Anda di halaman 1dari 24

Jurnal Internasional Bisnis dan Masyarakat, Vol.

20 No 1, 2019, 1-58

PENGELOLAAN IFRS DAN LABA DI INDONESIA:


PENGARUH KOMISARIS INDEPENDEN

Doddy Setiawan
Universitas Sebelas Maret

Fauziah Md Taib
Universiti Sains Malaysia

Lian-Kee Phua
Universiti Sains Malaysia

Hong-Kok Chee
Universiti Sains Malaysia

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh adopsi IFRS terhadap manajemen laba dan juga
mengetahui pengaruh komisaris independen terhadap hubungan antara adopsi IFRS dan manajemen laba.
Sampel penelitian ini terdiri dari perusahaan non keuangan dengan 1.127 tahun pengamatan perusahaan
selama tahun 2007 - 2010 dari Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen laba
akrual mengalami penurunan setelah penerapan IFRS. Namun komisaris independen berpengaruh positif
terhadap hubungan IFRS dan manajemen laba akrual. Hasil ini menunjukkan bahwa komisaris independen
mungkin tidak efektif dalam memitigasi manajemen laba. Pengujian lebih lanjut tentang pengaruh adopsi
IFRS terhadap manajemen laba riil menunjukkan bahwa beban diskresioner mengalami penurunan. Namun,
manajemen laba riil: biaya produksi dan arus kas meningkat setelah adopsi. Interaksi komisaris independen
dan IFRS ditemukan berpengaruh positif terhadap biaya diskresioner dan secara negatif mempengaruhi
biaya produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan beralih ke manajemen laba riil setelah
adopsi IFRS.

Kata kunci: IFRS; Manajemen laba akrual; Manajemen laba riil; Komisaris independen

1. PENGANTAR

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh adopsi IFRS terhadap manajemen laba.
Penelitian sebelumnya tentang pengaruh IFRS sebagian besar berfokus pada manajemen laba
akrual, antara lain Callao dan Jarne (2010), Ismail, Kamarudin, Zijl, dan Dunstan (2013),
Jeanjean dan Stolowy (2008), Houqe, van Zijl, Dunstan, dan Karim (2012), Pelucio-Grecco,
Geron, Grecco, dan Lima (2014), Zeghal, Chtourou, dan Fourati (2012). IFRS adalah standar
berbasis prinsip yang membutuhkan pengungkapan ekstensif dan pengukuran berorientasi pasar.
Dewan Standar Akuntansi Internasional (IASB) juga mengurangi metode pengukuran alternatif
dalam IFRS. Berdasarkan kondisi ini, memang demikian


Sesuaipenulis: Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir Sutami no. 36 Surakarta, Nomor Telepon: +62271647481,
doddy.setiawan@staff.uns.ac.id
diharapkan IFRS dapat meminimalkan manajemen laba (Dimitropoulos, Asteriou, Kousenidis, &
Leventis, 2013). Namun, IFRS masih memberikan ruang bagi manajer untuk menggunakan
penilaian atau kebijaksanaannya untuk mengelola laba. Hasil pengaruh adopsi IFRS terhadap
manajemen laba tidak konsisten. Houqe dkk. (2012), Ismail et al. (2013) dan Pelucio-Grecco et
al. (2014) menemukan bahwa kualitas laba meningkat setelah adopsi IFRS. Terjadi penurunan
manajemen laba setelah adopsi IFRS. Namun, penelitian lain seperti Ahmed, Chalmers, dan Khlif
(2013), Van Tendeloo dan Vanstraelen (2005) dan Wang dan Campbell (2012) tidak menemukan
perbedaan dalam manajemen laba sebelum dan sesudah adopsi IFRS. Di sisi lain, Ahmed, Neel,
dan Wang (2013),

Sarbanes Oxleys Act (SOX) menegaskan lebih banyak tekanan pada regulator untuk memantau
aktivitas akrual. Oleh karena itu, Graham, Harvey, dan Rajgopal (2005) dalam karya mani
mereka menunjukkan bahwa manajer di AS lebih suka terlibat dalam aktivitas nyata untuk
mengelola laba. Dengan demikian, manajer memiliki dua pilihan: akrual atau aktivitas riil untuk
mengelola laba. Gunny (2010) dan Zang (2012) menunjukkan bahwa manajer menggunakan
kedua metode tersebut untuk mengelola laba. Studi terbaru tentang pengaruh IFRS terhadap
manajemen laba dengan menggunakan manajemen laba akrual dan riil menemukan bahwa
tingkat akrual diskresioner mengalami penurunan setelah adopsi IFRS, tetapi tingkat aktivitas riil
mengalami peningkatan (Ferentinou & Anagnostopoulou, 2016; Ho, Liao, dan Taylor, 2015).
Namun, Doukakis (2014) tidak menemukan perbedaan dalam manajemen laba akrual dan riil
sebelum dan sesudah adopsi IFRS.

Studi sebelumnya tentang pengaruh IFRS pada manajemen laba memberikan hasil yang tidak
meyakinkan. Terdapat bukti bahwa IFRS berpengaruh negatif terhadap manajemen laba (Chen,
Tang, Jiang, & Lin, 2010; Houqe et al., 2012; Ismail et al., 2013; Pelucio-Grecco et al., 2014).
IFRS telah meningkatkan kualitas laba. Di sisi lain, terdapat bukti bahwa IFRS berpengaruh
positif terhadap manajemen laba (Callao, Jarne, & Laínez, 2007; Gastón, García, Jarne, & Gadea,
2010; Kabir, Laswad, & Islam, 2010). Selanjutnya, Bryce, Ali, dan Mather (2015); Doukakis
(2014) dan Van Tendeloo dan Vanstraelen (2005) tidak menemukan pengaruh signifikan adopsi
IFRS terhadap manajemen laba. Hasil yang tidak meyakinkan dari pengaruh IFRS pada
manajemen laba mungkin disebabkan oleh tingkat perlindungan investor yang berbeda (Houqe et
al., 2012). Dalam studi awal, La Porta, Lopez-de-Silanes, Shleifer, dan Vishny (1998, 2000)
mengemukakan pentingnya perlindungan investor terhadap keuangan dan struktur tata kelola
perusahaan. Diharapkan negara dengan perlindungan investor yang kuat akan memiliki kualitas
pendapatan yang lebih baik.

