Anda di halaman 1dari 15

EROPA PADA ABAD PERTENGAHAN

OLEH :
LIKNAWATI
(090210302045)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2010
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Para ilmuwan biasa membagi sejarah eropa dengan 3 periode, yaitu, Eropa klasik,
Eropa pertengahan, dan Eropa modern. Abad pertengahan sendiri adalah periode sejarah
di Eropa sejak bersatunya kembali daerah bekas kekuasaan Kekaisaran Romawi Barat di
bawah prakarsa raja Charlemagne pada abad 5 hingga munculnya monarkhi-monakhi
nasional, dimulainya penjelajahan samudera, kebangkitan humanisme, serta reformasi
Protestan dengan dimulainya renaisans pada tahun 1517.
Abad pertengahan merupakan abad kebangkitan religi di eropa. Pada masa ini agama
berkembang dan mempengaruhi hampir seluruh kegiatan manusia, termasuk
pemerintahan. Sebagai konsekuensinya, sains yang telah berkembang di zaman klasik
dipinggirkan dan dianggap sebagai ilmu sihir yang megalihkan perhatian manusia dari
ketuhanan. Eropa dilanda Zaman Kelam(Dark Ages) sebelum tiba Zaman Pembaharuan.
Maksud "Zaman Kelam" ialah zaman masyarakat Eropa menghadapi kemunduran intelek
dan kelembapan ilmu pengetahuan. Menurut Ensikopedia Amerikana, tempoh zaman ini
selama 600 tahun, dan bermula antara zaman kejatuhan Kerajaan Romawi dan berakhir
dengan kebangkitan intelektual pada abad ke-15 Masihi. "Gelap" juga bermaksud tiada
prospek yang jelas bagi masyarakat Eropa. Keadaan ini merupakan wujud kekuasaan
agama. Gereja Kristiani yang sangat berpengaruh. Gereja serta para pendeta mengawasi
pemikiran masyarakat serta juga politik. Mereka berpendapat hanya gereja saja yang
pantas untuk menentukan kehidupan, pemikiran, politik dan ilmu pengetahuan.
Akibatnya kaum cendekiawan yang terdiri daripada ahli-ahli sains berasa mereka ditekan
dan dikawal ketat. Pemikiran merekapun ditolak, dan timbul ancaman, siapa yang
mengeluarkan teori yang bertentangan dengan pandangan gereja akan ditangkap dan
didera, malah ada yang dibunuh. Dari latar belakang diatas menarik untuk dikaji lebih
jauh mengenai Eropa pada masa abda pertengahan

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perkembangan Feodalisme di Eropa pada abad pertengahan ?
2. Bagaimana perkembangan agama Nasrani yang mengalami perpecahan ?
3. Bagaimana perkembangan pemerintahan yang pada waktu itu dikuasai oleh kaum
gereja ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan feodalisme di Eropa pada abad
pertengahan.
2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan agama Nasrani yang mengalami
perpecahan.
3. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan pemerintahan yang pada waktu itu
dikuasai oleh kaum gereja.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Feodalisme


Abad pertengahan di Eropa Barat dicirikan oleh struktur total yang feodal (hubungan
antara Vassal dan Lord). Kehidupan sosial dan spiritual dikuasai Paus dan pejabat agama
lawuja. Kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan antar bangsawan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, feodalisme adalah system sosial atau politik
yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan, system social
yang menagung-agungkan jabatan atau pangkat dan bukan mengagung-agungkan
prestasi kerja, sistemsosial di Eropa pada abad Pertengahan yang ditandai oleh kekuasaan
yang besar ditangan tuan tanah.
Dalam id.wikipedia.org, feodalisme adalah sebuah system pemerintahan dimana
seorang pemimpin, yang biasanya seorang bangsawan memiliki anak buah banyak yang
juga masih dari kalangan bangsawan juga tetapi lebih rendah dan biasa disebut vasal.
Para vassal ini wajib membayar upeti kepada tuan mereka. Sedangkan para vassal pada
giliran ini juga mempunyai anak buah dan abdi-abdi mereka sendiri yang memberi
mereka upeti.
