap obyek yang diketahui, yang pada
(Major Hazard Accident) yaitu suatu akhirnya akan menimbulkan respon berupa
kecelakaan industri yang besar dengan akibat tindakan terhadap stimulus atau obyek tertentu.
yang sangat merugikan, baik nyawa manusia Pengetahuan dan sikap saling terkait dalam
maupun kerugian material lainnya. Dalam terbentuknya kemampuan untuk melakukan suatu
pendirian SPBU, PERTAMINA memberikan praktik tertentu. Perubahan pengetahuan akan
persyaratan dan standar prosedur keselamatan mempengaruhi sikap dan kemampuan dalam
wajib yaitu berupa sarana pemadaman melaksanakan praktik, sehingga tanpa disadari
kebakaran, sarana lindungan lingkungan, sistem dengan berubahnya salah satu komponen
keamanan, sistem pencahayaan, peralatan dan tersebut, maka berubah pula kemampuan
kelengkapan filling BBM, duiker (saluran air), seseorang untuk melaksanakan praktik tertentu.
sensor api, generator, instalasi listrik, rambu- Untuk memperoleh hasil kineja keselamatan
rambu standar keselamatan SPBU. SPBU di kebakaran yang optimal dalam pekerjaan di
Indonesia dibedakan atas SPBU yang sudah SPBU diperlukan kemampuan melaksanakan
terstandar oleh PT Pertamina dan ada yang belum tindakan/praktik keselamatan sesuai standard
distandarisasi. Standarisasi oleh PT Pertamina operating procedure yang tepat, praktik
bernama SPBU Pasti Pass yaitu SPBU yang telah keselamatan kebakaran bisa diperoleh dari
tersertifikasi dapat memberikan pelayanan traning/pelatihan yang dilakukan oleh pemilik
terbaik kelas dunia yang meliputi 5 komponen SPBU, training meliputi teknik upaya pencegahan
penilain, salah satunya adalah sarana dan fasilitas dan pemadaman kebakaran, menggunakan
SPBU yang berupa sarana keselamatan sarana/alat pemadam kebakaran, memilki rasa
kebakaran. Di dalam standar pasti pass ada 3 tanggung jawab terhadap keselamatan tempat
grade yaitu SILVER, GOLD, dan DIAMOND. kerjanya sehingga operator SPBU dapat bekerja
Peringkat didasarkan 5 poin yang dinilai dan secara aman dan selamat(Akbar, 2008)
diaudit setiap 3 bulan sekali oleh PT Pertamina Manifestaasi suatu MHA (Major Hazard
melalui Lembaga independen Berueu Veritas Accident) dapat terlihat berupa kebakaran,
meliputi standar pelayanan, jaminan kualitas dan peledakan dan pelepasan bahan beracun.
kuantitas, kondisi peralatan dan fasilitas, Kebakaran akan dapat menyebabkan terjadinya
keselarasan format fasilitas, penawaran produk ledakan-ledakan akibat terdapat bahan atau alat
dan pelayanan tambahan (Wikipedia,2005) yang mudah meledak. SPBU merupakan tempat
Praktik keselamatan kebakaran sangat penyimpanan bahan bakar berupa solar, bensin
penting dalam upaya pencegahan kejadian dan pertamax yang merupakan bahan sumber
kebakaran yang bisa memperkecil atau bahkan bahan kebakaran dan peledakan, dan faktor
memperbesar chance terjadinya risiko incident bahaya kebakaran di SPBU antara lain proses
maupun accident kasus kebakaran. Penelitian pengisian BBM dari tanki Pertamina ke tanki
yang dilakukan Siswanto menjelaskan bahwa pendam, pengisian BBM ke kendaraan melalui
praktik keselamatan kebakaran pada operator dispernser BBM, penggunaan handphone,
SPBU di Kabupaten Jember dipengaruhi oleh barang elektonik, korek api, rokok di area
pengetahuan dan pelatihan dari operator SPBU. SPBU (Wikipedia, 2005)
Praktik merupakan kemampuan Kasus kebakaran di Kota Blora tahun 2010
memperagakan/ melakukan suatu tindakan sebanyak 132 kasus, dimana kasus terbesar dari

19
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 8 / No. 1 / Januari 2013