Penelitian sebelumnya tentang pengaruh IFRS terhadap manajemen laba menunjukkan bahwa
adopsi IFRS di negara-negara dengan perlindungan investor yang rendah meningkatkan kualitas
laba (Houqe, Easton, & van Zijl, 2014). Houqe dkk. (2014) menggunakan bahasa Jerman, Prancis
dan Swedia sebagai sampelnya. Meski ketiga negara tersebut tergolong negara dengan
perlindungan investor rendah, namun mereka memiliki penegakan regulasi yang kuat. Houqe
dkk. (2012) pada studi lintas negara mereka menunjukkan bahwa adopsi IFRS sendiri tidak
berpengaruh signifikan untuk memitigasi manajemen laba. Namun, terdapat penurunan signifikan
dalam manajemen laba di negara-negara dengan perlindungan investor yang kuat. Hasil ini
mendukung pentingnya perlindungan investor untuk memberikan kualitas laba yang lebih baik.
Dengan demikian, adopsi IFRS lebih baik di negara-negara dengan perlindungan investor yang
kuat. Hasil ini sejalan dengan Daske, Hail, Leuz, dan Verdi (2008) yang berpendapat bahwa
penegakan perlindungan investor yang kuat berpengaruh positif terhadap transparansi
perusahaan. Studi-studi tersebut memberikan bukti tentang pentingnya perlindungan bagi
investor
Doddy Setiawan, Fauziah Md Taib, Lian-Kee Phua, Hong-Kok Chee 3

menganalisis pengaruh adopsi IFRS terhadap manajemen laba (Daske et al., 2008; Houqe et al.,
2014).
Soderstrom dan Sun (2007) berpendapat bahwa efektivitas adopsi IFRS bergantung pada konteks
kelembagaan negara. Carmona dan Trombetta (2008) juga menyarankan bahwa penelitian
tentang adopsi IFRS di pasar negara berkembang merupakan bidang penelitian yang relevan. La
Porta dkk. (1998, 2000) mengemukakan pentingnya tingkat perlindungan investor untuk
menganalisis konteks kelembagaan negara. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji adopsi IFRS
di pasar negara berkembang dengan tingkat perlindungan investor yang rendah. Penelitian ini
menyelidiki pengaruh adopsi IFRS terhadap manajemen laba di Indonesia karena Indonesia
merupakan negara hukum Perancis yang memiliki skor rendah dalam perlindungan investor (La
Porta et al., 1998).

Salah satu mekanisme penting untuk melindungi kepentingan investor adalah mekanisme tata
kelola perusahaan. Salah satu elemen penting dalam tata kelola perusahaan adalah direktur
independen. Diharapkan direktur independen bekerja sama untuk memantau para manajer.
Penelitian sebelumnya seperti Klein (2002), Peasnell, Pope, dan Young (2005), Wu, Chen, dan
Lee (2016) memberikan bukti bahwa direktur independen berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba. Indonesia menggunakan sistem dewan dua tingkat: Dewan Komisaris (BoCs)
dan Board of Directors (BoDs). Dewan direksi bertanggung jawab untuk mengelola dan
mewakili perusahaan sedangkan dewan komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi dan
memberikan nasihat kepada direksi (UU Republik Indonesia No.40 / 2007). Komisaris
independen adalah salah satu mekanisme tata kelola perusahaan yang penting. Penelitian Ancella
(2011) di Indonesia menunjukkan bahwa dewan komisaris di Indonesia berpengaruh positif
terhadap keinformatifan laba. Dewan komisaris telah meningkatkan informativeness laba di
Indonesia. Diharapkan komisaris independen memberikan pengaruh positif terhadap kualitas
laporan keuangan. Marra, Mazzola, dan Prencipe (2011) memberikan bukti bahwa direktur
independen memitigasi manajemen laba selama adopsi IFRS. Penelitian ini juga menyelidiki
pengaruh komisaris independen terhadap pengaruh adopsi IFRS terhadap manajemen laba.
Diharapkan komisaris independen memberikan pengaruh positif terhadap kualitas laporan
keuangan. Marra, Mazzola, dan Prencipe (2011) memberikan bukti bahwa direktur independen
memitigasi manajemen laba selama adopsi IFRS. Penelitian ini juga menyelidiki pengaruh
komisaris independen terhadap pengaruh adopsi IFRS terhadap manajemen laba. Diharapkan
komisaris independen memberikan pengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan. Marra,
Mazzola, dan Prencipe (2011) memberikan bukti bahwa direktur independen memitigasi
manajemen laba selama adopsi IFRS. Penelitian ini juga menyelidiki pengaruh komisaris
independen terhadap pengaruh adopsi IFRS terhadap manajemen laba.

2. TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1. IFRS dan Manajemen Laba Akrual

IFRS merupakan perkembangan penting dalam standar akuntansi internasional. Hingga saat ini,
lebih dari 120 negara setuju untuk mengadopsi IFRS. Brown (2011) mengemukakan bahwa
penerapan IFRS memberikan manfaat seperti meningkatkan reliabilitas dan transparansi laporan
keuangan. Diharapkan kualitas laporan keuangan lebih baik dibandingkan dengan penerapan
IFRS sebelumnya. Oleh karena itu, tingkat manajemen laba mengalami penurunan setelah adopsi
IFRS. Joshi, Yapa, dan Kraal (2016) menyelidiki persepsi akuntan profesional tentang IFRS di
Malaysia, Singapura dan Indonesia. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa akuntan sangat
4 IFRS Dan Manajemen Laba di Indonesia: Pengaruh Komisaris Independen

mendukung penerapan IFRS. Mereka yakin IFRS memberikan manfaat ekonomi bagi negara.

Bukti empiris terbaru tentang pengaruh adopsi IFRS pada manajemen laba tidak meyakinkan.
Van Tendeloo dan Vanstraelen (2005) menyelidiki pengaruh adopsi IFRS sukarela pada
manajemen laba akrual. Sampel penelitian mereka terdiri dari 636 observasi tahun perusahaan
dari periode 1999 - 2001. Mereka menemukan bahwa tidak ada perbedaan antara manajemen
laba akrual
Perusahaan pengadopsi IFRS dan perusahaan yang mengikuti GAAP Jerman. Hasil ini
menunjukkan bahwa IFRS tidak dapat meningkatkan kualitas laba. Hasil ini sejalan dengan
Bryce et al. (2015) menggunakan sampel Australia. Mereka membandingkan akrual diskresioner
absolut sebelum dan setelah adopsi IFRS. Hasilnya tidak signifikan. Selanjutnya, mereka
menggunakan analisis multivariat untuk menguji pengaruh adopsi IFRS pada manajemen laba.
Hasilnya juga konsisten. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas laba tidak meningkat setelah
adopsi IFRS. Ahmed dkk. (2013) juga menemukan hasil yang serupa dengan menggunakan
meta-analysis. IFRS tidak berpengaruh signifikan untuk menurunkan akrual diskresioner.

