Agama islam adalah wahyu dari Allah yang lewat malaikatnya kepada rosul.
Ilmu pengetahuan adalah pikiran manusia yang hasil dari penyelidikkan dan analisis.
Sedangkan teknologi adalah suatu alat kebutuhan manusia dalam rangka mencapai
kesejahteraan kepada Allah.
SUMBER AGAMA ISLAM
Terdiri dari:
a. Al Qur’an
b. Al Hadist
c. Ijtihad
Janganlah jadi mahasiswa yang instan dan bermalas malasan dan siap untuk bersaing!
Pembahasan: AQIDAH
‘Aqidah (ُ )اَ ْل َعقِ ْي َدةmenurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (ُ)ال َع ْقد
ْ yang berarti
َّ
ikatan, at-tautsiiqu(ُ )التوْ ثِ ْيقyang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (
ْ yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah ( )ال َّر ْبطُ بِقُ َّو ٍةyang
)ا ِإلحْ َكا ُم
berarti mengikat dengan kuat.
[1] Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang
tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Jadi, ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah ازوج ّل
dengan segala pelaksanaan ke-wajiban, bertauhid [2] dan taat kepada-Nya, beriman kepada
Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk
dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama
(Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’
(konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah
maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang
shahih serta ijma’ Salafush Shalih.
"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-
orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-
baiknya" (QS. An-Nisa':69
Pembagian Aqidah
Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam,
tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih
yang mereka itu senantiasa rnenempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat.
Menurut mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka
masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam tauhid menurut pembagian
ulama:
Pertama: Tauhid Al-Uluhiyyah, ialah mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah
hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
Kedua: Tauhid Ar-Rububiyyah, ialah rneng esakan Allah dalam perbuatanNya, yakni
mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang Mencipta, menguasai dan mengatur alam
semesta ini.
Ketiga: Tauhid Al-Asma' was-Sifat, ialah mengesakan Allah dalam asma dan sifatNya.
Artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah Subhanahu wa
Ta'ala. dalam dzat, asma maupun sifat.
Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad
berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk
qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah
yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada
Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik
atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah
terjadi atau berdasarkan nash yang benar
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid
Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila
yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini
sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal
ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam
Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak boleh kita
beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf
ayat 40. [Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas]
Perkembangan Aqidah
Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena
masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham, kalaupun terjadi
langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang
artinya berbunyi : "Kita diberikan keimanan sebelum Al-Qur'an"
Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman -pemahaman
baru seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali dan Muawiyah karena melakukan
tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul
pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari
Irak yang menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani (Riwayat ini dibawakan oleh
Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah
oleh Ibnu Umar karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis
bantahan-bantahan dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah
Tauhid, ushuluddin (pokok-pokok agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi
Muhammad), Al-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah wal Jamaah (mereka yang
menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau
salaf yaitu mereka yang berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari generasi abad pertama
sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya : Aqidah
Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan ushuluddin. Sedangkan manhaj
(metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul sunnah dan salaf.
Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh
kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak
berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan
keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan
oleh sejumlah faktor diantaranya :
1. Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian dan
perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah yang
benar.
2. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah yang
benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima aqidah
yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yang artinya : "Dan apabila
dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab:
"(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek
moyang kami." (Apabila mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu
tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk."
3. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang tepat
sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat,
maka ia ikut tersesat.
4. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang
sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat
berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka sebagai
penengah/arbiter antara dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat
meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah.
Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan
kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya : "Dan jangan pula sekali-kali kamu
meninggalkan penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr."
5. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap
peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan
Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan
kebudayaan mereka.
6. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga
anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah
memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya, maka kedua
orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya" (HR:
Bukhari).
Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara /
program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.
7. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan
keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam
pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak
maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara
besar-besaran.
Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal
yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah
yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi
kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa' 69 yang
artinya : "Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-
sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin,
orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-
baiknya."
Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan amal
shaleh baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
Akidah Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran Islami yang dapat membina setiap
individu muslim sehingga memandang alam semesta dan kehidupan dengan kaca mata tauhid
dan melahirkan konotasi-konotasi valid baginya yang merefleksikan persfektif Islam
mengenai berbagai dimensi kehidupan serta menumbuhkan perasaan-perasaan yang murni
dalam dirinya. Atas dasar ini, akidah mencerminkan sebuah unsur kekuatan yang mampu
menciptakan mu’jizat dan merealisasikan kemenangan-kemenangan besar di zaman
permulaan Islam.
Demi membina setiap individu muslim, perlu kiranya kita mengingatkannya tentang
sumbangsih-sumbangsih akidah yang telah dimiliki oleh orang-orang sebelumnya dan
meyakinkannya akan validitas akidah itu dalam setiap zaman dan keselarasannya dengan
segala era.
Kita bisa menyimpulkan peranan penting akidah dalam membina manusia di berbagai sisi
dan dimensi kehidupan dalam poin-poin berikut :
Akidah menganggap manusia sebagai makhluk yang terhormat. Adapun kesalahan yang
terkadang menimpa manusia, adalah satu hal yang biasa dan bisa diantisipasi dengan taubat.
Atas dasar ini, akidah meyakinkannya bahwa ia mampu untuk meningkatkan diri dan tidak
membuatnya putus asa dari rahmat Allah dan ampunan-Nya
Akidah telah berhasil memerdekakan manusia dari penindasan politik para penguasa zalim
dan membebaskannya dari tradisi menuhankan manusia lain.
Akidah juga memberikan kebebasan penuh kepadanya. Namun ia membatasi kebebasan itu
dengan hukum-hukum syariat, penghambaan kepada Allah supaya hal itu tidak menimbulkan
kekacauan.
Begitu juga, akidah telah berhasil membebaskannya dari jeratan hawa nafsu, menyembah
fenomena-fenomena alam di sekitarnya dan dongengan-dongengan yang tidak benar.
Melalui proses pembebasn pemikiran ini, akidah melakukan proses pembinaan manusia. Ia
memberikan kedudukan yang layak kepada akal, mengakui peranannya dan membuka
cakrawala pemikiran yang luas baginya. Di samping itu, akidah juga membuka jendela
keghaiban baginya, membebaskannya dari jeratan ruang lingkup indra yang sempit dan
mengarahkan daya ciptanya yang luar biasa untuk merenungkan tanda-tanda kekuasaan Allah
di segenap cakrawala raya dan diri mereka, serta menjadikan renungan (tafakkur) ini sebagai
ibadah yang paling utama.
Tidak sampai di situ saja, akidah juga mengarahkan daya akal untuk menyingkap rahasia-
rahasia sejarah yang pernah terjadi pada umat dan bangsa-bangsa terdahulu, dan
merenungkan hikmah yang tersembunyi di balik syariat guna mengokohkan keyakinan
muslim terhadap syariat dan validitasnya untuk setiap masa dan tempat.
Dari sisi lain, akidah mendorong manusia untuk menuntut ilmu pengetahuan dan mengikat
ilmu pengetahuan itu dengan iman. Karena memisahkan ilmu pengetahuan dari iman akan
menimbulkan akibat jelek.
Akidah juga memerintahkan akal untuk meneliti dan merenungkan dengan teliti untuk
menyimpulkan sebuah Ushuluddin dan melarangnya untuk bertaklid dalam hal itu.