penyebab kebakaran adalah faktor manusia faktor unsafe behaviour inilah yang dapat
berupa tindakan yang tidak aman dari manusia menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja
sebanyak 41 kasus, dan sisanya sebanyak 91 terutama risiko kemungkinan terjadinya
kasus terjadi akibat faktor teknis penyalaan kebakaran, faktor pengetahuan operator,
sendiri/self ignition.(Dinas Pemadam, 2010) supervisi pimpinan dan rekan kerja jelas sekali
Kabupaten Blora secara geografis merupakan berperan sekali sehingga perilaku tidak aman di
daerah yang sangat panas dan kering, sehingga atas terjadi dan bisa membahayakan SPBU dan
kasus kebakaran akibat penyalaan sendiri lebih lingkungan sekitarnya.(K3L Pertamina, 2006)
banyak ditemukan. Berdasarkan data monitoring
kebakaran tahun 2010 di SPBU daerah Blora METODE
telah terjadi kasus kebakaran dimana kasus Penelitian ini menggunakan rancangan
tersebut terjadi disebabkan olah karena faktor penelitian analitik dengan pendekatan penelitian
unsafe behaviour petugas SPBU karena pada kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan
saat melakukan proses pengisian BBM ke tanki penelitian analitik penjelasan (explanatory)
pendam tidak dipasang rambu-rambu peringatan dengan menggunakan desain cross sectional
sehingga saat ada sumber api yang berasal dari study , dimana variabel independent dan variabel
karyawan SPBU yang sedang merokok sehingga dependent pada obyek penelitian diukur secara
terjadi kebakaran, sedangkan berdasarkan simultan dalam waktu bersamaan. Desain
standar operasional prosedur K3L (Keselamatan penelitian tersebut dipilih untuk menganalisa
dan Kesehatan Kerja Lingkungan) milik hubungan dan pengaruh variable independent
pertamina selama pengisian berlangsung harus (predisposing factors, enabling factors, dan
dipasang rambu-rambu peringatan, selain itu reinforcing factors) terhadap praktik
disekitar lokasi harus dipastikan tidak boleh keselamatan kebakaran operator SPBU di
terdapat sumber atau kegiatan yang dapat kabupaten Blora. Populasi dalam penelitian ini
menimbulkan panas/ api. Jika terdapat kondisi adalah semua operator SPBU di Kabupaten
berbahaya, pembongkaran harus segera Blora yaitu 73 orang. Analisis statistik yang
dihentikan dan mobil tangki serta kendaraan digunakan adalah analisi univariat untuk
lainnya harus segera disingkirkan dari lokasi.. mengetahui distribusi frekuensi, analisis bivariat
SPBU Kabupaten Blora semuanya sudah mengetahui uji chi square dan analisi multivariate
berstandar pasti pass tapi hanya bergrade menggunakan regresi logistic.
SILVER yaitu grade awal SPBU Pasti Pass,
berdasarkan observasi di 5 SPBU di Kabupaten HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Blora menunjukan ada praktik operator salah satu Karakteristik Responden
SPBU yang tidak aman, antara lain operator Umur
SPBU merokok di areal kerja, proses Umur operator SPBU adalah lama hidup
berlangsungnya pengisian BBM ke dalam tangki operator dalam satuan tahun yang dihitung dari
pendam SPBU tanpa ada rambu peringatan yang tahun kelahiran sampai dengan ulang tahun
menujukkan sedang ada proses pengisian BBM terakhir. Umur merupakan salah satu factor
ke tanki pendam, pengunjung yang tidak demografi yang mempengaruhi persepsi
mematikan mesin kendaraan dan penggunaan HP seseorang. Berdasarkan hasil penelitian
saat pengisian BBM, sedangkan didalam Standar menunjukkan bahwa presentase umur responden
Operasional Prosedur K3L SPBU Pertamina yang paling banyak dari umur 31-56 tahun
sudah dijelaskan bahwa semua SPBU harus sebesar 58,9%, dan sisanya 41,1% kategori 18-
mematuhi semua peraturan keselamatan kerja , 30 tahun. Hasil analisis bivariat menunjukkan

20
Praktik Keselamatan Kebakaran ... (Haris S, Ari S, Yuliani S)

antara umur dengan praktik keselamatan hasil variabel umur responden tidak dominan
kebakaran diperoleh hasil p value 0,042 yang dengan nilai Exp. B sebesar 2,622 dan tidak
berarti lebih kecil dari α 0,05, dengan demikian menunjukkan nilai signifikasi dengan nilai p value
ada hubungan antara umur dengan praktik 0,585 karena lebih besar dari nilai α 0,05 yang
keselamatan kebakaran, hal ini berbeda dengan berarti umur responden tidak menunjukkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Risyanto yang pengaruh terhadap praktik keselamatan
menyatakan bahwa umur tidak ada hubungan kebakaran.
dengan praktik keselamatan kebakaran karena
umur hanya merupakan proses pertumbuhan fisik Jenis Kelamin
seseorang yang tidak mutlak mempengaruhi Jenis kelamin merupakan perbedaan biologis
tingkat pemahaman dan perlakuan seseorang yang merupakan penentu apakah seseorang
terhadap sesuatu objek, akan tetapi hasil digolongkan sebagai laki-laki atau perempuan.
penelitian yang dilakukan penulis ini selaras Hasil uji analisis bivariat dengan uji chi square
dengan jurnal rangkuman diskusi HSE MIGAS menunjukkan antara jenis kelamin dengan praktik
yang menyatakan bahwa umur berpengaruh keselamatan kebakaran terdapat hubungan,
terhadap kejadian kebakaran karena umur dengan p value 0,026 yang berarti lebih kecil
merupakan salah satu faktor pendorong orang dari α 0,05. Hal ini menunjukkan dalam
dapat memahami suatu objek dengan lebih baik melakukan praktik keselamatan kebakaran
karena dengan bertambahnya umur maka perbedaan kelamin berpengaruh besar dengan
perkembangan otak juga ikut bertambah. presentase 84,2% yaitu praktik baik keselamatan
Penelitian yang dilakukan Aditya Rahmi kebakaran pada operator perempuan, sedangkan
menjelaskan bahwa umur operator SPBU laki-laki hanya 55,6% yang mempunyai praktik
berhubungan terhadap kejadian kebakaran baik keselamatan kebakaran. Siswanto dalam
karena responden dalam penelitian menujukkan jurnalnya menjelaskan bahwa jenis kelamin
operator yang berumur muda lebih cenderung berpengaruh terhadap kejadian kebakaran
melakukan praktik tidak aman terhadap karena dalam setiap gender pasti terdapat given
kebakaran, dan umur merupakan salah satu yang artinya dalam setiap jenis kelamin seseorang
faktor demografis yang secara tidak langsung pasti ada sifat bawaan yang dominan
berhubungan dengan kemungkinan seseorang berpengaruh terhadap perilaku seseorang sesuai
untuk bertindak khususnya tindakan pencegahan dengan buku yang ditulis Soekijo Notoadmojo
kebakaran bahwa jenis kelamin mempengaruhi persepsi
Operator SPBU dengan kategori umur 18- orang terhadap suatu perilaku, dan suatu perilaku
30 tahun mempunyai semangat kerja tinggi, hal merupakan bentuk stimulus seseorang terhadap
ini bisa diketahui dengan peneliti melihat sebagian rangsangan dari luar, walaupun bentuk
besar responden menegur konsumen apabila stimulusnya sama namun bentuk respon akan
kedapatan menggunakan hp saat pengisian BBM. berbeda pada setiap orang, dan salah satu faktor
Operator dengan kategori umur 31-56 tahun yang membedakan adalah jenis kelamin sesuai
merupakan responden dengan kategori terbaik dengan buku yang ditulis oleh Lawrence Green.
dalam praktik keselamatan kebakaran dengan Operator SPBU berjenis kelamin
presentase 74,4%, hal ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki persepsi keselamatan yang
semakin lama orang bekerja sebagai operator lebih baik dari pada laki-laki, ini dibuktikan
SPBU maka mempunyai pengalaman kerja dan dengan sebagian responden perempuan menegur
aplikasi keselamatan kebakaran lebih baik. rekan kerja ataupun konsumen yang kedapatan
Berdasarkan hasil analisa multivariat diperoleh merokok di area SPBU. Berdasarkan hasil