Callao dkk. (2007) menyelidiki pengaruh adopsi IFRS pada komparabilitas dan relevansi laporan
keuangan menggunakan perusahaan Spanyol sebagai sampel mereka. Hasil penelitian mereka
menunjukkan bahwa komparabilitas lokal laporan keuangan di Spanyol semakin buruk dan tidak
ada peningkatan relevansi laporan keuangan. Hasil ini menunjukkan bahwa IFRS berpengaruh
merugikan terhadap komparabilitas dan tidak berpengaruh signifikan terhadap relevansi. Lebih
lanjut, Gastón et al. (2010) membandingkan efek adopsi IFRS pada pengguna pertama antara
Inggris dan Spanyol. Hasil penelitian mereka melaporkan adanya dampak kuantitatif yang
signifikan bagi kedua negara. Spanyol menunjukkan dampak kuantitatif yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Inggris. Hasil ini bertentangan dengan ekspektasi bahwa Inggris akan
memiliki efek kuantitatif yang lebih tinggi. Lebih lanjut, Gastón et al. (2010) menemukan bahwa
IFRS berpengaruh terbalik terhadap relevansi di Spanyol, tetapi tidak berpengaruh signifikan di
Inggris. Hasil ini menunjukkan bahwa IFRS berpengaruh negatif terhadap relevansi. Hasil ini
didukung oleh Kabir et al. (2010) menggunakan sampel Selandia Baru. Nilai absolut akrual
diskresioner meningkat selama periode adopsi IFRS dibandingkan sebelum adopsi.

Terdapat bukti peningkatan dalam manajemen laba setelah adopsi IFRS menggunakan studi
lintas negara (Callao & Jarne, 2010; Jeanjean & Stolowy, 2008). Callao dan Jarne (2010)
menyelidiki dampak adopsi IFRS pada manajemen laba menggunakan sampel UE dan
menemukan bahwa akrual diskresioner di UE lebih tinggi setelah adopsi. Hal ini menunjukkan
bahwa manajer menggunakan kebijaksanaannya untuk mengelola laba. IFRS memberikan lebih
banyak fleksibilitas bagi manajer untuk menggunakan penilaian mereka. Dengan demikian, IFRS
memberikan lebih banyak kesempatan bagi manajer untuk menggunakan diskresioner mereka.
Jeanjean dan Stolowy (2008) memberikan bukti bahwa manajemen laba tidak mengalami
penurunan di Inggris dan Australia. IFRS mungkin tidak mengurangi tingkat manajemen laba
dibandingkan periode sebelum adopsi. Namun, tingkat manajemen laba di Prancis meningkat
setelah adopsi IFRS. Hasil ini mirip dengan Ahmed et al. (2013) yang melakukan studi di 20
negara. Ada peningkatan perataan laba dan akrual diskresioner agresif setelah penerapan IFRS.
IFRS mungkin tidak meningkatkan kualitas laba, ini memberikan kesempatan yang lebih tinggi
bagi manajer untuk menggunakan kebijaksanaan mereka. Dengan demikian, tingkat manajemen
laba setelah adopsi IFRS mengalami peningkatan.

Di sisi lain, terdapat bukti bahwa manajemen laba menurun setelah adopsi IFRS (Chen et al.,
2010; Houqe et al., 2012; Ismail et al., 2013; Pelucio-Grecco et al., 2014). Chen et al. (2010)
menyelidiki pengaruh adopsi IFRS terhadap kualitas laba di 15 negara UE. Mereka menemukan
bahwa kualitas pendapatan meningkat setelah adopsi. Terdapat bukti manajemen laba yang lebih
sedikit, kualitas akrual diskresioner yang lebih tinggi, dan besaran akrual diskresioner yang lebih
rendah. Dengan demikian, IFRS memberikan pengaruh positif terhadap kualitas laba di negara-
negara UE. Hasil ini didukung oleh Houqe et al. (2012) menggunakan analisis lintas negara di 46
negara di dunia. Mereka menemukan bahwa kualitas laba meningkat setelah diadopsi di negara-
negara yang memiliki perlindungan kuat terhadap investor. Namun, penelitian lebih lanjut oleh
Houqe et al.
kualitas meningkat di negara-negara dengan perlindungan investor yang rendah. Secara kolektif,
studi ini memberikan bukti bahwa IFRS dapat meningkatkan kualitas laba.

Dimitropoulos dkk. (2013) mengamati pengaruh adopsi IFRS menggunakan perusahaan Yunani.
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa manajemen laba berkurang dengan pengakuan
kerugian yang lebih tepat waktu dan relevansi yang lebih besar setelah penerapan IFRS. Dengan
demikian, IFRS memberikan kualitas laba yang lebih baik kepada investor. Hasil ini sejalan
dengan Ismail et al. (2013) menggunakan sampel Malaysia. Tingkat manajemen laba telah
menurun selama periode setelah penerapan IFRS. Pelucio- Grecco dkk. (2014) meneliti pengaruh
adopsi IFRS terhadap manajemen laba dengan menggunakan perusahaan non-keuangan di Brazil.
Mereka menemukan bahwa IFRS memiliki efek restriktif terhadap manajemen laba di Brasil.
Hasil ini menunjukkan bahwa IFRS berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Zeghal dkk.

