Anda di halaman 1dari 3

Perspektif dalam ilmu komunikasi

http://astridwiandriani21.blogspot.com/2013/10/perspektif-dalam-bingkai-ilmu-komunikasi.html

29 oktober 2013

HAKIKAT PERSPEKTIF

Perspektif pada hakikatnya adalah sudut pandang. Jika suatu perspektif atau pandangan adalah
‘realistis’, maka sebagian dari suatu fenomena yang sedang dilihat itu hilang dan yang lainnya adalah
distorsi. Dengan kata lain setiap perspektif, pada taraf tertentu, kurang lengkap serta didistorsi,
meskipun ia merupakan suatu yang amat ‘nyata’.

Nilai perspektif kita tidak terletak dalam nilai kebenarannya atau seberapa baik ia cerminkan realitas
yang ada. Secara umum dapat dilatalam bahwa semua perspektif yang dapat diperoleh adalah benar
dan mencerminkan realitas. Sejalan dengan itu, sebenarnya penulusuran kita adalah mencari
perspektif yang dapat memberikan kepada kita konseptualisasi realitas yang paling bermanfaat bagi
pencapai tujuan kitaSIFAT – SIFAT PERPEKTIF

1. Penentuan Relevansi

Perpektif yang dipakai orang untuk meninjau fenomena apapun tidak sedikit menentukan aspek apa
dari fenomena itu yang dipandang penting atau relevan, dan sebaliknya, aspek mana yang kiranya
kurang penting dan relevan.

2. Ketertarikan pada Waktu dan Budaya

3. Kemampuan untuk Saling Dipertukarkan

4. Model dan Analogi

KARAKTERISTIK KOMUNIKASI

Serba ada, serba luas, dan serba makna, adalah ketiga kata sifat yang menjadi cirri khas
(karakteristik) yang seringkali dipakai untuk menggambarkan fenimena komunikasi manusia, dan
ketiga kata sifat itu memang sesuai sekali. Bahkan dalam pemakaiannya setiap hari kita sering
menggunakan istilah komunikasi dalam berbagai cara.

PERPEKTIF INTERAKSIONAL

Walaupun asal mula perspektif interaksional komunikasi manusia dapat ditelusuri sampai ke filsafat
eksistensialisme dan bahkan ke Socrates, sumbernya yang khusus dan komprehensif dari perspektif
ini secara langsung ataupun tidak langsung adalah interaksionalisme simbolis dalam sosiologi. Mead
dan Blumer telah bertindak sebagai sumber – sumber utama bagi filsafat dasarnya, yang melandasi
model interaksional komunikasi manusia. Secara khusus lagi, arah perkembangan dalam masyarakat
ilmiah komunikasi manusia yang memperlakukan komunikasi sebagai dialog adalah adanya indikasi
yang terang sekali daru oendekatan interaksional pada studio komunikasi manusia.
Popularitas interkasionalisme berasal sebagian dari reaksi humanistis tergadao mekanisme dan
psikologisme. Akan tetapi, yang lebih penting lagi, adalah pemberian penekanan yang manusiawi
pada diri sebagai unsure pokok perpektif interaksional. Tetapi daripada memandang diri hanya
sebagai internalisasi pengalaman indivisual, interaksional lebih menerangkan perkembangan diri
melalui proses ‘penunjukan diri’ di mana individu dapat ‘bergerak ke luar’ dari diri dan melibatkan
dirinya dalam introspeksi dari sudut pandangan orang lain.

Dengan cara yang sama, individu dapat melibatkan dirinya dalam pengambilan peran dan
mendefinisikan diri maupun orang lain dari sudut pandang orang lain. Fenomena pengambilan peran
inilah yang memungkinkan adanya pengembangan diri semata – mata sebagai proses sosial – dalam
proses introspeksi ataupun ekstrospeksi. Oleh karena, hanya melalui interaksi sosial, diri atau
hubungan dapat dikembangkan. Dan pengambilan peran tidak hanya merupakan unsure sentral dari
perspektif interaksional, akan tetapi juga merupakan unsur yang unik.

Perpektif interaksional menekankan tindakan yang bersifat simbolis dalam suatu perkembangan
yang bersifat proses dari komunikasi manusia. Penekanannya pada tindakan memungkinkan
pengambilan peran untuk mengembangkan tindakan bersama atau mempersatukan tindakan
individu dengan tindakan individu – individu yang lain untuk membentuk kolektivitas. Tindakan
bersama dari kolektivitas itu mencerminkan tidak hanya pengelompokan sosial akan tetapi juga
adanya oersaan kebersamaan ataupun keadaan timbale balik dari individu – individu yang
bersangkutan, yang dilukiskan dalam model sebagai ‘kesearahan’ orientasi individu – individu
terhadap diri orang lain, dan objek.