21
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 8 / No. 1 / Januari 2013

analisis multivariat diperoleh hasil jenis kelamin pendidikan mempengaruhi praktik keselamatan
responden tidak dominan dengan nilai Exp. B kebakaran seseorang seperti dikutip dalam buku
sebesar 11,623 dan tidak menunjukkan nilai Soekijo Notoadmojo bahwa perilaku manusia
signifikasi dengan p value 0.086 karena melebihi ditentukan kemampuan berfikirnya yang bisa
nilai α 0,05 yang berarti jenis kelamin responden didapatkan melalui pendidikan formalnya
responden tidak menunjukkan pengaruh Operator SPBU yang berpendidikan SLTA-
terhadap praktik keselamatan kebakaran. PT memiliki persepsi tentang keselamatan
kebakaran yang lebih baik, hal ini dapat dilihat
Tingkat Pendidikan dari sebagian responden berpendidikan tinggi
Tingkat pendidikan merupakan jenjang untuk setiap konsumen yang mau mengisi BBM
pendidikan normal terakhir yang berhasil di untuk tertib mengantri dan mematikan mesin saat
tempuh responden25. Hasil uji analisis bivariat pengisian BBM. Berdasarkan hasil analisis
dengan uji chi square menunjukkan antara tingkat multivariate diperoleh hasil tingkat pendidikan
pendidikan dengan praktik keselamatan responden tidak dominan dengan nilai Exp. B
kebakaran terdapat hubungan, dengan p value sebesar 0,963 dan tidak menunjukkan nilai
0,016 yang berarti lebih kecil dari α 0,05. Hal signifikasi dengan p value 0,983 karena melebihi
ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan nilai α 0,05 yang berarti tingkat pendidikan
seseorang berpengaruh besar terhadap baiknya responden tidak menunjukkan pengaruh
praktik keselamatan kebakaran dengan terhadap praktik keselamatan kebakaran
presentase 74,4% yang dimiliki oleh responden
yang berpendidikan tinggi yaitu SLTA-PT. Masa Kerja
Tingkat pendidikan yang merupakan salah satu Lama kerja merupakan lama operator
faktor predisposing tidak ada hubungan dengan bekerja di SPBU dari pertama kali masuk hingga
praktik keselamatan kebakaran karena tingkah sekarang. Hasil uji analisis bivariat dengan uji chi
laku manusia tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat square menunjukkan antara masa kerja dengan
pendidikan seseorang saja, namun masih banyak praktik keselamatan kebakaran tidak terdapat
faktor predisposing lain yang berperan hubungan, dengan p value 0,060 yang berarti
membentuk perilaku antara lain pengetahuan dan lebih besar dari α 0,05. Hal ini menunjukkan
sikap seseorang, namun penelitian ini selaras bahwa masa kerja seseorang tidak berpengaruh
dengan penelitian oleh Ferri Mollana yang terhadap baiknya praktik keselamatan
menyatakan bahwa tingkat pendidikan kebakaran. Walaupun operator SPBU
berpengaruh terhadap kejadian kebakaran yaitu mempunyai masa kerja yang lama belum tentu
dengan hasil penelitian yang Ferri dapatkan melakukan praktik keselamatan kebakaran
bahwa responden yang berpendikan tinggi dengan baik, ada faktor lain yang menentukan
melakukan praktik keselamatan kebakaran seseorang untuk mengambil keputusan untuk
dengan lebih baik dari pada yang berpendidikan melaksanakan pekerjaan dengan aman, masa
rendah karena tingkat pendidikan merupakan kerja tidak ada hubungan dengan praktik
standar bagi seseorang untuk lebih mudah keselamatan kebakaran bisa terjadi karena
memberikan persepsi, respon, atau tanggapan tenaga kerja yang lama ataupun baru belum tentu
dari luar sesuai dengan buku yang ditulis menerapkan pekerjaan dan keselamatannya
Lawrence Green yaitu semakin tinggi pendidikan dengan lebih baik dan ada faktor lain yang
seseorang maka makin tinggi respon yang menentukan seseorang berperilaku selamat,
diberikan, sedangkan menurut Almalik Faisal walaupun untuk orientasi pekerja baru SPBU
Harahap dalam penelitiannya menyatakan tingkat telah ada pelatihan tentang faktor resiko

