Anda di halaman 1dari 13

Silwanus sumule

Ppds obstetric dan ginekologi


Sekolah dokter Surabya
Universitas Airlangga- Rumah sakit dr Soetomo

Infertilitas bukan “TOPIK” 40 thn yang lalu, dan sampai saat ini hanya “sedikit” masalah
infertilitas yang diketahui secara ilmiah dan medis sehingga membutuhkan diskusi tidak
hanya dari sudut pandang
ilmiah tapi dari sisi sosial.
Anak mempunyai arti yang sangat INFERTILITY
penting dalam masyrakat
indonesia. Tanpa kehadirian anak
menyebabkan gangguan emosi Semen Factor Abnormality
bagi pasangan suami istri (Male) In Oocyte Prod.
Prod. P
Factor : R
( pasutri). Gangguan emosi yang
INFERTILITY
- Age E
berkepanjangan menyebabkan - Emotional G
frekuensi koitus menurun, - Environment N
gangguan sistem syaraf simpatis - Freq. / Time A
dan para simpatis yang of Coitus N
- Social Economic Anatomical Factors Imunological / Genetic
mengakibatkan gangguan fungsi C
In Female : Factors :
reproduksi pasutri yang pada Y
- Cervical - RPL
gilirannya akan lebih menurunkan - Tubal Factor
kesuburan pasutri. - Endometriosis
Seiring perjalamam waktu - Myoma Uteri
serta canggihnya informasi maka
diketahui adanya peningkatan
pasangan infertil dimasyarakat,
peningkatan
proporsi pasangan
infertil mencari
pertolongan serta
tersedianya sarana
untuk membantu
pasangan infertil ini.
Seorang wanita
dikatakan infertil
jika gagal
mendapatkan
kehamilan setelah
menikah 1 tahun
atau lebih dengan
melakukan
“hubungan” secara
teratur dan tanpa
proteksi. WHO
menggunakan waktu
2 tahun.
Pemeriksaan
dasar infertilitas
wanita sangat
banyak dan bervariasi. Adapun pemeriksaan dasar infertilitas meliputi : 1. Anamnesis 2. Analisis
sperma 3. Uji pasca senggama 4. Deteksi ovulasi 5. Histerosalfingografidan 6. Laparaskopi.
Namun sampai saat ini belum ada kesepakatan untuk pilihan tes diagnostik, prognosis & kriteria

1
normal karena sangat dipengaruhi oleh tekhnologi yang dimiliki oleh pusat-pusat infertilitas serta
usia dari pasangan infertilitas. Alur pemeriksaan yang ada pada prinsipnya mempermudah
pengobatan pada pasangan infertil. Secara umum kesuburan suatu pasangan ditentukan oleh :
lama menikah, umur pasutri, emosi, frekwensi koitus dan obat/zat tertentu ( perokok, narkoba,
alkohol, kortikosteroid).
Pemeriksaan yang lebih awal dilakukan pada Umur lebih 35 tahun, riwayat Oligo /
amenorrhea, diketahui/curiga ada kelainan tuba/endometriosis , “Partner” juga subfertil. Hal-hal
yang harus dicatat pada pemeriksaan awal meliputi :
• Gravid, Paritas, Outcome
• Menarch, karakteristik siklus, Dismenorrhea
• kontrasepsi, frekuensi sanggama
• Lama Infertilitas, hasil pemeriksaan dan terapi sebelumnya
• Pembedahan yang lalu , STD
• Pengobatan yang pernah didapat
• Pekerjaan, konsumsi rokok , alkohol & obat obatan lain
• Kelainan bawaan
• Penyakit Thyroid, nyeri pelvis, galaktorrhea, hirsutisme, dispareuni
Untuk mempermudah penanganan pasangan infertil beberapa ahli menggunaka pendekatan
kelainan organ sehingga dikenal adanya faktor sperma, faktor cerviks, faktor ovarium, faktor
uterus dan faktor peritoneal. Adanya faktor ini mempermudah pemeriksaan yang direncanakan
misalanya :
• Faktor sperma diketahui dengan analisa sperma
• Faktor cerviks dengan Uji post coital
• Faktor uterus dengan VT, HSG, Laparascopy diagnostic dan Histeroskopi
• Faktor ovarium dengan mengetahui pola siklus haid, BBT, Lendir serviks, biopsi endometrial,
ova test, USG maupun pemeriksaan hormonal
• Faktor Tuba dengan test rubin, HSG , laparaskopi diagnostik dan SIS (Saline infusion
sonography).
Selanjutnya pemeriksaan infertilitas tergantung pada penyebabnya dan tetapi berpegang
“phantom” yaitu indikasinya jelas, syarat serta kontraindikasi. Yang harus dicatat karena fisiologi
reproduksi wanita sangat kompleks dan banyak yang belum jelas maka diperlukan suatu alur pikir
yang jelas, terarah , sistimatis, sederhana (praktis ) sehingga ketika dalam penerapan secara klinis
akan mudah, aman, rasional, efektif, efisien dan murah. Langkah serta evaluasi lanjut harus
memperhatikan:
 Keinginan pasangan suami istri
 Usia penderita
 Lama infertilitas
 Gambaran khas dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
Adapun Kategori Utama “ The Basic Routine Infertility Investigation ” untuk terjadinya
kehamilan adalah (RCOG Guidelines : Grade B Recommendation 1999 ) :
a. Sperma analisa
b. Patensi tuba : HSG or laparoskopi
c. Mid luteal progesterone : diagnosis ovulasi

