Anda di halaman 1dari 14

NAMA : HALIMAH

JURUSAN : T.BIOLOGI 4/ SEM.5

NIM : 0310183112

ARTIKEL 2

FACTOR LINGKUNGAN ABIOTIK YANG MEMPENGARUHI


KEHIDUPAN HEWAN
A. Respon Hewan Terhadap Lingkungan
Interaksi hewan dan lingkunganya menunjukan adanya hubungan timbal balik
antara hewan dengan lingkungannya. Dalam hubungan itu kondisi dan perubahan
kondisi lingkungan yang berpengaruh pada hewan, dan hewan mengadakan reaksi
terhadap kondisi atau perubahan kondisi lingkunganya.
Respon dan Adaptasi Perilaku hewan merupakan aktivitas terarah berupa respon
terhadap kondisi dan sumber daya lingkungan. Terjadinya suatu perilaku melibatkan
peranan reseptor dan efektor serta koordinasi saraf dan hormon. Jenis efektor yang
paling berperan adalah otot-otot tubuh. Perilaku pada hewan rendah seluruhnya
ditentukan secara genetic, bersifat khas,terjadi secara otomatis. Pada hewan tinggi
banyak mengandung komponen yang tidak bersifat herediter, melainkan proses belajar
yang dipengaruhi faktor lingkungan.1
Reaksi hewan terhadap kondisi dan perubahan lingkunganya dinyatakan sebagai
respons hewan terhadap lingkunganya. Respons hewan terhadap linkungan dapat
berupa perubahan fisik, fisiologis dan tingkah laku. Respons hewan terhadap kondisi
dan perubahan linkungan ada yang bersifat reaktif, artinya respons itu terbentuk dan
berlaku pada saat pengaruh kondisi dan perubahan lingkungan berlaku. Missalnya,
ayam mencari tempat yang teduh ketika hujan turun. Respons-respons seperti itu
merupakan respons yang tuntuk semua anggota spesies.respons itu merupakan
perubahan pada hewan yang bersifat reaktif terhadap lingkunganya.
Kepekaan terhadap stimulus merupakan salah satu ciri utama kehidupan. Tujuan
akhir dari respon adalah untuk mempertahankan hidupnya. Respon heawan terhadap
1
Heddy, S. S., & Kurniati. 1996. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi Suatu Bahasan
Tentang Kaidah Ekologi dan Penerapannya. Raja Grafindo Persada: Jakarta
lingkungannya bervariasi tergantung dari jenis dan intensitas stimulus, jenis spesies,
stadium perkembangan, umur, kondisi fisiologis dan kisaran toleransi terhadap
lingkungannya.
Apabila kondisi lingkungan menjadi sangat tidak baik, maka yang terjadi adalah
pertama, hewan meninggalkan tempat itu dan mencari tempat dengan kondisi yang
lebihbaik. Kedua, hewan memberikan respon tertentu yang mampu mengatasi efek
negative perubahan tersebut. Ketiga, hewan itu akan mati.

Respon Dasar Hewan


Selama periode ontogeny pada hewan dikenal tiga macam respon dasar yaitu
respon pengaturan, respon penyesuaian, dan respon perkembangan. Mekanisme ketiga
respon itu berdasarkan sistem umpan balik negatif. Agar mekanisme itu berhasil maka
respon yang dihasilkan harus sesuai besarnya, waktu tepat dan berlangsung cukup cepat.
1. Respon Reversibel
Tipe respon dasar hewan yang reversible dan paling sederhana adalah respon
pengaturan (regulatori). Respon fisiologi terjadi sangat cepat (refleks). Contoh:
perubahan pupil mata terhadap intensitas cahaya. Tipe respon lain yang bersifat
reversible adalah respon penyesuaian (aklimatori), berlangsung lebih lama dari respon
regulatori karena proses yang fisiologi yang melandasinya melibatkan perubahan
struktur dan morfologi hewan. Contoh: di lingkuan bertekanan parsial oksigen rendah,
terjadi proliferasi dan pengingkatkan jumlah eritrosit, tubuh terdedah pada kondisi
kemarau terik, kulit mengalami peningkatan pigmentasi. Respon aklimatori umum
terdapat pada hewan berumur panjang, yang menghadapi perubahan kondisi musiman.
Reversibilitas respon penting sekali karena tiap tahun kondisi khas musimana selalu
berulang.2
2. Respon Tak-reversibel
Tipe respon tak-reversibel selama ontogeny adalah respon perkembangan.
Respon berlangsung lama karena melibatkan banyak proses yang menghasilkan
perkembangan beraneka ragam macam struktur tubuh. Hasilnya bersifat permanen

2
Kramadibrata, H..1996. Ekologi Hewan. Institut Teknologi Bandung Press:
Bandung.
dantak reversible. Contoh : perubahan jumlah mata facet pada Drosophila yang
dipelihara pada suhu tinggi, atau terbentuknya keturunan cacat akibat respon
perkembangan embrio terhadap senyawa teratogenik dalam lingkungannya.

