ABSTRAK
SPBU merupakan tempat yang memiliki tingkat risiko kebakaran besar (Major Hazard Accident),
yaitu apabila terjadi kecelakaan akan menimbulkan kerugian yang sangat besar, baik kerugian nyawa
manusia maupun kerugian material lainnya, dan kecelakaan tersebut pernah terjadi di salah satu
SPBU di Kabupaten Blora. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi praktik keselamatan kebakaran pada operator SPBU di Kabupaten Blora. Jenis
penelitian yang digunakan adalah explanatory research, metode yang digunakan adalah survei dengan
pendekatan cross sectional study. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total populasi
dengan jumlah 73 responden. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara praktik
keselamatan kebakaran dengan umur, jenis kelami), tingkat pendidikan, status pernikahan ),
pengetahuan, sikap, peraturan, sarana/fasilitas , supervisi, rekan kerja. Terdapat variable yang paling
dominan yang mempengaruhi praktik keselamatan kebakaran yaitu sikap dengan nilai signifikasi
0,044 dan nilai OR sebesar 5,011
Kata Kunci : Operator SPBU, praktik keselamatan kebakaran
ABSTRACT
Risk Factors Concerning The Fire Safety Practices of The Fuel Station Operator in Blora;
A fuel station is a place having a major fire hazard accident level, in which, if an accident
happens, it may cause major loss in both casualties and other material loss; and such accident
had ever taken place a fuel station in Blora. This research had an objective to finding out the
factors effecting fire safety practices of the fuel station operator in Blora. The used research
type was an explanotory research; the used method was a survey with a cross sectional study
approach. The samples used in this research were the total population as many as 73
respondents. The research result showed that there were correlation between the fire safety
practices and age, sex, educational level, marital status, knowledge, attitude, rules, facilities
/ amenities, supervision, coworkers. There most dominant variable affecting the fire safety
practises, with was attitude, with the significance value of 0.044 and OR value of 5.011
Keywords : gas stations operator, fire safety practices
17
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 8 / No. 1 / Januari 2013
18
Praktik Keselamatan Kebakaran ... (Haris S, Ari S, Yuliani S)
19
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 8 / No. 1 / Januari 2013
penyebab kebakaran adalah faktor manusia faktor unsafe behaviour inilah yang dapat
berupa tindakan yang tidak aman dari manusia menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja
sebanyak 41 kasus, dan sisanya sebanyak 91 terutama risiko kemungkinan terjadinya
kasus terjadi akibat faktor teknis penyalaan kebakaran, faktor pengetahuan operator,
sendiri/self ignition.(Dinas Pemadam, 2010) supervisi pimpinan dan rekan kerja jelas sekali
Kabupaten Blora secara geografis merupakan berperan sekali sehingga perilaku tidak aman di
daerah yang sangat panas dan kering, sehingga atas terjadi dan bisa membahayakan SPBU dan
kasus kebakaran akibat penyalaan sendiri lebih lingkungan sekitarnya.(K3L Pertamina, 2006)
banyak ditemukan. Berdasarkan data monitoring
kebakaran tahun 2010 di SPBU daerah Blora METODE
telah terjadi kasus kebakaran dimana kasus Penelitian ini menggunakan rancangan
tersebut terjadi disebabkan olah karena faktor penelitian analitik dengan pendekatan penelitian
unsafe behaviour petugas SPBU karena pada kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan
saat melakukan proses pengisian BBM ke tanki penelitian analitik penjelasan (explanatory)
pendam tidak dipasang rambu-rambu peringatan dengan menggunakan desain cross sectional
sehingga saat ada sumber api yang berasal dari study , dimana variabel independent dan variabel
karyawan SPBU yang sedang merokok sehingga dependent pada obyek penelitian diukur secara
terjadi kebakaran, sedangkan berdasarkan simultan dalam waktu bersamaan. Desain
standar operasional prosedur K3L (Keselamatan penelitian tersebut dipilih untuk menganalisa
dan Kesehatan Kerja Lingkungan) milik hubungan dan pengaruh variable independent
pertamina selama pengisian berlangsung harus (predisposing factors, enabling factors, dan
dipasang rambu-rambu peringatan, selain itu reinforcing factors) terhadap praktik
disekitar lokasi harus dipastikan tidak boleh keselamatan kebakaran operator SPBU di
terdapat sumber atau kegiatan yang dapat kabupaten Blora. Populasi dalam penelitian ini
menimbulkan panas/ api. Jika terdapat kondisi adalah semua operator SPBU di Kabupaten
berbahaya, pembongkaran harus segera Blora yaitu 73 orang. Analisis statistik yang
dihentikan dan mobil tangki serta kendaraan digunakan adalah analisi univariat untuk
lainnya harus segera disingkirkan dari lokasi.. mengetahui distribusi frekuensi, analisis bivariat
SPBU Kabupaten Blora semuanya sudah mengetahui uji chi square dan analisi multivariate
berstandar pasti pass tapi hanya bergrade menggunakan regresi logistic.