Liu, Yao, Hu, dan Liu (2011) menyelidiki pengaruh adopsi IFRS terhadap manajemen laba di
Cina. Pada tahun 2007, standar konvergensi IFRS menjadi wajib. Jadi, Liu et al. (2011)
mengamati periode 2005 - 2008. Mereka menemukan bahwa tingkat kualitas pendapatan di
China telah meningkat. Tingkat manajemen laba di Cina mengalami penurunan dan tingkat
relevansi nilai meningkat. Dengan demikian, IFRS di Cina mungkin memiliki pengaruh positif
terhadap kualitas laba.
Berdasarkan literatur sebelumnya bahwa penerapan IFRS berpengaruh positif terhadap kualitas
laba, oleh karena itu diharapkan penerapan IFRS berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

2.2. IFRS dan Manajemen Pendapatan Riil

Manajer memiliki dua pilihan dalam mengelola pendapatan: akrual dan aktivitas nyata. Graham
dkk. (2005) menemukan bahwa manajer beralih ke aktivitas nyata untuk mengelola laba selama
pemantauan ketat dari regulator. Penelitian terbaru tentang pengaruh IFRS terhadap manajemen
laba juga mempertimbangkan kedua metode manajemen laba (Doukakis, 2014; Ferentinou &
Anagnostopoulou, 2016; Ho et al., 2015). Doukakis (2014) menyelidiki pengaruh penerapan
wajib IFRS pada manajemen laba akrual dan riil. Sampel penelitiannya terdiri dari 15.206
observasi selama tahun 2002
- Periode 2010 dari 22 negara Eropa. Mereka menemukan bahwa tingkat manajemen laba akrual
dan riil tidak berbeda secara signifikan antara sebelum dan sesudah adopsi. Dengan demikian,
IFRS mungkin tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Ferentinou dan Anagnostopoulou (2016) menguji pengaruh adopsi IFRS pada manajemen laba
akrual dan riil di Yunani. Mereka menemukan bahwa manajemen laba akrual menurun setelah
adopsi IFRS. Dengan demikian, IFRS mengurangi praktik manajemen laba akrual di Yunani.
Namun, seperti yang ditunjukkan oleh Graham et al. (2005), manajer lebih memilih untuk terlibat
dalam manajemen laba riil jika pemantauan aktivitas akrual ketat. Ferentinou dan
Anagnostopoulou (2016) menemukan bahwa manajemen laba riil mengalami peningkatan setelah
adopsi IFRS. Ada peningkatan signifikan dalam manajemen laba riil: arus kas dari operasi, biaya
diskresioner dan biaya produksi. Dengan demikian, manajer beralih dari aktivitas akrual ke
aktivitas nyata setelah adopsi IFRS. Hasil ini didukung oleh Ho et al. (2015) dan Lyu, Yuen,
Zhang, dan Zhang (2014). Ada bukti bahwa manajer di Cina beralih ke aktivitas nyata setelah
periode IFRS. Manajemen laba akrual menurun, namun terjadi peningkatan manajemen laba riil
setelah adopsi IFRS. Liu, Yip,
Yao, dan Siew (2014) juga menemukan bahwa perusahaan semakin mengelola laba melalui
aktivitas R&D pada periode setelah adopsi IFRS di Jerman.

Sebuah studi lintas negara tentang pengaruh IFRS pada manajemen laba riil menunjukkan bahwa
perusahaan beralih ke aktivitas laba riil untuk mengelola laba (Ipino & Parbonetti, 2017).
Manajemen laba riil meningkat pada periode setelah adopsi IFRS. Namun, pengujian lebih lanjut
menunjukkan bahwa pengaruh ini signifikan hanya di negara-negara Eropa. Penerapan IFRS di
negara-negara non-Eropa tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba riil. Studi
serupa mengenai cross country setting di Asia yang dilakukan oleh Wardhani dan Anggraenni
(2017) juga menegaskan hasil Ipino dan Parbonetti (2017). Terdapat peningkatan manajemen
laba riil setelah adopsi IFRS di Asia. Perusahaan di Asia lebih suka menerapkan aktivitas riil
untuk mengelola laba dibandingkan dengan manajemen laba akrual.

Ferentinou dan Anagnostopoulou (2016), Ho et al. (2015), Ipino dan Parbonetti (2017), Liu et al.
(2014) dan Lyu et al. (2014), Wardhani dan Anggraenni (2017) memberikan bukti bahwa adopsi
IFRS berpengaruh signifikan terhadap aktivitas nyata. Oleh karena itu, adopsi IFRS di Indonesia
diharapkan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba riil.

2.3. Komisaris Independen, IFRS dan Manajemen Laba

Dewan Komisaris (BoCs) merupakan salah satu unsur perusahaan yang bertugas mengawasi dan
memberi nasihat kepada direksi. Dewan Komisaris merupakan elemen penting dalam korporasi
karena memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa direksi bekerja dengan baik dan
melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik. Sebagai dewan pengawas, dewan ini harus
mengawasi direksi. Karena mereka secara formal dipisahkan dari dewan direksi, maka dapat
dikatakan bahwa mereka dapat memantau secara lebih independen. Tidak seperti di sistem papan
satu tingkat, seharusnya tidak ada konflik kepentingan antara manajemen dan pemantauan dalam
sistem papan dua tingkat. Oleh karena itu, Dewan Komisaris merupakan elemen penting dalam
praktik tata kelola perusahaan di Indonesia (Kamal, 2009). Dewan Komisaris sendiri terdiri dari
komisaris independen, komisaris terafiliasi, dan komisaris internal. Komisaris independen,
khususnya, diberi tugas untuk melindungi kepentingan pemegang saham. Meskipun Dewan
Komisaris terpisah dari direksi, namun fungsi pengawasan Dewan Komisaris masih diragukan
(Kamal, 2009; Tabalujan, 2002). Kajian tentang efektivitas komisaris independen di Indonesia
dilakukan oleh Prabowo dan Simpson (2011) dan Siregar dan Utama (2008). Prabowo dan
Simpson (2011) tidak menemukan pengaruh yang signifikan antara komisaris independen
terhadap kinerja perusahaan. Dengan demikian, komisaris independen tidak memberikan
pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Lebih lanjut Siregar dan Utama (2008) juga
menemukan bahwa komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen
laba. Studi ini menunjukkan bahwa komisaris independen di Indonesia mungkin tidak bekerja
dengan baik untuk menjalankan perannya. Mungkin karena reformasi kelembagaan yang kurang
pada komisaris independen (Prabowo & Simpson, 2011). Di sisi lain, Siagian dan Tresnaningsih
(2011) memberikan bukti bahwa komisaris independen di Indonesia berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba. Dengan demikian, komisaris independen di Indonesia memitigasi
manajemen laba.

Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa perusahaan adalah perhubungan kontrak. Ada
kontrak antara prinsipal dan agen. Kedua belah pihak memiliki insentif untuk memenuhi
kepentingan pribadi. Agen memiliki lebih banyak informasi mengenai kondisi perusahaan
dibandingkan dengan prinsipal. Ada asimetri informasi antara kedua belah pihak. Namun,
diperlukan tata kelola perusahaan yang efektif untuk mereduksi informasi
asimetri. Salah satu elemen penting dari fungsi tata kelola perusahaan adalah direktur
independen. Direktur independen tidak terkait dengan pemilik dan manajemen. Oleh karena itu,
direksi independen diharapkan mampu mengambil keputusan yang independen. Fama dan Jensen
(1983) berpendapat bahwa direktur independen memiliki insentif untuk membangun reputasinya.
Direktur independen perlu membangun reputasinya melalui kinerjanya sebagai direktur. Direktur
independen dengan kinerja yang lebih baik memiliki reputasi yang lebih baik. Ini adalah sinyal
bagi pasar bahwa dia ahli dalam proses pengambilan keputusan. Penelitian Fich dan Shivdasani
(2007) menunjukkan bahwa direksi memiliki tanggung jawab untuk meminimalkan kecurangan.
Direksi yang menduduki jabatan di jajaran direksi perusahaan yang menghadapi gugatan class
action mengalami penurunan jumlah posisi luar yang signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa
hilangnya reputasi direksi berpengaruh negatif terhadap peluang pasar kerja mereka. Direktur
independen memiliki insentif untuk menjaga reputasinya melalui kualitas laporan keuangan yang
lebih baik. Direktur independen diharapkan dapat meminimalkan manajemen laba. Penelitian
sebelumnya seperti Klein (2002), Peasnell et al. (2005), Reitenga dan Tearney (2003), Wu et al.
(2016) juga memberikan bukti bahwa direktur independen berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba. Reitenga dan Tearney (2003), Wu et al. (2016) juga memberikan bukti bahwa
direktur independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Reitenga dan Tearney
(2003), Wu et al. (2016) juga memberikan bukti bahwa direktur independen berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba.

Pada tanggal 8 Desember 2008, Ikatan Akuntan Indonesia membuat komitmen publik tentang
keputusan untuk mengadopsi Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) sebagai Standar
Akuntansi Indonesia. Indonesia menerapkan konvergensi IFRS secara bertahap. Konvergensi
tahap pertama dimulai dari tahun 2009 hingga 2012. Pada tahap pertama konvergensi IFRS,
terdapat jeda waktu selama 3 tahun antara standar IFRS dan adopsi. Konvergensi fase kedua
dimulai dari tahun 2012 hingga 2015. Pada konvergensi fase kedua ini terdapat jeda satu tahun
antara standar IFRS dengan adopsi. Dalam hal ini, komisaris independen juga diharapkan dapat
memitigasi manajemen laba selama penerapan IFRS.

Elshandidy dan Hassanein (2014) meneliti peran direktur independen pada konservatisme
akuntansi selama adopsi IFRS di Inggris. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa direktur
independen memberikan tekanan yang lebih tinggi kepada manajemen untuk lebih menerapkan
konservatisme akuntansi. Dalam penelitian ini, direktur independen memberikan pengaruh positif
terhadap konservatisme akuntansi. Lebih lanjut, Marra et al. (2011) menyelidiki pengaruh
komisaris independen terhadap manajemen laba setelah adopsi IFRS di Italia. Ada bukti bahwa
direktur independen di Italia memberikan pemantauan yang efektif. Direktur independen
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Dengan demikian, direktur independen
memitigasi manajemen laba pada periode setelah adopsi IFRS. Hasil ini juga menunjukkan
bahwa praktik corporate governance berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Berdasarkan tinjauan pustaka tentang peran komisaris independen dalam memitigasi manajemen
laba, penelitian ini berharap komisaris independen di Indonesia berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba. Komisaris independen diharapkan dapat memitigasi manajemen laba.

3. METODE PENELITIAN

3.1. Data

Sampel penelitian ini terdiri dari perusahaan non keuangan di Bursa Efek Indonesia (BEI)
periode 2007 - 2010. Penelitian ini mengecualikan perusahaan keuangan karena memiliki
karakteristik yang berbeda. Sampel akhir terdiri dari 1.127 observasi tahun perusahaan.
Variabel dependen adalah manajemen laba. Studi ini menguji manajemen laba: akrual dan
manajemen laba riil. Penelitian ini menggunakan Modified Jones (Dechow, Sloan, & Sweeney,
1995) untuk mengukur manajemen laba akrual. Selanjutnya, penelitian ini juga mengikuti model
Jones (1991) sebagai uji ketahanan. Penulis mengikuti model Roychowdurry (2006) untuk
mengukur manajemen laba riil. Ada tiga pengukuran manajemen laba riil: arus kas dari operasi,
biaya produksi dan biaya diskresioner. Variabel determinan utama adalah adopsi IFRS. Ada dua
periode: sebelum dan sesudah adopsi IFRS. Pra-adopsi IFRS mencakup 2007 dan 2008 dan
setelah adopsi IFRS mencakup 2009 dan 2010. Adopsi IFRS diproksikan oleh variabel dummy, 1
jika setelah adopsi IFRS dan 0 sebaliknya. Variabel independen kedua adalah komisaris
independen. Persentase komisaris independen terhadap dewan komisaris digunakan sebagai
kuasa dari komisaris independen.

