Anda di halaman 1dari 11

Nama : Khety Anjeli Maharani

Kelas : Piaud 2

Nim : 1820210055

A. Jejaring Ulama Di Nusantara

Dari masa ke masa ulama-ulama Nusantara telah lama menjalin

jejaring sanad keilmuan dengan para maha guru Islam yang ada di Mekkah dan

Timur Tengah. Sekembalinya dari merantau itulah, para ulama Indonesia mulai

mengembangkan keilmuan (pembaharuan) serta menjadi inspirasi untuk

menggerakan semangat jihad melawan kolonialisme.

John R Bowen dalam artikelnya “Intellectual Pilgrimages and Local Norms in

Fashioning Indonesian Islam” menulis, ulama Indonesia yang pernah berguru

kepada ulama Makkah dan Madinah, kembali ke Indonesia membawa semangat

pembaruan untuk melawan tekanan kolonialisme melalui organisasi Islam. Gerakan

ini pada dasarnya adalah bentuk pemurnian nilai Islam dari campuran nilai-nilai

lain. Meski awalnya organisasi ini bersifat kultural dan ke daerahan, pola tersebut

kemudian berkembang men jadi gerakan modern.1

Jejaring ulama Nusantara ini sudah lama diteliti oleh Dr Asyumardi Azra

dalam disertasi asli “The Transmission of Islamic Reformism to Indoesia: Networks

of Middle Eastern and Malay-Indonesian “˜Ulama’ in the Seventeenth and

Eighteenth Centuries”. Disertasi saudara Azyumardi Azra yang diajukan kepada

Departemen Sejarah, Columbia University, New York, pada akhir tahun 1992, guna

memperoleh gelar Ph.D.

Dalam penelitiannya ini, Dr. Azyumardi Azra, dikemukakan lebih jauh,

bahwa penelitian ini adalah merupakan langkah awal dalam menyelidiki sejarah

1
sosial dan intelektual ulama dan pemikiran Islam di Indonesia, khususnya dalam

kaitannya perkembangan pemikiran Islam di pusat-pusat keilmuan Islam di Timur

Tengah. Karena tidak mungkin, pembaharuan yang terjadi di berbagai negara

Muslim ini tanpa adanya mata rantai yang sambung-bersambung (sanad “˜ilm, mata

rantai keilmuan-red) dengan pusat pertumbuhan dan perkembangan Islam di Timur

Tengah

Dalam realitas kesejarahan, pertumbuhan dan perkembangan Islam di

Nusantara, yang pada dasarnya memiliki keterkaitan erat dengan dinamika umat

Islam di Timur Tengah, bukanlah sekedar dilandasi oleh faktor politis. Pada masa

awalnya, yakni pada akhir abad ke-8 hingga abad ke-12, hubungan diantara kedua

wilayah umat Islam tersebut, lebih sebagai hubungan perdagangan dan ekonomi.

Pada masa berikutnya, hingga akhir abad ke-15, hubungan antar kedua

kawasan mulai mengambil aspek yang lebih luas. Disamping mereka melakukan

praktik perdagangan, para pedagang dari Timur Tengah juga melakukan upaya

penyebaran agama Islam, sehingga akhirnya terjalin hubungan sosial-keagamaan

yang sangat erat diantara keduanya. Selanjutnya, pada abad ke-15 hingga paru

kedua abad ke-17, hubungan yang terjalin diantara Melayu-Indonesia dengan

Daulat Utsmani, lebih banyak diwarnai oleh faktor politis. Kenyataan ini sebagai

akibat dari adanya pengaruh perebutan dua kekuatan besar, yakni dari penguasa

Spanyol dan Daulah Utsmani. Dengan adanya hal ini, maka kemudian para elit

penguasa di Nusantara mengambil posisi untuk menjalin kebersamaan dengan

daulat Utsmani. Hubungan yang lebih bersifat keagamaan dan politis ini,

dikembangkan dengan para penguasa di Haramayn.

Dengan adanya jaringan dengan ulama di Haramayn ini, kemudian

menjadikan ulama dari Nusantara untuk meningkatkan dan mengembangkan

kemampuan keilmuan serta intelektualnya. Daris sinilah kemudian semenjak paruh

kedua abad ke-17 ini, hubungan diantara ulama Haramayn dengan ulama di

2
Nusantara ini lebih merupakan hubungan sosial-intelektual, selain juga hubungan

sosial-keagamaan.