SILVER yaitu grade awal SPBU Pasti Pass,
berdasarkan observasi di 5 SPBU di Kabupaten HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Blora menunjukan ada praktik operator salah satu Karakteristik Responden
SPBU yang tidak aman, antara lain operator Umur
SPBU merokok di areal kerja, proses Umur operator SPBU adalah lama hidup
berlangsungnya pengisian BBM ke dalam tangki operator dalam satuan tahun yang dihitung dari
pendam SPBU tanpa ada rambu peringatan yang tahun kelahiran sampai dengan ulang tahun
menujukkan sedang ada proses pengisian BBM terakhir. Umur merupakan salah satu factor
ke tanki pendam, pengunjung yang tidak demografi yang mempengaruhi persepsi
mematikan mesin kendaraan dan penggunaan HP seseorang. Berdasarkan hasil penelitian
saat pengisian BBM, sedangkan didalam Standar menunjukkan bahwa presentase umur responden
Operasional Prosedur K3L SPBU Pertamina yang paling banyak dari umur 31-56 tahun
sudah dijelaskan bahwa semua SPBU harus sebesar 58,9%, dan sisanya 41,1% kategori 18-
mematuhi semua peraturan keselamatan kerja , 30 tahun. Hasil analisis bivariat menunjukkan
20
Praktik Keselamatan Kebakaran ... (Haris S, Ari S, Yuliani S)
antara umur dengan praktik keselamatan hasil variabel umur responden tidak dominan
kebakaran diperoleh hasil p value 0,042 yang dengan nilai Exp. B sebesar 2,622 dan tidak
berarti lebih kecil dari α 0,05, dengan demikian menunjukkan nilai signifikasi dengan nilai p value
ada hubungan antara umur dengan praktik 0,585 karena lebih besar dari nilai α 0,05 yang
keselamatan kebakaran, hal ini berbeda dengan berarti umur responden tidak menunjukkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Risyanto yang pengaruh terhadap praktik keselamatan
menyatakan bahwa umur tidak ada hubungan kebakaran.
dengan praktik keselamatan kebakaran karena
umur hanya merupakan proses pertumbuhan fisik Jenis Kelamin
seseorang yang tidak mutlak mempengaruhi Jenis kelamin merupakan perbedaan biologis
tingkat pemahaman dan perlakuan seseorang yang merupakan penentu apakah seseorang
terhadap sesuatu objek, akan tetapi hasil digolongkan sebagai laki-laki atau perempuan.
penelitian yang dilakukan penulis ini selaras Hasil uji analisis bivariat dengan uji chi square
dengan jurnal rangkuman diskusi HSE MIGAS menunjukkan antara jenis kelamin dengan praktik
yang menyatakan bahwa umur berpengaruh keselamatan kebakaran terdapat hubungan,
terhadap kejadian kebakaran karena umur dengan p value 0,026 yang berarti lebih kecil
merupakan salah satu faktor pendorong orang dari α 0,05. Hal ini menunjukkan dalam
dapat memahami suatu objek dengan lebih baik melakukan praktik keselamatan kebakaran
karena dengan bertambahnya umur maka perbedaan kelamin berpengaruh besar dengan
perkembangan otak juga ikut bertambah. presentase 84,2% yaitu praktik baik keselamatan
Penelitian yang dilakukan Aditya Rahmi kebakaran pada operator perempuan, sedangkan
menjelaskan bahwa umur operator SPBU laki-laki hanya 55,6% yang mempunyai praktik
berhubungan terhadap kejadian kebakaran baik keselamatan kebakaran. Siswanto dalam
karena responden dalam penelitian menujukkan jurnalnya menjelaskan bahwa jenis kelamin
operator yang berumur muda lebih cenderung berpengaruh terhadap kejadian kebakaran
melakukan praktik tidak aman terhadap karena dalam setiap gender pasti terdapat given
kebakaran, dan umur merupakan salah satu yang artinya dalam setiap jenis kelamin seseorang
faktor demografis yang secara tidak langsung pasti ada sifat bawaan yang dominan
berhubungan dengan kemungkinan seseorang berpengaruh terhadap perilaku seseorang sesuai
untuk bertindak khususnya tindakan pencegahan dengan buku yang ditulis Soekijo Notoadmojo
kebakaran bahwa jenis kelamin mempengaruhi persepsi
Operator SPBU dengan kategori umur 18- orang terhadap suatu perilaku, dan suatu perilaku
30 tahun mempunyai semangat kerja tinggi, hal merupakan bentuk stimulus seseorang terhadap
ini bisa diketahui dengan peneliti melihat sebagian rangsangan dari luar, walaupun bentuk
besar responden menegur konsumen apabila stimulusnya sama namun bentuk respon akan
kedapatan menggunakan hp saat pengisian BBM. berbeda pada setiap orang, dan salah satu faktor
Operator dengan kategori umur 31-56 tahun yang membedakan adalah jenis kelamin sesuai
merupakan responden dengan kategori terbaik dengan buku yang ditulis oleh Lawrence Green.