Pertama kali Feodalisme muncul di Perancis dan Jerman pada abad ke-9 dan 10. Ini
bertepatan dengan gaya militer besar diselenggarakan oleh Normandia. Unsur-unsur
rezim Romawi dipindahkan ke feodalisme Eropa. villa Roma dan tanah mereka diberikan
kepada para pemimpin militer secara sementara sebagai imbalan bagi loyalitas mereka ke
Roma dan kaisar. Para militer memberikan mereka pelayanan, terutama dalam hal
militer, memberikan perlindungan. Ide-ide ini diadopsi di Eropa. bangsawan Eropa
meningkatkan daya kerja dari hibah tanah dari raja dengan imbalan jasa militer, maka
lahirlah feodalisme Eropa. Gereja juga memiliki pengaruh besar dalam membentuk
feodalisme, meskipun pada dasarnya organisasi gereja tidak berkarakter Feodal, hierarki
yang agak sejajar dengan hirarki feodal.
Sejak itu muncul orang-orang kuat sebagai tuan tanah yang mengatur pemakaian
tanah diwilayah kekuasaannya. Tempat tingga mereka yang disebut kastil atau puri.
Kekuasaan mereka ditopang oleh bawahannya. System ini kemudian berkembang luas.
Bangsawan menjadi kelompok yang sangat istimewa dan melakukan regenerasi
berdasarkan keturunan.
Sesuai dengan penelusuran ensiklopedia feudal atau feudal, merupakan satu istilah
yang digunakan pada awal era modern yakni abad ke-17 merujuk pada pengalaman
system politik diEropa abad pertengahan. System politik yang terbangun pada masa itu
ditentukan oleh perpaduan antar para militer legal maupun tidak atau warlord, tuan tanah,
bangsawan raja, yang lantas tersusun hirarki dalam masyarakat yang khas : ada raja, ada
bangsawan, tetapi juga ada pelayan dan budak (vassal).
Kata kuncinya tetap hirarki.Menurut fokusnya, kekuasaan politik bersifa local dan
personal yang menghasilkan sesuatu “dunia social dari klaim-klaim dan kekuasaan-
kekuasaan tumpang tindih” (Anderson, hlm.,1974a, hlm. 149) beberapa diantara klaim-
klaim dan kekuasaan ini mengalami konflik; dan tidak ada pemerintah atau Negara yang
berdaulat dalam arti yang paling tinggi di atas wilayah dan penduduk yang ada (Bull,
1977, hlm.254). dalam system kekuasaan ini banyak dipenuhi ketegangan, dang sering
terjadi perang.
Hirarki dari Eropa Feodalisme terjadi dengan mudah. Sebuah berbentuk hierarki
piramida alam sudah dikembangkan dipimpin oleh raja, yang dikelilingi oleh bangsawan.
Dorongan bagi negara-negara besar di Eropa untuk melawan dan mendapatkan tanah
baru dan wilayah menyebabkan hierarki feodalisme Eropa dan keunggulan utamanya
yaitu bahwa orang yang tidak berbangsa bisa menaiki piramida kekuasaan Feodalisme.
Jika seorang pria membuktikan dirinya dalam pertempuran dan sebagai pendukung setia
dia diberi hadiah tanah (disebut perdikana) Sebagai imbalan atas tanah pendukung setia
atau bawahan akan supaja Sumpah setia dan memberi penghormatan kepada tuannya
atau Raja.
Didunia abad pertngahan, ekonomi didominasi oleh pertanian, dan kelebihan apa pun
yang dihasilkan menjadi sasaran klaim-klaim yang bersaing. Klaim yang berhasil
menjadi dasar untuk menciptakan dan mempertahankan kekuasaan politik. Tetapi
jaringan kerajaan-kerajaan, para pangeran, istri-istri para bangsawan dan pusat-pusat
kekuasaan lainnya yang bergantung pada susunan ini diperumit oleh munculnya
kekuasaan-kekuasaan alternative di kota-kota kecil dan kota-kota besar. Kota-kota dan
federasi kota bergantung pada perdagangan dan manufaktur serta akumulasi modal yang
relative tinggi. Mereka mengembangkan struktur-struktur social dan politik yang berbeda
dan sering menikmati system-sistem pemerintahan independent yang ditentukan oleh
para warganegara.
