Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

OSTEOPOROSIS
Definisi

Osteoporosis adalah suatu keadaan pengurangan jaringan tulang per unit volume,
sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma
minimal. Secara histopatologis osteoporosis ditandai oleh berkurangnya ketebalan
korteks disertai dengan berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula tulang.
Penurunan Massa tulang ini sebagai akibat dari berkurangnya pembentukan,
meningkatnya perusakan (destruksi) atau kombinasi dari keduanya.

Menurut pembagiannya dapat dibedakan atas :

1. Osteoporosis Primer yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit yang lain, yang
dibedakan lagi atas :

a. Osteoporosis tipe I (pasca menopause), yang kehilangan tulang terutama dibagian


trabekula
b. Osteoporosis tipe II (senilis), terutama kehilangan Massa tulang daerah korteks
c. Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda denganpenyebab yang tidak
diketahui

2. Osteoporosis sekunder, yang terjadi pada /akibat penyakit lain, antara lain
hiperparatiroid, gagal ginjal kronis, arthritis rematoid dan lain-lain.

Etiologi
a. Determinan Massa Tulang

Massa tulang maksimal pada usia dewasa ditentukan oleh berbagai factor
antara lain :
a.  Faktor genetic
Perbedaan genetic mempunyai pengaruh terhadap kepadatan tulang

b.  Faktor mekanik
Beban mekanik berpengaruh terhadap massa tulang, bertambahnya beban akan
menambah massa tulang dan berkurangnya massa tulang. Ada hubungan langsung
dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan
respon terhadap kerja mekanik. Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan
massa otot besar dan juga massa tulang yang besar
c.  Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh
genetic yang bersangkutan

b. Determinan pengurangan Massa Tulang


Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan massa tulang pada usia lanjut
yang dapat mengakibatkan fraktur osteoporosis padadasarnya sama seperti pada
factor-faktor yang mempengaruhi massa tulang.

a. Faktor genetic

Factor genetic berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada seseorang


dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat resiko fraktur dari seseorang
denfan tulang yang besar
b. Factor mekanis
Pada umumnya aktifitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia dan
karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanik, massa tulang tersebut pasti
akan menurun dengan bertambahnya usia.

c. Faktor lain
1) Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang penting, dengan masukan kalsium yang rendah dan
absorbsinya tidak baik akan mengakibatkan keseimbangan kalsium yang negatif
begitu sebaliknya.

2) Protein
Parotein yang berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan keseimbangan
kalsium yang negatif 
3) Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium, karena menurunnya efisiensi
absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium
diginjal.

4) Rokok dan kopi

Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan


mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh rokok terhadap penurunan massa
tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium
melalui urin maupun tinja.
5) Alkohol
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium
yang rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme
yang pasti belum diketahui.

Manifestasi Klinik

Osteoporosis dimanifestasikan dengan


a. nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata
b. nyeri timbul mendadak
c. sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terangsang
d. nyeri berkurang pada saat istirahat ditempat
e. nyeri ringan pada saat bangun dan akan bertambah jika melakukan aktifitas

Patofisiologi 
Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan

massa tulang sampai sekitar usia 35 tahun. Genetik, nutrisi, gaya hid up (merokok,
minum kopi), dan aktifitas fisik mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan
karena usia mulai segera setelah tercapai puncaknya massa tulang. Menghilangnya
estrogen pada saat menopause mengakibatkan percepatan resorbsi tulang dan
berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopause.
Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting
untuk absorbsi kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Diet mengandung kalsium
dan vitamin D harus mencukupi untuk mempertahankan remodelling tulang dan fungsi
tubuh. Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun
mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis.

Komplikasi
Osteoporosismengakibatkan tulang secaraprogresi menjadi panas, rapuhdan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra
torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolom femoris dandaerah trokhanter, dan
frakturcolles pada pergelangan tangan.