Barangkali implikasi yang paling penting dari perspektif interaksional bagi studio komunikasi manusia
adalah adanya penyempurnaan pemberian penekanan pada metodologi penelitian. Implikasinya
yang pertama mencakup pemahaman yang disempurnakan tentang peran yang akan dijalankan oleh
peneliti. Daripada hanya digambarkan sebagai seorang pengamat yang sifatnya berat sebelah, tidak
bias, dan tidak tertarik atau fenomena empiris, peneliti interaksional menjalankan peranannya
sebagai seorang pengamat – partisipan dalam pelaksanaan penelitiannyta. Ia melibatkan dirinya
dalam pengambilan peran agar dapat menemukan sudut pandangan para subjek penelitian. Dari
sudut pandang mereka, peneliti mengoperasionalkan konsep dan menjalankan observasi empirisnya,
akan tetapi, validasi konsep penelitiannya bergeser dari criteria eksternal ke sudut pandangan para
subjek penelitian itu sendiri.

Perpektif interaksional dengan jelas merupakan sumber yang menarik oergatuab irabf dakan
oebfertuab vagwa ua verada dalam tahap perkembangan yang kontinu. Dalam artian sebagai
‘revolusi yang masih belum tuntas’ setiap penemuan penelitian secara relative bersifat baru dan
mengarah ke banyak arah yang baru. Penelitian yang kontemporer mencerminkan jiwa penelitian
yang sesungguhnya dalam artian bahwa para peneliti tidak terlalu banyak melibatkan diri dalam
pengukuhan atau verifikasi hipotesis, akan tetapi lebih banyak berusaha menemukan bagaimana
hipotesis itu seharusnya. Penelitian interaksional masih harus banyak memberikan jawaban pada
masalah ataupun masih harus menghasilkan banyak jawaban. Ia telah menimbulkan banyak masalah
baru yang sebelumnya masih belum diketahui sebagai masalah bagi penelitian.

Pada sisi lain, penelitian interaksional kurang memiliki arah atau fokus dalam upaya – upayanya. Para
peneliti harus masih harus mengembangakan metodologi baru yang diperlukan bagi panduan
interaksional / dialogis dan, sebagai gantinya, bukan mencoba dengan paksa mencocokan masalah
penelitian interaksional ke dalam metodologi tradional – khususnya yang bersikap psikologis. Oleh
karenanya, para peneliti yang didorong faham interaksionalisme juga belum mengembangkan fokus
bersama tentang variable apa yang paling penting, konsep apa yang perlu dikembangkan atau dikaji,
dan kea rah mana usaha mereka itu selauaknya diarahkan. Dengan singkat dapat dikatakan, bahwa
penelitian yang terprogramkan, yang menghasilkan kumulasi hasil penelitian tidak menandai
penelitian komunikasi dalam paradigm interaksional.

Sebagai akibatnya, sebagian anggota masyarakat ilmiah cenderung memandang rendah perspektif
interaksional. Sudah tentu itu hak mereka dan bahkan kewajiban mereka untuk memandang
pengkajian disiplin ilmu dengan kewaspadaan yang kritis. Namun, sayangnya, banyak dari kritik itu
didasarkan pada criteria – criteria yang salah --- metodelogi – metodelogi yang lain atau yang belum
dikenal, yang tidak mereflesikan pendekatan yang lebih tradisional dalam melakukan penelitian.
Argumen – argumen seperti sinonim – yakni, mengkritik satu paradigma dari sudut pandangan yang
lain benar – benar menyesarkan dan tidak sesuai dengan jiwa penelitian ilmiah. Tidak akan
membanyak kemanapun.

Secara relative persepktif interaksional masih baru bagi disiplin komunikasi manusia. Nilai
sesungguhnya yang diperlihatkan masih harus direalisasikan. Potensi bagi wawasan baru dalam
proses komunikasi manusia luar biasa. Dalam satu hal, tinjuan interaksional – dialogis tentang
komunikasi manusia sedang dalam masa ‘bulan madu’. Ia hanya dapat diwvaluasi atas dasar
potensinya. Kita harus memgambil sikap menunggu dan melihat. Pada waktu ini, pendekatan
bersikap revolusioner dan berbeda sekali. Apa yang akan terjadi dalam 20 tahun yang akan datang
akan memperlihatkan nilai perspekstif itu kepada masyarakat ilmiah – secara langsung dapat dilihat
kualitasnya dari penemuan penelitiannya. Dalam situasi apapun, apapun yang terjadi – apakah
makin meningkat kepopulerannya dan makin penting penelitiannya, atau hilangnya interaksional
memberikan pandangan humanistis yang segar pada komunikasi manusia.

Anda mungkin juga menyukai