Dari sudut perkembangan demokrasi AP menghasilkan dokumen penting yaitu Magna
Charta 1215. Ia semacam contoh antara bangsawan Inggris dengan Rajanya yatu John .
Untuk pertama kali seorang raja berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan
menjamin beberapa hak bawahannya.
2.2 Perkembangan Agama Nasrani (Nasrani yang mengalami perpecahan)
Pada awal perkembanganya agama nasrani banyak mendapat tekanan dari pemerintah
karena agama ini dianggap menyalahi kepercayaan setempat yang punya banyak dewa
atau disebut polytheisme sedangkan agama nasrani lebih menjurus ke monotheisme
tetapi pada perkembangan selanjutnya ajaran agama nasrani mampu berkembang cukup
pesat pada golongan masyarakat bawah yang pada perkembangan selanjutnya para
penguasa juga memulai memeluk agama ini. Ini tidak lain juga merupakan imbas dari
kekacauan yang terjadi di kekaisaran Roma yang memicu tumbuhnya keinginan untuk
memilih agama yang lebih baik dari agama yang dianut mereka sebelumnya sebagai
pegangan hidup. Masyarakat Romawu sudah tidak percaya lagi pada dewa yang mereka
sembah karena mereka sudah punya anggapan bahwa dewa-dewa tersebut tidak mampu
menyelesaikan persoalan mereka.
Pada awal abad 4 M, Kaisar Roma yang bernama Konstatin memeluk agama nasrani
dan melegalkan masyarakatnya untuk menganut agama nasrani. Dia melakukan hal itu
karena saat bertempur dia melihat di angkasa salib dengan tulisan (dengan tanda ini
engkau akan menang).Dan hal itu membuat ia yakin bahwa agama nasrani adalah agama
yang benar. Pada saat itulah agama nasrani berkembang pesat tetapi sudah kehilangan
bentuk aslinya. Kini justru Romawi lah yang mempengaruhi agama tersebut. Pengaruh
tersebut adalah adanya suatu organisasi yang memicu munculnya susunan organisasi
gereja, dengan posisi tertinggi yaitu Paus. Gereja menjelma menjadi suatu negara
tersendiri, dengan istana Paus di Vatikan yang menjadi pusat agama nasrani. Segala
kekuasaan dalam gereja berasal dari pusat yang menjadikan Paus menjadi pemimpin
tertinggi gereja yang tidak hanya mengurus masalah kerohanian saja tetapi juga sudah
lebih ke politik.
Suatu jemaat nasrani mengangkat seorang presbyter(biskop). Kemudian untuk kota
diangkat seorang patriarch sehingga pada 400 M patriarch-patrioarch tersebut mengakui
kekuasaan Vatikan dan tunduk terhadap Paus, sementara imam-imam gereja dalam suatu
muktamar gereja menetapkan ajaran agama nasrani hingga kepada hal-hal yang kecil dan
khusus.
Pada perkembangan selanjutnya dibentuk suatu hierarki gereja yang kokoh dengan Roma
sebagai pusatnya. Dimana di pucuk pimpinan ada Paus dibawahnya dan ada kardinal,
kemudian biskop pertama (aarts bisschop), diikuti oleh biskop, pastur dan (apellon)
masing-masing bertanggung jawab pada orang yang ada diatasnya. Dalam organisasi
gereja tersebut terlihat benar tradisi pemerintahan Romawi sebagai pengaruhnya.
Perkembangan agama Kristen yang begitu pesat ternyata menimbulkan banyak
masalah baru, diantaranya yaitu banyak orang yang masuk Kristen hanya untuk
menanamkan pengaruh di komunitas-komunitas Kristen tersebut, sehingga banyak orang
yang masuk Kristen hanya ikut-ikutan saja tidak berdasarkan hati nurani. Melihat gejala
sosial tersebut para pemeluk agama Kristen yang puritan sangat prihatin sehingga
mereka mengundurkan diri dari dunia ramai dan menyepi ditempat-tempat seperti hutan,
gunung, dan padang pasir sebagai pertapa. Hidup para pertapa itu serba sulit, namun
mereka punya pengikut yang banyak, bahkan beberapa diantara mereka melakukan
askekitisme yang cukup ekstrim. Diantara para pertapa yang terkenal itu adalah Santo
Anthonius dari Mesir, dan Santo Simean Stylitus.
