“EKLAMPSIA”
KELOMPOK I
DISUSUN OLEH
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-
Nya lah sehingga kami mampu menyusun makalah yang kami kumpulkan dari berbagai sumber ini,
yang kemudian kami susun sedemikian rupa, hingga menjadi sebuah makalah dalam mata kuliah
kegawatdaruratan maternal dengan tema “Eklampsia”.
Kami sangat mengharapkan makalah ini sekiranya dapat berguna dalam rangka mengurangi
angka kematian ibu (AKI) melalui pembelajaran mengenai eklampsia yang sering terjadi pada
masyarakat yang disertai dengan cara pencegahan dan penanganannya yang telah dijelaskan dalam
makalah. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari apa yang diharapkan. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun
yang hendak membacanya.
Atas perhatiannya, tidak lupa pula kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu hingga terciptanya makalah ini.
Kritik dan saran sangat kami harapkan dari pemerhati demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
A. Latar belakang
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, di mana eklampsia merupakan peningkatan yang lebih berat
dan berbahaya dari pre eklampsia, dengan tambahan gejala-gejala tertentu (Euerle, 2005).
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum
kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan nifas. Golongan penyakit ini
ditandai dengan hypertensi dan kadang – kadang disertai proteinuria, odema, convulsi coma
atau gejala – gejala lainnya.
Penyakit ini cukup sering dijumpai dan masih merupakan salah satu sebab dari kematian
ibu. Di USA misalnya 1/3 dari kematian ibu disebabkan penyakit ini. Hypertensi dalam
kehamilan juga menjadi penyebab yang penting dari kelahiran mati dan kematian neonatal.
Hypertensi biasa akan berakhir dengan EKLAMPSIA.
Eklampsia merupakan penyebab dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas
maternal dan perinatal. Kejadian EKLAMPSIA di Negara berkembang berkisar 1 dari 100
hingga 1 dari 700 kelahiran. Di Indonesia pre EKLAMPSIA dan EKLAMPSIA berkisar 1,5
% sampai 25 %. Koknifikan yang mengancam jiwa ibu akibat eklampsia adalah edema
pulmonalis, gagal hati dan ginjal, DIC, sindrom HELLP, dan perdahan otak.
Eklampsia disebut dengan antepartum, intrapartum, atau pascapartum. Bergantung pada
apakah kejang muncul sebelum, selama atau sesudah persalinan.Eklanpsia paling sering
terjadi pada trimester terakhir dan menjadi semakin sering menjelang aterm.
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Frekuensi rendah pada
umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik, penyediaan
tempat tidur antenatal yang cukup, dan penanganan pre-eklampsia yang sempurna
(Prawirohardjo, 2010).
Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia di dahului oleh pre eklampsia,
tampak pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha untuk
mencagah timbulnya penyakit itu (Prawirohardjo, 2010).
Dengan adanya uraian di atas akan diahas masalah EKLAMPSIA untuk mengurangi
AKI sekaligus menyelesaikan tugas kelompok yang diberikan.
1. Rumusan masalah
A. Apa yang dimaksud dengan EKLAMPSIA?
B. Berapa jenis EKLAMPSIA?
C. Gejala EKLAMPSIA ?
D. Bagaimanaka tanda klinis pada pasien dalam penegakan diagnosa eklampsia?
E. Apa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya eklampsia pada pasien?
F. Penentuan Diagnosis
G. Bagaimanakah penatalaksaan eklampsia?
A.Pengertian Eklampsia
Pre eklampsia adalah gangguan multisistem spesifik pada kehamilan, didefinisikan
sebagai hipertensi pada ibu hamil setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan dengan adanya proteinuria dan atau edema. Dapat terjadi lebih awal misalnya
pada mola hidatidosa (Morris, 2006).
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelianan neurologik) dan
atau koma dimana sebeblumnya sudah menunjukkan gejala – gejala pre eklampsia (asuhan
patologi kebidanan, 2009).
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeclampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan koma. (ilmu kebidanan, 2010).