1. Pasutri infertil dirawat sebagai satu kesatuan oleh karena infetilitas merupakan masalah
pasangan. Kelainan dipihak wanita ( 40%), dipihat wanita dan pria ( 25%), dipihak pria (25%)
dan tidak ada kelainan (50%)
2. Anamnesis. Merupakan pemeriksaan yang sederhana tetapi kadang bisa mengungkap hal-hal
yang penting. KIE akan membantu kelancaran pemeriksaan infertilitas yang kompleks,
menumbuhkan semangat pasutri yang mulai putus asa dan bosan serta mencegah pemeriksaan
putus ditengah jalan. Hal yan perlu didiskusikan saat pemeriksaan pertama adalah Riwayat
medis & haid , Pemeriksaan fisik, Konseling pra konsepsi, instruksi waktu sanggama yang
ideal

2
3. Faktor emosi. Kehamilan yang tak kunjung tiba akan menyebabkan gangguan emosi dan hal ini
berdampak pada gangguan ovulasi , spermatogenesis, spasme tuba, dan disfungsi seksual.
4. Pekerjaan pasutri. Memberikan informasi penting apakah mereka dapat koitus tepat pada
masa subur terutama pada pasutri yang bekerja diluar kota. Ditanyakan kapan koitus biasa
dilakukan dan berapa kali frekuensinya. Frekuensi tiga kali seminggu meningkatkan
kemungkinan hamil. Oleh karena oosit hanya dapat dibuahi 12-24 jam pasca ovulasi,
spermatozoa dapat bertahan hidup 48 jam maka jendela waktu untuk terjadinya pembuahan
hana 3 hari menjelang ovulasi. Disisi lain ejakulasi setiap hari akan menurunkan konsentrasi
spermatozoa dan volume semen. Sehingga perlu dijelaskan tentang jendela waktu pembuahan,
kapan terjadi ovulasi dan kapan koitus.
5. Obat yang digunakan. Terdapat obat-obatan yang mempengaruhi kesuburan wanita. Mid.
Alkohol, rokok, N2O. Marijuana menurunkan kesuburan, kokain menurunkan konsentrasi
sperma sedang codein menekan motilitas sperma.
6. Riwayat penyakit sistemik tertentu seperti gangguan fungsi tiroid, tumor adneksa, riwayat
operasi panggul mengarahkan adanya faktor peritoneum dan perlengketan sangat besar.
7. Siklus mentruasi yang sangat tidak teratur merupakan tanda klinis adanya gangguan ovulasi,
adanya tanda-tanda endometriosis.
8. Riwayat reproduksi lalu. Apakah ada penyakit hubungan seksual atau riwayat abortus
habitualis.
9. Pemeriksaan fisis. Meliputi Berat badan, BMI, Pembesaran Thyroid, Galaktorrhea , Tanda-
tanda Androgen Excess, Pelvic tenderness, Vaginal discharge, Besar uterus, massa adneksa,
massa cul-de-sac .
. Merupakan pemeriksaan pertama pasutri segera setelah anamnesis
karena pemeriksaan ini mudah, murah, aman tetapi banyak memberikan informasi penting. 50%
pria pasangan
infertil terdapat
kelainan yang
menyebabkan
infetilitas.
Penyebab
infertilitas pria
antara lain:
varikokel
( 25%), Infeksi
( 10%),
Imunologis
( 5%), Lain-lain
mis endoktrin,
genetik,
iatrogenik,
trauma,
sistemik,
lingkungan,
seksual ( 20%),
dan idiopatik
(40%).
Beberapa
pemeriksaan
yang
berhubungan
dengan infertilitas pada pria.

Instilah yang sering digunakan dalam analisis sperma :

3
1.

Normozoospermia : Bila konsentrasi, motilitas dan morfologi mempunyai harga normal.