Pemeriksaan Penunjang

Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah terjadi


demineralisasi 25% sampai 40%. Tampak radiolusesnsi tulang. Ketika vertebra kolaps,
vertebra torakalis menjadi berbentuk baji dan vertebra lumbalis menjadi bikonkaf.

Pemeriksaan laboratorium (missal kalsium serum, fosfat, serum, fosfatase alkalu,


ekskresi kalsium urine, ekskresi hidroksi prolin urine,

hematokrit, laju endap darah), dan sinar-x dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnosis medis lain (missal ; osteomalasia, hiperparatiroidisme, dlll) yang juga
menyumbang terjadinya kehilangan tulang.
Absorbsiometri foton-tunggal dapat digunakan untuk memantau massa tulang
pada tulang kortikal pada sendi pergelangan tangan. Absorpsiometri dual-foton, dual
energy x-ray absorpsiometry (DEXA), dan CT mampu memberikan informasi menganai
massa tulang pada tulang belakang dan panggul. Sangat berguna untuk
mengidentifikasi tulang osteoporosis dan mengkaji respon terhadap terapi.
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
1) Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system

musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot;


rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat
digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
2)   Kemunduran kardiovaskuler

Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau


meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanyasedikit petunjuk
diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda
tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif.
Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti
gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan,
berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop
3)   Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis
dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan
denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas,
dan gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang
terjadi.
4) Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi
inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema
yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang
tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan
5) Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda- tanda fisik
berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas
kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk
pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada
abdomen bagian bawah
6) Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen
bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna,
anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
Pemeriksaan fisik kadang menemukan adanya patah tulang, kifosis vertebra
torakalis atau pemendekan tinggi badan. Masalah mobilitas dan pernafasan dapat
terjadi akibat perubahan postur dan kelemahan otot. Konstipasi dapat terjadi akibat
inaktifitas.

I.   Diagnosa Keperawatan Yang Dapat Muncul 


a. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
b. Nyeri b.d spasme otot, fraktur
c. Konstipasi b.d imobilitas atau terjadi ileus
d. Resiko terhadap cidera : farktur b.d osteoporosis
Intervensi
1. Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
HYD: klien tidak mengalami jatuh atau fraktur akibat jatuh
Intervensi:
a. Ciptakan lingkungan yang aman dan bebas bahaya bagi klien.
R/. lingkungan yang bebas bahaya mengurangi risiko untuk jatuh dan mengakibatkan fraktur
b. Beri support untuk kebutuhan ambulansi; mengunakan alat bantu jalan atau tongkat
R/. Memberi support ketika berjalan mencegah tidak jatuh pada lansia
c. Bantu klien penuhi ADL (activities daily living) dan cegah klien dari pukulan yang tidak
sengaja atau kebetulan.
R/. Benturan yang keras menyebabkan fraktur tulang, karena tulang sudah rapuh, porus dan
kehilangan kalsium.
d. Anjurkan klien untuk belok dan menunduk/bongkok secara perlahan dan tidak mengangkat
beban yang berat.
R/. Gerakan tubuh yang cepat dapat mempermudah fraktur compression vertebral pada klien
dengan osteoporosis
e. Ajarkan klien tentang pentingnya diet (tinggi kalsium, vitamin D) dalam mencegah
osteoporosis lebih lanjut.
R/ Diet kalsium memelihara tingkat kalsium dalam serum, mencegah kehilangan kalsium
ekstra dalam tulang.
f. Anjurkan klien untuk menguragi kafein dan alkohol.
R/. kafein m berlebihan meningkat pengeluaran kalsium berlebihan dalam urine; alkohol
berlebihan meningkatkan asidosis, meningkatkan reabsorpsi tulang.
g. Ajarkan klien akan efek dari rokok dalam remodeling tulang.
R/. rokok meningkatkan asidosis