Eklampsia lebih sering terjadi pada primagravidae dari pada multiparae. Eklampsia
juga sering terjadi pada : kehamilan kembar, hydramnion, mola hidatidosa. Eklampsia post
partum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
B. Jenis-jenis eklampsia
Menurut saat terjadinya eklampsia kita mengenal istilah :
1. Eklampsia antepartum ialah eklampsia yang terjadi sebelum persalinan
2. Eklampsia intrapartum ialah eklampsia sewaktu persalinan
3. Eklampsia postpartum ialah eklampsia setalah persalinan
C. Gejala eklampsia
Eklampsia selalu didahului oleh gejala – gejala preeklampsia yang berat seperti :
1. Sakit kepala yang keras
2. Penglihatan kabur
3. Nyeri diulu hati
4. Kegelisahan dan hyperrefleksi sering mendahuli serangan kejang
Serangan dapat dibagi dalam 4 tingkat :
a. Tingkat invasi (tingkat permulaan)
Mata terpaku, kepala dipalingkan kesatu pihak, kejang –kejang hals terlihat pada
muka. Tingkat ini berlangsung beberapa detik.
b. Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis)
Seluruh badan menjadi kaku, kadang- kadang terjadi ephistholonus, lamanya 15 sampai 20
detik.
d. Tingkat coma
Setelah kejang clonis ini pasien jatuh dalam coma. Lamanya coma ini dari beberapa menit
sampai berjam –jam. Kalau pasien sadar kembali maka ia tidak ingat sama sekali apa yang telah
terjadi.
D. Gejala klinis
Eklampsia terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan merupakan komplikasi
dari pre eklampsia berat. Progresi dari pre eklampsia berat ke kejang dan koma diduga
berhubungan dengan hipertensi ensefalopati, edema vasogenik akibat iskemia kortikal,
edema serebri dan perdarahan (Stephani, 2005).
Adapun Salah satu tanda gejala klinis :
1. Kehamilan lebih 20 minggu atau persalinan atau masa nifas
2. Tanda – tanda pre eklampsia (hipertensi, edema dan proteinuria)
3. Kejang dan atau koma
4. Kadang – kadang disertai gangguan fungsi organ.
Penyebab pre eklampsia dan eklampsia masih tidak jelas. Genetik,
immunologik, endokrin, dan nutrisi diduga memiliki peranan dalam proses yang rumit.
Beberapa penelitian memperkirakan bahwa iskemia plasenta dan uterus dan pelepasan zat
tertentu menyebabkan vasokonstriksi yang luas. Penyebab langsung aktivitas kejang pada
penderita eklampsia masih tidak diketahui. Iskemia serebri, infark, perdarahan edema
diketahui terjadi pada penderita dengan eklampsia (Stephani, 2005)
Sebab kematian karena eklampsia adalah odema paru –paru, apoplexy dan
acidosis. Atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumoni aspirasi, kerusakan hati
atau gangguan faal ginjal. Kadang–kadang terjadi eklampsia tanpa kejang ;gejala yang
menonjol ialah coma. Eklampsia se,acam ini disebut eklampsia sine eklampsia dan terjadi
pada kerusakan hati yang berat. Karena kejang merupakan gejala yang khas dari eklampsia
maka eklampsia sine eklampsia sering dimasukkan preeklampsia yang berat. Pada eklampsia
tekanan darah biasanya tinggi sekitar 180/110 mmHg.
Proteinuria hamper selalu ada malahan kadang – kadang sangat banyak juga
odema biasanya ada. Pada eklampsia antepartum biasanya persalianan mulai setelah beberapa
waktu. Tapi kadang –kadang pasien berangsr baik tidak kejang lagi dan sadar sedangkan
kehamilan ters berlangsung.
Eklampsia yang tidak segera disusul dengan persalinan disebut eklampsia intercurrent.
Dianggap bahwa pasien yang sedemikian bukan sembuh tapi jatuh ke tingkat yang lebih
ringan ialah dari eklampsia ke dalam keadaan preeklampsia. Jadi kemngkinan eklampsia
tetap mengancam pasien semacam ini sebelum persalianan terjadi.
Setelah persalianan keadaan pasien berangsr baik, kira – kira dalam 12 – 24 jam. Juga
kalau anak mati didalam kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit berkurang.