Oligozoospermia : Bila konsentrasi < 20 x 10 6/ml
Aztenozoospermia : Bila gerak (a) < 25% atau gerak (a) + (b) < 50%.
Teratozoospermia : Bila morfologi normal < 30%
Oligoastenozoospermia : Ketiga variabel ( konsentrasi, motalitas dan morfologi mempunyai
harga yang abnormal )
Azoospermia : Tidak ada spermatozoa dalam ejakulat. Penentuan azoospermia ditetapkan
bila dalam sedimen tidak ditemukan spermatozoa.
Aspermia : Tidak ada ejakulat yang keluar.
Zoospermia : Istilah yang berhubungan dengan sel-sel spermatozoa
Spermia : Instilah yang berhubungan dengan cairan yang dikeluarkan oleh kelenjer asesoris (
vesica seminalis, prostat dan epididimis )
Nekrozoospermia : Bila semua spermatozoa mati ( diketahui dengan pemeriksaan vital )
Kriptozoospermia : Spermatozoa yang tersembunyi artinya dalam preparat basah tidak
dijumpai bentuk spermatozoa tetapi dapat ditemukan dalam sedimen.
Ekstrim ologozoospermia : Bila konsentrasi < 5 x 10 6/ml
Polizoospermia : Konsentrasi > 250 . 106/ml
Hipospermia : volume semen < 2.0 ml
Hiperspermia : volume semen > 6.0 ml

1. Pemeriksaan laborotorium lain.


 Periksa darah ( Penyakit sistemik, Antisperm antibody: indirect MAR, HIV
 Periksa urine ( Chlamydia PCR urine pancaran awal, Urine pasca orgasme  ejakulasi
retrograde )
2. Pemeriksaan hormonal
 Tidak rutin pada semua pria infertil
 Indikasi : 1. Konsentrai sperma < 5 ( 10 ) juta/ml 2. Gangguan fungsi seksual 3. Gangguan
kelainan endokrin
 Jenis uji hormon :
 FSH : azoospermia/oligozoospermia
 Testoteron : hypoandrogenisme, disfungsi seksual
 Prolactine : disfungsi seksual
 LH : tidak rutin
 Estradiol tidak perlu untuk diagnosis diindikasikan jika ada ginekomasti
3. Uji khusus pada sperma. Mis antibodi antisperma (uji MAR), uji viabilitas sperma,
penghitungan lekosit, kultur bakteri, chlamydia PCR, interaksi sperma-lendir serviks.
Pada prinsipnya penanganan infertilitas pria ada dua macam
1. Menghilangkan kelainan/faktor penyebab sehingga terjadi kehamilan secara alamiah dengan
pengobtan konvensional.
2. Apabila kelainan tidak dapat diobati/pengobatan gagal/idiopatik/unexplained infertility, maka
kehamilan dibantu dengan tekhnologi (ART ) misalnya FIV-ET ( Fertilisasi in vitro-Embrio
transfer ( FIV-ET) atau Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI).
. Kesuburan menurun pada usian 30 tahun dan sangat menurun setelah 35
tahun. Jika datang pada usia 30 tahun maka pemeriksaan harus sistimatis dan cepat. Disarankan
dilakukan laparaskopi karena dapat memberikan informasi tentang: Faktor tuba, peritoneum,
ovarium dan uterus. Catatan .

4
Faktor tuba. Tuba mempunyai peranan sebagai
transportasi (sel telur, sperm, embryo), Ovum Picked
– Up, tempat fertilisasi dan pekembangan embrio
pada stadium awal sehingga jika ada kelainan maka
dapat menyebabkan infertilitas ± 25-50%. Oklusi
Tuba merupakan penyebab penting dari infertilitas
yang harus di eklusi secara spesifik. Kelainan faktor
tuba mis oclusi atau perlengketan organ genitalia
interna dapat kerena P.I.D. / S.T.D, Septic Abortion,
IUD, pembedahan pelvic sevelumnya atau
Appendicitis Perforation. Beberapa penelitian
menunjukan satu episode PID menyebabkan angka
infertilitas tuba 12%, jika dua bahkan tiga episode
angkanya naik menjadi 23 dan 54%. Diagnosis akurat
& terapi efektif sering membutuhkan lebih dari 1 cara :
berupa HSG, Laparoskopi dan Chromotubasi,
Histeroskopi. Informasi yang dapat diketahui dengan
tekhnik ini adalah Patent, Normal Fimbriae, ada tidaknya
perlengketan, ada tidaknya kelainan pada dinding atau
otot serta Normal villi. Yang harus diingat tidak ada
pemeriksaan yang dapat mengetahui fungsi tuba secara
lengkap sehingga pemeriksaan yang akan saling
melengkapi satu dengan yang lain
Faktor peritoneal : Endometriosis, Perlekatan pelvis /
adneksa berpengaruh pada kegagalan reproduksi. Metoda
pemeriksaan yang disarankan : USG, Laparoskopi : “Direct
visual examination”. Secara klinis diagnosis endometriosis
ditegakan jika didapatkan kelainan seperti dismenorhoe,
dispareuia, tumor adneksa maupun uterus yang retrofleksi dan terfikasasi. Adanya endometriosis
maupun perlekatan genitalia interna diagnosis pastinya dengan laparaskopi.
Faktor ovarium. Anamnesis siklus menstruasi
yang teratur menunjukan 90% siklus tersebut adalah ovulatoar. Dengan kata lain adanya keluhan
berupa oligomenorhe, amenore, perdarahan uterus disfungsional, hirsutisme, galaktorea atau
obesitas merupakan petunjuk adanya gangguan ovulasi dan harus dicari apa penyebabnya karena
gangguan ovulasi menyebabkan infertilitas 20-40%. Beberapa kelainan yang menyebabkan
gangguan ovulasi adalah : Penyakit thiroid, Hiperandrogenisme, Kehilangan berat badan yg
ekstrim, Hiperprolaktinemia, Obesitas Kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan ovulasi
misalnya Turner syndrome, Syndroma testicularis feminisasi ataupun syndroma rokinstansky
kustner hauser (RKH ) akan memberikan keluhan berupa amenorea primer . Metoda pemeriksan
yang disarankan meliputi :
 “Basal Body Temperature” :
1. Metode yang murah dan sederhana
2. Pola bifasik
 Serum Progesteron mid luteal
 LH urine
 Biopsi Endometrium
 Ultrasonografi Transvaginal Serial .