Akidah telah berhasil melakukan perombakan besar dalam sisi ini. Di saat masyarakat
Jahiliah hanya mementingkan diri mereka dan kemaslahatannya, dengan mengenal akidah,
mereka relah mengorbankan segala yang mereka miliki demi agama dan kepentingan sosial.
Akidah telah berhasil menghancurkan tembok pemisah yang memisahkan antara ketamakan
manusia akan kemaslahatan-kemaslahatan pribadinya dan jiwa berkorban demi kemaslahatan
umum dengan cara menumbuhkan rasa peduli sosial dalam diri setiap individu.
Akidah telah berhasil menumbuhkan rasa peduli sosial ini dalam diri setiap individu dengan
cara-cara berikut: menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap kepentingan orang
lain, menanamkan jiwa berkorban dan mengutamakan orang lain dan mendorong setiap
individu muslim untuk hidup bersama.
Dari sisi lain, akidah telah berhasil merubah tolok ukur hubungan sosial antar anggota
masyarakat, dari tolok ukur hubungan sosial yang berlandaskan fanatisme, suku, warna kulit,
harta dan jenis kelamin menjadi hubungan yang berlandaskan asas-asas spiritual. Yaitu
takwa, fadhilah dan persaudaraan antar manusia. Akidah telah berhasil merubah kondisi
pertentangan dan pergolakan yang pernah melanda masyarakat insani menjadi kondisi salang
mengenal dan tolong menolong. Dengan ini, mereka menjadi sebuah umat bersatu yang
disegani oleh bangsa lain. Di samping itu, akidah Islam juga telah berhasil merubah tradisi-
tradisi Jahiliah yang menodai kehormatan manusia dan menimbulkan kesulitan.
Akidah dapat mewujudkan ketenangan dan ketentraman bagi manusia meskipun bencana
sedang menimpa.
Dalam hal ini akidah telah menggunakan berbagai cara dan metode untuk meringankan
bencana-bencana itu di mata manusia. Di antara cara-cara tersebut adalah menjelaskan
kriteria dunia;bahwa dunia ini adalah tempat derita dan ujian yang penuh dengan bencana dan
derita yang acap kali menimpa manusia. Oleh karena itu, tidak mungkin bagi manusia untuk
mencari kesenangan dan ketentraman di dunia ini.
Atas dasar ini, hendaknya ia berusaha sekuat tenaga demi meraih kesuksesan dalam ujian
Allah di dunia.
Dan di antara cara-cara tersebut adalah akidah menegaskan bahwa setiap musibah pasti
membuahkan pahala, dan menyadarkan manusia bahwa musibah terbesar yang adalah
musibah yang menimpa agama.
Dari sisi lain, akidah juga membebaskan jiwa manusia dari segala ketakutan yang dapat
melumpuhkan aktifitas, membinasakan kemampuan dan menjadikannya cemas dan bingung.
Begitu juga akidah memotivasi manusia untuk mengenal dirinya. Karena tanpa tanpa itu, sulit
baginya untuk dapat menguasai jiwa dan mengekangnya, dan tidak mungkin baginya dapat
mengenal Allah secara sempurna.
Akidah memiliki peranan yang besar dalam membina akhlak setiap individu muslim sesuai
dengan prinsip-prinsip agama yang pahala dan siksa disesuaikan dengannya, dan bukan
hanya sekedar wejangan yang tidak menuntut tanggung-jawab. Lain halnya dengan aliran-
aliran pemikiran hasil rekayasa manusia biasa yang memusnahkan perasaan diawasi oleh
Allah dalam setiap gerak dan rasa tanggung jawab di hadapan-Nya. Dengan demikian,
musnahlah tuntunan-tuntunan akhlak dari kehidupan manusia. Karena akhlak tanpa iman
tidak akan pernah teraktualkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembahasan: SYARIAH
Syariah adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam
hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia
dan akhirat.
Syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai
keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an, yaitu :
D. Klasifikasi Syariah
Syariah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Wajib (Ijab), yaitu suatu ketentuan yang menurut pelaksanaannya, apabila dikerjakan
mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan mendapat dosa.
2. Haram, yaitu suatu ketentuan apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan
mendapat dosa. Contohnya : zinah, mencuri, membunuh, minum-minuman keras, durhaka
pada orang tua, dan lain-lain.
3. Sunnah (Mustahab), yaitu suatu ketentuan apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila
ditinggalkan tidak berdosa.
4. Makruh (Karahah), yaitu suatu ketentuan yang menganjurkan untuk ditinggalkannya suatu
perbuatan; apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan tidak berdosa.
Contohnya : merokok, makan bau-bauan, dan lain-lain.
Secara khusus Ibadah berarti perilaku manusia yang dilakukan atas perintah Allah SWT dan
yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, seperti shalat, dzikir, puasa, dan lain-lain.
Landasan dasar pelaksanaan syariah adalah aqidah (keimanan). Dengan aqidah yang kuat
maka syariah dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
Pembahasan: AKHLAK
Akhlak (Ar.: al-akhlak, jamak dari al-khulq = kebiasaan, perangai, tabiat, dan agama).
Tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak dibuat-buat, dan telah menjadi
kebiasaan. Kata akhlak dalam pengertian ini disebut dalam Al-Quran dengan bentuk
tunggalnya, khulq, pada firman Allah SWT yang merupakan konsiderans pengangkatan
Muhammad sebagai Rasul Allah [1]. Dijelaskan dalam Al-Quran sebagai berikut :
)٦٨:٤ .والك لعلر حلق عطلم(المملع
Atrinya
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pengerti yang agung (QS Al-
Qalam, 68 :4) [2]”
Beberapa istilah yang bekaitan dengan akhlak. Menurut jamil salibah (ahli bahasa arab
kontemporer asal suriah), adalah akhlak yang baik dan ada yang buruk. Akhlak yang baik
disebut adab (adab). Kata adab juga digunakan dalam arti etika yaitu tata cara sopan santun
dalam masyarakat guna memelihara hubungan baik antar mereka.
Ulamah akhlak brbeda pendapat tentang apa kah akhlak yang lahir dari manusia merupakan
hal pendidikan dan latihan ataukah pembawah sejak lahir. Sebagian mengatakan bahwa
akhlak merupakan pembawah sejak lahir orang yang bertingkah laku baik atau buruk karena
pembawanya sejak lahir. Karenanya, akhlak tidak bisa diubah melalui pendidikan atau
latihan. Pandangan ini dipegang oleh kaum jabariah, salah satu aliran dalam teologi islam.
Sebagian lain berpendapat bahwa akhlak merupakan hasil pendidikan. Karenanya, akhlak
bisa diubah melalui pendidikan, dan itulah sebabnya mengapa Rasulullah SAW “diutus untuk
menyempurnakan akhlak” (HR. Malik). Pendapat ini dipegang oleh kebanyakan ulamah.
Ibnu maskawaih, ketika mengeritik pandangan pertama, mengatakan bahwa pandangan
negatif tersebut antara lain akan memebuat segalah bentuk normal dan bimbingan jadi
tertolak, orang jadi tunduk pada kekejaman dan kelaliman, serta nak-anak jadi liar karena
tubuh dan perkembangan tanpa nasihat dan pendidikan.