Studi ini memperhitungkan sejumlah variabel kontrol termasuk pertumbuhan, ukuran perusahaan,
kepemilikan institusional dan ukuran auditor. Pertumbuhan diukur dari nilai pasar terhadap nilai
buku ekuitas (Setiawan, Bandi, Phua, & Trinugroho, 2016). Lee, Li, dan Yue (2006) berpendapat
bahwa pertumbuhan merupakan aspek penting dalam studi manajemen laba. Perusahaan dengan
pertumbuhan yang lebih tinggi memiliki lebih banyak peluang untuk berkembang. Oleh karena
itu, perusahaan mendapat insentif untuk mempertahankan pertumbuhannya melalui aktivitas
manajemen laba. Ada hubungan positif antara pertumbuhan dan manajemen laba (Kim & Sohn,
2013). Ukuran auditor adalah variabel dummy, 1 jika KAP Big-4 dan 0 sebaliknya. Audit
merupakan mekanisme penting untuk mengurangi biaya keagenan karena memberikan opini
independen tentang kredibilitas laporan keuangan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
KAP berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba (Farrell, Unlu, & Yu, 2014; Rusmin,
2010). Ukuran perusahaan diukur sebagai logaritma natural dari total aset. Berdasarkan hipotesis
biaya politik, perusahaan yang lebih besar menarik lebih banyak perhatian dari regulator dan
pemegang saham, oleh karena itu perusahaan yang lebih besar cenderung mengelola laba untuk
meminimalkan biaya politik (Watts & Zimmerman, 1978). Kepemilikan institusional diukur
sebagai persentase kepemilikan saham institusional. Pemilik institusi memiliki insentif untuk
memantau perusahaan. Oleh karena itu, kepemilikan institusional berperan aktif untuk
meminimalkan manajemen laba. Penelitian sebelumnya seperti García-Meca dan Sánchez-
Ballesta (2009) dan Sarkar, Sarkar, dan Sen (2008) memberikan bukti adanya hubungan negatif
antara kepemilikan institusional dan manajemen laba.

3.2. Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis, kami memperkirakan model empiris yang disajikan sebagai berikut:

EMItu = α + β1IFRS + β2IC + β3IFRS * IC + β4FSItu + β5SEBAGAIItu + β6PertumbuhanItu +

β7IOItu + eItu (1) Dimana:

EMItu = Manajemen laba, manajemen laba akrual (model Jones yang dimodifikasi) dan
manajemen laba riil: arus kas dari operasi, biaya produksi, dan diskresioner biaya IFRS =
adopsi IFRS, variabel dummy, 1 jika periode pasca adopsi (2009 dan 2010) dan 0 jika pra
adopsi (2007 dan 2008).
ICItu = Komisaris Independen, persentase komisaris independen pada dewan komisaris
FS = ukuran perusahaan, total logaritma natural aktiva
AS = ukuran auditor, variabel dummy 1 jika KAP Big-4 dan 0 sebaliknya
Pertumbuhan = pasar terhadap nilai buku keadilan
IO = kepemilikan institusional, persentase saham institusional kepemilikan

4. ANALISIS

4.1. Statistik deskriptif

Tabel 1 panel A dan B memberikan statistik deskriptif variabel. Rata-rata manajemen laba akrual
dengan model Jones adalah 0,070. Median manajemen laba akrual adalah 0,046. Data deskriptif
ini sejalan dengan manajemen laba akrual menggunakan Jones yang dimodifikasi (Dechow et al.,
1995) dengan mean dan median masing-masing 0,128 dan 0,095. Hasil ini menunjukkan bahwa
sebagian besar perusahaan dalam penelitian ini melakukan manajemen laba untuk meningkatkan
laba. Perusahaan terlibat dalam manajemen laba untuk meningkatkan laba. Namun, manajemen
laba riil untuk ketiga pengukuran tersebut adalah negatif. Nilai rata-rata untuk manajemen laba
riil: biaya produksi, pengeluaran diskresioner dan arus kas dari operasi masing-masing adalah
-0,066, -0,229 dan -0,127. Median untuk biaya produksi manajemen laba riil, Beban diskresioner
dan arus kas dari operasi juga negatif, yaitu masing-masing -0,021, -0,171 dan -0,084. Analisis
deskriptif ini menunjukkan bahwa perusahaan terlibat dalam meningkatkan laba manajemen laba
riil.

Tabel 1: Statistik Deskriptif

Panel A. Variabel Kontinyu


Berarti Median Maksimu Minimum Std. Dev.
m
Jones 0,070 0,046 24.672 -17,845 1.182
ModJones 0.128 0,095 25.023 -17,921 1.163
REM_PC -0,066 -0,021 1.310 -3,416 0.307
REM_DE -0.229 -0,171 3.480 -4,718 0.416
REM_CF -0,127 -0,084 8.252 -6,070 0,593
IC 36.968 33.330 100.000 0,000 14.179
IO 11.618 0,000 92.660 0,000 19.457
G 2.406 1.028 157.947 -24,540 7.660
L_FS 13.798 13.833 19,657 6.340 1.775
Jones = manajemen laba akrual menggunakan model Jones (1991), ModJones = manajemen laba akrual menggunakan
model Jones yang dimodifikasi (Dechow et al., 1995), REM_PC = biaya produksi manajemen laba riil, REM_DE = biaya
diskresioner manajemen laba riil, REM_CF = laba riil arus kas manajemen dari operasi, IC = komisaris independen,
persentase komisaris independen di dewan komisaris, IO = kepemilikan institusional, persentase kepemilikan
institusional, L_FS = ukuran perusahaan, logaritma natural dari total aset, Gr = pertumbuhan, pasar ke nilai buku ekuitas
Panel B. Variabel Dikotomis
Frekuensi 1 Frekuensi 0
SEBAGAI 0.37 0.63
AS = ukuran auditor, variabel dummy 1 jika KAP besar-4 dan 0 jika tidak

Tabel 1, Panel A juga menunjukkan bahwa rerata komisaris independen adalah 36,968%, dengan
median 33,33%. Data ini menunjukkan empat dari sepuluh komisaris di Indonesia adalah
independen. Peraturan mengenai komisaris independen di Indonesia mewajibkan setidaknya
sepertiga komisaris menjadi anggota independen. Dengan demikian, komisaris independen dalam
penelitian ini memenuhi persyaratan tersebut. Rerata kepemilikan institusional 11,618% dan
rerata pertumbuhan 2,406. Tabel 1 Panel B menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan
diaudit oleh non-4 besar.