5
 Dilakukan secara beruntun selama siklus menstruasi untuk mengetahui adanya ovulasi dan
memperkirakan “saat” ovulasi kapan terjadi. Ovulasi akan terjadi jika penampang folikel
dominan antara 18-24 mm kira-kira 6-10 jam bila ditemukan penurunan refleksifitas
dinding folikel atau gambaran folikel mendua.
 Jika bersama
dengan
ADVANTAGE AND DISADVANTAGE OF SEVERAL TEST pemeriksaan
Adh Fim Pathol kadar LH maka
Pate Lu essi bria ovulasi terjadi
TEST villi wall on e Techniques
nt men OSI Myo Oth
S ma ers
36-38 jam dari
mulainya
+ - - - - - - - -  Simple
1. Rubin’ lonjakan LH atau
 Cheapest
s
 Tx 
jika dilakukan
pemeriksaan
+ + + + - - - - -  Simple
urine LH maka
2. HSG  Cheap
 Tx +
ovulasi terjadi
kurang lebih 24
+ + - + + + + + +  Complicate jam setelah
d
3. Lap adanya tanda
 More
Dx
expensive positif pada
 Tx 
pemeriksaan
urine.
+ + - - - - + + +  Simple
Endo  Cheap
 Ovulasi telah
4. SIS metri
 Tx  terjadi jika folikel
oma
menghilang sama
sekali atau penanmpangnya menurun, adanya gambaran hipo dan sebagian hiperechoic
dengan dinding folikel yang tidak beraturan serta mungkin ditemukan cairan pada cul-de-
sac.
 Pada ART untuk memantau pertumbuhan folikel guna mengetahui apakah dosis obat
pemicu ovulasi sudah cukup atau belum, kapan ovulasi akan terjadi, atau adanya
hiperstimulasi ( folikel yang masak lebih dari satu ) guna meningkatkan kemungkinan
terjadinya kehamilan. Kadang dibantu dengan pemeriksaan estradiol secara beruntun.
 Pemeriksaan lain mis FSH hari 3, Clomiphen Citrate Challenge test
Beberapa rekomendasi yang didapatkan berdasarkan evident base :
 Evaluasi fungsi ovulasi secara obyektif merupakan langkah diagnostik awal yang penting
 Metoda bervariasi dan harus disesuaikan dengan kebutuhan
 Adanya disfungsi ovulasi
membutuhkan pemeriksaan
tambahan untuk strategi
penanganan yang sesuai
 Kegagalan kehamilan setelah 3-6
siklus pengobatan merupakan
indikasi untuk mengembangkan
identifikasi adanya faktor lain yang
berperan atau untuk mengubah
strategi pengobatan.
 Wanita dengan siklus haid teratur :
ovulatoar (Grade B)
 Penggunaan BBT & LH tidak cukup
dapat dipercaya utk prediksi ovulasi
dan tidak direkomendasikan (Grade
ISSG
B) HSG
 Wanita dengan siklus tidak teratur
dianjurkan utk pemeriksaan serum progesteron mid luteal.

6
 Wanita dengan siklus haid teratur tapi infertil 1 tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan serum
progesteron mid luteal (day 21 of a 28-day cycle) utk konfirmasi ovulasi (Grade B)
 Tidak seharusnya menawarkan pemeriksaan biopsi endometrium utk evaluasi fase luteal
sebagai bagian pemeriksaan awal infertilitas, karena tidak ada bukti bahwa terapi medis defek
fase luteal meningkatkan angka kehamilan (Grade B).
 Pemeriksaan “ovarian reserve” mempunyai sensitivitas & spesifisitas terbatas utk prediksi
fertilitas, namun kadar tinggi gonadotropin harus diinformasikan bahwa kesuburannya
menurun (Grade C)
 Pemeriksaan “ovarian reserve” menggunakan Inhibin B tidak direkomendasikan (Grade C)