2. Nyeri b.d adanya fraktur


HYD: Klien mampu melakukan tindakan mandiri untuk mengurangi nyeri, dan nyeri berkurang
sampai hilang.
Intervensi:
a. Kaji lokasi nyeri, tingkat nyeri, durasi, frekuensi dan intensitas nyeri.
R/. menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk klien
b. Anjurkan klien istirahat ditempat tidur dan anjurkan klien untuk mengambil psosisi
terlentang atau miring yang nyaman bagi kalien
R/. Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan posisi
telentang atau miring ke samping selama beberapa hari.
c. Beri kasur padat dan tidak lentur.
R/. Memberikan rasa nyaman bagi klien
d. Ajarkan klien tehknik relaksasi dengan melakukan fleksi lutut.
R/. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot.
e. Berikan kompres hangat intermiten dan pijatan punggung.
R/. kompres hangan dan pijat pada punggung memperbaiki relaksasi otot.
f. Ajarkan dan anjurkan klien untuk menggerakkan batang tubuh sebagai satu unit dan hindari
gerakan memuntir.
R/. Gerakan tubuh memuntir dapat meningkatkan risiko cedera.
g. Bantu klien untuk turun dari tempat tidur.
R/Pasang korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi sementara,
meskipun alat serupa kadang terasa tidak nyaman dan kurang bisa ditoleransi oleh
kebanyakan lansia.
h. Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di luar tempat tidur perlu
dianjurkan untuk sering istirahat baring untuk mengurangi rasa tak nyaman dan
mengurangi stres akibat postur abnormal pada otot yang melemah.
i. Opioid oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah awitan nyeri punggung.
Setelah beberapa hari, analgetika non – opoid dapat mengurangi nyeri.

3. Konstipasi b.d imobilitas atau ileus obstruksi


HYD: Klien tidak mengalami konstipasi, klien dapat bab 2-3 kali dalam
seminggu, konsistensi feces lunak, dan tidak ada kolaps pada T10-L2
Intervensi:
a. Kaji pola elimeinasi bab klien
R/. menentukan intervensi bila ada gangguan pada eliminasi bab
b. Berikan diet tinggi serat.
R/. Tinggi serat membantu proses pengosongan usus dan meminimalkan kostipasi
c. Anjurkan klien minum 1,5-2 liter/hari bila tidak ada kontraindikasi.
R/. Pemenuhan cairan yang adekuat dapat membantu atau meminimalkan konstipasi.
d. Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas usus karena bila terjadi kolaps vertebra pada
T10-L2, maka pasien dapat mengalami ileus.
e. Kolaborasi untuk pemberian pelunak tinja dan berikan pelunak tinja sesuai ketentuan R/.
Membantu meminimalkan konstipasi

4. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi


HYD: meningkatkan pengetahuan klien tentang osteoporosis, cara pencegahan
dan program tindakan
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang osteoporosis.
R/ Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
oeteoporosis.
b. Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
c. Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup seperti Pengurangan kafein,
rokok dan alkohol.
R/. Hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang.
d. Anjurkan dan ajarka cara latihan aktivitas fisik sesuai kemampuan klien.
R/. Latihan aktivitas merupakan kunci utama untuk menumbuhkan tulang dengan
kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya oestoeporosis.
e. Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar matahari. R/.
Kebutuhan kalsium, vitamin D, terpapar sinar matahari pagi yang memadai dapat
meminimalkan efek oesteoporosis.
f. Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat. Karena nyeri
lambung dan distensi abdomen merupakan efek samping yang sering terjadi pada
suplemen kalsium, maka pasien sebaiknya meminum suplemen kalsium bersama
makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut. Selain itu, asupan cairan
yang memadai dapat menurunkan risiko pembentukan batu ginjal.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit


Buku Kedokteran, EGC, 2000
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 3, Jakarta,
EGC, 2002
Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua, Penerbit
PT Bhuana Ilmu Populer.
Lippincott dkk. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta :
PT Indeks.
Lukman & Nurna Ningsih.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskolokeletal. Jakarta : Salemba Medika.

Maryam, R. Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika.
R. Boedhi Darmojo, Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta, Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
Watson, Roger. 2003. Perawatan pada Lansia. Jakarta : EGC.
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta :
Internal Publishing.

Anda mungkin juga menyukai