Anda di halaman 1dari 7

1.

Etiologi dan faktor resiko faringitis


a. Virus
Virus merupakan etiologi terbanyak dari faringitis. Beberapa jenis virus ini yaitu:
1. Rhinovirus
2. Coronavirus
3. Virus influenza
4. Adenovirus
5. Herpes simplex virus tipe 1 dan 2
6. Coxsackievirus A
7. Virus parainfluenza
8. Cytomegalovirus
9. Virus Epstein-Barr
b. Bakteri
Beberapa bakteri penyebab faringitis yaitu:
1. Streptococcus pyogenes, merupakan penyebab terbanyak pada faringitis akut
2. Streptokokus grup A, merupakan penyebab terbanyak pada anak usia 5-15 tahun,
namun jarang menyebabkan faringitis pada anak usia <3 tahun.
3. Streptokokus grup C dan G
4. Neisseria gonorrheae
5. Corynebacterium ulcerans
6. Yersinia enterocolitia
7. Treponema pallidum
8. Corynebacterium diphtheria
9. Vincent angina, merupakan mikroorganisme anaerobic dan dapat menyebabkan
komplikasi yang berat, seperti abses retrofaringeal dan peritonsilar.
2. Faktor resiko 
a. Batuk dan pilek. Dimana batuk dan lendir (ingus) dapat membuat tenggorokan
teriritasi.
b. Alergi. Alergi dapat menyebabkan iritasi tenggorokan ringan yang bersifat kronis
(menetap).
c. Faringitis juga bisa timbul akibat iritasi debu kering, terpapar asap rokk dalam jangka
waktu lama, alergi, trauma tenggorok (misalnya akibat tindakan intubsi), penyakit
refluks asam lambung, jamur, menelan racun, tumor.

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007

2. Patofisiologi
Penyebab faringitis akut dapat bervariasi dari organisme yang menghasilkan eksudat saja
atau perubahan kataral sampai yang menyebabkan edema dan bahkan ulserasi.
Organisme yang ditemukan termasuk streptokokus, pneumokokus, dan basilus influenza,
diantara organisme lainnya. Penyebab faringitis virus adalah adenovirus, virus epstein
barr, herpes simpleks, virus parainfluenza (tipe1-4), virus sinsitium pernafasan, virus
influenza (A dan B), dan enterovirus.
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian
epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi pembendungan
radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear Pada stadium awal terdapat hiperemia,
kemudian edema, dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula- mula serosa tapi menjadi
menebal atau berbentuk mukus, dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat
melekat pada dinding faring. Dengan hiperemia, pembuluh darah dinding faring menjadi
melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna putih, kuning atau abu-abu terdapat dalam
folikel atau jaringan limfoid. Tidak adanya tonsila, perhatian biasanya difokuskan pada
faring, dan tampak bahwa folikel limfoid ataubercak-bercak pada dinding faring
posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Sehingga
timbul radang pada tenggorok atau faringitis

( Adam G., Boies L., Higler P., BOIES Fundamental of Otolaryngology (Buku Ajar Penyakit
THT) Edisi 6. Jakarta : EGC, 1997.)

3. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis faringitis didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, berdasarkan
scoring dari anamnesis serta pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Pada awitan penyakit, dari anamnesis penderita mengeluh rasa kering atau gatal pada
tenggorokan. Malaise dan sakit kepala sering terjadi pada faringitis. Biasanya terdapat
suhu yang sedikit meningkat. Eksudat pada faring menebal. Eksudat ini sulit untuk
dikeluarkan, dengan suara parau, usaha mengeluarkan dahak dari
kerongkong dan batuk. Keparauan terjadi jika proses peradangan mengenai laring.
Pada beberapa kasus, mungkin terutama disfagia sebagai akibat dari nyeri, nyeri alih
ke telinga, adenopati servikal, dan nyeri tekan. Dinding faring kemerahan dan
menjadi kering gambaran seperti kaca dan dilapisi oleh sekresi mukus. Jaringan
limfoid biasanya tampak merah dan membengkak.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan dengan mempergunakan spatel lidah, tampak tonsil membengkak,
hiperemis, terdapat detritus, berupa bercak (folikel, lakuna, bahkan membran).
Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan, terutama pada anak.
Diagnosis berdasarkan Skoring
Skor validasi Streptokokus merupakan suatu penilaian klinis yang
dimodifikasi oleh McIsaac pada tahun 1998 di Kanada guna membantu
mempermudah para klinisi dalam menentukan perlu atau tidak memberikan
antibiotika dan melakukan kultur pada pasien dengan ISPA atau datang dengan
keluhan nyeri tenggorokan.
Dikarenakan indikasi pemberian antibiotika pada kasus ISPA khususnya faringitis
adalah apabila terdapat atau ditemukan infeksi Streptokokus. Skor validasi
Streptokokus, terdiri dari beberapa gejala klinis yang merupakan gejala yang paling
sering menyertai infeksi Streptokokus, dan masing-masing gejala tersebut memiliki
nilai sensitifitas dan spesifisitas yang bervariasi dan telah diuji signifikansinya secara
statistik. Skor validasi Streptokokus yang dimodifikasi oleh McIsaac meliputi dua
tahap dan akan disajikan dalam bentuk Tabel 1 dan Tabel 2 sebagai berikut :
Jika skor 0-1 maka pemberian antibiotika tidak diperlukan, dan bila skor 2-3 maka
antibiotika hanya diberikan apabila hasil kultur positif. Untuk skor 4-5 diberikan
manajemen antibiotika secara empiris tanpa harus menunggu hasil kultur. Pasien
dengan skor 0 memiliki kemungkinan infeksi oleh Streptokokus sebesar 2,5%, dan
pasien dengan skor 1 memiliki kemungkinan sebesar 5,1%. Sedangkan dengan skor 3
kemungkinannya adalah 27,8%, dan sebesar 52,8% dengan skor 4 yang dimana dari
503 pasien, terdapat 59,2% memiliki skor 0-1, dan hanya sekitar 10,5% dengan skor
4.
3. Pemeriksaan Penunjang
a.  Pemeriksaan Biopsi
Contoh jaringan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dari saluran pernapasan
(sekitar faring) dengan menggunakan teknik endoskopi. Jaringan tersebut akan
diperiksa dengan mikroskop untuk mengetahui adanya peradangan akibat bakteri
atau virus.
b. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum makroskopik, mikroskopik atau bakteriologik penting dalam
diagnosis etiologi penyakit.Warna bau dan adanya darah merupakan petunjuk
yang berharga.
c. Pemeriksaan Laboratorium
- Sel darah putih (SDP)
Peningkatan komponen sel darah putih dapat menunjukkan adanya infeksi
atau inflamasi.
- Analisa Gas Darah
Untuk menilai fungsi pernapasan secara adekuat, perlu juga mempelajari hal-
hal diluar paru seperti distribusi gas yang diangkut oleh sistem sirkulasi.