Proteinria hilang dalam 4 – 5 hari sedangkan tekanan darah normal kembali dalam kira –kira
2 minggu. Ada kalanya pasien yang telah menderita eklampsia menjadi psychotis, biasanya
pada hari ke 2 atau ke 3 postpartum dan berlangsung 2 – 3 mingg. Prognosa pada munya
baik, penyulit laiannya ialah hemiplegic dan ganguuan penglihatan karena odema retina.
E. Faktor Resiko
a) Berikut dipertimbangkan sebagai faktor resiko untuk eklampsia:
1. Nulliparity
2. Riwayat keluarga preeklampsia, preeklampsia dan eklampsia sebelumnya
3. Kegagalan kehamilan sebelumnya, termasuk keterbelakangan pertumbuhan
intrauterin, abruptio plasenta, atau fetal death
4. Gestasi multifetal, mola hidatidosa, fetal hydrops, primigravida
5. Kehamilan remaja
6. Primigravida
7. Usia > 35 tahun
8. Status sosioekonomi rendah
9. Obesitas
10. Hipertensi Kronis
11. Penyakit renal
12. Trombophilias-antiphospholipid antibody syndrome
13. Defisiensi protein C dan defisiensi protein S
14. Defisiensi antithrombin
15. Penyakit vaskuler dan jaringan ikat
16. Diabetes gestational
17. SLE
F. Diagnosis
Diagnosis eklampsia umumnya tidak sulit. Dengan adanya tanda dan gejala pre
eklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, maka diagnosis
eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari
epilepsi atau kejang akibat proses intra kranial yag lain, atau koma akibat sebab lain seperti
diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis dan lain-lain (Stephani, 2005).
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia. Komplikasi
yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan eklampsia
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
akut dan lebih sering terjadi pada pre eklampsia.
2. Hipofibrinogenemia.
3. Hemolisis. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel
hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan
pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan terjadinya ikterus.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
5. Kelaianan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini
merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre eklampsia-eklampsia merupakan
akibat vasospasme arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi
ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui
dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzim dan low platelet.
9. Kelaianan ginjal. Kelainan ini berupa endotheliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endothel tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain
yang dapat timbul adalah anuria sampai gagal ginjal.
10. DIC (Disseminated intravascular coagulation)
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin. (Prawirohardjo, 2010)
2. penatalaksanaan
Prinsip pengobatan ;
1. Menghentikan dan mencegah kejang
2. Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
3. Mencegah komplikasi
4. Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada ibu.
I. Obat-obatan anti kejang
II. MgSO4
I. Dosis awal : 4 g 20 % iv pelan (3 menit atau lebih), disusul dengan
Drip MgSO4 40 % 6 gr dalam cairan RL 28 tpm
II. Dosis ulangan : tiap 4 jam diberikan 4 g 40% im diteruskan sampai 24
jam paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.
III. Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% iv pelan.
Pemberian iv ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih timbul
kejang lagi, maka diberikan penthotal 5 mg/kgbb/iv pelan.
IV. Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4, diberikan antidotum glukonas
kalikus 10%, 10 ml iv pelan (selama 3 menit atau lebih).
Diazepam
Dosis awal : 20 mg iv pelan (selama 4 menit atau lebih), disusul dengan 40 mg
dalam 500 ml D5% infus dengan kecepatan 30 tetes/menit.
Pengobatan diberikan sampai dengan 12 jam paska persalinan atau 12 jam bebas
kejang.
Apabila ada kejang ulangan, diberikan 10 mg iv. Pemberian ulangan ini hanya
sekali saja, bila masih terjadi kejang diberikan penthotal 5 mg/kgbb/iv pelan.
Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam di luar, maka :
Kalau pemberian belum lewat 3 jam (iv/im), maka dosis diazepam yang telah
diberikan diperhitungkan, dan pengobatan dengan diazepam dalam dosis penuh.
Kalau pemberian sudah 3 jam atau lebih, maka diberikan pengobatan dengan
MgSO4 atau diazepam dalam dosis penuh.
Bila diazepam tidak tersedia, maka pengobatan dengan MgSO4 10 mg im, bila timbul
kejang lagi maka diberikan MgSO4 2 g iv.