Namun cara hidup diatas dipandang oleh orang kebanyakan sebagai hal yang terlalu
sulit untuk dilakukan sehingga pada perkembangan selanjutnya muncul gaya pertapaan
baru yang diperkenalkan oleh Santo Pachomius. Cara baru ini adalah tetap bertapa dan
menyendiri tetapi masih diharuskan untuk bekerja, dan berdoa dan membanca injil
bersama-sama dengan sesama pertapa. Ini disebabkan karena dorongan alamiah seorang
manusia untuk berkumpul dan bersosialisasi dengan manusia lain. Tidak heran bila
banyak pemeluk agama Kristen yang menerima ajaran ini dan beribu-ribu orang di Mesir
hulu mengikuti tata cara Pachomius ini.
Tetapi pada perkembangan selanjutnya muncul lagi revolusi sistem pertapaan tapi
sistem ini lebih mirip atau lebih baik disebut sistem kebiaraan. Pencetus cara baru ini
adalah Santo Dasil yang menyebutkan bahwa seorang pertapa seharusnya orang yang
hidup dilingkungan keagamaan, hidup bersama dalam suatu lingkungan peribadatan
dilakukan juga bimbingan terhadap pembacaan Injil. Dengan cara ini muncul biara-biara
yang fungsinya sebagai tempat peribadatan umat Nasrani.
Umat Nasrani sendiri memiliki seorang rasul yang bernama Yohannes yang
meninggal sekitar tahun 101, dan dengan kematiannya ini menandai bahwa telah
berakhir zaman apostolik(zaman rasul-rasul) kemudian muncul bapa-bapa apolistik yang
dianggap menerima perintah khusus dari para rasul. Diantara para bapa apolistik itu yang
sangat terkenal adalah St Clement, St Ignatius dan St Polycarpus. Setelah zaman para
bapa apostolik, munculah para bapa gereja. Biasanya mereka adalah orang berwatak
mulia dan berdisiplin tinggi. Karya-karya mereka lazim disebut patristik yang sangat
berpengaruh pada Eropa abad pertengahan dan modern.
Gereja Kristen pernah mengalami masa-masa puncak ketika ia menguasai dunia
terutama di Eropa kemudian menyebarkan pengaruh ke seluruh bagian dunia lainnya.
masa itu kerap disebut sebagai masa Abad Pertengahan.
Gereja Kristen memiliki pengaruh tersebut berkisar antara abad ke - 2 Masehi hingga
abad ke 15/16. suatu masa yg memiliki rentang waktu sekitar 1.400 tahun. kalau satu
masa dalam keluarga kita hitung sekitar 25 tahun, maka paling tidak membutuhkan 56
generasi ke atas untuk menempuh waktu 1.400 tahun tersebut.,!!
Orang zaman sekarang mungkin akan lupa, bahwa pada masa kejayaan Gereja Kristen
itu ada pula praktik-praktik kehidupan sosial dan kemasyarakatan yg kini menjadi
cemooh. praktik seperti jual beli surat pengakuan dosa, atau praktik menyatukan
kekuasaan agama dan kekuasaan politik. sejumlah Paus pada masa itu terlibat dalam
Perang Salib, dan ia mengerahkan pasukan untuk membunuh lawan-lawan politiknya.