22
Praktik Keselamatan Kebakaran ... (Haris S, Ari S, Yuliani S)

kebakaran di tempat kerjanya namun apabila menyatakan bahwa status pernikahan berpengaruh
tidak ada pelatihan secara rutin dan berkala maka terhadap kejadian kebakaran yang dalam
hasilnya sama saja antara pekerja lama dan penelitiannya menunjukkan bahwa operator yang
pekerja baru, dan penelitian yang dilakukan sudah menikah cenderung melakukan praktik kerja
penulis ini berbeda dengan rangkuman diskusi yang aman dibandingkan operator yang belum
jurnal HSE tentang bahaya kebakaran di SPBU menikah, seperti memberi rambu-rambu
yang menyatakan bahwa masa kerja peringatan kalau sedang pekerjaan dengan risiko
berpengaruh terhadap kejadian kebakaran kebakaran besar dan lebih memperhatikan tanda
karena dalam penelitiannya ditemukan bahwa keselamatan yang telah tersedia. Soekijo
pekerja dengan masa kerja lama lebih dominan Notoadmojo dalam bukunya menyatakan status
berperilaku baik dalam praktik keselamatan pernikahan seseorang mempengaruhi praktik
kebakaran dari pada karyawan baru dan tenaga seseorang karena status pernikahan meningkatkan
kerja dengan masa kerja lama telah lebih tanggung tanggung jawab seseorang terhadap
memperhatikan keselamatan dirinya, rekan pekerjaanya (Notoadmojo, 2003)
kerjanya dan aset perusahaannya. hal ini Operator SPBU yang berstatus belum
disebabkan karena masa kerja merupakan salah menikah memiliki persepsi tentang keselamatan
satu faktor pemungkin seseorang untuk kebakaran yang lebih baik, hal ini dapat dilihat
berperilaku lebih baik ataupun lebih buruk seperti dari sebagian responden berstatus belum menikah
yang disebutkan dalam teori perilaku Lawrence tidak merokok di areal SPBU, berdasarkan hasil
Green wawancara bahwa responden yang belum
menikah sebagian besar sadar dan taat terhadap
Status Pernikahan peraturan yang telah dibuat managemen SPBU
Status pernikahan merupakan keadaan tentang keselamatan dalam bekerja khususnya
terakhir yang yang berhubungan dengan status kebakaran. Berdasarkan hasil analisis
pernikahan responden24. Hasil uji analisis bivariat multivariate diperoleh hasil status pernikahan
dengan uji chi square menunjukkan antara status responden tidak dominan dengan nilai Exp. B
pernikahan dengan praktik keselamatan sebesar 10,255 dan tidak menunjukkan nilai
kebakaran terdapat hubungan, dengan p value signifikasi dengan p value 0,068 karena melebihi
0,034 yang berarti lebih kecil dari α 0,05. Hal ini nilai α 0,05 yang berarti status pernikahan
menunjukkan bahwa status pernikahan seseorang responden tidak menunjukkan pengaruh
berpengaruh terhadap baiknya praktik terhadap praktik keselamatan kebakaran.
keselamatan kebakaran, dan pada tabel 4.27
memperlihatkan bahwa walaupun status Pengetahuan tentang Keselamatan
pernikahan responden adalah belum menikah, Kebakaran
operator tetap dapat melakukan praktik Pengetahuan merupakan seberapa hasil tahu
keselamatan kebakaran dengan baik sebesar operator setelah melakukan penginderaan
57,4%. Status pernikahan tidak ada hubungan terhadap obyek tertentu. Hasil uji analisis bivariat
dengan praktik keselamatan kebakaran hal ini dengan uji chi square menunjukkan antara
disebabkan karena setiap operator mempunyai pengetahun dengan praktik keselamatan
tugas dan tanggung jawab masing-masing terhadap kebakaran terdapat hubungan, dengan p value
alat, sarana, fasiltas dan keselamatan kebakaran 0,017 yang berarti lebih kecil dari α 0,05. Hal
dan tidak ditentukan oleh status pernikahannya, ini menunjukkan bahwa pengetahuan seseorang
namun penelitian yang dilakukan oleh penulis berpengaruh besar terhadap baiknya praktik
selaras dengan penelitian oleh Aditya Rahmi yang keselamatan kebakaran, dan pengetahuan

23
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 8 / No. 1 / Januari 2013