dalam praktik keselamatan kebakaran dengan Operator SPBU berjenis kelamin
presentase 74,4%, hal ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki persepsi keselamatan yang
semakin lama orang bekerja sebagai operator lebih baik dari pada laki-laki, ini dibuktikan
SPBU maka mempunyai pengalaman kerja dan dengan sebagian responden perempuan menegur
aplikasi keselamatan kebakaran lebih baik. rekan kerja ataupun konsumen yang kedapatan
Berdasarkan hasil analisa multivariat diperoleh merokok di area SPBU. Berdasarkan hasil
21
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 8 / No. 1 / Januari 2013
analisis multivariat diperoleh hasil jenis kelamin pendidikan mempengaruhi praktik keselamatan
responden tidak dominan dengan nilai Exp. B kebakaran seseorang seperti dikutip dalam buku
sebesar 11,623 dan tidak menunjukkan nilai Soekijo Notoadmojo bahwa perilaku manusia
signifikasi dengan p value 0.086 karena melebihi ditentukan kemampuan berfikirnya yang bisa
nilai α 0,05 yang berarti jenis kelamin responden didapatkan melalui pendidikan formalnya
responden tidak menunjukkan pengaruh Operator SPBU yang berpendidikan SLTA-
terhadap praktik keselamatan kebakaran. PT memiliki persepsi tentang keselamatan
kebakaran yang lebih baik, hal ini dapat dilihat
Tingkat Pendidikan dari sebagian responden berpendidikan tinggi
Tingkat pendidikan merupakan jenjang untuk setiap konsumen yang mau mengisi BBM
pendidikan normal terakhir yang berhasil di untuk tertib mengantri dan mematikan mesin saat
tempuh responden25. Hasil uji analisis bivariat pengisian BBM. Berdasarkan hasil analisis
dengan uji chi square menunjukkan antara tingkat multivariate diperoleh hasil tingkat pendidikan
pendidikan dengan praktik keselamatan responden tidak dominan dengan nilai Exp. B
kebakaran terdapat hubungan, dengan p value sebesar 0,963 dan tidak menunjukkan nilai
0,016 yang berarti lebih kecil dari α 0,05. Hal signifikasi dengan p value 0,983 karena melebihi
ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan nilai α 0,05 yang berarti tingkat pendidikan
seseorang berpengaruh besar terhadap baiknya responden tidak menunjukkan pengaruh
praktik keselamatan kebakaran dengan terhadap praktik keselamatan kebakaran
presentase 74,4% yang dimiliki oleh responden
yang berpendidikan tinggi yaitu SLTA-PT. Masa Kerja
Tingkat pendidikan yang merupakan salah satu Lama kerja merupakan lama operator
faktor predisposing tidak ada hubungan dengan bekerja di SPBU dari pertama kali masuk hingga
praktik keselamatan kebakaran karena tingkah sekarang. Hasil uji analisis bivariat dengan uji chi
laku manusia tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat square menunjukkan antara masa kerja dengan
pendidikan seseorang saja, namun masih banyak praktik keselamatan kebakaran tidak terdapat
faktor predisposing lain yang berperan hubungan, dengan p value 0,060 yang berarti
membentuk perilaku antara lain pengetahuan dan lebih besar dari α 0,05. Hal ini menunjukkan
sikap seseorang, namun penelitian ini selaras bahwa masa kerja seseorang tidak berpengaruh
dengan penelitian oleh Ferri Mollana yang terhadap baiknya praktik keselamatan
menyatakan bahwa tingkat pendidikan kebakaran. Walaupun operator SPBU
berpengaruh terhadap kejadian kebakaran yaitu mempunyai masa kerja yang lama belum tentu
dengan hasil penelitian yang Ferri dapatkan melakukan praktik keselamatan kebakaran
bahwa responden yang berpendikan tinggi dengan baik, ada faktor lain yang menentukan