( Bisno A., Gerber M., Gwaltney J., et al. Practice for Diagnosis and management of Group A
Streptococcal Pharyngitis . Infectious Disease of America. 2002)

( Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007).

4. Penatalaksanaan
a. Antibiotik
Diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini grup A
Streptokokus β hemolitikus. Penisilin G Banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal
atau amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa
3x500mg selama 6-10hari atau eritromisin 4x500mg/hari.
b. Kortikosteroid: deksametason 8-16mg, IM, 1 kali. Pada anak 0,08-
0,3mg/kgBB, IM, 1 kali. Kortikosteroid sebagai tambahan antibiotic
menunjukkan penurunan nyeri pada radang tenggorokan secara simtomatik terutama
pada kasus yang berat atau radang tenggorokan dengan eksudat. Kortikosteroid
menghambat mediasi traskripsi proinflamasi pada sel endotelial jalan nafas
yang menyebabkan infeksi pada faring dan menunjukkan gejala nyeri.
Kortikosteroid dapat mengurangi gejala karena efek antiinflamasinya.
c. Berkumur dengan air garam (¼ sendok teh garam dicampur dalam 1 gelas air),
makan makanan yang lunak . Minum dengan air hangat.
d. Pemberian asetaminofen atau ibuprofen sebagai analgetik.
Aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak dan remaja yang berusia dibawah 18
tahun karena bisa menyebabkan sindroma Reye.
Edukasi: untuk menghindari iritasi lebih lanjut pada saluran faring, pada pasien dapat
dianjurkan untuk mengurangi makanan yang berminyak dan panas, juga dianjurkan untuk
istirahat sebanyak mampu memperbaiki daya tahan tubuh. Jika demam tidak turun
dengan pemberian obat dapat dibantu dengan menggunakan kompres air hangat dan
masukan cairan yang cukup (air putih), hindari minuman yang terlalu dingin dan bersoda.
Hindari asap rokok, debu, polutan lainnya. Madu dan vitamin C dapat membantu
mempercepat penyembuhan.

( Hayward G., Thompson M., Heneghan C., et al. Corticosteroid for pain releif in sore throat:
systematic review and meta-anaylsis . Primary Health Care, University of Oxford. Bond
University Australia. 2009)

(Susi, Natalia. 2003. Penanganan ISPA pada anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang.
Jakarta : EGC)

5. Komplikasi
1. Otitis media purulenta bakterialis
Daerah telinga tengah normalnya adalah steril. Bakteri masuk melalui tube eustacius
akibat kontaminasi sekresi dalam nasofaring.
2.  Abses Peritonsiler
Sumber infeksi berasal dari penjalaran faringitis/tonsilitis akut yang mengalami
supurasi, menembus kapsul tonsil.
3. Demam Reumatik
Infeksi streptoceal yang awalnya ditandai dengan luka pada tenggorok akan
menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada katup-katup jantung,
terutama pada katup mitral dan aorta.
4. Sinusitis
Sinusitis adalah radang sinus yang ada disekitar hidung dapat berupa sinusitis
maksilaris / frontalis. Sinusitis maksilaris disebabkan oleh komplikasi peradangan
jalan napas bagian atas (salah satunya faringitis), dibantu oleh adanya faktor
predisposisi. Penyakit ini dapat disebabkan oleh kuman tunggal dan dapat juga
campuran seperti streptokokus, pneumokokus, hemophilus influenza dan kleb siella
pneumoniae.
5. Meningitis
Infeksi bakteri padadaerah faring yang masuk ke peredaran darah, kemudian masuk
ke meningen dapat menyebabkan meningitis. Akan tetapi komplikasi meningitis
akibat faringitis jarang terjadi.

(Bisno A., Gerber M., Gwaltney J., et al. Practice for Diagnosis and management of Group A
Streptococcal Pharyngitis . Infectious Disease of America. 2002

Anda mungkin juga menyukai