B. Siklus Biogeokimia
Siklus Biogeokimia adalah pertukaran atau perubahan yang terus menerus,
antara komponen biosfer yang hidup dengan tak hidup. Dalam suatu ekosistem, materi
pada setiap tingkat trofik tidak hilang. Materi berupa unsur-unsur penyusun bahan
organik tersebut didaur-ulang. Unsur-unsur tersebut masuk ke dalam komponen biotik
melalui udara, tanah, dan air. Daur ulang materi tersebut melibatkan makhluk hidup dan
batuan (geofisik) sehingga disebut Daur Biogeokimia. Fungsi Daur Biogeokimia adalah
sebagai siklus materi yang mengembalikan semua unsur-unsur kimia yang sudah
terpakai oleh semua yang ada di bumi baik komponen biotik maupun komponen abiotik,
sehingga kelangsungan hidup di bumi dapat terjaga.3
1. Siklus Karbon
Siklus karbon adalah siklus biogeokimia dimana karbon dipertukarkan diantara
biosfer, geosfer, hidrosfer dan atmosfer bumi.4 Dalam siklus ini terdapat empat reservoir
karbon utama yang dihubungkan oleh jalur pertukaran. Reservoir-reservoir tersebut
adalah atmosfer, biosfer teresterial (termasuk freshwater system dan material non-hayati
organik seperti karbon tanah (soil carbon), lautan (termasuk karbon anorganik terlarut
dan biota laut hayati dan non-hayati) dan sedimen (termasuk bahan bakar fosil).
Pergerakan tahuan karbon, pertukaran karbon antar reservoir terjadi karena proses-
proses kimia, fisika, geologi dan biologi yang bermacam-macam. Lautan mengandung
kolam aktif karbon terbesar, namun demikian laut bagian dalam dari kolam ini
mengalami pertukaran yang lambat dengan atmosfer. Neraca karbon global adalah
kesetimbangan pertukaran karbon (antar yang masuk dan yang keluar) antar reservoir
karbon atau antara satu putaran (loop) spesifik siklus karbon (misalnya atmosfer-
biosfer). Analisis neraca karbon dari sebuah kolam atau reservoir dapat memberikan
informasi tentang apakah kolam atau reservoir berfungsi sebagai sumber (source) atau
lubuk (sink) karbon dioksida.

3
Achmad, Rukaesih., 2004. Kimia Lingkungan. Jakarta:Penerbit ANDI
4
Agus Daris, 20014, Kimia Lingkungan. Institut Teknologi Bandung
Gambar 1: Siklus Karbon
2. Siklus Nitrogen
Gas Nitrogen banyak terdapat di atmosfer, yaitu 80% udara. Siklus nitrogen
adalah transfer nitrogen dari atmosfer ke dalam tanah. Selain air hujan yang membawa
sejumlah nitrogen, penambahan nitrogen ke dalam tanah terjadi melalui proses fiksasi
nitrogen. Fiksasi nitrogen secara biologis dapat dilakukan oleh bakteri Rhizobium yang
bersimbiosis dengan polong-polongan, bakteri Azotobacter dan Clostridium. Selain itu
ganggang biru dalam air juga memiliki kemampuan memfiksasi nitrogen. Nitrogen
bebas juga mampu bereaksi dengan hidrogen dan oksigen dengan bantuan kilat/petir.
Tumbuhan memperoleh nitrogen dari dalam tanah berupa ammonia (NH 3), ion Nitrit
(NO2-) dan ion nitrat (NO3-). (anonim (3))5

Nitrat yang dihasilkan oleh fiksasi biologis digunakan oleh produsen (tumbuhan)
diubah menjadi molekul protein. Selanjutnya jika tumbuhan atau hewan mati, bakteri
pengurai merombaknya menjadi gas amoniak (NH3) dan garam ammonium yang larut
dalam air (NH4+). Proses ini disebut amonifikasi. Bakteri Nitrosomonas dan Nitrococcus
mengubah amoniak dan senyawa amonium menjadi nitrat yang akan diserap oleh akar
tumbuhan.