Melalui pendekatan penelitian historis-filosofis serta pendekatan sosiologis-

antropologis penulis dapat menelusuri pertumbuhan dan perkembangan lembaga-

lembaga pendidikan yang terjadi dikawasan periferi, yang selama ini dianggap

remeh oleh para peneliti serta sarjana modern. Dari penelitian little tradition yang

ada di kawasan periferi ini, terdapat gagasan serta ide-ide pembaharuan, yang pada

dasarnya juga dikembang tumbuhkan dari jaringan ulama, yang berpusat di

Haramayn, dengan memunculkan “sintesis baru” menjadi great tradition.

Jaringan Ulama yang telah lama terbangun dalam wilayah Internasional ini

dibuktikan dengan adanya jaringan ulama Melayu-Indonesia, bukan berarti

hasilnya berlaku lokal bagi Muslimin di Nusantara, karena Jaringan Ulama yang

terjadi ini merupakan mata rantai emas keilmuan yang sangat luas dan menyeluruh

ke semua belahan Dunia Muslim. Ulama Melayu-Indonesia adalah merupakan

bagian dari jaringan besar tersebut dimana pada masa itu mulai dilaksanakannya

pemikiran serta gerakan pembaharuan di wilayah Islam Nusantara.2

B. Ulama – ulama Awal di Nusantara

Para Ulama Awal dan Peranannya di Indonesia

1. Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri hidup sekitar tahun 1590 Masehi pada masa

Sultan Iskandar muda. beliau bukan saja sebagai seorang ulama sufi dan

sastrawan terkemuka dia juga sebagai perintis pendidikan Islam di

nusantara.

Perkembangan intelektualnya dimulai dari Aceh atau Fansur lalu

India Persia Mekkah dan Madinah semua bahasa tersebut dikuasainya.

3
dalam pengembaraannya ia mempelajari ilmu fiqih, tauhid, tasawuf ,

sejarah sastra Arab dan tafsir.

Sekembali dari kembarannya Hamzah Fansuri pulang ke kampung

halamannya, fansur. disini ia menjadi guru di Dayah di daerah obah

Simpang kanan singkel..

Hamzah Fansuri, selain sebagai seorang pemikir juga sebagai

penulis yang sangat produktif diantara karya-karyanya adalah sebagai

berikut :

a. Mempelopori penulisan risalah tasawuf. Buku ini ditulisnya dalam

bahasa Melayu yang cukup sistematis dan dapat dipahami. karena

kebanyakan buku ditulis dalam bahasa Arab sehingga sulit dipahami

oleh orang awam.

b. bidang sastra, yang mempelopori penulisan puisi-puisi filosopis dan

mistis bercorak Islam. Memperkenalkan syair puisi 4 baris dengan

skema sajak a-a-a-a perpaduan antara ruba'i Persia dan pantun

Melayu.

c. Dalam bidang tafsir, ia mempelopori penggunaan metode ta’wil. hal

ini dapat dilihat dalam karyanya Asrar Al Arifin, yang banyak

mengutip ayat Al quran, lalu menganalisisnya dengan sangat tajam.

2. Syamsuddin al-sumatrani

Syamsudin al sumatrani hidup pada abad ke-16 Masehi. pada

masa Sultan Iskandar muda ia memiliki peran dan posisi penting di istana

kerajaan Aceh Darussalam sebagai Qadhi. kedekatannya dengan sultan

beliau diberi gelar Syeikh Al Islam atau gelar tertinggi untuk ulama,

Qadhi , imam, penasehat anggota, anggota tim perundingan dan juru

bicara kerajaan.

Syamsuddin al-sumatrani memiliki sejumlah karya yang ditulis

dalam bahasa Arab dan Melayu atau Jawi. karya-karya tersebut ada yang

tidak dijumpai lagi, karena dibakar di halaman masjid Baiturrahman pada

4
masa Sultan Iskandar tsani, karena ajaran wujudiyah divonis oleh

Nuruddin Ar raniri sebagai ajaran yang sesat.

Karya-karyanya yang dapat dijumpai adalah sebagai berikut

a. Jauhar Al Haqaid

b. Risalah Al baiyyin al – Mulahaza Al muwahhidin wa al Muhiddin fi dzikir

Allah

c. Mi'rab al-mu’minin

d. Syarah ruba’I Hamzah Fansuri

e. Syarah syair ikan tongkol

f. Nur Al - daqa’iq

g. Thariq al-salikin

3. Nuruddin Ar raniri

Nuruddin Ar raniri lahir di ranir atau sekarang dikenal dengan

sebuah pelabuhan tua di Gujarat ( w 1658 m ). ayahnya berasal dari

Hadramaut, Arab Selatan walaupun Nuruddin keturunan Arab ia

dianggap sebagai ulama Melayu.