Pada Tabel 2 terlihat bahwa korelasi antara IFRS dan manajemen laba akrual tidak signifikan.
IFRS memiliki korelasi yang signifikan dengan arus kas manajemen laba riil dari operasi, namun
IFRS tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan manajemen laba riil: biaya produksi dan
biaya diskresioner. Komisaris independen memiliki hubungan signifikan positif dengan biaya
produksi manajemen laba riil. Namun, komisaris independen tidak memiliki korelasi yang
signifikan dengan manajemen laba akrual, biaya diskresioner dan arus kas dari operasi.
Selanjutnya, Tabel 2 menunjukkan bahwa manajemen laba akrual memiliki korelasi negatif
dengan manajemen laba riil: biaya produksi dan arus kas dari operasi. Namun, manajemen laba
akrual memiliki korelasi positif dengan biaya diskresioner manajemen laba riil. Dengan
demikian, manajemen laba akrual memiliki hubungan yang signifikan dengan manajemen laba
riil.
Doddy Setiawan, Fauziah Md Taib, Lian Kee Phua, Hong Kok Chee 47
Meja 2: Korelasi
Jones REM_PC REM_DE REM_CF IFRS IC SEBAGAI IO Gr L_FS
REM_PC -0,2511 *** 1
(-8,6482)
REM_DE 0,2556 *** -0,2731 *** 1
(8.8106) (-9,4629)
REM_CF -0,2565 *** -0,1315 *** -0,1938 *** 1
(-8,8452) (-4,4199) (-6,5854)
IFRS -0,0115 0,0362 -0,0433 0,0535 * 1
(-0,3833) (1,2065) (-1,4444) (1,7854)
IC -0,0444 0,0881 *** -0,0315 0,0222 0,0263 1
(-1,4815) (2,9494) (-1.0506) (0,7414) (0,8776)
SEBAGAI -0,0432 -0,1457 *** -0,0588 ** -0,0004 -0,0233 -0,0096 1
(-1,4409) (-4,9082) (-1,9636) (-0,0119) (-0,7772) (-0,3216)
-
IO -0,0175 0,0899 *** -0,1159 *** -0,0053 0,0036 0,0651 ** 0,1192 *** 1
(-0,5823) (3.0081) (-3.8905) (-0,1775) (0,1187) (2.1750) (-4,0012)
Gr 0,0351 -0,1600 *** 0,0232 0,1352 *** -0,0207 0,0396 0,0157 0,0411 1
(1.1703) (-5.4044) (0,7727) (4,5498) (-0,6899) (1,3200) (0,5229) (1,3704)
-
L_FS 0,0228 -0,1257 *** 0,0156 0,0108 0,0493 0,0683 ** 0,3416 *** 0,1937 *** -0,0510 * 1
(0,7598) (-4,2232) (0,5211) (0,3585) (1,6460) (2.2830) (12.1138) (-6,5793) (-1,7036)
Jones = manajemen laba akrual menggunakan model Jones (1991), ModJones = manajemen laba akrual menggunakan model Jones yang dimodifikasi (Dechow et al.,
1995), REM_PC = biaya produksi manajemen laba riil, REM_DE = biaya diskresioner manajemen laba riil, REM_CF = laba riil arus kas manajemen dari operasi, IC =
komisaris independen, persentase komisaris independen di dewan komisaris, AS = ukuran auditor, variabel dummy 1 jika KAP besar-4 dan 0 sebaliknya, IO =
kepemilikan institusional, persentase kepemilikan institusional, L_FS = ukuran perusahaan, logaritma natural dari total aset, Gr = pertumbuhan, pasar ke nilai buku
ekuitas
4 IFRS Dan Manajemen Laba di Indonesia: Pengaruh Komisaris Independen

4.2. Pengujian Hipotesis

Tabel 3 di bawah ini memberikan informasi mengenai hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh
adopsi IFRS dan komisaris independen terhadap manajemen laba akrual.
Tabel 3
Pengaruh Penerapan IFRS dan Komisaris Independen terhadap Manajemen Laba Akrual
Model Jones Jones Jones ModJones ModJones ModJones
(Kolom) (1) (2) (3) (4) (5) (6)
C -3,9873 *** -3,0283 *** -3,0410 *** 2,3803 *** 3,3309 *** 2,6146 ***
(-10,2635) (-7.1493) (-7.4058) (5.7745) (7,9195) (6.1008)
IFRS -0,0424 *** -0,0263 *** -0,1824 *** -0,0523 *** -0,0519 **** -0.1100 ***
(-6,3996) (-3,4198) (-4,8256) (-4,8501) (-4,4562) (-2,9236)
IC 0,0014 * -0,0032 *** -0,0053 *** -0,0071 ***
(1,7230) (-2,8599) (-4,0169) (-4,9670)
IFRS_IC 0,0049 *** 0,0016 *
(5.3485) (1,8674)
SEBAGAI -0,0408 -0,0568 -0,0274 -0,2809 *** -0,3567 *** -0,3284 ***
(-0,6434) (-0,9521) (-0,5112) (-5.6048) (-7.2331) (-5,5441)
IO -0,0033 *** -0,0031 *** -0,0026 ** 0,0038 *** 0,0027 * 0,0025 *
(-3,2619) (-3,0825) (-2,4583) (2,7718) (1,7248) (1,6420)
Gr -0,0004 -0,0007 -0,0007 -0,0021 0,0022 0,0027
(-0,1996) (-0,3235) (-0,3228) (-0,9411) (1,1342) (1,4936)
L_FS 0,3003 *** 0,2267 *** 0,2376 *** -0,1616 *** -0,2141 *** -0,1581 ***
(10,7408) (7,3597) (7,9252) (-5.4385) (-7.1051) (-5,1332)

F-Stat 3,8173 *** 3,1349 *** 4,3588 *** 2,4354 *** 2,4788 *** 2.6556 ***
Sesuaikan R2 0.4205 0,3556 0.4655 0.2692 0,2758 0,2996
Jones = manajemen laba akrual menggunakan model Jones (1991), ModJones = manajemen laba akrual menggunakan
model Jones yang dimodifikasi (Dechow et al., 1995), IC = komisaris independen, persentase komisaris independen di
dewan komisaris, AS = ukuran auditor, variabel dummy 1 jika perusahaan audit besar-4 dan 0 sebaliknya, IO =
kepemilikan institusional, persentase kepemilikan institusional, L_FS = ukuran perusahaan, logaritma natural dari total
aset, Gr = pertumbuhan, pasar ke nilai buku ekuitas
***, **, * signifikan pada masing-masing 1%, 5%, 10%

Tabel 3 menunjukkan pengaruh adopsi IFRS pada manajemen laba akrual menggunakan model
Jones. Adopsi IFRS berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual. Hasil ini menunjukkan
bahwa adopsi IFRS menyebabkan manajemen laba akrual yang lebih rendah. Penerapan IFRS
mengurangi manajemen laba akrual. Hasil ini menegaskan ekspektasi bahwa IFRS mengarah
pada manajemen laba yang lebih rendah. Dengan demikian, IFRS memberikan kualitas laba yang
lebih baik. Penelitian ini mendukung argumen Brown (2011) tentang manfaat IFRS. Hasil ini
mendukung penelitian sebelumnya seperti Houqe et al.
Doddy Setiawan, Fauziah Md Taib, Lian Kee Phua, Hong Kok Chee 49

(2014), Houqe et al. (2012), Ismail et al. (2013) dan Pelucio-Grecco et al. (2014) yang
menemukan pengaruh negatif IFRS terhadap manajemen laba. Hasil pengaruh negatif adopsi
IFRS terhadap manajemen laba akrual konsisten menggunakan metode berbeda pada pengukuran
manajemen laba akrual. Terdapat pengaruh negatif adopsi IFRS terhadap manajemen laba akrual
menggunakan Jones (1991) serta model Jones yang dimodifikasi (Dechow et al., 1995).