5
Resosoedarmo, Soedjiran. 1990. Pengantar Ekologi. Remaja karya: Jakarta.
Pada saat oksigen berkurang, nitrat (NO 3-) akan diubah menjadi nitrogen (N2)
oleh bakteri, sehingga terjadi pelepasan gas oksigen (O2). Proses ini dinamakan
denitrifikasi yang pada umunya dilakukan oleh bakteri Pseudomonas, Paracoccus
denitrificans, Escherichia coli.

Denitrifikasi merupakan suatu proses yang penting di alam, yaitu mekanisme


dimana hasil fiksasi nitrogen dikembalikan ke atmosfer. Dengan cara inilah siklus
nitrogen akan berulang di ekosistem.

1 1 1 1 1 7
NO3- + (CH2O) + H+ → N2 + CO2 + H2O
5 4 5 10 4 20

Proses ini juga penting dalam pengolahan air lanjutan untuk menghilangkan hara
nitrogen.

Gambar 2: Siklus Nitrogen

3. Siklus Oksigen
Oksigen merupakan unsur yang vital bagi kehidupan dibumi ini. Siklus ini
berkaitan erat dengan siklus unsur lainnya, terutama dengan siklus karbon. Unsur
oksigen menjadi yang terikat secara kimia melalui berbagai proses yang menghasilkan
energi, terutama pada perubahan dan proses metabolik dalam organisme. Oksigen
dilepaskan dari reaksi fotosintesis. Unsur ini secara cepat bersenyawa membentuk
oksida-oksida, seperti dengan karbon dalam respirasi aerobik atau dengan karbon dan
hidrogen dalam perubahan bahan bakar fosil seperti dengan metana.
CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O
Suatu aspek yang sangat penting dari siklus di stratosfer, yaitu proses
pembentukan ozon. Ozon membentuk lapisan tipis di stratosfer yang berfungsi sebagai
filter dari radiasi ultraviolet, dengan demikian dapat menjaga kehidupan di bumi dari
kerusakan/kehancuran yang disebabkan oleh radiasi ini.
Siklus oksigen disempurnakan atau diakhiri ketika unsur oksigen masuk kembali
ke atmosfer dalam bentuk gas. Hanya satu cara yang signifikan dimana hal tersebut
terjadi yaitu melalui fotosintesis yang dilakukan tumbuhan. Siklus hidrogen tidak dibuat
tersendiri karena dialam ini hidrogen paling bnayak terlihat dalam bentuk senyawa air,
H2O.

Gambar 3: Siklus Oksigen

4. Siklus Belerang
Sumber sulfur dalam ekosistem antara lain yaitu sulfur yang berada di atmosfer secara
alami bersal dari letusan gunung berapi yang berupa hidrogen sulfida. Sulfur sebagian
besar tersimpan dalam batuan bumi. Sulfur dapat terlepas dari batuan bumi karena erosi
oleh angin dan air. Sulfur juga terdapat dalam bentuk sulfat anorganik. Sulfur direduksi
oleh bakteri menjadi sulfida dan kadang-kadang terdapat dalam bentuk sulfur dioksida
atau hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida ini sering kali mematikan mahluk hidup di
perairan dan pada umunya dihasilkan dari penguraian bahan organik yang mati.
Tumbuhan menyerap sulfur daam bentuk sulfat (SO4).