merupakan domain yang sangat penting untuk bahwa pengetahuan seseorang berpengaruh
terbentuknya suatu tindakan seseorang, karena baiknya praktik keselamatan kebakaran,
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan menurut Risyanto dalam jurnalnya menjelaskan
lebih langgeng daripada perilaku yang tidak bahwa praktik keselamatan kebakaran tidak
didasari pengetahuan. Risyanto dalam jurnalnya dipengaruhi oleh sikap karena sikap merupakan
menyatakan pengetahuan seseorang tentang suatu reaksi tertutup dan belum tentu menjadi
keselamatan kebakaran diperoleh dari hasil sebuah tindakan dan tanpa ada dukungan orang
pendidikannya, pengalamannya, media massa lain sikap tidak akan menjadi suatu praktik.
maupun orang lain, dan pengetahuan merupakan Soekidjo dalam bukunya menjelaskan sikap
salah satu faktor yang menjadi dasar untuk adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan,
melakukan tindakan atau pelaksaan upaya dan sikap seseorang terhadap suatu objek
pencegahan kebakaran. Lawrence Green adalah perasaan mendukung atau memihak
menjelaskan bahwa tingkat pengetahuan maupun perasaan tidak mendukung atau tidak
seseorang merupakan sesuatu yang sangat memihak pada objek tersebut. Diantara
penting serta merupakan dasar dari sikap dan beberapa faktor yang mempengaruhi
tindakan dalam menerima atau menolak sesuatu pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi,
yang baru. Pengetahuan tidak muncul secara tiba- kebudayaan, orang lain yang dianggap penting,
tiba, tapi berdasarkan informasi yang media massa, institusi atau lembaga pendidikan
didapatkan, informasi ini dapat pula diperoleh dan lembaga agama, serta faktor emosi dari diri
dari pendidikan maupun pelatihan. Pengetahuan individu.(Notoadmojo, 2003)
merupakan faktor yang menjadi dasar atau Jika dilihat dari jawaban responden
motivasi untuk melakukan tindakan dimana mengenai sikap tentang praktik keselamatan
pengetahuan untuk berperilaku sehat dan selamat kebakaran, semua responden setuju bahwa
merupakan salah satu modal untuk hidup semua bahaya kebakaran bisa dilakukan
sehat(Green, 1991). pencegahan, tetapi sebagaian besar responden
Berdasarkan hasil analisis multivariat tidak memperhatikan tanda-tanda keselamatan
diperoleh pengetahuan responden tentang yang telah dibuat dan bukan merupakan
keselamatan kebakaran tidak dominan dengan tanggung jawab pekerjaanya, sehingga ada
nilai Exp. B sebesar 0,132 dan menunjukkan nilai operator yang acuh tak acuh merokok di area
signifikasi dengan p value 0,048 karena lebih SPBU di tempat istirahat maupun daerah kamar
kecil dari nilai α 0,05 yang berarti tingkat mandi SPBU, meskipun bukan didekat dispenser
pendidikan responden menunjukkan pengaruh BBM tapi tetap meningkatkan resiko kebakaran
terhadap praktik keselamatan kebakaran di tempat kerja.
Berdasarkan hasil analisa multivariat
Sikap tentang Keselamatan Kebakaran mengenai sikap tentang praktik keselamatan
Sikap operator merupakan tanggapan kebakaran adalah dominan diantara faktor resiko
pekerja terhadap perilaku keselamatan dalam yang lain, hal ini dapat dilihat dari nilai Exp. B
upaya pencegahan terjadinya kecelakaan 5,011 dengan nilai p value terkecil 0.044 yang
kerja26. Hasil uji analisis bivariat dengan uji chi artinya jika sikap responden baik tentang praktik
square menunjukkan antara sikap dengan keselamatan kebakaran maka operator SPBU
praktik keselamatan kebakaran terdapat mempunyai peluang 5 kali untuk melakukan
hubungan, dengan p value 0,038 yang berarti praktik keselamatan kebakaran dengan baik.
lebih kecil dari α 0,05. Hal ini menunjukkan

24
Praktik Keselamatan Kebakaran ... (Haris S, Ari S, Yuliani S)

Persepsi Operator SPBU tentang Peraturan Berdasarkan hasil analisa multivariate bahwa
Keselamatan Kebakaran variable peraturan tidak dominan dengan nilai
Peraturan dalam SPBU merupakan Exp. B sebesar 0,896 dan tidak menunjukkan
kebijakan dari pimpinan yang sifatnya mengikat nilai signifikasi dengan nilai p value 0,938 karena
dan mengatur operator SPBU dalam melebihi nilai α 0,05 yang berarti peraturan-
melaksanakan tugas sehari-hari dalam bentuk peraturan di SPBU tidak menunjukkan pengaruh
SOP, reward and punishment. Hasil uji analisis terhadap praktik keselamatan kebakaran.
bivariat dengan uji chi square menunjukkan
antara peraturan dengan praktik keselamatan Persepsi Operator SPBU tentang Pelatihan
kebakaran terdapat hubungan, dengan p value Keselamatan Kebakaran
0,033 yang berarti lebih kecil dari α 0,05. Hal Pelatihan merupakan pembinaan untuk
ini menunjukkan bahwa peraturan dalam SPBU operator yang berkaitan dengan perubahan
berpengaruh terhadap praktik keselamatan perilaku kearah perilaku aman dalam bekerja.
kebakaran, tetapi peraturan yang baik tanpa Hasil uji analisis bivariat dengan uji chi square
didukung faktor pelatihan maka tidak akan menunjukkan antara pelatihan dengan praktik
mencapai perilaku yang diinginkan, misalnya SOP keselamatan kebakaran tidak terdapat hubungan,
tentang tanggap darurat kebakaran, tapi apabila dengan p value 0,083 yang berarti lebih besar
tidak diikuti dengan pelatihanya maka operator dari α 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
tidak akan bisa menerapkan praktik tanggap selalu pelatihan yang diadakan perusahaan
darurat dengan baik, dan menurut rangkuman berpengaruh terhadap praktik keselamatan
Studi dan Diskusi HSE yang menyatakan bahwa kebakaran, hal ini bisa disebabkan bahwa
peraturan sangat penting untuk mengontrol masing-masing operator SPBU telah
operator, karyawan, supervisior dan konsumen mendapatkan pelatihan kebakaran sebelum
agar lebih patuh terhadap keselamatan mereka bekerja maupun pelatihan rutin tahunan
kebakaran, peraturan dalam bentuk SOP, reward yang diadakan SPBU, walaupun sebagaian besar
and punishment sangat penting untuk menjadi operator SPBU tidak mendapatkan pelatihan
dasar seseorang berpraktik selamat dan lebih rutin 2 kali dalam 1 tahun yang wajib berdasarkan
disiplin dalam bekerja karena ada sanksi tegas peraturan pemerintah, didalam pelatihan
dari perusahaan apabila melanggar peraturan penanggulangan kebakaran operator SPBU didik
(Administrator, 2011) untuk dapat melakukan upaya pemadaman
Jika dilihat dari hasil jawaban responden kebakaran sendiri untuk mencegah kebakaran
terhadap peraturan tentang praktik keselamatan yang lebih besar dan mendidik pekerja untuk
kebakaran di SPBU, hampir sebagaian besar mempunyai rasa tanggung jawab terhadap
SPBU yang ada sudah ada SOP dan tertempel keselamatan tempat kerjaanya, namun penelitian
di tempat kerja, tetapi untuk pelaporan tentang yang dilakukan penulis selaras dengan penelitian
kecelakaan kerja pengusaha yang berkewajiban oleh Ferri Mollana yang menyatakan bahwa
melapor kepada depnaker kurang aktif pelatihan tidak berhubungan terhadap kejadian
melaporkan kecelakaan yang telah terjadi, dari kebakaran karena pelatihan yang rutin tanpa
hasil wawancara dengan supervisior bahwa fasilitas yang memadai maka tidak akan efektif
kecelakaan yang terjadi tidak dilaporkan apabila untuk memadamkan api. Dalam rangkuman
kecelakaan yang terjadi merupakan kecelakaan diskusi HSE Migas Nasional menjelaskan bahwa
yang kecil, misalnya tenaga kerja terkilir, jatuh seseorang yang tidak berkompeten akan
ditempat kerja, maupun luka yang tidak cenderung melakukan kesalahan lebih banyak
menimbulkan cacat permanen dan kematian. dari pada personel yang berkompeten, dalam