Pendidikan awal diterima dari ayahnya lalu ke Hadramaut,

selanjutnya ke Haramain atau Mekah dan Madinah. pada tahun 1620 M

dan menetap di sana setelah menjalani ibadah haji.

Nuruddin Ar raniri diangkat sebagai Syaikh Al Islam. pada masa

Sultan Iskandar tsania. ia menentang dokrin wujudiyah yang diajarkan

oleh Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al-sumatrani.

karya-karya berjumlah 29 buah dalam bidang tasawuf, fiqih, kalam,

perbandingan agama, hadis dan sejarah. diantara karyanya tersebut

adalah sebagai berikut :

a. Shirat Al Mustaqiem

b. Durrat Al aqaid bi syarh al – Aqaid

c. Tibyan Fi Ma’rifat al – Adyan

5
d. Ia banyak menerjemahkan hadis ke dalam bahasa Melayu karya

terjemahannya ini adalah Hidayah Al Habib fi Taghrib wa al Tarhib

4. Abdul Rauf singkel

Abdurrauf singkel dilahirkan di singkel pada tahun 1615 M. ia

memperoleh pendidikan pertama dari ayahnya sendiri, yang seorang

ulama. lalu ke Banda Aceh, selanjutnya ke Haramain pada tahun 1642 M.

ia kembali ke Aceh pada tahun 1642 M. di mana kerajaan Aceh

Darussalam dipimpin oleh Sultan Safiatuddin.

karya-karyanya adalah sebagai berikut:

a. Tafsir Tarjuman al-mustafid

b. Al – mir’ah al – Thulab fi Tashil Al - ma'rifah Al - Ahkam ,Al Syar'iyyah Al

Malik Al wahhab.

5. Syeikh Abdussamad Al Palimbani

Syeikh Abdussamad Al Palimbani lahir di Palembang Sumatera

Selatan dan wafat di Haramain pada tahun 1789 M. Ayahnya adalah

seorang ulama keturunan Sayyid dari San’a Yaman, yang sering

melakukan perjalanan atau rihlah ke Jawa dan India sebelum menetap di

Kedah, Semenanjung Malaka.

Di Kedah ayahnya menjabat qadhi atau hakim agung di

kesultanan Kedah, Pendidikan Abdussamad kecil bermula di Kedah dan

patani. lalu keharaman di Haramain ia berguru kepada Muhammad bin

Abd Al Karim Al sammani, Muhammad bin Sulaiaman al-kurdi dan Abd

al – Mun’im al – Damanhuri.

Di haramain, Abdussamad bergaul dan berdiskusi dengan para

ulama dan komunitas jawi atau ashab Al jawiyyin. hal ini membuat ia

tetap peduli terhadap perkembangan keagamaan dan politik di nusantara.

Di antara karya karya adalah Nasihat al-muslimin wa Tazkiyarah Al

mu’minin fi fadla Al - jihad fisabilillah.

6. Syekh Ahmad khatib al-Minangkabawi

6
Minangkabau Nabawi Ahmad khatib al-Minangkabawi lahir di

Bukit tinggi Sumatera barat pada tahun 1855 M. Ayahnya seorang jaksa

di Padang sedangkan ibunya adalah anak tuanku Nan Renceh atau Ulama

dari kaum Padri.

Ahmad Khatib kecil memperoleh pendidikan awalnya pada

sekolah rendah, lalu sekolah guru di Bukit tinggi, sekolah milik

pemerintah yang didirikan Belanda. kemudian pada tahun 1876 ia

mendalami agama di Mekah.

Di Mekah Ahmad khatib menjadi guru agama, bahkan imam dari

Mazhab Syafi'i. di antara murid-muridnya yang berasal dari

Minangkabau adalah syeik Tahir Jalaluddin Al azhari, syeikh

Muhammad Jamil jambek, Haji Karim Amrullah dan Haji Abdullah

Ahmad.