Raja dan Paus kerap berseteru karena persaingan kekuasaan ini. belum lagi perburuan
terhadap orang-orang yg dianggap menyimpang dari praktik keagamaan resmi. kelompok
agama sempalan dikejar-kejar. seorang yg dianggap tukang sihir pun tak elak diburu.
para ilmuwan pionir kala itu, macam Nicolas Copernicus, Galileo Galilei, harus
mempertanggungjawabkan penemuan ilmiahnya dihadapan sidang inkuisisi.
inilah masa yg dilihat dalam suatu paradoks : masa kegemilangan di satu sisi, tetapi
sekaligus juga masa yg penuh kegelapan. kegemilangan jika dilihat dari kejayaan
Kerajaan Gereja Kristen, tetapi kegelapan karena di balik takhta kekuasaan itu, lumuran
darah dan aneka manipulasi terjadi. manipulasi terjadi akibat terkonsentrasinya
kekuasaan di tangan kekuasaan politik dan agama. ekslusivitas adalah ciri lain dari masa
ini. keselamatan dan berkah hanya datang pada umat pilihan, dan umat Kristen merasa
diri lebih berarti dari masyarakat lain di luar dirinya. karena itu, gejala untuk menafikan
kelompok lain, dan kecenderungan untuk membasmi kelompok yg lain ( yg beririsan dgn
politik ekspansi sejumlah negara Eropa ) dan ‘mempertobatkan’-nya, adalah penanda
penting pada zaman ini.
Pada abad kelima, mulailah Zaman Kegelapan. Kota-kota yang semula direncanakan
sebagai lambang kekuasaan Kaisar, digantikan oleh kota-kota abad pertengahan yang
berlandaskan kekuasaan para penguasa feodal atas para budak mereka, dan bukan
berlandaskan prinsip-prinsip demokrasi ataupun Imperalisme.
Berdirinya Kekaisaran Roma Suci menandai zaman dalam teori abad pertengahan,
tetapi bukan dalam praktik. Abad pertengahan terutama kecenderungan dengan fiksi
hukum, dan pada saat itu fiksi itu masih tetap ada sehingga propinsi-propinsi kawasan
barat dari bekas kekaisaran Roma, secara de jure, masih tunduk pada kaisar di
Konstantinopel, yang masih menganggap dirinya sebagai satu-satunya sumber otoritas
hukum. Charlemagne, ahli fiksi hukum, mengatakan bahwa tahta kekaisaran sedang
kosong, karena Ratu Irene yang berkuasa di Timur ( yang menyebut dirinya kaisar laki-
laki, bukan kaisar perempuan) adalah seorang perampas kekuasaan, kerana tidak ada
perempuan yang bisa menjadi kaisar. Charles mendasarkan legitimasinya dari paulus.
Karena itu, untuk pertama kalinya, muncul kesalingtergantungan yang janggal antara
paus dan kaisar. Tidak ada orang yang bisa menjadi kaisar kecuali dinobatkan oleh Paus
di Roma; di lain pihak, untuk beberapa abad, setiap kaisar yang kuat mengklaim
mempunyai hak untuk memilih dan memberhentikan paus.
Abad Pertengahan adalah periode sejarah di Eropa sejak bersatunya kembali daerah
bekas kekuasaan Kekaisaran Romawi Barat di bawah prakarsa raja Charlemagne pada
abad 5 hingga munculnya monarkhi-monarkhi nasional, dimulainya penjelajahan
samudra, kebangkitan humanisme, serta Reformasi Protestan dengan dimulainya
renaisans pada tahun 1517.
Abad Pertengahan merupakan abad kebangkitan religi di Eropa. Pada masa ini agama
berkembang dan mempengaruhi hampir seluruh kegiatan manusia, termasuk
pemerintahan. Sebagai konsekuensinya, sains yang telah berkembang di masa zaman
klasik dipinggirkan dan dianggap lebih sebagai ilmu sihir yang mengalihkan perhatian
manusia dari ketuhanan.
Eropa dilanda Zaman Kelam(Dark Ages) sebelum tiba Zaman Pembaharuan. Maksud
"Zaman Kelam" ialah zaman masyarakat Eropa menghadapi kemunduran intelek dan
kelembapan ilmu pengetahuan. Menurut Ensikopedia Amerikana, tempoh zaman ini
selama 600 tahun, dan bermula antara zaman kejatuhan Kerajaan Rom dan berakhir
dengan kebangkitan intelektual pada abad ke-15 Masihi. "Gelap" juga bermaksud tiada
prospek yang jelas bagi masyarakat Eropa. Keadaan ini merupakan wujud tindakan dan
cengkraman kuat pihak berkuasa agama; Gereja Kristian yang sangat berpengaruh.