melakukan praktik keselamatan kebakaran seseorang untuk mengambil keputusan untuk
dengan lebih baik dari pada yang berpendidikan melaksanakan pekerjaan dengan aman, masa
rendah karena tingkat pendidikan merupakan kerja tidak ada hubungan dengan praktik
standar bagi seseorang untuk lebih mudah keselamatan kebakaran bisa terjadi karena
memberikan persepsi, respon, atau tanggapan tenaga kerja yang lama ataupun baru belum tentu
dari luar sesuai dengan buku yang ditulis menerapkan pekerjaan dan keselamatannya
Lawrence Green yaitu semakin tinggi pendidikan dengan lebih baik dan ada faktor lain yang
seseorang maka makin tinggi respon yang menentukan seseorang berperilaku selamat,
diberikan, sedangkan menurut Almalik Faisal walaupun untuk orientasi pekerja baru SPBU
Harahap dalam penelitiannya menyatakan tingkat telah ada pelatihan tentang faktor resiko
22
Praktik Keselamatan Kebakaran ... (Haris S, Ari S, Yuliani S)
kebakaran di tempat kerjanya namun apabila menyatakan bahwa status pernikahan berpengaruh
tidak ada pelatihan secara rutin dan berkala maka terhadap kejadian kebakaran yang dalam
hasilnya sama saja antara pekerja lama dan penelitiannya menunjukkan bahwa operator yang
pekerja baru, dan penelitian yang dilakukan sudah menikah cenderung melakukan praktik kerja
penulis ini berbeda dengan rangkuman diskusi yang aman dibandingkan operator yang belum
jurnal HSE tentang bahaya kebakaran di SPBU menikah, seperti memberi rambu-rambu
yang menyatakan bahwa masa kerja peringatan kalau sedang pekerjaan dengan risiko
berpengaruh terhadap kejadian kebakaran kebakaran besar dan lebih memperhatikan tanda
karena dalam penelitiannya ditemukan bahwa keselamatan yang telah tersedia. Soekijo
pekerja dengan masa kerja lama lebih dominan Notoadmojo dalam bukunya menyatakan status
berperilaku baik dalam praktik keselamatan pernikahan seseorang mempengaruhi praktik
kebakaran dari pada karyawan baru dan tenaga seseorang karena status pernikahan meningkatkan
kerja dengan masa kerja lama telah lebih tanggung tanggung jawab seseorang terhadap
memperhatikan keselamatan dirinya, rekan pekerjaanya (Notoadmojo, 2003)
kerjanya dan aset perusahaannya. hal ini Operator SPBU yang berstatus belum
disebabkan karena masa kerja merupakan salah menikah memiliki persepsi tentang keselamatan
satu faktor pemungkin seseorang untuk kebakaran yang lebih baik, hal ini dapat dilihat
berperilaku lebih baik ataupun lebih buruk seperti dari sebagian responden berstatus belum menikah
yang disebutkan dalam teori perilaku Lawrence tidak merokok di areal SPBU, berdasarkan hasil
Green wawancara bahwa responden yang belum
menikah sebagian besar sadar dan taat terhadap
Status Pernikahan peraturan yang telah dibuat managemen SPBU
Status pernikahan merupakan keadaan tentang keselamatan dalam bekerja khususnya
terakhir yang yang berhubungan dengan status kebakaran. Berdasarkan hasil analisis
pernikahan responden24. Hasil uji analisis bivariat multivariate diperoleh hasil status pernikahan
dengan uji chi square menunjukkan antara status responden tidak dominan dengan nilai Exp. B
pernikahan dengan praktik keselamatan sebesar 10,255 dan tidak menunjukkan nilai
kebakaran terdapat hubungan, dengan p value signifikasi dengan p value 0,068 karena melebihi
0,034 yang berarti lebih kecil dari α 0,05. Hal ini nilai α 0,05 yang berarti status pernikahan
menunjukkan bahwa status pernikahan seseorang responden tidak menunjukkan pengaruh
berpengaruh terhadap baiknya praktik terhadap praktik keselamatan kebakaran.