25
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 8 / No. 1 / Januari 2013

praktik keselamatan kebakaran hal ini akan Pemeliharaan APAR, SNI 03-1735-2000 Tata
berakibat pada tingginya risiko kejadian Cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses
kebakaran.(Mollana, 2002) Lingkungan untuk Pencegahan Bahaya
Di dalam pelatihan kebakaran, operator Kebakaran, SNI 03-3989- 2000 tentang tata
SPBU dilatih untuk dapat melakukan upaya cara perencanaan dan pemasangan sistem
pemadamam kebakaran untuk mencegah springkler otomatik untuk pencegahan bahaya
timbulnya kebakaran dengan teknik pemadaman kebakaran dan Peraturan Menteri tenaga Kerja
api, penggunaan APAR dan hydrant, dan dan Transmigrasi RI No. Per. 02/MEN/1983
program evakuasi. Pelatihan tanggap darurat tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik.
kebakaran dimaksudkan untuk memastikan Berdasarkan observasi penulis ada beberapa
perlindungan yang maksimal terhadap jiwa, alat dan sarana yang tidak sesuai dengan SOP
sarana prasarana dan aset perusahaan, juga Pertamina dan Permenaker/SNI, antara lain
untuk mengurangi dampak akibat kebakaran sarana/fasilitas alat pemadam kebakaran
yang terjadi terhadap lingkungan. sebagian kurang dirawat dan diperhatikan, posisi
APAR yang menurut SOP “APAR harus mudah
Persepsi Responden tentang Fasilitas dilihat dan mudah dicapai” tetapi ternyata
Pencegahan dan Penanggulangan terhalang oleh benda lain khususnya APAR roda
Kebakaran dengan kapasitas 70kg, karena ada di sebagian
Sarana/fasilitas keselamatan kebakaran SPBU yang ditempatkan di dalam ruangan atau
merupakan segala hal yang berhubungan dengan gudang. Pada sebagian APAR juga tidak ada
pencegahan dan penanggulangan terjadinya cara pemakain dalam bahasa Indonesia, jadi
kebakaran berdasarkan persyaratan teknis yang kurang efektif apabila yang memadamkan bukan
ditentukan. Hasil uji analisis bivariat dengan uji orang yang mengerti bahasa inggris, sedangkan
chi square menunjukkan antara sarana/fasilitas menurut SOPAPAR harus mempunyai petunjuk
kebakaran dengan praktik keselamatan pemakain dalam bahasa indonesia. Sampai saat
kebakaran terdapat hubungan, dengan p value ini pemeriksaan APAR hanya dilakukan minimal
0,001 yang berarti lebih kecil dari α 0,05. PT 1kali dalam 1 tahun dan fasilitas yang laen seperti
Pertamina bersama Berueu Veritas yaitu sebuah hydrant dan splinker dilakukan pemeriksaan bila
lembaga standarisasi SPBU internasional menjadi ada kerusakan/keluhan saja sedangkan dalam
sebuah badan indepedent yang menstadariasi SOP pemeriksaan APAR dilakukan 2 kali yaitu
semua fasilitas pemadam kebakaran secara rutin pemeriksaan setiap 6 bulan. Perlu juga
yaitu 1 kali dalam 3 bulan berupa standarisasi ditambahkan sarana evacuation rute dan safety
SPBU pasti pass yang dibagi dalam 3 grade yaitu point untuk menunjang praktik keselamatan
silver, gold dan diamond. 5 SPBU di kabupaten kebakaran khususnya peta petunjuk dan tempat
Blora telah mendapatkan sertifikasi silver, dan evakuasi yang aman.
belum ada yang mendapatkan grade gold Berdasarkan hasil analisa multivariate bahwa
ataupun diamond, ini dikarenakan ada sebagian variable sarana/fasilitas tidak dominan dengan
fasilitas pemadam kebakaran yang kurang nilai Exp. B sebesar 3,517 dan tidak
terawat. Hani Fadinna menyatakan bahwa menunjukkan nilai signifikasi dengan nilai p value
sarana/fasilitas perlu pengontrolan dan 0,365 karena melebihi nilai α 0,05 yang berarti
pemeliharaan secara rutin meliputi pemeriksaan sarana/fasilitas SPBU tidak menunjukkan
APAR, Hidran, Splinker, dan Alarm Sistem sesuai pengaruh terhadap praktik.
dengan Permenakertrans No. 04/MEN/1980
tentang Syarat – syarat Pemasangan dan