Perpindahan sulfat terjadi melalui proses rantai makanan, lalu semua mahluk
hidup mati da akan diuraikan komponen organiknya oleh bakteri. Beberapa jenis bakteri
yang terlibat dalam daur sulfur antara lain desulfomaculum dan desulfibrio yang akan
mereduksi sulfat menjadi sulfida dalam bentuk hidrogen sulfida (H 2S). Kemudian H2S
digunakan bakteri fotoautotrof anaerob seperti Chromatium yang melepaskan sulfur
dan oksigen. Sulfur dioksidasi menjadi sulfat oleh bakteri Kmolitotrof seperti
Thiobacillus.
Siklus belerang relatif kompleks dimana melibatkan berbagai macam gas,
mineral-mineral yang sukar larut dan beberapa spesi lainnya dalam larutan. Siklus ini
berkaitan dengan siklus oksigen dimana belerang bergabung dengan oksigen
membentuk gas belerang oksigen (SO2) sebagai bahan pencemar air. Diantara spesi-
spesi yang secara signifikan terlihat dalam siklus belarang adalah gas hidrogen sulfida
(H2S), mineral-mineral seperti Pbs, asam sulfat (H 2SO4), belerang oksida (SO2) sebagai
komponen utama dari hujan asam dan belerang yang terikat dalam protein. Yang
merupakan bagian dari siklus belerang yang sangat penting adalah adanya gas SO 2
sebagai bahan pencemar dan H2SO4 dalam atmosfer. Gas SO2 dikeluarkan dari
pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung belerang. Efek uatama dari belerang
dioksida dalam atmosfer adalah kecendruangan untuk teroksidasi menghasilkan asam
sulfat. Asam ini dapat menyebabkan terjadinya hujan asam.
Gambar 4: Siklus Belerang
5. Siklus Fospor

Siklus fosfor, bersifat kritis karena fosfor secara umum merupakan hara yang
terbatas dalam ekosistem. Tidak ada bentuk gas dari fosfor yang stabil. Oleh karena itu
siklus fosfor adalah “endogenic”. Dalam geosfer, fosfor terdapat dalam jumlah besar
dalam mineral-mineral yang sedikit larut, seperti hidroksiapilit dan garam kalsium. Di
alam, fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada tumbuhan
dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah). Fosfor terlarut dari
mineral-mineral fosfat dan sumber-sumber lainnya, seperti pupuk fosfat, diserap oleh
tanaman dan tergabung dalam asam nukleat yang menyusun material genetik dalam
organisme. Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh
dekomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik.
Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan
mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di batu karang dan
fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk fosfat anorganik terlarut di air
tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi.
Anthrosphere adalah reservoir fosfor yang penting dalam lingkungan. Sejumlah
besar dari mineral-mineral fosfat digunakan sebagai bahan pupuk, industri kimia, dan
“food additivies”. Fosfor merupakn salah satu komponen dari senyawa-senyawa sangat
toksik, terutama insektisida organofosfat.
Gambar 5: Siklus Fosfor

C. Habitat Dan Relung


1. Pengertian Habitat
Di alam atau di lingkungan sekar kita dapat ditemui berbagai jenis makhluk
hidup, baik dari golongan hewan, tumbuhan ataupun mikroorganisme. Masing-masing
makhluk hidup itu memiliki tempat tinggal yang berbeda-beda dan tidak pada tempat
yang sembarangan. Antar makhluk hidup itupun juga terjadi suatu interaksi yang saling
menjalin. Masalah kehadiran jenis makhluk hidup dalam suatu lingkungan pasti akan
menghadirkan suatu kumpulan dari berbagai jenis itu yang jika dikumpulkan dengan
variasi jenis yang banyak dapat menjadi suatu satuan ekosistem yang besar. Dalam
satuan ekosistem itu, terdapat populasi yang kehadirannya akan berkaitan dengan
masalah habitat dan relung ekologi. Habitat secara umum menunjukkan bagaimana
corak lingkungan yang ditempati populasi hewan, sedang relung ekologinya
menunjukkan dimana dan bagaimana kedudukan populasi hewan itu relatif terhadap
faktor-faktor abiotik dan biotik lingkungannya itu.6
Dalam habitat yang ada di lingkungan, tiap jenis dari makhluk hidup itu akan
melakukan persaingan juga untuk mempertahankan hidupnya. Sehingga suatu seleksi

6
Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid I. Bogor: Yayasan Penerbit
Fakultas Kehutanan IPB. 366 hal.
telah terjadi dalam lingkungan itu. Berdasarkan realita yang terjadi maka penulis
membuat makalah tentang tipe-tipe spesies dalam ekosistem yang meliputi satuan dari
ekosistem, habitat dan relung ekologi, seleksi alam dan seleksi buatan, padan ekologi
serta interaksi yang terjadi antar spesies.
Habitat suatu populasi hewan pada dasarnya merupakan totalitas sumberdaya
lingkungan baik berupa ruang termasuk, tipe substrat atau medium, cuaca dan iklimnya,
serta vegetasi yang terdapat di lingkungan yang menempati populasi hewan itu.
Habitat adalah suatu komunitas biotik atau serangkaian komunitas-komunitas
biotik yang ditempati oleh hewan atau populasi kehidupan. Habitat yang sesuai
menyediakan semua kelengkapan habitat bagi suatu spesies selama musim tertentu atau
sepanjang tahun. Kelengkapan habitat terdiri dari berbagai macam jenis termasuk
makanan, perlindungan, dan faktor-faktor lainnya yang diperlukan oleh spesies hidupan
liar untuk bertahan hidup dan melangsungkan reproduksinya secara berhasil