Digunakan untuk mengertahui faktor tuba ( dan uterus). Kelainan anatomi uterus maupun fungsi
uterus relatif jarang menjadi penyebab infertilitas kecuali ada kegagalan pembentukan organ serta
meningkatkan komplikasi kehamilan. Metoda pemeriksaan yang disarankan HSG
( Histerosalpinggrafi ), Ultrasonografi, Sonohisterografi, Histeroskopi
Dasar :
Menggunakan kontras media “water / lipid soluble” dan
menjadi metoda standar dan tradisional untuk evaluasi
patensi tuba.
Tujuan :
 Menentukan ukuran dan bentuk rongga uterus dan
akan memperlihatkan kelainan pertumbuhan
(unicornuate, Septate, bicornuate uteri polyps,
submucous myoma, sinekia/asherman syndrome ).
 Mengetahu kondisi cavum uteri, lumen tuba dan
patensi tuba.
 Mengetahui Oklusi tuba proksimal, tengah & distal,
Salpingitis istmika nodosa dan Phimosis fimbria “Adhesi perituba”. Adanya Phimosis fimbria
“Adhesi perituba” diketahui bila kontras terhambat /loculated. Sementara itu adanya obstruksi
tuba proksimal membutuhkan evaluasi lanjut untuk menyingkirkan kemungkinan oklusi
transien karena kontraksi tuba / miometrium
Keuntungan : HSG murah, dilakukan rawat jalan dan kadang nyeri, tapi komplikasi rendah.
Kerugian : HSG tidak dapat mengetahui faktor peritoneal serta keadaan patologis genitalia
interna pada rongga panggul.
Syarat : 3 hari setelah haid bersih dan sebelum perkiraan terjadinya ovulasi.
Kontraindikasi : Kehamilan, fluksus, infeksi aktif genitalia dan keganasan.
Rekomendasi :
1. Sensitivitas rendah, spesifisitas tinggi sehingga berguna utk “screening test” tuba obstruksi.
Bila dgn HSG didapat hasil abnormal,
laparoskopi diagnostik merupakan
prosedur pilihan.
2. Jika didapatkan gangguan patensi tuba
dilakukan laparaskopi.
3. Jika normal dan tidak ada faktor
infertilitas yang lain diterapi konservatif
selama 6 bulan, jika gagal dilakukan
laparaskopi dengan maksud mencari
kelainan yang tidak diketahui dengan
HSG dan jika didapatkan kelainan dapat
dipertimbangkan dilakukan bedah
rekonstruksi.
Alternatif :
ISS ( Infus saline sonografi ) tujuannya
mengetahui patensi tuba dengan
menyemprotkan larutan saline di cavum uteri

7
dan dipantau dengan USG. Merupakan metoda yang sangat sensitif untuk mendiagnosis polip,
mioma submukosa

Dasar :
Laparoskopi merupakan prosedur diagnostik final pemeriksaan infertilitas. Dapat memberikan
gambaran genitalia interna secara nyata termasuk kondisi tuba, perlekatan organ genitalia interna.
Untuk chromotubasi dengan menggunakan metilen blue & indigo carmine dapat melihat : Patensi
tuba, Oklusi tuba proksimal / distal, Phimosis fimbria, Adhesi perituba. Hister
Indikasi :
 Usia istri lebih dari 30 tahun
 Menikah 3 tahun tanpa ada kelainan yang jelas.
 Curiga faktor peritoneum berupa perlekatan misalnya riwayat
PID akseptor IUD, pasca operasi panggul, endometriosis
(dismenore, disparuinea, kav. Douglasi tegang
 HSG ada kelainan atau HSG normal ( faktor lain baik ) dan 6
bulan tak hamil
Kontra indikasi :
 Laparatomi berulang
 Peritonitis ( riwayat peritonitis generalisata )
 Perlengketan yang disebabkan oleh karena operasi sebelumnya
 Penyakit jantung kelas IV
Syarat :
Pada fase sekresi yaitu hari ke 9-25.
Risiko tinggi :
 Operasi abdomen sebelumnya
 Penderita yang mendapat terapi antikoagulan
 Hernia abdominalis
 Obesitas
 Diabetes, thyroid dan penyakit metabolik lainnya
Rekomendasi berdasarkan evident base :
1. Pemeriksaan rongga uterus merupakan bagian integral dari keseluruhan evaluasi terhadap
pasangan infertil.
2. Metoda yang dipilih dapat bervariasi dan harus disesuaikan dengan kebutuhan individual
pasangan infertil
3. Evaluasi patensi tuba
merupakan komponen kunci
pada penatalaksanaan
diagnostik pasangan infertil
dan setiap metoda evaluasi
mempunyai keterbatasan
tehnis
4. Evaluasi lebih lanjut dengan
metoda yang menyeluruh
merupakan langkah bijaksana
pada saat diagnosis spesifik
ataupun strategi pengobatan
terbaik belum dapat
ditentukan
5. Kecuali ada indikasi klinis,
Histeroskopi seharusnya tidak
dikerjakan sebagai
pemeriksaan awal infertilitas, karena efektivitas terapi bedah utk uterus abnormal dalam
rangka meningkatkan angka kehamilan masih belum terbukti (Grade B).