keselamatan kebakaran, dan pada tabel 4.27
memperlihatkan bahwa walaupun status Pengetahuan tentang Keselamatan
pernikahan responden adalah belum menikah, Kebakaran
operator tetap dapat melakukan praktik Pengetahuan merupakan seberapa hasil tahu
keselamatan kebakaran dengan baik sebesar operator setelah melakukan penginderaan
57,4%. Status pernikahan tidak ada hubungan terhadap obyek tertentu. Hasil uji analisis bivariat
dengan praktik keselamatan kebakaran hal ini dengan uji chi square menunjukkan antara
disebabkan karena setiap operator mempunyai pengetahun dengan praktik keselamatan
tugas dan tanggung jawab masing-masing terhadap kebakaran terdapat hubungan, dengan p value
alat, sarana, fasiltas dan keselamatan kebakaran 0,017 yang berarti lebih kecil dari α 0,05. Hal
dan tidak ditentukan oleh status pernikahannya, ini menunjukkan bahwa pengetahuan seseorang
namun penelitian yang dilakukan oleh penulis berpengaruh besar terhadap baiknya praktik
selaras dengan penelitian oleh Aditya Rahmi yang keselamatan kebakaran, dan pengetahuan
23
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 8 / No. 1 / Januari 2013
merupakan domain yang sangat penting untuk bahwa pengetahuan seseorang berpengaruh
terbentuknya suatu tindakan seseorang, karena baiknya praktik keselamatan kebakaran,
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan menurut Risyanto dalam jurnalnya menjelaskan
lebih langgeng daripada perilaku yang tidak bahwa praktik keselamatan kebakaran tidak
didasari pengetahuan. Risyanto dalam jurnalnya dipengaruhi oleh sikap karena sikap merupakan
menyatakan pengetahuan seseorang tentang suatu reaksi tertutup dan belum tentu menjadi
keselamatan kebakaran diperoleh dari hasil sebuah tindakan dan tanpa ada dukungan orang
pendidikannya, pengalamannya, media massa lain sikap tidak akan menjadi suatu praktik.
maupun orang lain, dan pengetahuan merupakan Soekidjo dalam bukunya menjelaskan sikap
salah satu faktor yang menjadi dasar untuk adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan,
melakukan tindakan atau pelaksaan upaya dan sikap seseorang terhadap suatu objek
pencegahan kebakaran. Lawrence Green adalah perasaan mendukung atau memihak
menjelaskan bahwa tingkat pengetahuan maupun perasaan tidak mendukung atau tidak
seseorang merupakan sesuatu yang sangat memihak pada objek tersebut. Diantara
penting serta merupakan dasar dari sikap dan beberapa faktor yang mempengaruhi
tindakan dalam menerima atau menolak sesuatu pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi,
yang baru. Pengetahuan tidak muncul secara tiba- kebudayaan, orang lain yang dianggap penting,
tiba, tapi berdasarkan informasi yang media massa, institusi atau lembaga pendidikan
didapatkan, informasi ini dapat pula diperoleh dan lembaga agama, serta faktor emosi dari diri
dari pendidikan maupun pelatihan. Pengetahuan individu.(Notoadmojo, 2003)
merupakan faktor yang menjadi dasar atau Jika dilihat dari jawaban responden
motivasi untuk melakukan tindakan dimana mengenai sikap tentang praktik keselamatan
pengetahuan untuk berperilaku sehat dan selamat kebakaran, semua responden setuju bahwa
merupakan salah satu modal untuk hidup semua bahaya kebakaran bisa dilakukan
sehat(Green, 1991). pencegahan, tetapi sebagaian besar responden
Berdasarkan hasil analisis multivariat tidak memperhatikan tanda-tanda keselamatan
diperoleh pengetahuan responden tentang yang telah dibuat dan bukan merupakan
keselamatan kebakaran tidak dominan dengan tanggung jawab pekerjaanya, sehingga ada
nilai Exp. B sebesar 0,132 dan menunjukkan nilai operator yang acuh tak acuh merokok di area
signifikasi dengan p value 0,048 karena lebih SPBU di tempat istirahat maupun daerah kamar
kecil dari nilai α 0,05 yang berarti tingkat mandi SPBU, meskipun bukan didekat dispenser
pendidikan responden menunjukkan pengaruh BBM tapi tetap meningkatkan resiko kebakaran
terhadap praktik keselamatan kebakaran di tempat kerja.