26
Praktik Keselamatan Kebakaran ... (Haris S, Ari S, Yuliani S)

Persepsi Responden tentang Supervisi berdasarkan wawancara dengan supervisior


Pimpinan SPBU bahwa supervisior yang dilakukan
Supervisi pimpinan merupakan pemantauan sebatas dengan informasi mengenai pelayanan
dan evaluasi yang dilakukan oleh kepala seksi terhadap konsumen, kepuasan konsumen, dan
(supervisior) SPBU kepada operator terhadap administrasi keuangan yang didapat dan tidak
praktik keselamatan kebakaran. Hasil uji analisis pernah ada supervisi mengenai keselamatan
bivariat dengan uji chi square menunjukkan kebakaran di tempat kerja operator tersebut,
antara supervise pimpinan dengan praktik meskipun didalam penelitian menurut responden
keselamatan kebakaran terdapat hubungan, didapatkan hasil baik supervisi sebanyak 72,3%.
dengan p value 0,026 yang berarti lebih kecil Supervisi terhadap operator SPBU mengenai
dari α 0,05. hal ini berbeda dengan penelitian keselamatan kebakaran sangat penting untuk
yang telah dilakukan oleh Indradi Noor Akbar mencegah terjadinya kecelakaan kerja khususnya
dan Risyanto yang menyatakan bahwa supervisi kebakaran, sebenarnya tidak menyita waktu
pimpinan tidak ada hubungan dengan praktik yang banyak, bisa dilakukan briefing 5-10 menit
keselamatan kebakaran karena supervisi yang sebelum bekerja, hal ini sesuai dengan teori
biasa dilakukan hanya sebatas supervisi mengenai bahwa perubahan fisik belum tentu akan merubah
hasil pekerjaan bukan supervisi tentang praktik perilaku safety pada karyawan, walaupun
keselamatan kebakaran. Almalik Faisal Harahap perubahan yang terjadi hanya sementara dan
dalam penelitiannya menyatakan bahwa sikap karyawan tersebut akan berperilaku unsafe
pimpinan yang tidak tegas dalam memberikan kembali, jadi supervisi rutin sangat perlu
sanksi terhadap operator yang tidak disiplin akan dilakukan.
mempengaruhi pekerja lain yang disiplin terhadap Berdasarkan hasil analisa multivariate bahwa
praktik keselamatan kebakaran. Dalam variable supervisi tidak dominan dengan nilai Exp.
rangkuman Studi dan Diskusi HSE supervisi yang B sebesar 12,184 dan tidak menunjukkan nilai
sesuai dengan SOP PT Pertamina antara lain signifikasi dengan nilai p value 0,613 karena
memastikan bahwa semua peralatan teknis melebihi nilai α 0,05 yang berarti supervisi
SPBU berjalan dengan baik dan akurat sesuai pimpinan SPBU tidak menunjukkan pengaruh
ketentuan PT Pertamina, melakukan problem terhadap praktik keselamatan kebakaran.
solving atau trouble shooting di lapangan
bilamana diperlukan, melaksanakan pengawasan Persepsi Responden terhadap Dukungan
agar para karyawan SPBU bekerja sesuai dengan Rekan Kerja
standar keamanan maupun prosedur yang telah Faktor reinforcing adalah faktor yang
ditetapkan perusahaan, melaksanakan tertib menentukan apakah tindakan keselamatan
administrasi dan pengawasan keuangan. memperoleh dukungan atau tidak, salah satu
(Harahap, 2009) faktor yang berperan dalam penelitian ini adalah
Di dalam peraturan perundangan-undangan rekan kerja. Motivasi merupakan pendorong
pengusaha diwajibkan untuk mengadakan yang bisa didapatkan dari rekan kerja untuk
supervisi kepada pekerja baru tentang jenis berperilaku aman sehingga kecelakaan kerja
pekerjaanya, jadi pekerja boleh bekerja setelah khusunya kebakaran dapat dihindari atau
mendapatkan pembinaan dari atasan sehingga diminimalisir. Berdasarkan hasil uji analisis
mengetahui bahaya dan pengetahuan terhadap bivariat dengan uji chi square menunjukkan
pencegahan terhadap kecelakaan kerja sehingga antara rekan kerja dengan praktik keselamatan
pekerja dapat bekerja dengan sehat dan selamat, kebakaran terdapat hubungan, dengan p value
berbeda dengan hasil yang didapatkan peneliti 0,0001 yang berarti lebih kecil dari α 0,05, Ferri

27
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 8 / No. 1 / Januari 2013

