Sirosis hepatis merupakan penyakit kronis yang ditandai oleh obstruksi difus dan regenerasi fibrotic sel-
sel hepar. Karena jaringan yang nekrotik menghasikan fibrosis, maka penyakit ini akan merusak jaringan
hati serta pembuluh darah yang normal, mengganggu aliran darah serta cairan limfe, dan pada akhirnya
menyebabkan insufisiensi hati. Sirosis hepatis ditemukan pada laki-laki dengan insidensi dua kali lebih
sering dibandingkan pada wanita dan khususnya prevalen di antara para penderita malnutrisi usia di
atas 50 tahun dengan alkoholisme kronis. Angka mortalitasnya tinggi dan banyak pasien meninggal
dalam lima tahun sejak awitan sirosis tersebut (Kowalak, 2011). Dan menurut (Price, Wilson, & Carty,
2006), Penyakit hati kronis ini dicirikan dengan destorsi arsetektur hati yang normal oleh lembar-lembar
jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal.
Menurut (Sudoyo, 2009), Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regenerative. Sedangkan menurut (McPhee & Ganong, 2010), Sirosis hati adalah
penyakit kronis progresif dicirikan dengan fibrosis luas (jaringan parut) dan pemberntukan nodul. Sorosis
terjadi ketika aliran normal darah, empedu dan metabolism hepatic diubah oleh fibrosis dan perubahan
di dalam hepatosit, duktus empedu, jalur vaskuler dan sel retikuler.
Manefestasi Klinis
· Mual dan mutah akibat respons inflamasi dan efek sistemik inflamasi hati
· Respirasi-efusi pleura, ekspansi toraks yang terbatas karena terdapat asites dalam rongga perut;
gangguan pada efisiensi pertukaran gas sehingga terjadi hipoksia
· System saraf pusat-tanda dan gejala ensafalopati hepatic yang berlangsung progresif dan meliputi
letargi perubahan mental, bicara pelo, asteriksi, neuritis perifer, paranoia, halusinasi, somnolensia berat
dan koma, yang semua terjadi sekunder karena terganggunya proses perubahan ammonia menjadi
ureum dan sebagai akibatnya, senyawa ammonia yang toksik itu akan terbawa kedalam otak
· Hematologic-kecenderungan berdarah (epistaksis, gejala mudah memar, gusi yang mudah
berdarah), splenomegali, anemia yan gdisebabkan oleh trombositopenia (terjadi sekunder karena
splenomegali serta penrunan absorbs vitamin K), dan hipertensi porta
· Endokrin-atrofi testis, ketidakteraturan haid, ginekomastia dan bulu dada serta ketiak rontok
akibat penurunan metabolism hormone
· Kulit-pigmentasi yang abnormal, spider angioma (spider naevi), eritema palmarum, dan gejala
ikterus yang berhubungan dennga kerusakan fungsi hati; pruritus hebat yang terjadi sekunder karena
ikterus akibat hiperbilirubinemia, kekeringan kulit yang ekstrem dan turgor jaringan yang buruk, yang
semua ini berhubungan dengan malnutrisi
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh intrahepatik dan ekstrahepatik, kolestasis, hepatitis virus,
dan hepatotolsin. Alkoholisme dan malnutrisi adalah dua factor pencetus utama untuk sirosis Laennec.
Sirosis pascanekrotik akibat hepatotoksin adalah sirosis yang paling seing dijumpai. Ada empat macam
sirosis yaitu:
1. Sirosis Laennec. Sirosis ini disebabkan ileh alkoholisme dan malnutrisi. Pada tahap awal sirosis ini,
hepar membesar dan mengeras. Namun, pada tahap akhir, hepar mengecil dan nodular
2. Sirosis pascanekrotik. Terjadi nekrosis yang berat pada sirosis ini karena hepatotoksin biasanya
berasal dari hepatitis virus. Hepar mengecil denganbanyak nocul dan jaringan fibrosa
3. Sirosis bilier. Penyebabnya adalah obstruksi empedu dalam hepar dan duktus koledukus komunis
(duktus sistikus)
4. Sirosis jantung. Penyebabnya adalah gagal jantung sisi kanan (gagal jantung kongestif) (Mary
Baradero, Mary Wilfrid Dayrit, & Yakobus Siswadi, 2008).