Menurut Quraish Shihab, meskipun kedua potensi ini terdapat dalam diri manusia, ada
issyarat dalam Al-Quran bahwa manusia pada dasarnya cendrung pada kebajikan. Didalam
Al-Qurandiuraikan bahwa iblis menggoda Adam, lalu adam durhaka kepada Tuhan. Sebelum
digoda iblis, Adam tidak durhaka artinya ia tidak melakukan sesuatu yang buruk akibat
godaan itu, adam menjadi sesat, tetapi kemudian bertobat kepada tuhan sehingga kembali
kepada kesuciannya.
Ukuran Baik dan Bururk. Ulama berbeda pendapat tentang ukuran baik dan buruk akhlak.
Mereka terbagi menjadi tiga golongan
Golongan pertama, Muktazilah (aliran teologi islam rasional dan liberal pada abad ke-8,
didirikan oleh wasil bin ata [80 H/699 M-131 H/748 M]), berpendapat bahwa ukuran baik
dan buruk akhlak adalah esensinya. Untuk ini mereka membagi akhlak yang menuntut
esensinya adalah buruk dan Allah SWT pasti melarangnya, seperti besikap jujur dan adil.
Ada akhlak yang menurut esensinya bisa baik dan buruk, seperti membunuh.
Golongan kedua. Maturidiah (aliran yang didirikan oleh abu Abu Mansur Muhammad al-
maturidi [w. 333H/944 M]) dan mashab *Hanafi, sependapatdengan golongan Muktazilah.
Hanya saja mereka, berbeda pendapat tentang tanggung jawab terhadap akhlak tersebut.
Menurut mereka, akal tidak dapat menetapkan kewajiban, yang menetapkan kewajiban
adalah syarak. Manusia akan dimintai pertanggung jawaban hanya atas dasar kesadaran
etisnya yang diperoleh melalui syarak.
Golonga ketiga, Asy’ariyah (aliran yang didirikan oleh Abu Hasan Ali bin Ismailal-Asy-ari
[260H/873 M-324 H/935 M]) dan jumlah ulamah usul fikih, berpendapat bahwa baik dan
buruk akhlak ditentukan olej syarak. Apa yang diperintahkan adalah baik dan yang
dilarangnya adalah baik dan apa yang dilrangnnya adalah buru. Manusia akan dimintai
pertanggung jawaban diperoleh melalui syarak.
Al-Quran meberi kebebasan kepada manusia untuk memilih bertingkah laku baik atau buruk
sesuai dengan kehendaknya. Atas dasar kehendak dan pilihannya itulah manusia dan diminta
pertanggung jawabannya diakherat atas segalah tingkah lakunya [3]. Allah SWT berfirman.
Artunya :
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat
pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (mereka berdoa) : "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami
lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban
yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri
ma'aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."
(Q.S Al Baqarah 2 : 286 [4])
Sumber Akhlak. Akhlak orang muslim merujuk pada dua sumber utama pada ajaran islam.
Sumber pertama diterangkan oleh *Aisyah binti Abu Bakar ketika ditanya para sahabat
tentang akhlak Rasulullah SAW Aisyah berkata adalah : “Akhlak Rasulullah SAW adalah Al-
Quran”(H.R Ahmad bin Hanban). Adapun sumber kedua adalah keteladanan yang
dicontohkan oelh Rasulullah SAW kepada umatnya, sebagaimana ditegaskan oleh Allah
SWT di dalam firman-Nya.
Artinya :
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. : (Q.S Al-Ahzab. 33 : 21) [5].
Sasaran Ahlak. Dalam Islam, secara garis besar akhlak manusia mencangkup tiga sasaran,
yaitu terhadap Allah SWT, terhadap bersama manusia, dab terhadap lingkungannya.
Akhlah terhadap Allah SWT. Menurut Muhammad Quraish Shihab, akhlak manusia terhadap
Allah SWT bertitik tolak dari pengakuan dan kesadaran bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
SWT yang memiliki segalah sifat terpuji dan sempurna.
a. Mensucikan Allah SWT dan memuji-nya.
b. Bertaqwa (berserah diri) kepada Allah SWT setelah berbuat atau berusaha lebih dahulu.
c. Berbaik sangka kepada Allah SWT
Akhlak Terhadap Sesama Manusia
a. Akhlak terhadap Oran Tua diantaranya sebagai berikut :
1. Memelihara keridaan orang tua
2. Berbakti kepada orang tua
3. Memelihara etika pergaulan kepada orang tua
b. Akhlak terhadap kaum kerabat. Akhlak yang paling utama terhadap kaum kerabat ialah
mengadakan hubungan silaturahmi dan berbuat ihsan (baik) terhadap mereka, seperti
mencintai mereka serta turut merasakan suka dan duka mereka. Diatara ayat-ayat yang
berbicara tentang akhlak ini ialah surah an-Nisa (4) ayat 1 dan 36, surah ar-ra’d (13) ayat 25,
surah al-israh (17) ayat 26, dan surah Muhammad (47) ayat 22. Diantara hadist Nabi SAW
yang berbicara tentang akhlak ini ialah “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari
akhirmaka hendaklah ia mengadakana hubungan silaturrahmi” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
c. Akhlak terhadap tantangan. Diantara akhlak seseorang terhadap tantangannya ialah
sebagai berikut.
1. Tidak menyakiti tetangganya. Baik dengan perbuatan maupun denga perkataan
2. Berbuat ihsan (kebaikan) kepada tentangga diataranya ialah melakukan *takziah ketika
tetangganya mendapatkan musibah, melakukan *tahnia ketika tetanggany mendapat
kegembiraan, menjenguknya ketika sakit, menolongnya ketika dimintai tolong.
Ahklah terhadap Lingkungan. Dimaksudkan dengan lingkungan disini ialah segalah sesuatu
yang berada disekitar manusia, seperti binatang, tumbuhan-tumbuhan dan benda-benda yang
tak bernyawa.
Akhlak yang dianjurkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber daru fungsi manusia
sebagai khalifah. Khalifah menuntut adanya interaksi antara manusia dan alam. Khalifah
mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, dan bimbingan agar setiap mahluk mencapai
tujuannya. Mahluk-mahluk itu adalah umat seperti manusia juga. Al-Quran menggambarkan :
“dan tiada binatangbinatang yang ada dibumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua
sayapnya, melaikan umat-umat (juga) seperti kamu… ”(Q.S. 6:38). Oleh sebab itu menurut
Al-Qurtubi, makluk-mahluk itu tidak boleh diperlukan secara aniayah [6].
Allah SWT menciptakan Ala mini dengan tujuan yang benar, sesuai dengan firman-Nya.
(Q.S. Al-Ahqaaf. 46:3) [7].
$tB $oYø)n=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚö‘F{$#ur $tBur !$yJßgoYøŠt/ žwÎ) Èd,ysø9$$Î/
9@y_r&ur ‘wK|¡•B 4 tûïÏ%©!$#ur (#rãxÿx. !$£Jtã (#râ‘É‹Ré& tbqàÊÌ÷èãB ÇÌÈ
Artinya :
Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya melainkan
dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. dan orang-orang yang kafir
berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.
M. Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam memanfaatkan alam manusia tidak hanya
dituntut untuk tidak bersikap angkuh terhadap sumber daya yang dimilikinya, tetapi juga
dituntut untuk memperhatikan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Allah SWT, pemilik ala
mini. Manusia ditutntu tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri atau kelompok saja
tetapi juga kemaslahatan semua pihak. Dengan demikian, manusia diperintahkan bukan untuk
mencari kemenagan, tetapi keselarasan dengan alam.
Kitab Tentang Akhlak. Disamping petunjuk tentang akhlak dalam bentuk perbuatan seperti
dikemukakan diatas, didalam islam terdapat juga petunjuk untuk memiliki perangai seperti
sabar, ramah, ikhlas, pemaaf, jujur,dan kasih sayan, serta petunjuk untuk menghindari
perangai yang buruk sepertipemarah, pendendam, dan berdusta.
Pembahasan tentang petunjuk-petunjuk tersebut banyak dimuat dalam kitab tasawuf dan
akhlak antara lain sebagai berikut.
1. Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah (risalah karya Qusyairi). Karya Abu Qasim Abdul Karim
bin Hawazin bin Abdul Malik bin Talha bin Muhammad Al-Qusyairi (376 H/986 M-465
H/1074 M). kitab ini membahas antara lain tingkah laku, prinsif dan sifat sufi, serta kode
etika para pelajar.
2. Ihya Ulum Ad-Din (Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama), karya Imam al-gazali. Kitab
yang terdiri atas 4 jilid ini dibagi menjadi 4 bagian. Bagian pertama mengupas masalah
ibadah dengan segala rahasianya. Bagian kedua membahas masalah adat dan muamalah.
Bagian ketiga menyajikan hal-hal yang dapat merusak diri, termasuk akhlak-akhlak tercela.
Bagian keempat menguraikan hal-hal yang menyelamatkan manusia dalam berbagai
kerusakan, termasuk akhlak terpuji.
3. Al-Azkar (Zikir-zikir), karya imam an-Nawawi, kitab ini berkumpulan hadist dan doa
tentang aktivitas sehari-hari, latihan rohani, etika umum, dan lain-lain yang mempererat
hubungan manusia dengan Tuhan dan sesamanya.
4. Al-Akhlaq al-Islamiyyah wa Ususuha (Akhlak Islamdan dasar-dasarnya). Karya Ayekh
Abdurrahman Hasan Habnakah al-Maidani (ahli ilmu akhlak konteporer asal Suriah).
Materinya antara lain dasarnya akhlak yang digalidari Al-Quran dan hadis petunjuk praktis
penerapan akhlak, dan pendidikan akhlak [8].
B. Pendidikan Islam
Pendidikan islamadalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian yang sesuai
dengan ajaran islam atau suatu upaya dengan ajaran islam memiliki nilai-nilai islam serta
bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai islam.
Sebagai aktivitas yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan keperibadian
tentunya pendidikan islam memerlukan landasan kerja untuk member arah bagi programnya
sebab dengan adanya dasar juga berfungsi sebagai sumber semua peraturan yang akan
diciptakan sebagai pegangan lengah pelaksanaan dan sebagai jalur langkah menentukan arah
usaha sersebut.
Urutan prioritas pendidikan islam dalam upayah pembentukan kepribadian muslim,
sebagaimana di ilustrasikan berturut-turut dalam al-quran surat Lugman mulai ayat 3 dan
seterusnya adalah [9].
1. Pendidikan keimanan kepada Allah SWT
Artinya :
Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya : "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Luqman ayat 13) [10].
Pendidikan yang pertama dan utama untuk dilakukan adalah pembentuka keyakinan kepada
Allah yang diharapkan dapat melandasi sikap, tingkah laku dan kepribadian.
2. Pendidikan Akhlaqul Karimah
Sejalan dengan usaha membentuk dasar keyakinan atau keimanan maka diperlukan juga
usaha membentuk akhlak yang mulia. Berakhlak yang mulia adalah merupakan modal bagi
setiap orang dalam menghadapi pergaulan antar sesamanya.
Akhlak termasuk diantara makana yang terpenting dalam hidup ini tingkatnya berada sesudah
keimanan atau kepercayaan kepada Allah, Malaikatnya, Rasul-rasulnya, hari akhir yang
terkandang hasyar, hisab, balasan akhirat dan qada dan qadar Allah. Apabila beriman kepada
Allah dan beribadah kepadanya pertama-tama berkaitan rapat antar hubungan hamba dan
Tuhannya, maka akhlak pertama sekali berkaitan dengan hubungan Muamalah Manusia dan
orang-orang lain, baik secara individu maupun kolektif. Tetapi perlu diingat bahwa akhlak
tidak terbatas pada penyusunan hubungan antara manusia dengan manusia yang lainnya,
tetapi melebihi itu, juga mengatur hubungan manusia dengan segalah yang terdapat dalam
wujud dan kehidupan ini malah melampawi itu yaitu mengatur hubungan antar hamba denga
Tuhannya [11].
Artinya :
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Luqman 18) [12].
Selanjutnya, tentang pendidikan (Pendidikan Islam) Al-Quran, antra lain berbicara
mengenai : karakteristik sejarah dan medan pendidikan.
1. Karakteristik Pendidikan Islam
Pendidikan islam bukannya hanya pendidikan akhlak aqiqah dan ibadah saja, melaikan lebih
luas, yakni :
a. Pendidikan Islam mencakup seluruh aspek manusia
b. Pendidikan Islam mencakup kepentingan hidup dunia dan akhirat.
c. Pendidikan Islam berlangsung terus-menerus sejak masih dalam kandungan ibu sampai
masuk liang lahat, setiap orang selalu terlebit dalam proses pendidikan baik sebagai terdidik
maupun pendidik.
d. Sistem Pendidikan islam menuju keselarasan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
Segi-segi pendidikan islam diatas pada satu perinsip :
Al-Quran dan pendidikan islam mempelihara dan memperhatikan Fitnah Manusia, pada islam
sengaja direncanakan oleh Allah intik selaras, relevan dan sesuai dengan fitnah tersebut.
Sehingga dikatakan bahwa fungsi pendidikan menurut Al-Quran adalah : usaha dan upaya
manusiakan manusia. Dan oleh karena itu fitnah manusia itu selalu cendrung kepada Al-Haq
atau Al-Islam, maka pendidikan menurut Al-Quran adalah menuju terbentuknya pribadi
Muslim Paripurna. (Ali Khalil Abu Al-Ainain, 1980 : 147-148)
2. Sasaran Pendidikan Islam
Dari segi salah satu esensi penting pendidikan yakni pertumbuhan dan perkembangan, maka
sasaran pendidikan merupakan persoalan asasi dan menyangkut masalah ini dan nilai Qurani
terdiri atas dua tingkat :
a. Nilai-nilai Rohaniah, berupa “Imam” (Tauhid), yakni merupakan motivasi dasar dari
seluruh aktivasi manusia, melahirkan keikhlasan.
b. Nilai-nilai pengabdian (Ubudiyah) terdiri dari nilai-nilai moral (Akhlak), nilai individu ,
nilai-nilai social (Masyarakat)
3. Medan Pendidikan Islam
Menurut ajaran Islam, medan pendidikan adalah :
a. Pendidikan Jasmani
b. Pendidikan Rasio
c. Pendidikan Aqidah
d. Pendidikan moral (Akhlak)
e. Pendidikan Kreatifitas
f. Pendidikan Seni
g. Pendidikan Sosial
Islam menilai Pendidikan Jasmani sebagai cukup penting karena jasmani manusia ikut
member adil dalam upaya penuaian, tugas hidup manusia pendidikan rasio, tidak hanya
bermaksud agar manusia maupun berfikir saja, melainkan lebih dari, dengan kemampuan
berfikir manusia akan lebih baik dalam mengenal dan selanjutnya mengabdikan dirinya
kepada khaliqnya arah pendidikan kreatifitas adalah agar manusia mampu mengajarkan
akhlak kepada dirinya sendirinya. Sedangkan pendidikan (Terbentuknya manusia pengabdi
yang Shalih), juga dalam rangka pencapaian sasaran pendidikan sosial amat penting artinya
bagi penuaian tugas ibadah dalam dimensi sosial [13].