Habitat sebagai sumberdaya dan kondisi yang ada di suatu kawasan yang
berdampak ditempati oleh suatu species. Habitat merupakan penghubung kehadiran
spesies, populasi, atau individu (satwa atau tumbuhan) dengan sebuah kawasan fisik dan
karakteristik biologi.Habitat terdiri lebih dari sekedar vegetasi atau struktur vegetasi
yang merupakan jumlah kebutuhan sumberdaya khusus suatu spesies.Dimanapun suatu
organisme diberi sumberdaya yang berdampak pada kemampuan untuk bertahan hidup,
itulah yang disebut dengan habitat 7

Penggunaan habitat merupakan cara satwa menggunakan (atau ”mengkonsumsi”


dalam suatu pandangan umum) suatu kumpulan komponen fisik dan biologi (sumber
daya) dalam suatu habitat.Penggunaan habitat merupakan sebuah proses yang secara
hierarkhi melibatkan suatu rangkaian perilaku alami dan belajar suatu satwa dalam
membuat keputusan habitat seperti apa yang akan digunakan dalam skala lingkungan
yang berbeda

Habitat sebagai tempat yang spesifik dimana spesies dapat hidup, baik
sementara maupun selamanya. Setiap habitat diasumsikan memiliki kesesuaian untuk
spesies tertentu. Pada habitat yang sesuai, biasanya produktivitas betina lebih tinggi
7
Ewusie, J. Y. 1990. Ekologi Tropika.ITB: Bandung.
dibandingkan produktivitas betina pada habitat yang kurang sesuai. Kesesuaian habitat
merupakan fungsi dari densitas individu populasi, sehingga kepadatan yang berlebihan
justru akan mengurangi kesesuaian habitat. Kesesuaian suatu habitat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain: suplai pakan, pelindung dan pemangsa 8

Ketersediaan habitat menunjuk pada aksesibiltas komponen fisik dan biologi


yang dibutuhkan oleh satwa, berlawanan dengan kelimpahan sumberdaya yang hanya
menunjukkan kuantitas habitat masing-masing organisme yang ada dalam habitat
tersebut

2. Macam-macam Habitat
Berdasarkan variasi habitat menurut waktu dibagi menjadi 4 macam
(Kramadibrata,1996) yaitu :
a. Habitat yang konstan
Habitat yang kondisinya terus-menerus relatif baik atau kurang baik.
b. Habitat yang bersifat memusim
Habitat yang kondisinya relatif teratur berganti-ganti antara baik dan kurang baik.
c. Habitat yang tidak menentu
Habitat yang mengalami suatu periode dengan kondisi baik yang lamanya
bervariasi diselang-selingi oleh periode dengan kondisi kurang baik yang lamanya juga
bervariasi sehingga kondisinya tidak dapat diramal.
Habitat yang mengalami periode dengan kondisi baik yang berlangsung relatif
singkat diikuti oleh suatu periode dengan kondisi yang kurang baik yang
berlangsungnya lama sekali.
Hewan yang mendiami habitat itu akan terkonsentrasi ditempat-tempat dengan
kondisi yang paling cocok bagi pemenuhan persyaratan hidupnya masing-masing,
dalam habitat yang sama, dan menempati mikrohabitatnya sehingga interaksi spesies
dengan lingkungannya sangat berpengaruh terhadap perilaku spesies sebagai bentuk
reaksi terhadap (perubahan) factor fisik dan biokimia lingkungan
3. Relung Ekologi
8
Hutto, R.L. 1985. Habitat selection by nonbreeding migratory land bird.
Pages 455-456 in Habitat Selection in Bird (M.L. Cody, ed). Academic
Press,New York.
Relung ekologi merupakan gabungan khusus antara faktor fisik (mikrohabitat)
dan kaitan biotik (peranan) yang diperlukan oleh suatu jenis untuk aktivitas hidup dan
eksistensi yang berkesinambungan dalam komunitas (Soetjipto, 1992).