8
6. Wanita yang tidak diketahui mempunyai co-morbiditas (PID, endometriosis, KET) sebaiknya
dilakukan HSG utk melihat adanya oklusi tuba, sebab HSG adalah pemeriksaan yg dapat
dipercaya utk eksklusi oklusi tuba dan tidak invasif serta lebih efisien dari pada laparoskopi
(Grade B). Hasil sperma analisa dan pemeriksaan ovulasi seharusnya sudah diketahui
sebelum pemeriksaan patensi tuba.
7. Wanita yang diketahui mempunyai co-morbiditas sebaiknya dilakukan pemeriksaan
laparoskopi sehingga tuba dan pelvis dapat diperiksa dalam waktu bersamaan, termasuk utk
tindakan bedah (Grade B)
8. Apabila ada pakarnya, pemeriksaan oklusi tuba menggunakan sonohisterografi sebaiknya
dilakukan, karena merupakan metode alternatif efektif terhadap HSG utk wanita yang tidak
diketahui mempunyai co-morbiditas (Grade A)
9. Jika organ genitalia interna normal dan tuba paten perimbangkan induksi ovulasi bila perlu
IUI . Jika IUI selama 6 bulan tidak hamil pertimbangkan FIV-ET. Catatan. IUI dikerjakan
minimal 3 bulan, maksimal 6 bulan oleh karena diatas 6 bulan angka komulatif kehamilan
tidak banyk berubah.
10. Jika ada kelainan: pastikan operabel atau tidak.
 Jika operabel lakukan bedah
rekonstruksi jika tidak pertimbangkan
FIV-ET.
 Pasca bedah rekonstruksi pasien diikuti
selama 18 bulan guna terapi konservatif
berupa induksi ovulasi atau IUI.
Mengapa 18 bulan karena studi
epidemiologi menunjukan peningkatan
angka kehamilan tidak banyak berarti.
Bila tidak hamil dalam 18 bulan
pertimbangkan FIV-ET.
11. Jika didapatkan endometriosis maka pastikan 1. Derajat endometriosis 2. Jenis endometriosis
3. Implant peritoneum ( superfisial/dalam) 4. Endometrioma atau endometriosis didaerah
sakrouterina/rectovaginal. Tindakan yang dilakukan berupa evaporasi/kauterisasi yang dapat
dilanjutkan dengan medikamentosa dan operasi rekonstruksi. Kontra indikasi dilakukan bedah
rekonstruksi :1. Faktor infertilitas yang absolut ( Azoospermia, gangguan ovarium). 2. Frozen
pelvic. 3. Infeksi panggul aktif. 4. Tuba nonpatent bilateral 5. Dinding tuba kaku 6. TBC genital
7. Usia lebih dari 35 tahun. Catatan. Laparaskopi tidak dapat mengetahui keadaan cavum
uteri/lumen/mukosa tuba sehingga sering direkomendasikan laparaskopi bersama dengan
histeroskopi atau faloskopi. Histeroskopi merupakan metoda yang sangat menentukan untuk
evaluasi rongga uterus selain itu dapat mengk onfirmasi adanya oklusi tuba proksimal yang di
deteksi memakai HSG atau Laparoskopi.

Manfaat :
 Mengetahui ovulasi.
 Waktu terjadi ovulasi.
 Diagnosis defek fase luteal
 Diagnosis awal kehamilan
Dasar.
Pada siklus ovulasi gambaran BBT bifasik artinya panas
badan menurun ± 2’C saat ovulasi dan selanjutnya
dipertahankan 12-15 hari pasca ovulasi sampai dengan
haid berikutnya. Jika panas badan tidak turun pada saat
siklus terjadi mungkin terjadi kehamilan. Peningkatan
suhu ini akibat kerja hormon progesteron yang kadarny
meningkat tajam pasca ovulasi apalagi jika terjadi
kehamilan dimana hormon progesteron tetap meningkat.
Adanya pola monofasik merupakan tanda siklus
anovulatoar dan jika terjadi 2-3 siklus secara berurutan

9
( apalagi jika diikuti dengan kelainan pola/siklus haid ) perlu evaluasi lebih jauh untuk mengetahui
adanya gangguan ovulasi.
Kekurangan : Perlu edukasi dan disiplin yang tinggi karena dilakukan saat bangun tidur selama 3
siklus secara terus menerus.
Cara lain mengetahui ovulasi : TVS secara serial. TVS dapat pula mengetahui hasil induksi
ovulasi saat inseminasi dilakukan.