Meskipun tidak pernah kembali ke Nusantara Syeikh Ahmad

Khatib sangat gigih mempropagandakan ide pembaharuannya dari

Mekah terutama yang berkaitan dengan daerahnya ide pembaharuan ini

sampai ke Minangkabau melalui para murid dan para jamaah haji yang

sempat berguru dengannya . ide-ide pembaharuan nya adalah

menekankan pentingnya syariat dan menolak praktik tarekat

naqsabandiyah melalui karyanya izhar zugalal – Kadzibin. ia wafat di

Mekah pada tahun 1916 dalam usia sekitar 60 tahun.

7. Syeikh Muhammad Yusuf Al makassari

Muhammad Yusuf bin Abdullah abu Al Hasani al-khalwati Al

makassari lahir di moncong loe, Goa, Sulawesi Selatan pada tanggal 3 Juli

1626 M atau 1037 H. ia berasal dari keluarga yang taat beragama

Ia belajar bahasa Arab, fiqih, tauhid,dan tasawuf kepada Sayyid

7
Ba Alwi bin Abdullah Al Allaham al – Thahir ( seorang Arab yang

menetap di bontoala). pada usia 15 tahun beliau melanjutkan pelajaran di

cikoang dengan Jalaluddin al – Aydid ( seorang guru pengembara ) yang

datang dari Aceh ke Kutai sebelum sampai di cikoang.

Pada tahun 1640 masehi Syekh Yusuf pergi mengembara menuntut

ilmu ke daerah luar. Ia menuju Banten lalu Aceh, ranir dan belajar kepada

Syeikh Nuruddin Ar Raniri. dia juga pergi ke luar negeri yaitu timur

tengah sebelum ke Haramain ia singgah ke Zabid, Yaman. di kota ini ia

belajar kepada Muhammad bin Abdul Baqi Al Mizjaji al – Naqsyabandi,

Sayyid Ali al - Zabidi dan Muhammad bin Wajih Al Sa”idi al- yamani.

Di sinilah ia menjadi pengikut tarekat naqsabandiyah Al tarekat

Alawiyah dari Al zabidi. setelah itu ia melanjutkan perjalanan menuju

Haramain di kota ini ia belajar dengan Ibrahim al-Qur’ani dan

memperoleh kepercayaan menyalin kitab al – Durrah al – Fakhirah (

mutiara yang mengembangkan ) dan risalah fi Al wujud atau Rizal wujud

dalam tradisi intelektual Islam hanya murid tertentu saja yang diberi

kepercayaan untuk menyakini kitab-kitab tertentu.

Ia melanjutkan perjalanan ke damaskus di kota ini ia belajar

dengan Ayub bin Ahmad bin Ayub Al Dimasqi al Khalwati pada tahun

1586- 1661 M, disinilh ia mendapat gelar Taj al Khalwati atau mahkota

khalwati. dalam catatan lain ia sempat mengembara ke Turki setelah itu ia

kembali ke nusantara pada tahun 1664 M atau 1075 H setelah 28 tahun

pengembaraannya di luar negeri.

Ketika terjadi konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dan anaknya

Sultan haji beliau dibuang oleh Belanda ke Sri Lanka bersama kedua istri

dan anak-anaknya, 12 murid dan sejumlah pengikutnya. akan tetapi

disini ia lebih aktif lagi menjalin hubungan dengan para ulama dari

8
jamaah haji nusantara yang akan berangkat ke Haramain. dari kontak ini,

Belanda merasa khawatir pengaruhnya akan semakin kuat. akhirnya pada

tahun 1652 M dia dibuang ke Afrika selatan hingga wafat pada tahun 22

Mei 1699.

Diantara karyanya yang sangat monumental dalam bidang

pendidikan Islam tradisional adalah safinah al Najah atau bahtera

keselamatan.

8. Syekh Muhammad Arsyad Al banjari

Syekh Muhammad Arsyad Al banjari lahir pada tahun 1710 M di

Martapura, Kalimantan Selatan. pendidikan dasar agama diperoleh dari

ayahnya dan para guru di desanya usia 7 tahun. ia telah mampu membaca

al-quran dengan sempurna. hal ini membuat kagum Sultan tahlilullah

sehingga diminta untuk tinggal di istana, di kemudian hari Sultan

menikahkannya dan mengirimnya ke Haramain untuk menuntut ilmu.

Di Haramain Muhammad Arsyad belajar bersama-sama Abdul

Somad Al palimbani di Mekah beliau belajar selama 30 tahun dan

Madinah selama 5 tahun. di antara para gurunya adalah Al Damanhuri

Sulaiman al-kurdi, Athaillah Al Misri, Ibrahim ar-Rais Al Zamzami. beliau

belajar ilmu Falak dengan al Zamzami ia juga menerima tarekat

sammaniyah dari Al samani, sehingga beliau dianggap sebagai ulama

yang bertanggung jawab atas tersebarnya tarekat ini di Kalimantan.