Gereja serta para pendeta mengawasi pemikiran masyarakat serta juga politik. Mereka
berpendapat hanya gereja sahaja yang berkelayakan untuk menentukan kehidupan,
pemikiran, politik dan ilmu pengetahuan. Akibatnya kaum cendekiawan yang terdiri
daripada ahli-ahli sains berasa mereka ditekan dan dikawal ketat. Pemikiran mereka
ditolak. siapa yang mengeluarkan teori yang bertentangan dengan pandangan gereja akan
ditangkap dan didera malah ada yang dibunuh.
Pikiran ini, terimplementasi melalui teori yang dikeluarkan oleh Thomas Aquinas (m
1274) seorang ahli falfasah yakni "negara wajib tunduk kepada kehendak gereja". St
Augustine (m 430) sebelumnya juga berpendirian demikian. Manakala Dante Alighieri
(1265-1321) berpendapat kedua-dua kuasa itu hendaklah masing-masing berdiri sendiri,
dan mestilah bekerjasama untuk mewujudkan kebajikan bagi manusia (Joseph H Lynch,
1992, 172-174).
Dalam paradigma abad pertengahan, dua wilayah agama dan dunia terpisah total satu
dengan yang lain sehingga tidak ada peluang bagi ekspansi satu terhadap yang lain atau
pembauran antar keduanya. Seorang manusia kalau tidak ‘melangit’ haruslah
‘membumi’, atau kalau tidak meyakini kekuasaan alam gaib terhadap segala urusan
hidupnya, maka dia harus memutuskan hubungan secara total dengan Tuhan dan roh-roh
kudus, dan jika dia menghargai jasmani dan urusan materinya maka dia bukan lagi
seorang rohaniwan dan berarti telah memutuskan hubungan dengan Tuhan. Kata
Augustine “siapapun yang mahir dalam kesenian, perang, dan filsafat adalah orang yang
bejat dan sesat, karena dia berasal dari kota setan dimana kebahagiaannya tak lebih dari
sekadar topeng yang menipu, dan keindahannya hanya merupakan wajah alam kubur”.
Kota inilah yang tidak diterima oleh Tuhan dan fitrah manusia. Karena orang yang
sombong dan angkuh adalah merupakan kepekatan hari dan orang yang memiliki
pengetahuan tentang segala yang harus diketahui oleh orang-orang terpuji. Dan ketika
melihat kota setan ini tenggelam ke dalam kesesatan dan kesombongannya, maka semua
sudut kegelapannya akan terlihat.
Konsep diatas, dipertegas oleh Fritjof Capra (2004) yakni : “Para ilmuwan pada Abat
Pertengahan, yang mencari-cari tujuan dasar yang mendasari berbagai fenomena,
menganggap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan Tuhan, roh manusia, dan
etika, sebagai pertanyaan-pertanyaan yang memiliki signifikansi tinggi, jadi ilmu
didasarkan atas penalaran keimanan”.
Dengan demikian, kerangka berpikir yang dominan pada abad pertengahan dan tekanan
kuat para elit gereja yang menganggap dirinya pengawas tatanan yang menguasai dunia
dan telah menginterogasi ideologi para ilmuan dan menyeret mereka ke pengadilan serta
menganggap kegiatan ilmiah sebagai campurtangan setan, kemudian faktor-faktor lain
yang berada di luar pembahasan ini telah menjadi latar belakang munculnya Renaisans
yang telah melahirkan teriakan protes terhadap kondisi yang dominan pada abad
pertengahan.
Beberapa bapa gereja tersebut adalah Uskup Eusebius, St Ambrosius, St Jeremius dan
St Agustinus. Karya Eusebius yang paling terkenal adalah sejarah gereja yang menjadi
acuan bagi karya-karya sejarah perkembangannya gereja oleh generasi selanjutnya. St
Ambrosius yang dikenal sebagai Uskup Milan memperkenalkan hymne liturgi ke gereja.