Mollana yang menyatakan bahwa rekan kerja berpengaruh positif maupun negatif, pengaruh
tidak ada hubungan dengan praktik keselamatan negatif misalnya sebagian besar rekan kerja
kebakaran karena dalam pelaksanaannya merokok di area SPBU, dan secara tidak
operator tidak saling mengingatkan jika rekan langsung mempengaruhi individu untuk berbuat
kerjanya bertindak tidak aman, selain itu rekan seperti teman kerja yang lain, sedangkan
kerja merupakan faktor pendorong (reinforcing) pengaruh positif misalnya pada rekan kerja yang
dan tanpa dukungan faktor pendorong lain akan selalu mematuhi peraturan keselamatan kerja.
sulit untuk menjadi praktik keselamatan Berdasarkan hasil analisa multivariat bahwa
kebakaran yang baik. Almalik Faisal Harahap variabel rekan kerja tidak dominan dengan nilai
dalam penelitiannya menyatakan perilaku Exp. B sebesar 5,213 dan tidak menunjukkan
seseorang ditentukan oleh pemikiran dan nilai signifikasi dengan nilai p value 0,412 karena
perasaan, adanya orang lain yang dijadikan melebihi nilai α 0,05 yang berarti rekan kerja
panutan yang dapat mendorong perilaku responden tidak menunjukkan pengaruh
khusunya praktik keselamatan kebakaran. terhadap praktik keselamatan kebakaran.
Soekijo Notoadmojo dalam bukunya
menggambarkan hubungan indvidu dengan SIMPULAN
lingkungan sosial akan mempengaruhi perilaku Sebagian besar responden berusia 31-56
didalam suatu kelompok, karena setiap tahun, berjenis kelamin laki-laki, menempuh
kelompok berlaku aturan-aturan dan norma- pendidikan SLTA-Perguruan Tinggi, mempunyai
norma tertentu.(Harahap, 2009) masa kerja lebih dari 5 tahun dan berstatus sudah
Pengaruh rekan kerja terhadap praktik menikah. Responden mempunyai presentase
keselamatan kebakaran bisa dipengaruhi 3 faktor kategori baik tentang pengetahuan, sikap,
antara lain komunikasi, teori konformitas dan pelatihan, peraturan-peraturan, sarana/fasilitas
abedience. Komunikasi yang dimaksud disini pemadam kebakaran, superivisi pimpinan, rekan
adalah komunikasi yang dibangun antara individu kerja, praktik keselamatan kebakaran. Variabel
dan akan membentuk kerjasama dan persaingan, yang mempunyai hubungan yang bermakna
yang secara tidak langsung akan mencerminkan dengan praktik keselamatan kebakaran antara
bagaimana perselisihan dan kerjasama antar lain umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status
pribadi sebagai suatu dimensi yang sangat pernikahan, pengetahuan, sikap, peraturan,
penting. Dari hasil observasi lingkugan kerja di sarana/fasilitas, rekan kerja , sedangkan masa
masing-masing SPBU berbeda, dimana satu kerja dan pelatihan tidak mempunyai hubungan
SPBU mempunyai komunikasi antara rekan kerja karena p value lebih besar dari pada α = 0,05.
yang sangat baik sehingga menciptakan suasana Dari variabel pengetahuan dan sikap yang
kerja yang aman dan kondusif dalam bekerja, berpengaruh terhadap praktik keselamatan
ada juga SPBU yang mempunyai komunikasi yang kebakaran didapatkan bahwa sikap merupakan
kurang baik sehingga terjadi persaingan yang variabel yang paling dominan dengan p value
tidak sehat dan saling menjatuhkan. paling kecil yaitu 0,044.
Konformitas merupakan suatu tindakan
menyerahkan kepada tekanan kelompok
walaupun tidak ada permintaan langsung untuk
mengikuti apa yang telah dibuat oleh kelompok
tersebut. Obedience adalah kepatuhan
seseorang pada figur otoritas atau alasan dalam
bekerja. Komformitas antar operator SBPU bisa

28
Praktik Keselamatan Kebakaran ... (Haris S, Ari S, Yuliani S)

KEPUSTAKAAN Diagnosis Approach. California : Masfiela


Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Ins. 11/M/ Publishing Co. 1991
BW/1997. Tentang Pengawasan Khusus Mawarni, Atik. Biostatistik Lanjut. Program
K3 dan Penanggulangan Bahaya Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kebakaran. Jakarta : Departemen Tenaga Program Pasca Sarjana Undip : Semarang
Kerja: 1997 ; 2005
Hartati, Desi S. Evaluasi Penerapan Sistem Blorakab.wordpress. Geografis Kabupaten
Managemen K3 terhadap Perilaku Aman. Blora. 2010. (Diakses tanggal 10 Oktober
Diakses tanggal 20 agustus 2010- 13.00 2011-11.00 WIB). Diunduh dari : http://
WIB. Di unduh dari : http:library.usu.ac.id/ blorakab.wordpress.com/ 2010/04/19/
download/fkm/05012334.pdf geografis-kabupaten-blora/
Green LW,and Kreuter M.W. Health Promotion Mollana, Ferri. Faktor-faktor yang Berhubungan
Planning an Educational and Enviorment dengan Bahaya Kebakaran di SPBU
Approach, Second Edition, Mayfield Kecamatan Tanggulangin Surabaya.
Publishing Company ; 1991 Fakultas Teknik Universitas Kristen Petra ;
Akbar, Indradi Noor. Beberapa Faktor yang 2002
Berhubungan dengan Praktik Keselamatan Administrator. Rangkuman Studi dan Diskusi
Kebakaran Operator SPBU dalam Upaya HSE tentang Bahaya Kebakaran SPBU.
Pencegahan Kebakaran di Areal SPBU (Diakses tanggal 18 Desember 2011-17.00
Kec. Ngaliyan Semarang Barat. WIB) index.php? module= article &
Perpustakaan FKM UNDIP. 2008 sub=article&act =view &id= 8356 ; 2011
Wikipedia (Free Ensiklopedia). Stasiun Pengisian Harahap, Almalik Faisal. Pengetahuan, Sikap dan
Bahan Bakar Umum. 2005. (Diakses Karakteristik Tim K3 tentang Upaya
tanggal 12 September 2010-21.30 WIB). Penyelenggaraan Keselamatan Kerja
Diunduh dari : http://id.wikipedia.org/wiki/ Kebakaran di RSUD Karimun. 2009.
stasiun_pengisian_bahan_bakar Diunduh dari : repository.usu.ac.id/
Dinas Pemadam Kebakaran. Data Kebakaran bitstream/123456789/14738/1/
Kabupaten Blora 2010. Blora: Damkar 10E00446.pdf
Blora; 2010 Sahab, Syukri. Teknik Managemen Keselamatan
Pertamina, K3L. Prosedur Umum Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Bina
dan Kesehatan Kerja Lingkungan. Jakarta. Sumber Daya Manusia ; 1997
2006 Sastrohadiwiryo, B.Siswanto. Managemen
Anonim. KEPMENAKER 186/MEN/1999 Tenaga Kerja Indonesia, Pendekatan
tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Administratif dan Operasional. Jakarta :
Tempat Kerja. 1999. Bumi Aksara ;2003
Notoatmojo, Soekidjo. Ilmu Kesehatan
Masyarakat: Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta
: Rineka Cipta; 2003

Green, Lawrence. Health Education Planing A

29

Anda mungkin juga menyukai