Adapun tujuan pendidikan islam yang sejalan dengan misi islam itu sendiri yaitu
mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai akhlak Al-Karimah. (Al-karimah1979).
Misi islam itu sendiri yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai akhlak Al-
Karimah. (Al-Syaibany, 1979)
Dan tujuan tersebut sama dan sebangun dengan target yang terkandung dalam tugas
kenabian, yang diemban oleh Rasul Allah SAW. Yang terungkap dalam pernyataan beliau :
“sesungguhnya aku diutus adalah untuk membimbing mausia mencapai akhlak yang mulia”
(Al-Hadist) faktor kemulian akhlak dalam pendidikan islam dinilai sebagai faktor kunci
dalam menentukan keberhasilan pendidikan yang menurut pandangan islam berfungsi
menyiapkan manusia-manusia yang mampu menata kehidupan yang sejahtera dudunia dan
kehidupan akherat.
Dua sasaran pokok yang akan oleh pendidikan islam tadi, kebahagian dunia dan
kesejahteraan akhir, memuat sisi-sisi penting. Dan bagian ini dipandang sebagai nilai lebih
dari pendidikan islam disbanding dengan pendidikan non islam. Nilai lebih tersebut terlihat
bahwa pendidikan islam dirancang agar dapat merangkum tujuan hidup manusia sebagai
mahluk ciptaan tuhan yang pada hakikatnya tunduk pada hakikat penciptaanya.
1. Tujuan Pendidikan islam itu bersifat fitnah yaitu membimbing perkembangan manusia
sejalan dengan fitnah kejadiannya.
2. Tujuan pendidikan islam menentang dua dimensi yaitu tujuan akhir bagi keselamatan
hidup didunia dan diakhirat.
Prof. Mohammad athiyan Al-Brosyi dalam kejadiannya tentang pendidikan islam telah
menyimpulkan 5 (Lima) tujuan yang asasi bagian pendidikan islam yang diuraikan dalam
“At-Tarbiyah Al-Islamiyah Wa-Falsafatuha”. Yaitu :
1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan diakhirat [14].
Dalam kaitannya dengan evaluasi pendidikan islam telah menggariskan tolak ukur yang
serasi dengan tujuan pendidikan. Baik tujuan jangka pendek, yaitu membimbing manusia
agar hidup selamat didunia maupun tujuan jangka panjang untuk kesejahteraan hidup akhirat
nanti. Kedua tujuan tersebut menyatu dalam sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan
sehari-hari. Akhlak yang mulia terlihat dalam penampilan sikap pengabdiannya kepada Allah
SWT dan kepada lingkungannya bauk kepada sesama manusia, maupun terhadap kepada
alam sekitarnya. Oleh karena itu dalam pendidikan islam evaluasi lebih ditekankan pada
penguasa sikap (aspek efektif) ketimbang pengetahuan (aspek kognitif).
Akhlak yang diharapkan dapat dibentuk melalui pendidikan islam, nilai-nilai akhlak sebagai
bagian yang seharusnya dijadikan landasan bagian sistem pendidikan islam, hingga dalam
pelaksanaan seseorang muslim maupun menempatkan dirinya sebagai khalifah Allah dimuka
bumi dan untuk memakmurkan kehidupan di bumi dan menghindarkan segala bentuk
perbuatan yang mengarah kepada kerusakan [15].
C. Akhlak Dalam Pandangan Islam
Untuk menyempurnakan rangkaian pembahasan ini, ada satu topik penting yang banyak
dibicarakan orang dan pengaruhnya cukup besar dalam kehidupan masyarakat ataupun
individu. Topik tersebut adalah tentang akhlak dalam pandangan islam.
Seperti telah diketahui agama islam mengatur hubungan manusia dengan penciptanya
hubungan manusia dengan dirinya serta hubungan manusia dengan sesamanya. Hubungan
manusia dengan penciptanya dalam masalah akidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan
dirinya diatur dengan hukum akhlak, makanan dan minuman, serta pakaian, selain itu
hubungan manusia dengan sesamanya, diatur dengan hukum muamalah dan uqubat.
Islam telah memecahkan persoalan hidup manusia secara menyeluruh dengan menitik
beratkan perhatian kepada umat manusia serta integal, tidak terbagi-bagi dengan demikian,
kita melihat islam menjelaskan persoalan dengan metode yang sama yaitu membangun semua
solusi persoalan tersebut diatas dasar akidah, yaitu asas rohani tentang kesadaran manusia
akan hubungan dengan Allah kemudian dijadikan asa peradapan islam asas syarat islam dan
asas negara.
Masyarakat tegak dengan peraturan-peraturan hidup serta dipengaruhi oleh perasaan dan
pemikiran yang merupakan kebiasaan umum, hasil dari pemahaman hidup yang dapat
menggerakan masyarakat. Karena itu, yang menggerakkan masyarakat.bukanlah akhlak
melainkan peraturan-peraturan yang diterapkan ditengah masyarakat, pemikiran-pemikiran
dan perasaan yang ada pada masyarakat [16].
Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm" yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui.
Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu
pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan lain
sebagainya.
Sejarah ilmu pada dasarnya merupakan sejarah pikiran umat manusia terlepas dari asal usul
kebangsaan maupun asal mula negara, dan pembagian lintasan sejarah ilmu yang paling tepat
adalah menurut urutan waktu dan bukan berdasarkan pembagian negara, lintasan sejarah ilmu
terbaik mengikuti pembagian kurun waktu dari satu zaman yang terdahulu ke zaman
berikutnya, zaman tertua dari pertumbuhan ilmu adalah zaman kuno yang merentang antra
tahun kurang lebih 4000 SM-400M. Zaman kuno ini dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. ± 4000- 6000 s.M : Masa Mesir dan Babilon
2. 600-30 s.M : Masa Yunani Kuno
3. 30 SM-400 M : Masa Romawi
Di mesir mulai tumbuh berbagai gagasan ilmiah dari pengetahuan arsitektur, ilmu gaya, ilmu
hitung, ilmu ukur. Semua ilmu ini penting untuk keperluan membangun berbagai kuil, istana,
dan piramid. Ilmu bedah dan ilmu kedokteran juga mulai dikembangkan di Mesir, di
Babilonia dikembangkan berbagai gagasan ilmiah dari ilmu bintang dan ilmu pasti. Suatu hal
lain yang perlu diketahui bahwa masih melekat pada pertumbuan ilmu pada masa yang
pertama ini adalah adanya penjelasan penjelasan yang persifat gaib. Pada masa berikutnya di
Yunani Kuno antara tahun 600-30 S.M mengenal siapa para pengembang ilmu serta tempat
dan tahun kelahirannya.