St Jeremies menciptakan karya yang sangat penting bagi gereja. Karya tersebut adalah
terjemahan kitab perjanjian lama dan baru ke bahasa Latin. St Agustinus adalah penulis
dan pemikir terbesar di kalangan gereja Kristen di Eropa. Karya tersebut diantarannya
adalah Confessions(pengakuan-pengakuan), De Civitas dei, atau the city of God (kota
Tuhan). Dengan perkembangan itulah agama Kristen berkembang dengan pesat didataran
Eropa.

2.3 Perkembangan Pemerintahan (Dikuasai Kaum Gereja)


Sepeninggal Challemagne penguasa kerajaan Franka, hubungan negara dengan gereja
tidak serasi lagi. Organisasi gereja yang begitu rumit memiliki otoritas khusus dalam
keamanan, moralitas dan disiplin, dalam abad X dan XI dihadapkan pada suatu krisis
yang gawat ketika masyarakat semakin terfeodalisasikan. Gereja- gereja jemaat lokal
memiliki tanah, sebagian dari wilayah kekuasaan para tuan manor merupakan unit sosial
khas dalam kehidupan masyarakat feodal.
Gereja pada abad X, ketika Eropa memasuki jaman Feodal, para uskup sekaligus
merupakan tuan- tuan tanah, bahkan sering pula menjadi vasal seorang raja. Konflik
antara Paus dan raja sepeninggal Charlemagne, sebenarnya bersumber pada pengaturan
kekuasan. Sebelum terjadi konflik pengaturan kekuasaan yang menyangkut urusan
duniawi atau kenagaraan berada di tangan raja, sedangkan berbagai urusan yang
berkaitan dengan masalah kerohanian menjadi tanggung jawab gereja, dalam hal ini
adlah Paus. Hal ini terjalin baik pada masa Charlemagne. Namun, sejak abad X, raja
merasa memiliki hak dan wewenang baik yang menyangkut urusan kenegaraan maupun
keagamaan. Sebaliknya, Paus beranggapan bahwa urusan- urusan kerajaan Allah di Bumi
menjadi wewenangnya, dan dapat memerintahkan sah tidaknya seorang kepala negara.
Merupakan kenyataan, bahwa munculnya gereja berasal dari era invasi suku- suku
barbar selam berabad- abad yang disertai pula oleh tanda- tanda kemerosotan, kerapuhan,
sampai keruntuhan kekaisaran romawi barat. Di Inggris, Prancis, dan Jerman, keberadaan
gereja diatur secara rapi oleh Paus yang berkedudukan di Roma. Hirarki kegerejaan pada
masa feodal mirip dengan hirarki negara feodal pula. Dalam masyarakat gereja pada
abad pertengahan awal. Mereka memiliki dan mengatur tanah- tanahnya. Orang- orang
gereja utamanya para pemimpin gereja sebagai penerima tanah dari raja dituntut
kesetiaan pada negara.
Paus sebagai pucuk pimpinan selain memiliki wewenang yang mengatur agama dapat
pula menyangkut non agama. Istana Paus berada di Kota Vatikan, Roma menjadi pusat
Organisasi gereja kristen atau juga disebut gereja nasrani. Dalam sistem kepausan dalam
organisasi gereja, paus sebagai pimpinan tertinggi dibantu oleh para kardinal dan pejabat
di berbagai departemen istan kepausan di Roma.
Tanda- tanda perselisihan antara paus dan raja mulai nampak sekitar abad X. Sumber
konflik terletak pada maslah kekuasaan kerohanian dan keduniaan. Pengawasan terhadap
paus dirasa jauh lebih besar dari pada pengawasan paus terhadap gereja. Zaman feodal
telah menempatkan para pendeta dari tingkat atas., karena kekayaan dan kedudukannya,
sangat berkepentingan dalam setiap masalah yang bersifat keduniaan. Meraka merupakan
orang terkemuka yang kekuasan dan pengaruhnya tidak diabaikan oleh raja. Memang
terlepas dari zaman feodal posisi orang- orang gereja pada abad pertengahan yang
menyangkut maslah intelektualitas, lebih tinggi dibandingkan orang non gereja. Sebagian
masyarakat gereja, para pendeta telah menekuni ilmu pengetahuan klasik. Banyak diantar
mereka yang menjadi penguasa dan pemimpin- pemimpin militer.