Relung ekologi adalah suatu populasi atau spesies hewan adalah status
fungsional hewan itu dalam habitat yang ditempatinya berkaitan dengan adaptasi-
adaptasi fisiologis, struktural atau morfologi, dan pola perilaku hewan itu. Atau relung
ekologi merupakan posisi atau status suatu organisme dalam suatu komunitas dan
ekosistem tertentu yang merupakan akibat adaptasi struktural, tanggap fisiologis serta
perilaku spesifik organisme itu. Jadi relung suatu organisme bukan hanya ditentukan
oleh tempat organisme itu hidup, tetapi juga oleh berbagai fungsi yang dimilikinya.
Dapat dikatakan, bahwa secara biologis, relung adalah profesi atau cara hidup
organisme dalam lingkungan hidupnya9

Relung ekologi dikatakan sebagai terminologi yang lebih inklusif, yang tidak
hanya meliputi ruangan atau tempat yang ditinggali organisme, tetapi juga peranannya
dalam komunitas, misalnya kedudukan pada jenjang makanan. Relung ekologi suatu
organisme tidak hanya tergantung di mana organisme tadi hidup, tetapi juga pada apa
yang dilakukan organisme, bagaimana organisme mengubah energi, bertingkah laku,
bereaksi, mengubah lingkungan fisik maupun biologi dan bagaimana organisme
dihambat oleh spesies lain.10

Relung ekologi dikatakan sebagai jumlah dari semua interaksi antara suatu
organisme dengan lingkungan biotik dan abiotiknya. Relung ekologi memiliki dua
defenisi yaitu relung dasar dan relung nyata. Relung dasar didefinisikan sebagai
sekelompok kondisi-kondisi fisik yang memungkinkan populasi masih dapat hidup,
tanpa kehadiran pesaing. Relung dasar tidak dapat dengan mudah ditentukan karena

9
Kendeigh, S.C.1980. Ecology with Special Reference to Animal and Man.
Departement of Zoological Univercity of Illinoist at Urbana-Champaign.
New Delhi: Pretince-Hall of India Private Limited.
10
Heddy, S. S., & Kurniati. 1996. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi Suatu
Bahasan Tentang Kaidah Ekologi dan Penerapannya. Raja Grafindo Persada:
Jakarta.
dalam suatu komunitas persaingan merupakan proses yang dinamis dan kondisi fisik
lingkungan yang beragam mempengaruhi kehidupan suatu organisme. Relung nyata
didefinisikan sebagai kondisi-kondisi fisik yang ditempati oleh organisme-organisme
tertentu secara bersamaan sehingga terjadi kompetisi. Keterbatasan suatu organisme
pada suatu relung tergantung pada adaptasinya terhadap kondisi lingkungan tersebut
(Hutchinson,1957).

Jenis-jenis populasi yang berkerabat dekat akan memiliki kepentingan serupa


pada dimensi-dimensi relung sehingga mempunyai relung yang saling tumpang
tindih.Jika relung suatu jenis bertumpang tindih sepenuhnya dengan jenis lain maka
salah satu jenis akan tersingkir sesuai dengan prinsip penyingkiran kompetitif. Jika
relung-relung itu bertumpang tindih maka salah satu jenis sepenuhnya menduduki
relung dasarnya sendiri dan menyingkirkan jenis kedua dari bagian relung dasar tersebut
dan membiarkannya menduduki relung nyata yang lebih kecil, atau kedua jenis itu
mempunyai relung nyata terbatas dan masing-masing memanfaatkan kisaran yang lebih
kecil dari dimensi relung yang dapat mereka peroleh seandainya tidak ada jenis lain
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Rukaesih., 2004. Kimia Lingkungan. Jakarta:Penerbit ANDI

Agus Daris, 20014, Kimia Lingkungan. Institut Teknologi Bandung

Ewusie, J. Y. 1990. Ekologi Tropika.ITB: Bandung.

Heddy, S. S., & Kurniati. 1996. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi Suatu Bahasan Tentang
Kaidah Ekologi dan Penerapannya. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Hutto, R.L. 1985. Habitat selection by nonbreeding migratory land bird. Pages 455-456
in Habitat Selection in Bird (M.L. Cody, ed). Academic Press,New York.

Kendeigh, S.C.1980. Ecology with Special Reference to Animal and Man. Departement
of Zoological Univercity of Illinoist at Urbana-Champaign. New Delhi:
Pretince-Hall of India Private Limited.

Anda mungkin juga menyukai