Ada dua jenis ilmu yang dipelajari yang pada waktu itu mendekati kematangannya, pertama,
ilmu kedokteran, praktek yang setidaknya mencoba menerapkan metode yang berdisiplin
dalam pengamatan dan penarikan kesimpulan, dan kedua, geometri, yang sedang
mengumpulkan setumpukan hasil di seputar hubungan-hubungan antara ilmu hitung yang
disusun secara khusus dan sedang mendekati masalah-masalah struktur logis serta masalah-
masalah definisi. Imuwan-ilmuwan yang terkemuka pada waktu itu di antaranya
adalahThales (±525-654 s.M.) merupakan ilmuwan yang pertama di dunia karena ia
memplopori tumbuhnya Ilmu Bintang, Ilmu Cuaca, Ilmu Pelayaran, dan Ilmu Ukur dengan
berbagai ciptaaan dan penemuan penting. Ilmuwan Yunani Kuno kedua adalah Pythagoras
(578?-510 s.M.) merupakan ahli Ilmu Pasti. Ilmuwan Yunani Kuno yang ketiga adalah
Democritus (±470-±400 s.M.), gagasan ilmiahnya yang terkenal ialah tentang atom.
Perkembangan ilmu pada Masa berikutnya adalah Masa Romawi yang merupakan masa
terakhir dari pertumbahan ilmu pada Zaman Kuno dan merupakan masa yang paling sedikit
memberikan sumbangsih pada seajarah ilmu dalam Zaman Kuno. Namun bangsa Romawi
memiliki kemahiran dalam kemampuan keinsinyuran dan keterampilan ketatalaksanaan serta
mengatuur hukum dan pemerintahan. Bangsa ini tidak menekankan soal-soal praktis dan
mengabaikan teori ilmiah, sehingga pada masa ini tidak muncul ilmuwan yang terkemuka.
Perkembangan berikutnya pada zaman pertengahan, ribuan naskah pengetahuan dari Zaman
Yunani Kuno yang terselamatkan dan diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh cendekiawan
Muslim dan sebagian ditambahi catatan ulasan, abad VII dan VIII Kaum Muslim meguasai
wilayah-wilayah Asia Kecil sampai Mesir dan Spanyol. Kota-kota yang merupakan pusat-
pusat kebudayaannya ialah Bagdad, Damaskus, Kairo, Kordoba, dan Toledo. Ilmuwan-
ilmuwan Muslim yang terkenal seperti Al-Razi (865-925) dan Ibnu Sina (980-1037) adalah
ahli ilmu Kedokteran, Jabir ibn Hayyan (±721-±815) dalam Pengetahuan Kimia dan obat-
obatan, serta dalam Ilmu Penglihatan oleh Ibn al-Haytham (965-1038).
Pada abad XI bangsa-bangsa Eropa Utara berangsur-angsur mengetahui perkembangan
pengetahuan ilmiah yang berlagsung di daerah Muslim. Dan dengan sebab itu Abad XIV-
XVI dikenal Zaman Pencerahan (renaissance) di Eropa, ditandai dengan kelahiran kembali
semua ilmiah maupun pengetahuan kemanusiaan dari Masa Yunani Kuno. Ilmuwan yang
terkemuka saat itu ialah Nicolaus Copernicus (1473-1543) seorang peletak dasar Ilmu
Bintang Modern. Lainnya adalah Andreas Vesailus (1514-1564) ahli Ilmu Urai Tubuh
Modern. Dengan berakhirnya Zaman Pencerahan dunia memasuki Zaman Modern mulai
Abad XVII, pengertian ilmu yang modern dan berlainan dengan ilmu lama atau klasik mulai
berkembang dalm abad ini. Perkembangan ini terjadi karena perkembangan 3 hal, yaitu
perubahan alam pikiran orang, kemajuan teknologi, dan lahirnya tata cara ilmiah. Pada
Zaman ini banyak melahirkan ilmuwan dengan teori baru di bidang ilmu pengetahuan yang
beragam. Misal, Isaac Newton (1642-1727) penemu Kaidah Gaya Berat dan Teori Butir
Cahaya, Thomas Robert Malthus (1766-1834) Teori Kependudukan. Setelah memasuki Abad
XX pertumbuhan ilmu di dunia mengalami ledakan, karena boleh dikatakan setiap tahun
puluhan penemuan hasil penelitian para ilmuwan muncul.
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang
mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat
disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma
ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang
sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat
bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji
objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, dan
karenanya disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau
subjek penunjang penelitian.
2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan
terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus
terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani
“Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang
digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek,
ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga
membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan
rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis
dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat
umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal
merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-
umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat
objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam
ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
Usaha-usaha manusia untuk menggali dan meneliti ayat-ayat Allah di segenap penjuru alam
semesta melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural sciences), sedangkan usaha-usaha
manusia untuk menggali dan meneliti ayat-ayat Allah dalam kehidupan manusia melahirkan
ilmu-ilmu pengetahuan sosial dan budaya (social and cultural sciences).
Pengembangan ilmu pengetahuan dapat dilakukan oleh siapa saja, baik orang yang beriman
maupun yang tidak beriman, asalkan memiliki sikap intelektual dan kemampuan metodologi
ilmiah, sebab ayat-ayat Allah bersifat:
1. pasti (Al-Furqan 2)
2. tidak pernah berubah (Al-Fath 23)
3. obyektif (Al-Anbiya’ 105)
Sumber ilmu pengetahuan adalah alam. Alam adalah gudang inspirasi, ide, dan motivasi
untuk mengarahkan seseorang mencapai suatu peradaban yang lebih tinggi. Dalam
autobiografi seorang pelaut yang terkenal di zaman dynasti China yaitu Laksamana Chengho
(seorang jenderal) yang pernah melakukan pelayaran ke Afrika dan Asia menyebutkan, alam
telah memberikan motivasi, semangat, dan arahan kepadanya untuk melakukan penjelajahan
ke dunia lain untuk menemukan hal-hal baru. Suatu ide, gagasan, dan motivasi pada awalnya
bersumber dari rasa keingintahuan kita akan sesuatu hal. Rasa keingintahuan ini kemudian
dirangsang oleh alam melalui akal pikiran kita sehingga timbul suatu ide, motivasi, dan
semangat dalam diri. Rasa keingintahuan inilah yang mendasari untuk berkembangnya ilmu
dan pengetahuan.
Materi “aql” dalam al-Qur’an terulang sebanyak 49 kali, kecuali satu, semuanya datang
dalam bentuk kata kerja seperti dalam bentuk ta’qilun atau ya’qilun. Kata kerja ta’qilun
terulang sebanyak 24 kali dan ya’qilun sebanyak 22 kali, sedangkan kata kerja a’qala, na’qilu
dan ya’qilu masing-masing satu kali (Qardawi, 1998: 19). Pengertian akal dapat dijumpai
dalam penjelasan ibnu Taimiyah (2001: 18). Lafadz akal adalah lafadz yang mujmal
(bermakna ganda) sebab lafadz akal mencakup tentang cara berfikir yang benar dan
mencakup pula tentang cara berfikir yang salah. Adapun cara berfikir yang benar adalah cara
berpikir yang mengikuti tuntunan yang telah ditetapkan dalam syar’a. Lebih lanjut, Ibnu
Taimiyah dalam bukunya yang berjudul Hukum Islam dalam Timbangan Akal dan Hikmah
juga menyinggung mengenai kesesuaian nash al-Qur’an dengan akal, jika ada pemikiran yang
bertentangna dengan akal maka akal tersebutlah yang salah karena mengikuti cara berpikir
yang salah.