Berdasarkan hasil analisa multivariat
Sikap tentang Keselamatan Kebakaran mengenai sikap tentang praktik keselamatan
Sikap operator merupakan tanggapan kebakaran adalah dominan diantara faktor resiko
pekerja terhadap perilaku keselamatan dalam yang lain, hal ini dapat dilihat dari nilai Exp. B
upaya pencegahan terjadinya kecelakaan 5,011 dengan nilai p value terkecil 0.044 yang
kerja26. Hasil uji analisis bivariat dengan uji chi artinya jika sikap responden baik tentang praktik
square menunjukkan antara sikap dengan keselamatan kebakaran maka operator SPBU
praktik keselamatan kebakaran terdapat mempunyai peluang 5 kali untuk melakukan
hubungan, dengan p value 0,038 yang berarti praktik keselamatan kebakaran dengan baik.
lebih kecil dari α 0,05. Hal ini menunjukkan
24
Praktik Keselamatan Kebakaran ... (Haris S, Ari S, Yuliani S)
Persepsi Operator SPBU tentang Peraturan Berdasarkan hasil analisa multivariate bahwa
Keselamatan Kebakaran variable peraturan tidak dominan dengan nilai
Peraturan dalam SPBU merupakan Exp. B sebesar 0,896 dan tidak menunjukkan
kebijakan dari pimpinan yang sifatnya mengikat nilai signifikasi dengan nilai p value 0,938 karena
dan mengatur operator SPBU dalam melebihi nilai α 0,05 yang berarti peraturan-
melaksanakan tugas sehari-hari dalam bentuk peraturan di SPBU tidak menunjukkan pengaruh
SOP, reward and punishment. Hasil uji analisis terhadap praktik keselamatan kebakaran.
bivariat dengan uji chi square menunjukkan
antara peraturan dengan praktik keselamatan Persepsi Operator SPBU tentang Pelatihan
kebakaran terdapat hubungan, dengan p value Keselamatan Kebakaran
0,033 yang berarti lebih kecil dari α 0,05. Hal Pelatihan merupakan pembinaan untuk
ini menunjukkan bahwa peraturan dalam SPBU operator yang berkaitan dengan perubahan
berpengaruh terhadap praktik keselamatan perilaku kearah perilaku aman dalam bekerja.
kebakaran, tetapi peraturan yang baik tanpa Hasil uji analisis bivariat dengan uji chi square
didukung faktor pelatihan maka tidak akan menunjukkan antara pelatihan dengan praktik
mencapai perilaku yang diinginkan, misalnya SOP keselamatan kebakaran tidak terdapat hubungan,
tentang tanggap darurat kebakaran, tapi apabila dengan p value 0,083 yang berarti lebih besar
tidak diikuti dengan pelatihanya maka operator dari α 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
tidak akan bisa menerapkan praktik tanggap selalu pelatihan yang diadakan perusahaan
darurat dengan baik, dan menurut rangkuman berpengaruh terhadap praktik keselamatan
Studi dan Diskusi HSE yang menyatakan bahwa kebakaran, hal ini bisa disebabkan bahwa
peraturan sangat penting untuk mengontrol masing-masing operator SPBU telah
operator, karyawan, supervisior dan konsumen mendapatkan pelatihan kebakaran sebelum
agar lebih patuh terhadap keselamatan mereka bekerja maupun pelatihan rutin tahunan
kebakaran, peraturan dalam bentuk SOP, reward yang diadakan SPBU, walaupun sebagaian besar
and punishment sangat penting untuk menjadi operator SPBU tidak mendapatkan pelatihan
dasar seseorang berpraktik selamat dan lebih rutin 2 kali dalam 1 tahun yang wajib berdasarkan
disiplin dalam bekerja karena ada sanksi tegas peraturan pemerintah, didalam pelatihan
dari perusahaan apabila melanggar peraturan penanggulangan kebakaran operator SPBU didik
(Administrator, 2011) untuk dapat melakukan upaya pemadaman
Jika dilihat dari hasil jawaban responden kebakaran sendiri untuk mencegah kebakaran
terhadap peraturan tentang praktik keselamatan yang lebih besar dan mendidik pekerja untuk
kebakaran di SPBU, hampir sebagaian besar mempunyai rasa tanggung jawab terhadap
SPBU yang ada sudah ada SOP dan tertempel keselamatan tempat kerjaanya, namun penelitian
di tempat kerja, tetapi untuk pelaporan tentang yang dilakukan penulis selaras dengan penelitian
kecelakaan kerja pengusaha yang berkewajiban oleh Ferri Mollana yang menyatakan bahwa
melapor kepada depnaker kurang aktif pelatihan tidak berhubungan terhadap kejadian
melaporkan kecelakaan yang telah terjadi, dari kebakaran karena pelatihan yang rutin tanpa
hasil wawancara dengan supervisior bahwa fasilitas yang memadai maka tidak akan efektif
kecelakaan yang terjadi tidak dilaporkan apabila untuk memadamkan api. Dalam rangkuman
kecelakaan yang terjadi merupakan kecelakaan diskusi HSE Migas Nasional menjelaskan bahwa
yang kecil, misalnya tenaga kerja terkilir, jatuh seseorang yang tidak berkompeten akan
ditempat kerja, maupun luka yang tidak cenderung melakukan kesalahan lebih banyak
menimbulkan cacat permanen dan kematian. dari pada personel yang berkompeten, dalam
25
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 8 / No. 1 / Januari 2013
praktik keselamatan kebakaran hal ini akan Pemeliharaan APAR, SNI 03-1735-2000 Tata
berakibat pada tingginya risiko kejadian Cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses
kebakaran.(Mollana, 2002) Lingkungan untuk Pencegahan Bahaya
Di dalam pelatihan kebakaran, operator Kebakaran, SNI 03-3989- 2000 tentang tata
SPBU dilatih untuk dapat melakukan upaya cara perencanaan dan pemasangan sistem
pemadamam kebakaran untuk mencegah springkler otomatik untuk pencegahan bahaya
timbulnya kebakaran dengan teknik pemadaman kebakaran dan Peraturan Menteri tenaga Kerja
api, penggunaan APAR dan hydrant, dan dan Transmigrasi RI No. Per. 02/MEN/1983
program evakuasi. Pelatihan tanggap darurat tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik.