Perawatan kalau kejang
Kamar isolasi yang cukup tenang
Pasang sudep lidah ke dalam mulut
Kepala direndahkan dan orofaring dihisap
Oksigenasi yang cukup
Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar tidak terjadi fraktur.
V. Terminasi kehamilan/persalinan.
Stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih
keadaan berikut ini :
Setelah kejang terakhir
Setelah pemberian antikejang terakhir
Setelah pemberian antihipertensi terakhir
Penderita mulai sadar
Untuk koma, yang ditentukan skor tanda vital
STV > 10, boleh terminasi
STV < 9 tunda 6 jam, kalau tidak ada perubahan maka terminasi
BAB III
TINJAUAN KASUS
• Riwayat obstetri
Riwayat penggunaan kb sebelumnya (-)
Menikah 1x, 1th
HPHT : 27-12-2019 (UK 38 mgg)
Riwayat penyakit ginekologi disangkal oleh pasien
3. Pemeriksaan Fisik
di VK RSUD kota Jepara tanggal 25-09-2020 pkl 01.00 Wib
Keadaan Umum:
• Pemeriksan umum
KU : baik , Composmentis
TB : 150 cm BB : 57 kg
TD : 160/120 mmHg
Tax : 36.0 C
N : 80x/menit
RR : 20 x/menit
VT :
Ø 3 cm, eff 25%, ketuban (-), letak kepala, H1, denominator belum jelas, tidak
teraba bagian kecil janin/tali pusat, ukuran panggul dalam : normal
Kepala :
Normocephali, rambut berwarna hitam, terdistribusi merata, tidak teraba benjolan.
Mata :
Bentuk normal, kedudukan kedua bola mata simetris, palpebra superior et inferior tidak
edema, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, kornea keruh, pupil bulat dan
isokor.
Telinga :
Bentuk normal, Meatus Akustikus Eksterna lapang, sekret -/-.
Hidung :
Sekret (-)
Mulut :
Bentuk normal, sianosis (-), bibir tidak kering, lidah tidak kotor.
Leher
Bentuk normal, Kelenjar Tiroid dan Kelenjar Getah Bening tidak teraba membesar.
Thorax
Paru
Inspeksi: Dinding dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : pergerakan dada simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ichtus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga V garis midklavikula kiri
Auskultasi : BJ I & BJ II regular. Murmur (-). Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : supel, scar (-), terlihat linea nigra
Palpasi : TFU : 34 cm, TBJ 3410 gram letkep puka
Leopold I : teraba bagian bokong bayi
Leopold II : teraba Punggung kanan
Leopold III : bagian bawah janin kepala dan sudah masuk PAP
Leopold IV : sudah masuk PAP 2/5
Auskultasi : His (+) 3x 10”30” Djj (+) 140x/menit
Ekstremitas
Akral hangat, nadi kuat,
4. Pemeriksaan Penunjang
Hematologi
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
RUJUKAN
Hematologi
Leukosit 8.950 /µl /ul 5000-10000
Hb 10,6 g/dL 12 – 15,5
Ht 33,6 % 35-47
Trombosit 300.000 /uL 150000-440000
PT 8,3 detik 9,9-11.6
APTT 32,3 detik 23,9-39,8
HBSAg -
GDS 60 mg/dl 80-120
Natrium 135 Mmol/L 136-145
Kalium 3,6 Mmol/L 3.5-4.1
Clorida 106 Mmol/L 97-111
Albumin 2,56 Gr/dl 3.5-5.0
Ureum 12,3 Mg/dl 17-43
Creatinin 0,4 Mg/dl 0.9-1.3
Protein Urin 3+ -
5. Diagnosis
G1P0A0H0 gravida aterm + inpartu kala 1 fase laten + Preeclampsia Berat + Impending
eclampsia + Riwayat Keluar air
6. Tatalaksana advcie Sp.OG
• Protap PEB :
• INJ.MgSo4 40% 4 gr +aqua dest 10 cc (iv pelan)