Wahyu adalah petunjuk dari Allah yang diturunkan hanya kepada para nabi dan rasul melalui
mimpi dan sebagainya. Wahyu adalah sesuatu yang dimanifestasikan, diungkapkan. Ia adalah
pencerahan, sebuah bukti atas realitas dan penegasan atas kebenaran. Setiap gagasan yang di
dalamnya ditemukan kebenaran ilahi adalah wahyu, karena ia memperkaya pengetahuan
sebagai petunjuk bagi manusia (Haque, 2000: 10). Allah sendiri telah memberikan gambaran
yang jelas mengenai wahyu ialah seperti yang digambarkan dalam al-Qur’an surat al-Maidah
ayat 16 yaitu:
“Dengan Kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan
keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap
gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke
jalan yang lurus”
Pengertian wahyu dalam penelitian di sini adalah kitab al-Qur’an yang di dalamnya
merupakan kumpulan-kumpulan dari wahyu yang membenarkan wahyu-wahyu sebelumnya
(taurat, injil, zabur) dan diturunkan oleh Allah hanya kepada Nabi Muhammad SAW selama
hampir 23 tahun (Haque, 2000: 19).
Akal dan wahyu kalau diletakkan secara fungsionalis, maka keduanya saling memiliki fungsi.
Akal memiliki fungsi untuk memahami wahyu, karena wahyu ditulis dengan bahasa Arab,
dan tidak setiap orang dapat memahami teks Arab. Wahyu (Al Qur’an sebagai hudan, untuk
memahami hudan diperlukan akal. Wahyu memiliki fungsi mengarahkan kerja akal dan
memberikan informasi kandungan wahyu yangg memerlukan bukti empiris, bahkan dengan
observasi, eksperimen, penyelidikan dan penelitian, yang ini semua dikerjakan dengan akal
pikiran.
Ayat tersebut diatas mendorong Umat Islam untuk pandai membaca, berfikir dan berkreasi.
semakin banyak membaca, semakin banyak manfaat yang diperoleh. Ilmu akan bertambah,
bahasa makin baik, dan wawasan makin luas. Bacalah alam ini. Bacalah Al Qur'an ini.
Bacalah buku-buku ilmu pengetahuan. Jadi, membaca merupakan kunci pembuka untuk
mempelajari ilmu pengetahuan.
Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan sebagaimana yang dicerminkan dalam wahyu
pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW tersebut diatas. Begitu besar
perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan, sehingga setiap orang Islam baik laki-laki
maupun perempuan diwajibkan untuk menuntut ilmu.
Sabda Nabi : "Mencari ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam laki-laki dan perempuan" (HR.
Ibnu Abdil Bar). Dimanapun ilmu berada, Islam memerintahkan untuk mencarinya. Sabda
Nabi : "Carilah ilmu meskipun di negeri Cina" (HR Ibnu 'Adi dan Baihaqi). Menuntut ilmu
dalam Islam tidak berhenti pada batas usia tertentu, melainkan dilaksanakan seumur hidup.
tegasya dalam hal menuntut ilmu tidak ada istilah "sudah tua". Selama hayat masih
dikandung badan, manusia wajib menuntut ilmu. Hanya caranya saja hendaklah disesuaikan
dengan keadaan dan kemampuan masing-masing. Perintah menuntut ilmu sepanjang masa ini
diterangkan dalam Hadits Nabi SAW. "Carilah ilmu sejak buaian sampai ke liang lahad".
Dengan memiliki ilmu, seseorang menjadi lebih tinggi derajatnya dibanding dengan yang
tidak berilmu. Atau dgn kata lain, kedudukan mulia tidak akan dicapai kecuali dengan ilmu.
Firman Allah SWT : "Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara
kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat" (Al Mujadilah : 11)
Dan firman Allah SWT : "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui" (Az-Zumar : 9). Sementara itu, penghormatan terhadap penuntut
ilmu dijelaskan pula dalam beberapa Hadits Nabi SAW. diantaranya : "Tidaklah suatu kaum
berkumpul disalah satu rumah Allah, sambil membaca al Qur'an dan mempelajarinya kecuali
mereka dinaungi oleh para malaikat, mereka diberikan ketenangan, disirami rahmat dan
selalu diingat Allah".
"Sesungguhnya, malaikat akan meletakkan sayapnya (menaungi) pada pencari ilmu karena
senang apa yang sedang dituntutnya".
Menurut hadits tersebut diatas, tempat-tempat majlis ilmu itu dinaungi malaikat, diberikan
ketenangan (sakinah), disirami rahmat dan dikenang Allah di singgasana-Nya. Begitulah
penghormatan yang diberikan kepada orang-orang yang menuntut ilmu pengetahuan itu.
Firman Allah SWT : "Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini Al Qur'an itulah
yang hak (petunjuk yang benar) dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka
kepada-Nya" (al Hajj : 54).
Dari salah satu hadits nabi yang diriwayatkan oleh Abu Daud : "Dari Abu Darda' berkata,
saya mendengar Rasulallah SAW bersabda : 'Kelebihan seseorang alim dari seseorang 'abid
(banyak ibadah) seperti kelebihan bulan pada bintang-bintang".
Menurut hadits ini orang yang berilmu melebihi dari orang yang banyak ibadah laksana bulan
melebihi bintang-bintang. Ilmu manfaatnya tidak terbatas, bukan hanya bagi pemiliknya.
Tapi ia membias ke orang lain yang mendengarkannya atau yang membaca karya tulisnya.
Sedangkan ibadah manfaatnya terbatas hada pada sipelakunya.
Ilmu atasar dan pengaruhnya tetap abadi dan lestari selama masih ada orang yang
memanfaatkannya, meskipun sudah beberapa ribu tahun. Tetapi orang yang melakukan
shalat, puasa, zakat, haji, bertasbih, bertakbir dll tetap diberi pahala oleh Allah SWT, akan
tetapi semua ini segera berakhir dengan berakhirnya pelaksanaan dan kegiatan.
Sabda Nabi : "Jika manusia meninggal dunia, semua amalnya terputus kecuali tiga : sedekah
jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang selalu mendo'akan kedua orang tuanya"
(HR. Muslim).
Marilah kita perhatikan intisari ajaran Al-Qur’an tentang sains dan teknologi. Pertama, Allah
menciptakan alam semesta dengan haqq (benar) kemudian mengaturnya dengan hukum-
hukum yang pasti (Al-A`raf 54, An-Nahl 3, Shad 27).
Kedua, manusia diperintahkan Allah untuk meneliti dan memahami hukum-hukum Allah di
alam semesta (Ali Imran 190-191, Yunus 101, Al-Jatsiyah 13).
Ketiga, dalam memanfaatkan hukum-hukum Allah di alam semesta yang melahirkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, manusia harus berwawasan lingkungan dan dilarang untuk
merusak atau membuat pencemaran (Al-Qasas 77, Ar-Rum 41).