kebakaran dimaksudkan untuk memastikan Berdasarkan observasi penulis ada beberapa
perlindungan yang maksimal terhadap jiwa, alat dan sarana yang tidak sesuai dengan SOP
sarana prasarana dan aset perusahaan, juga Pertamina dan Permenaker/SNI, antara lain
untuk mengurangi dampak akibat kebakaran sarana/fasilitas alat pemadam kebakaran
yang terjadi terhadap lingkungan. sebagian kurang dirawat dan diperhatikan, posisi
APAR yang menurut SOP “APAR harus mudah
Persepsi Responden tentang Fasilitas dilihat dan mudah dicapai” tetapi ternyata
Pencegahan dan Penanggulangan terhalang oleh benda lain khususnya APAR roda
Kebakaran dengan kapasitas 70kg, karena ada di sebagian
Sarana/fasilitas keselamatan kebakaran SPBU yang ditempatkan di dalam ruangan atau
merupakan segala hal yang berhubungan dengan gudang. Pada sebagian APAR juga tidak ada
pencegahan dan penanggulangan terjadinya cara pemakain dalam bahasa Indonesia, jadi
kebakaran berdasarkan persyaratan teknis yang kurang efektif apabila yang memadamkan bukan
ditentukan. Hasil uji analisis bivariat dengan uji orang yang mengerti bahasa inggris, sedangkan
chi square menunjukkan antara sarana/fasilitas menurut SOPAPAR harus mempunyai petunjuk
kebakaran dengan praktik keselamatan pemakain dalam bahasa indonesia. Sampai saat
kebakaran terdapat hubungan, dengan p value ini pemeriksaan APAR hanya dilakukan minimal
0,001 yang berarti lebih kecil dari α 0,05. PT 1kali dalam 1 tahun dan fasilitas yang laen seperti
Pertamina bersama Berueu Veritas yaitu sebuah hydrant dan splinker dilakukan pemeriksaan bila
lembaga standarisasi SPBU internasional menjadi ada kerusakan/keluhan saja sedangkan dalam
sebuah badan indepedent yang menstadariasi SOP pemeriksaan APAR dilakukan 2 kali yaitu
semua fasilitas pemadam kebakaran secara rutin pemeriksaan setiap 6 bulan. Perlu juga
yaitu 1 kali dalam 3 bulan berupa standarisasi ditambahkan sarana evacuation rute dan safety
SPBU pasti pass yang dibagi dalam 3 grade yaitu point untuk menunjang praktik keselamatan
silver, gold dan diamond. 5 SPBU di kabupaten kebakaran khususnya peta petunjuk dan tempat
Blora telah mendapatkan sertifikasi silver, dan evakuasi yang aman.
belum ada yang mendapatkan grade gold Berdasarkan hasil analisa multivariate bahwa
ataupun diamond, ini dikarenakan ada sebagian variable sarana/fasilitas tidak dominan dengan
fasilitas pemadam kebakaran yang kurang nilai Exp. B sebesar 3,517 dan tidak
terawat. Hani Fadinna menyatakan bahwa menunjukkan nilai signifikasi dengan nilai p value
sarana/fasilitas perlu pengontrolan dan 0,365 karena melebihi nilai α 0,05 yang berarti
pemeliharaan secara rutin meliputi pemeriksaan sarana/fasilitas SPBU tidak menunjukkan
APAR, Hidran, Splinker, dan Alarm Sistem sesuai pengaruh terhadap praktik.