• Drip MgSO4 40 % 6 gr dalam cairan RL 28 tpm
• Pasang cateter
• Terapi Injeksi
- Cefoperazone 2x1 gr (IV) skin test
- Ranitidin 1 amp (IV)
- SC CITO
FOLLOW UP
tgl pukul S O A P
25/09/ 15.00 Os keluar Ku : baik Post sc cito - Posisi tidur head up 30
2020 OK dlm TD : 160/100 o/k PEB + °,selama 12 jam, setelah itu
keadaan mmhg Impending mika miki
sadar, os N : 80 x/mnt eklampsia - Drip oxitocin 2 amp 28 tpm
menyataka T : 36 ° C - Drip MgSo4 6 gr 28 tpm s.d 24 jam
n RR : 20 x/mnt post op
pandangan Cut (+), TFU
kabur sepusat , lochea
5 cc, UT : 100 c
• Pada pasien ini pertama-tama diberikan resusitasi dengan 02 via nasal canul Protap
PEB : INJ.MgSo4 40% 4 gr +aqua dest 10 cc (iv pelan) danDrip MgSO4 40 % 6 gr
dalam cairan RL 28 tpm ,Pasang cateter, antibiotik Cefoperazone 2x1 gr (IV) skin
test, Ranitidin 1 amp (IV), SC CITO
Setelah dilakukan follow up setelah SC CITO, pasien kejang setelah 3 jam
setelah SC dan pasien dipindahkan ke ICU, kemudian dikonsulkan ke SP.OG
dengan advice : Bebaskan jalan nafas ,Pasang sendok balut kain dalam
mulut,Bolus MgSO4 40% 2gr + aqua dest 10 cc (IV)(pelan), Pasang O2 3 lpm
nasal canul , lalu dikonsulkan ke Sp.AN dengan advice : Injeksi midazolam 1
cc bolus, Inj.fentanyl 200µg/jam habis dalam 12 jam per syringe
pump,Inj.midazolam 1 cc/jam dlm syringe pump, infus RL + MgSo4 40% 28
tpm ,Infus RL + oxytocin 2 amp 28 tpm ,Cek lab lengkap, Bila masih gelisah
inj.midazolam, Jika tensi di atas 180 mmHg Injeksi perdipin dosis minimal.
Keesokan harinya (25/09/2020), keluhan pasien : pusing berkurang dan sudah
tidak kejang, Kalau pasien sdh flatus mulai minum sedikit,Mulai makan bubur
sumsum diberikan anti muntah, Ondancentron 3x 4 mg (IV),Rantidin 2x 1 amp
(IV), Antibiotik ganti meropenem 500 mg / 8 jam
Pada tanggal 26/09/2020 keluhan pasien tidak ada,pasien Boleh pindah
ruangan, Meropenem injeksi diberikan sampai Hr III,Inj.ranitidin stop dan
Inj.ondancentron stop serta Inj.sedacum dan fentanyl stop
Pada tanggal 26/09/2020 jam 22.00 Wib keluhan pasien tidak ada dan sudah
dirawat di NIFAS dan terapinya diganti menjadi Cefadroxil 2dd 1,Chana 3x1,
Karena TD pasien masih 160/100 mmhg pasien diberikan lagi Nifedipine
3dd1, As.mef 3 dd1
Pada tanggal 27/09/2020 keluhan pasien tidak ada, pasien boleh pulang dengan
obat pulang : Cefadroxil 2dd 1,Chana 3x1, Nifedipine 3dd1, As.mef 3 dd1
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Gabbe. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. In: Hypertension. 5th ed. Churchill
Livingstone, An Imprint of Elsevier; 2007.
Mattar, F, Sibai BM. Eclampsia. VIII. Risk Factors for maternal morbidity. Am J Obstet
Gynecol. 1990;163:1049-55.
Prawirohardjo, S. Pre Eklampsia dan Eklampsia. Dalam : Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina
pustaka Prawirohardjo, Jakarta. 2010.
Sibai BM. Diagnosis, prevention, and management of eclampsia. Obstet Gynecol. Feb
2005;105(2):402-10
Wagner, L.K. Diagnosis & Management of Pre Eklampsia. American Academy of Family
Physicians Journal. Vol 70/no 12) 2004. http
://www.nhlbi.nib.gov/healthy/prof/heart/hbp preg.pdf.