Karyanya dalam ilmu fiqih adalah Sabil al-muhtadin atau jalan

bagi orang yang mencari petunjuk dan dalam bidang ilmu bathin ia

menulis kanz al-maarif atau gudang pengetahuan .selamat tinggal di

Haramain Muhammad Arsyad Al banjari selalu menjalin kontak dengan

tanah airnya untuk mengetahui perkembangan yang terjadi di nusantara

bahkan mencarikan solusi untuk memecahkan persoalan yang dihadapi

9
umat Islam di nusantara beliau baru kembali ke tanah air pada tahun 1773

M.

9. Syekh Muhammad Nafis al-banjari

Muhammad Nafis lahir di Martapura pada tahun 1735 M dari

keluarga bangsawan Banjar. ia merupakan ulama kedua setelah

Muhammad Arsyad. beliau wafat dan dimakamkan di Kelua kira-kira 125

km dari Banjarmasin.

Pendidikan dasar dasar keagamaan diperoleh di kampungnya lalu

ia berangkat ke Mekah dalam waktu yang lama setelah itu beliau kembali

ke Kalimantan dan berdakwah di pedalaman. pengaruh ajarannya yang

lebih menonjol adalah dalam bidang tasawuf karyanya dalam bidang ini

berjudul Al durrun Nafis Al bayan wal Al wahdah wa al asma wa sifat wa

zat al Taqdis yang ditulisnya di Mekah pada tahun 1785 M karya ini

berkali-kali dicetak di Cairo dan Mekah serta Nusantara.

10. Syeikh Nawawi Al Bantani

Syekh Muhammad bin Umar Al Nawawi Al Bantani lahir di Tanara

Serang Banten pada tahun 1830 M. pendidikan agama beliau diperoleh

dari ayahnya bersama saudaranya Tamim dan Ahmad, belajar ilmu

kalam, ilmu nahwu, fiqih dan tafsir. selain belajar dengan ayahnya, juga

pada haji Sahal ulama terkenal dan Raden haji Yusuf Al Purwakarta Jawa

barat.

Pada usia 15 tahun Nawawi pergi ke Mekkah untuk berhaji dan

menetap di sana selama 3 tahun. di sana ia belajar kepada Sayyid Ahmad

bin Sayyid Abdurrahman al-nawawi, Sayyid Ahmad Dimyati dan Sayyid

Ahmad Zaini Dahlan. sedangkan di Madinah ia berguru kepada syekh

Muhammad Khatib Sambas Hambali. selain itu beliau juga berguru

kepada ulama Mesir seperti Sumulaweni, Abdul Hamid Dahastani dan

Nahrawi.

10
Pada tahun 1883 ia pulang ke banten dan mengajar di pesantren

ayahnya. sayangnya beliau tidak betah dan pergi lagi ke Haramain pada

tahun 1855 M. di sini ia menetap hingga akhir hayatnya pada tahun 1897

M.

Nawawi al-bantani termasuk salah seorang ulama yang cukup

berpengaruh, baik di Nusantara maupun bagi masyarakat

Haramain.posisi keagamaan dan intelektual yang dimilikinya memberi

kesempatan kepadanya untuk mengajar kepada berbagai halaqah di

masjid al-haram sejak tahun 1860 M, khususnya di Mahad nasra Al

ma'rifat Al diniyyah. Ia bergelar syekh Al Hijaz.

Selama 15 tahun mengajar di Hijaz di antara para murid yang

berasal dari nusantara untuk belajar kepadanya adalah KH Hasyim

Asy'ari atau pendiri NU dari tebu Ireng Jombang Jawa timur. KH Ahmad

Kholil dari Bangkalan Madura, KH Ilyas dari Serang Banten dan KH TB

Muhammad Asnawi dari Caringin Banten. para murid inilah yang

mentransfer misi gagasan keislaman dari timur tengah ke wilayah

nusantara.

lebih kurang 100 karya yang ditulis baik dalam bidang tafsir fiqih

hadits akhlak yang ditulisnya dalam bahasa Arab karyanya dalam bidang

tafsir berjudul tafsir Al Munir atau tafsir marah labid.

11

Anda mungkin juga menyukai