Dasar. Secara prinsip pemeriksaan ini untuk mengetahui ada tidaknya kelainan pada faktor
serviks karena menyebabkan infertilitas 5-10%.
1. Lendir serviks mengikuti pola siklus menstruasi, jumlahnya banyak, encer, jernih, penuh
“makanan” pada sekitar ovulasi karena saat itu kadar estrogen sangat tinggi. Sementara pasca
ovulasi karena progesteron yang
tinggi sedang estrogen rendah maka
Post Coital Test
lendir serviks pekat, jumlahnya
sedikit, miskin makanan sehingga
sperma sulit menembus dan
sperma tidak bisa bertahan lama
didalammnya
2. Serviks berperan sebagai
 Pintu gerbang masuk dari dunia
luar ke organ genitalia interna
 Depo makanan bagi spermatozoa
agat spermatozoa dapat bertahan
 Dilakukan sedekat mungkin dengan waktu
ovulasi
lama dan hidup selama berada
 Abstinensia 2 hari dikanalis serviks.
 6-8 jam setelah senggama
 Cara : Sampel fornik posterior-exoserviks-
 Filter bagi spermatozoa yang kurang
endoserviks baik maupun untuk bakteri.
 Mengetahui kuantitas & survival sperma
 ≥ 20 motile sperma / lapang pandang
 Lingkungan ideal resevoir artinya
bila terjadi koitus disekitar ovulasi
maka spermatozoa yang jumlahnya jutaan ini tinggal didalam serviks selama 2 hari dan selam
itu pula secara sporadis dilepaskan sedikit demi sedikit keatas. Hal ini penting karena oosit
hanya bertahan kurang lebih 24 jam setelah ovulasi sedangkan koitus belum tentu terjadi saat
ovulasi. .
3. Kriteria lendir serviks yang normal : 1. Volumenya banyak. 2. Jernih sedikit mengandung sel. 3.
Daya membenang tinggi ( 10-15 cc) 4. Viskositasnya rendah tidak pekat 5. Dikeringkan
memberikan gambaran daun pakis. ( test fern ).
4. Penyebab infertilitas karena faktor serviks : a. Infeksi ( Lendir serviks jelek ) b. Imunologis c.
Faktor suami ( kwalitas spermatozoa atau disfungsi seksual ) d. Kelainan anatomi ( polip
serviks, stenosis atau cerviks yang kecil, canalis serviks yang pendek ) e. Keganasan ( lendir
serviks jelek dan terjadi penyempitan.
Prosedur:
1. Dikerjakan menjelang/sekitar ovulasi yang diketahui dengan grafik BBT karena saat itu
kualitas lendir serviks sangat baik kemudian pasutri diminta bersenggama kemudian dilakuan
lendir serviks 6-8 jam pasca senggama.
2. Abstinensia 3-7 hari
3. Dengan menggunakan semprit
tuberkulin tanpa jarum diambil lendir
serviks dari forniks posterior-
eksoserviks dan endoserviks.
4. Jika pemeriksaan pertama jelek diulangi
pada siklus berikutnya karna mungkin
salah menentukan saat mendekati
ovulasi, apakah terlalu awal ( estrogen
terlalu rendah) atau terlalu terlambat,
pasca ovulasi ( sudah ada progesteron).

10
5. Untuk mengatasi kesalah dapat diberikan EE 50 mikrogram (1 dd1 ) hari ke 5 selama 20 hari
dengan tujuan : a. menekan ovulasi b. Lendir serviks dibawah pengaruh estrogen sepanjang
siklus c. UPS dilakukan pada hari ke 12.
Manfaat :
 Mengetahui kwalitas sperma.
 Mengetahui interaksi spermatozoa dengan lendir serviks untuk mengetahui fungsi reproduksi
serviks.
Kriteria
1. Normal. Lendir serviks jernih, encer dengan daya membenang ( spainbahrkeit ) diatas 10 cm
dan memberikan gambaran daun pakis ( test ferm) yang sempurna jika dikeringkan. Jika
berinteraksi dengan sperma lebih dari 20 spermatozoa perlapangan pandang besar bergerak cepat.
2. Jelek : Spermatozoa bergerak ditempat atau mati.
Kelemahan : Variasi interpretasi bersifat individual serta “Hasil PCT tidak mempengaruhi terapi”
Penilaian lendir serviks ( Mogissi ).
0 1 2 3
Vol. 0 0.1 0.2 0.3/ >
Fern. - +1 +2 +3/4
Spinbarkeit 0 1-4 5-8 >9
Sel > 11 6-10 1-5 +
viskositas 4+ 3+ 2+ 1+
SKOR : < 5  Tak bisa ditembus.
5-10  sulit/ kurang baik.
10-15  Bagus.
Catatan :
- Penilaian secara WHO no 5 diganti diameter serviks.
- Penilaian lendir serviks sebaiknya dilakukan pada masa subur, oleh karena menentukan saat
subur sulit maka sebaiknya dilakukan secara serial.
- Lendir servix mulai encer hari ke 9 dan maksimal hari ke 13-14 haid.
Rekomendasi :
1. Post Coital Test rutin tidak harus dilakukan.
2. Post Coital Test dilakukan bila hasilnya mempengaruhi strategi pengobatan.
3. Melakukan tes PCT secara rutin untuk pemeriksaan infertilitas tidak direkomendasikan, karena
tidak mempunyai nilai prediksi utk kehamilan (Grade A). Hasil pemeriksaan PCT
mempunyai sedikit pengaruh tehadap terapi (IUI).
4. Jika dengan medikamentosa ( mis estrogen ) atau cara lain gagal, faktor serviks ini dapat
dibantu dengan IUI.
5. Jika IUI selama 6 bulan gagal dapat dilanjutkan dengan FIV-ET