Dalam pengembangan ilmu pengetahuan, kita harus memiliki sikap-sikap intelektual yang
diperintahkan Allah dalam Al-Qur’an.
Pertama, kritis terhadap permasalahan yang dihadapi, sebagaimana tercantum dalam Surat
Al-Isra’ ayat 36: “Dan janganlah engkau ikuti sesuatu yang tiada padamu pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan isi hati, semua itu akan diminta
pertanggungjawabannya”.
Kedua, bersedia menerima kebenaran dari mana pun datangnya, sebagaimana tercantum
dalam Surat Az-Zumar ayat 18: “Maka gembirakanlah hamba-hamba-Ku yang
menginventarisasi pendapat-pendapat, lalu mengikuti yang terbaik. Mereka itulah yang
memperoleh petunjuk Allah dan mereka itulah kaum intelektual”.
Menurut Surat Ali Imran 191-194, seorang ilmuwan atau intelektual Muslim harus
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Senantiasa dalam kondisi zikir, memelihara komitmen kepada ajaran Allah.
2. Mengembangkan daya fikir dalam menalari ciptaan Allah.
3. Memanfaatkan potensi dan kesempatan yang disediakan Allah.
4. Menjauhi perilaku menyimpang dari ajaran Allah.
5. Siap membela kebenaran dan keadilan serta memberantas kezaliman.
6. Teguh beriman kepada Allah dan Rasul dalam sikap dan perilaku.
7. Menyadari kekhilafan dan berusaha meningkatkan kemampuan diri.
8. Ikhlas berkorban mempersembahkan bakti hanya kepada Allah.
9. Berwawasan masa depan untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Terdapat tiga alasan pokok, mengapa kita perlu menguasai iptek, yaitu :
1. Ilmu pengetahuan yg berasal dari dunia Islam sudah diboyong oleh negara-negara barat.
Ini fakta, tidak bisa dipungkiri.
2. Negara-negara barat berupaya mencegah terjadinya pengembangan IPTEK di negara-
negara Islam. Ini fakta yang tak dapat dipungkiri.
3. Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari memikirkan kemajuan IPTEK-
nya, misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan klasik agar umat Islam sibuk sendiri,
ramai sendiri dan akhirnya bertengkar sendiri.
Sumber – Sumber Ilmu Pengetahuan Dalam Islam
Setelah kita mengetahui betapa tinggi perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan dan betapa
Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk belajar dan terus belajar, maka
Islampun telah mengatur dan menggariskan kepada ummatnya agar mereka menjadi ummat
yang terbaik (dalam ilmu pengetahuan dan dalam segala hal) dan agar mereka tidak salah dan
tersesat, dengan memberikan bingkai sumber pengetahuan berdasarkan urutan kebenarannya
sebagai berikut:
1. Al-Qur’an dan Sunnah :
Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk menjadikan al-Qur’an dan Sunnah
sebagai sumber pertama ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan keduanya adalah langsung
dari sisi Allah SWT dan dalam pengawasannya, sehingga terjaga dari kesalahan, dan terbebas
dari segala vested interest apapun, karena ia diturunkan dari Yang Maha Berilmu dan Yang
Maha Adil. Sehingga tentang kewajiban mengambil ilmu dari keduanya, disampaikan Allah
SWT melalui berbagai perintah untuk memikirkan ayat-ayat-Nya (QS 12/1-3) dan
menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin dalam segala hal (QS 33/21).
4. Sejarah:
Allah SWT memerintahkan manusia agar melihat kebenaran wahyu-Nya melalui lembar
sejarah (QS 12/111). Jika manusia masih ragu akan kebenaran wahyu-Nya dan akan
datangnya hari pembalasan, maka perhatikanlah kaum Nuh, Hud, Shalih, Fir’aun,
dan sebagainya, yang kesemuanya keberadaannya dibenarkan dalam sejarah hingga
saat ini.
Bila diteliti bahwa ayat pertama turun adalah (Iqra’, artinya baca) QS. 96, Al ‘Alaq 1-5.
Membaca dan menulis, adalah “jendela ilmu pengetahuan”. Dijelaskan, dengan membaca dan
menulis akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui (‘allamal-
insana maa lam ya’lam). Ilham dan ilmu belum berakhir. Wahyu Allah berfungsi sebagai
sinyal dan dorongan kepada manusia untuk mendalami pemahaman sehingga mampu
membaca setiap perubahan zaman dan pergantian masa. Adapun keistimewaan ilmu, menurut
wahyu Allah, antara lain :
1. Yang mengetahui pengertian ayat-ayat mutasyabihat hanyalah Allah dan orang-orang
yang dalam ilmunya (QS.2:7)
2. Orang berilmu mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah (QS.3:18)
3. Di atas orang berilmu, masih ada lagi yang Maha Tahu (QS.12:76)
4. Bertanyalah kepada ahli ilmu kalau kamu tidak tahu, (QS.16:43, dan 21:7)
5. Jangan engkau turuti apa-apa yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu (QS.17:36)
6. Kamu hanya mempunyai ilmu tentang ruh sedikit sekali (QS.17:85)
7. Memohonlah kepada Allah supaya ilmu bertambah (QS.20:114)
8. Ilmu mereka (orang yang menolak ajaran agama) tidak sampai tentang akhirat
(QS.27:66)
9. Hanyalah orang-orang berilmu yang bisa mengerti (QS.29:43)
10. Yang takut kepada Tuhan hanyalah orang-orang berilmu (QS.35:28)
11. Tuhan meninggikan orang-orang beriman dan orang-orang berilmu beberapa tingkatan
(QS.58:11)
12. Tuhan mengajarkan dengan pena (tulis baca) dan mengajarkan kepada manusia ilmu
yang belum diketahuinya (QS.96:4-5)
Keutamaan orang-orang yang berilmu dan beriman sekaligus, diungkapkan Allah dalam ayat-
ayat berikut:
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?’
Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-
Zumar [39] : 9).
“Allah berikan al-Hikmah (Ilmu pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan) kepada siapa saja
yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-Hikmah itu, benar-benar ia telah
dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran (berdzikir) dari firman-firman Allah.” (QS. Al-Baqoroh [2] : 269).
“… Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan”. (QS Mujaadilah [58] :11)
Rasulullah SAW pun memerintahkan para orang tua agar mendidik anak-anaknya dengan
sebaik mungkin. “Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan buat menghadapi
zaman yang sama sekali lain dari zamanmu kini.” (Al-Hadits Nabi SAW).
“Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai para
penuntut ilmu.” (Al-Hadits Nabi SAW).
DAFTAR PUSTAKA
Ravertz, Jerome R. 2007. Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset.
The Liang Gie. 1998. Lintasan Sejarah Ilmu. Yogyakarta: PUBIB.
ibrahimstwo0@gmail.com
http://manegeri.blogspot.com/2012/10/keadilan-kepemimpinan-dan-kerukunan.html
- Darsono, T. Ibrahim. Membangun Akidah dan Akhlak, Solo : PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2008
- Ghoni Asykur, Abdul. Kumpulan Hadits-Hadits Pilihan Bukhori Muslim. Bandung: Husaini
Bandung, 1992
- http://mardiunj.blogspot.com/2010/03/hadits-tentang-akhlak.html
- http://madinatulilmi.com/index.php?prm=posting&kat=1&var=detail&id=79