Gereja merupakan gudang yang terpenting dari cita- cita kuno tentang kekuasaan
umum dan tertib masyarakat. Bahwa pejabat- pejabat gereja adalah orang- orang terbaik
untuk melaksanakan setiap politik raja yang memerlukan pengawasan. Oleh karena itu,
apa karena alasan- alasan feodalisme pejabat- pejabat gereja memang piawai, sangat
dalam terlibat politik keduniawian. Pada pribadi pejabat gereja dari tingkat atasan ini
organisasi gereja dan negara bertemu dan saling bersentuhan.
Sekali lagi bahwa, memahami organisasi gereja bagi orang yang non nasrani, dirasa
organisasi sulit dan rumit, yang memiliki otoritas khusus dalam keimanan, moralitas dan
disiplin, dalam abad X dan XI dihadapkan pada suatu krisis yang gawat karena
masyarakat semakin terfeodalisasikan.
BAB 3. KESIMPULAN

Abad pertengahan di Eropa Barat dicirikan oleh struktur total yang feodal (hubungan
antara Vassal dan Lord). Kehidupan sosial dan spiritual dikuasai Paus dan pejabat agama
lawuja. Kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan antar bangsawan.
Pertama kali Feodalisme muncul di Perancis dan Jerman pada abad ke-9 dan 10. Ini
bertepatan dengan gaya militer besar diselenggarakan oleh Normandia. Unsur-unsur rezim
Romawi dipindahkan ke feodalisme Eropa. villa Roma dan tanah mereka diberikan kepada
para pemimpin militer secara sementara sebagai imbalan bagi loyalitas mereka ke Roma dan
kaisar. Para militer memberikan mereka pelayanan, terutama dalam hal militer, memberikan
perlindungan. Ide-ide ini diadopsi di Eropa. bangsawan Eropa meningkatkan daya kerja dari
hibah tanah dari raja dengan imbalan jasa militer, maka lahirlah feodalisme Eropa. Gereja
juga memiliki pengaruh besar dalam membentuk feodalisme, meskipun pada dasarnya
organisasi gereja tidak berkarakter Feodal, hierarki yang agak sejajar dengan hirarki feodal.
Pada awal perkembanganya agama nasrani banyak mendapat tekanan dari pemerintah
karena Agama ini dianggap menyalahi kepercayaan setempat yang punya banyak dewa atau
disebut polytheisme sedangkan agama nasrani lebih menjurus ke monotheisme tetapi pada
perkembangan selanjutnya ajaran agama nasrani mampu berkembang cukup pesat pada
golongan masyarakat bawah yang pada perkembangan selanjutnya para penguasa juga
memulai memeluk agama ini. Ini tidak lain juga merupakan imbas dari kekacauan yang
terjadi di kekaisaran Roma yang memicu tumbuhnya keinginan untuk memilih agama yang
lebih baik dari agama yang dianut mereka sebelumnya sebagai pegangan hidup. Masyarakat
Romawu sudah tidak percaya lagi pada dewa yang mereka sembah karena mereka sudah
punya anggapan bahwa dewa-dewa tersebut tidak mampu menyelesaikan persoalan mereka.
Sepeninggal Challemagne penguasa kerajaan Franka, hubungan negara dengan gereja
tidak serasi lagi. Organisasi gereja yang begitu rumit memiliki otoritas khusus dalam
keamanan, moralitas dan disiplin, dalam abad X dan XI dihadapkan pada suatu krisis yang
gawat ketika masyarakat semakin terfeodalisasikan. Gereja- gereja jemaat lokal memiliki
tanah, sebagian dari wilayah kekuasaan para tuan manor merupakan unit sosial khas dalam
kehidupan masyarakat feodal.
DAFTAR PUSTAKA

Achadiati S.Y, 1993,SejarahPeradabanManusia, jaman Kreta, C.V. Multiguna, Jakarta.

Bowra, C.m, 1985, Yunani klasik, Tira Pustaka, Jakarta.

Sun Sundoro, Mohammad Hadi. 2008. Sejarah Eropa Abad Pertengahan. Jember: JEMBER
UNIVERSITY PRESS

Anda mungkin juga menyukai