Dasar :
 Endometrium fase sekresi ( pasca ovulasi ) berubah dari waktu ke waktu dengan pemeriksaan
histopathologis.
 Umur endometrium pasca ovulasi dikenali
dengan kriteria noyes, herts dan park.
 Bila umur endometrium ( dalam hari ) pada
pemeriksaan histoplathologis ditambah
dengan jarak dalam hari BEM ke hari
pertama siklus berikutnya kurang dari 12 hari
( lebih pendek dari 2 hari ) maka dikatakan
memendek.
 Pada siklus ovulatoar akan didapatkan
endometrium pada fase sekresi sedang pada
siklus anovulatoar akan memberikan gambaran endometirum pada fase
proliferasi/hiperpalasia glandulare

11
Syarat : Dilakukan 2-3 hari menjelang hari pertama siklus haid siklus yang akan datang karena
jika dilakukan saat haid gambaran histopatologis berubah.
Tujuan : Melihat fase endometrium dan menilai “dating” endometrium yang disesuaikan dengan
hari siklus menstruasi wanita tersebut sesuai atau tidak ( guna mengetahui defek fase luteal ).
Indikasi : Curiga defek fase luteal ( BBT fase luteal < 12 hari )
Cara :
Tentukan hari keberapa endometrium berdasarkan gambaran histopathologi yang dicocokan
dengan hari pertama siklus berikutnya. Pada siklus normal menstruasi terjadi pad hari ke 14 pasca
ovulasi.
Interpretasi :
Jika dalam 2 siklus berturut-turut terjadi pemendekan defek fase luteal ditegakan. Catatan. Defek
fase luteal terjadi karena fase folikuler yang kurang sempurna. Dengan demikian meski terjadi
ovulasi fungsi corpus luteum tidak baik. Terapi yang diberikan berupa CC atau FSH untuk
memperbaiki pertumbuhan fase folikuler.

Merupakan salah satu bentuk ART


Indikasi utama : Gangguan faktor cerviks
Indikasi lain: Gangguan semua faktor infertilitas, faktor
suami ( oligomenorhoe), gangguan ovulasi ( oligomenorhoe,
anovulasi, defek fase luteral ), endometriosis ringan atau
unexplained infertility artinya pasutri sudh dilakukan
pemeriksaan infetilitas secara lengkap tidak dijumpai
adanya kelainan etapi setelah ditunggu dalam kurun waktu
tertentu belum berhasil hamil juga.
Syarat : Kedua tuba patent dan tidak ada perlengketan, F.
Uterus baik, F. Ovulasi baik, F. Ovulasi normal / dapat
diperbaiki dengan obat
Alternatif : IUI bersama dengan hiperstimulasi ovarium
terkontrol ( Controled ovarium hyperstimulation = COH)
meningkatkan terjadinya kehamilan. Catatan. Ovulasi yang
lebih dari satu oosit, corpus luteum baik dan lendir cerviks
yang baik oleh karena kadar estrogen yang tinggi
memperbesar kemungkinan untuk hamil.
Tahanan : Preparasi sperma, induksi ovulasi ( clomifen
sitral atau gonadotropin), pemantauan folikel (TVS),
pemberian hCG saat folikel masak dan inseminasi
Kriteria gagal : Tidak terjadi kehamilan setelah dilakukan 3-6 siklus

Dasar : Merupakan perawatan terakhir infetilitas sebelum adopsi


Indikasi :
1. Adanya penyebab infertilitas berat yang tidak mungkin di
tolong secara konservatif.
2. Adanya faktor infertilitas yang telah dirawat dengan
metoda lain tetapi gagal, tidak hamil dalam waktu
tertentu.
3. Unexplained yang telah dirawat dengan medikamentosa
atau COH-IUI selama 6 siklus dan gagal hamil.
Syarat :
1. Adaya oosit ( ovarium masih peka terhadap
gonadotropin )
2. Uterus normal.
3. Spermatosoa baik yang dapat diambil dengan ( masturbasi, pengambilan dari epididimis atau
langsung dari testis )

12
Pasangan Infertil
WANITA PRIA AS
• Umur • Siklus Menstruasi
• Histori : Histori- Fisik-Jwl Coitus (Oligo/Amnr/PUD)
- PID • Rambut / bulu / Hirsutism
- IUD • Galactorheea
- Pelvic Op. • Obesitas (BMI)
- Dismenorrhea • Kongenital Anomali
- Dispareunia
- Tumor Adnexa
• Pathologi Genital HSG

Abnormal Normal

Laparoskopi Evaluasi
Konservatif Gg. Ovulasi
-
Histeroskopi 6 Bln
Progesteron mid
cycle
Normal Abnormal Tdk hamil
USG

Tdk bs Bisa
Konservatif Koreksi Koreksi
Induksi Ov. Konservatif
Induksi Ov
Bedah Rekonsruksi

Gagal ART Gagal

13

Anda mungkin juga menyukai