Diagnosa Keperawatan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
sekuder terhadap anoreksia
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan hipertensi portal sekunder terhadap sirosis hepatis
10. Resiko perdarahan berhubungan dengan Factor pembekuan darah & sintesis prosumber
terganggu
Intervensi
1.
NOC
Criteria hasil
v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
v Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
NIC
Airway Management
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat sekuder
terhadap anoreksia
NOC
v Nutritional status
v Intake
v Weight control
Criteria hasil
Nutritional Management
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuuhkan pasien
Nutritional Monitoring
3.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan hipertensi portal sekunder terhadap sirosis hepatis
NOC
v Fluid balance
v Hydration
Criteria hasil
v Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign dalam batas
normal
v Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
NIC
Fluid management
- Monitor hasi Hb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt, osmolaritas urin)
Fluid monitoring
4.
NOC
v Pain level
v Pain control
v Confort level
Criteria hasil
v Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Pain management
- Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan factor presipitasi
- Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
Analgesic administration
5.
NOC
v Membranes
v Hemodyalis akses
Criteria hasil
v Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi, pigmentasi)
v Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
Pressure management
6.
NOC
v Body image
v Self esteem
Criteria hasil
NIC
7.
NOC
v Energy conservation
v Activity tolerance
Criteria hasil
v Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningaktan tekanan darah, nadi dan RR
v Energy psikomotor
v Level kelemahan
NIC
Activity terapi
- Kolaborasikan denfan tenaga rehabilitasi medic dalam merencakanakan program terapi yang
tepat
- Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan
social
- Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai monitor respon fisik, emosi, social dan
spiritual
8.
NOC
v Parenting, impaired
v Ineffective
Criteria hasil
v Hubungan pemberi asuhan pasien : interaksi dan hubungan yang positif antara pemberi dan penerima
asuhan
v Perawatan langsung : penyediaan perawatan kesehatan dan perawatan yang tepat kepada anggota
keluarga oleh pemberi perawatan keluarga
v Perawatan tidak langsung : pengaturan dan pengawasan perawatan yang sesuai bagi anggota keluarga
oleh pemberi perawatan keluarga
v Kesejahteraan pemberi asuhan : derajat persepsi positif mengenai status kesehatan dan kondisi
kehidupan pemberi perawatan primer
NIC
Coping Enhanchement
- Bantu keluarga mengenai masalah
- Membantu osien beradaptasi dengan persepsi stressor, perubahan, atau ancaman yang
mungkin mengganggu pemenuhan tuntutan
9.
NOC
v Fluid balance
v Hydration
v Intake
Criteria hasil
v Mempertahankan urine, output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
v Elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC
Fluid Management
Hypoventilasi management
10.
Resiko perdarahan berhubungan dengan Factor pembekuan darah & sintesis prosumber terganggu
NOC
v Blood koagulation
Criteria hasil
NIC
Bleeding precautions
- Monitor TTV
- Kolaborasi dalam pemberian produk darah (platelet atau fresh frozen plasma)
11.
v Disease (STD)
Criteria hasil
v Pengendalian risiko :
- Penggunaan alcohol
- Penggunaan narkoba
- Proses menular
v Deteksi risiko
NIC
Surveiliance
- Menumpukkan, mengintrepetasi dan mensintesis data pasien secara terarah dan kontinyu untuk
mengambil keputusan klinis
Daftar pustaka
Price, S. A., Wilson, & Carty, L. M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Sudoyo, A. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publising.