dengan Permenakertrans No. 04/MEN/1980
tentang Syarat – syarat Pemasangan dan
26
Praktik Keselamatan Kebakaran ... (Haris S, Ari S, Yuliani S)
27
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 8 / No. 1 / Januari 2013
Mollana yang menyatakan bahwa rekan kerja berpengaruh positif maupun negatif, pengaruh
tidak ada hubungan dengan praktik keselamatan negatif misalnya sebagian besar rekan kerja
kebakaran karena dalam pelaksanaannya merokok di area SPBU, dan secara tidak
operator tidak saling mengingatkan jika rekan langsung mempengaruhi individu untuk berbuat
kerjanya bertindak tidak aman, selain itu rekan seperti teman kerja yang lain, sedangkan
kerja merupakan faktor pendorong (reinforcing) pengaruh positif misalnya pada rekan kerja yang
dan tanpa dukungan faktor pendorong lain akan selalu mematuhi peraturan keselamatan kerja.
sulit untuk menjadi praktik keselamatan Berdasarkan hasil analisa multivariat bahwa
kebakaran yang baik. Almalik Faisal Harahap variabel rekan kerja tidak dominan dengan nilai
dalam penelitiannya menyatakan perilaku Exp. B sebesar 5,213 dan tidak menunjukkan
seseorang ditentukan oleh pemikiran dan nilai signifikasi dengan nilai p value 0,412 karena
perasaan, adanya orang lain yang dijadikan melebihi nilai α 0,05 yang berarti rekan kerja
panutan yang dapat mendorong perilaku responden tidak menunjukkan pengaruh
khusunya praktik keselamatan kebakaran. terhadap praktik keselamatan kebakaran.
Soekijo Notoadmojo dalam bukunya
menggambarkan hubungan indvidu dengan SIMPULAN
lingkungan sosial akan mempengaruhi perilaku Sebagian besar responden berusia 31-56
didalam suatu kelompok, karena setiap tahun, berjenis kelamin laki-laki, menempuh
kelompok berlaku aturan-aturan dan norma- pendidikan SLTA-Perguruan Tinggi, mempunyai
norma tertentu.(Harahap, 2009) masa kerja lebih dari 5 tahun dan berstatus sudah
Pengaruh rekan kerja terhadap praktik menikah. Responden mempunyai presentase
keselamatan kebakaran bisa dipengaruhi 3 faktor kategori baik tentang pengetahuan, sikap,
antara lain komunikasi, teori konformitas dan pelatihan, peraturan-peraturan, sarana/fasilitas
abedience. Komunikasi yang dimaksud disini pemadam kebakaran, superivisi pimpinan, rekan
adalah komunikasi yang dibangun antara individu kerja, praktik keselamatan kebakaran. Variabel
dan akan membentuk kerjasama dan persaingan, yang mempunyai hubungan yang bermakna
yang secara tidak langsung akan mencerminkan dengan praktik keselamatan kebakaran antara
bagaimana perselisihan dan kerjasama antar lain umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status
pribadi sebagai suatu dimensi yang sangat pernikahan, pengetahuan, sikap, peraturan,
penting. Dari hasil observasi lingkugan kerja di sarana/fasilitas, rekan kerja , sedangkan masa
masing-masing SPBU berbeda, dimana satu kerja dan pelatihan tidak mempunyai hubungan
SPBU mempunyai komunikasi antara rekan kerja karena p value lebih besar dari pada α = 0,05.
yang sangat baik sehingga menciptakan suasana Dari variabel pengetahuan dan sikap yang
kerja yang aman dan kondusif dalam bekerja, berpengaruh terhadap praktik keselamatan
ada juga SPBU yang mempunyai komunikasi yang kebakaran didapatkan bahwa sikap merupakan
kurang baik sehingga terjadi persaingan yang variabel yang paling dominan dengan p value
tidak sehat dan saling menjatuhkan. paling kecil yaitu 0,044.
Konformitas merupakan suatu tindakan
menyerahkan kepada tekanan kelompok
walaupun tidak ada permintaan langsung untuk
mengikuti apa yang telah dibuat oleh kelompok
tersebut. Obedience adalah kepatuhan
seseorang pada figur otoritas atau alasan dalam
bekerja. Komformitas antar operator SBPU bisa
28
Praktik Keselamatan Kebakaran ... (Haris S, Ari S, Yuliani S)
29