Tabel 3 juga memberikan bukti bahwa komisaris independen berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba akrual. Komisaris independen mampu memitigasi manajemen laba. Dengan
demikian, komisaris independen di Indonesia memberikan pengawasan yang efektif terhadap
manajemen laba akrual dengan membatasi aktivitas akrual manajemen. Dengan demikian,
manajemen laba mengalami penurunan. Hasil ini mendukung harapan bahwa komisaris
independen memberikan pengawasan yang efektif untuk memitigasi manajemen laba akrual.
Penelitian tersebut mengkonfirmasi penelitian sebelumnya seperti Elshandidy dan Hassanein
(2014) dan Marra et al. (2011) yang menemukan bahwa direktur independen telah memitigasi
manajemen laba.

Interaksi antara IFRS dan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap manajemen
laba akrual. Terdapat pengaruh positif interaksi antara adopsi IFRS dengan komisaris
independen. Hasil ini menunjukkan tanda yang berbeda dalam hal pengaruh IFRS dan komisaris
independen terhadap manajemen laba akrual. Pengaruh individu dari adopsi IFRS dan komisaris
independen tidak negatif terhadap manajemen laba akrual. Namun interaksi antara kedua variabel
tersebut berpengaruh positif terhadap manajemen laba akrual. Oleh karena itu, hal ini dapat
menunjukkan bahwa komisaris independen kurang efektif pada periode setelah adopsi IFRS.
Peran komisaris independen pada periode setelah adopsi IFRS tidak sekuat periode sebelum
adopsi IFRS. Hasil ini tidak mengkonfirmasi harapan bahwa komisaris independen menjadi lebih
efektif dalam mengawasi manajemen. Dengan demikian, penelitian ini tidak mendukung Marra et
al. (2011) menghasilkan bahwa direktur independen menjadi lebih efektif dalam memantau
manajemen laba setelah adopsi IFRS dalam konteks Italia.

Tabel 3 menunjukkan bahwa variabel kontrol berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba
akrual dengan menggunakan model Jones (1991). Kepemilikan institusional berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba akrual. Dengan demikian, kepemilikan institusional memainkan fungsi
pengawasan. Ini mengurangi manajemen laba akrual. Di sisi lain, ukuran perusahaan
berpengaruh positif terhadap manajemen laba akrual. Perusahaan yang lebih besar cenderung
terlibat dalam manajemen laba akrual yang meningkatkan pendapatan. Penelitian ini menemukan
bahwa pertumbuhan dan ukuran auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba
akrual. Namun, pengaruh variabel kontrol terhadap manajemen laba akrual yang menggunakan
model Jones yang dimodifikasi (Dechow et al., 1995) berbeda dengan Jones (1991). Kolom 3, 4,
6 pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ukuran auditor dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba akrual menggunakan model Jones yang dimodifikasi (Dechow et al.,
1995). Kantor audit Big-4 memitigasi manajemen laba akrual menggunakan model Jones yang
dimodifikasi (Dechow et al., 1995). Perusahaan yang lebih besar cenderung menurunkan
manajemen laba akrual menggunakan model Jones yang dimodifikasi (Dechow et al., 1995). Di
sisi lain, kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap manajemen laba akrual
menggunakan model Jones yang dimodifikasi (Dechow et al., 1995). Kepemilikan institusional
cenderung mendorong manajemen untuk terlibat dalam manajemen laba akrual yang
meningkatkan pendapatan. Pertumbuhan tidak berpengaruh signifikan pada manajemen laba
akrual menggunakan model Jones yang dimodifikasi (Dechow et al., 1995).
5 IFRS Dan Manajemen Laba di Indonesia: Pengaruh Komisaris Independen

model. Namun, pengaruh utama IFRS dan komisaris independen kuat pada model manajemen
laba akrual.
Tabel 4 di bawah ini memberikan informasi mengenai hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh
adopsi IFRS dan komisaris independen terhadap manajemen laba riil.

Tabel 4 menunjukkan pengaruh adopsi IFRS dan komisaris independen terhadap biaya produksi
manajemen laba riil. IFRS berpengaruh positif terhadap biaya produksi. Biaya produksi
manajemen laba riil pada periode setelah IFRS meningkat dibandingkan dengan periode sebelum
adopsi IFRS. IFRS memberikan kesempatan kepada manajer untuk terlibat dalam biaya produksi
manajemen laba riil untuk mengelola laba. Dalam hal ini, IFRS telah memberikan keleluasaan
kepada manajer untuk mengelola biaya produksi. Dapat dikatakan bahwa perusahaan
menggunakan aktivitas riil pada biaya produksi untuk mencapai target laba.

Komisaris independen berpengaruh negatif terhadap biaya produksi manajemen laba riil.
Komisaris independen telah memitigasi perusahaan untuk terlibat dalam manajemen laba
aktivitas nyata pada biaya produksi. Hasil ini menunjukkan bahwa komisaris independen
memantau secara efektif kegiatan produksi. Komisaris independen bertindak sebagai salah satu
mekanisme tata kelola perusahaan yang penting untuk memitigasi manajemen laba riil. Hasil ini
sejalan dengan Kang dan Kim (2012) yang menemukan bahwa direktur luar di Korea efektif
mengurangi biaya produksi manajemen laba riil. Interaksi IFRS dan komisaris independen
berpengaruh negatif terhadap biaya produksi manajemen laba riil. Komisaris independen telah
secara efektif mengurangi manajemen laba riil dalam periode setelah adopsi IFRS.

Tabel 4 juga menunjukkan bahwa IFRS berpengaruh negatif terhadap biaya diskresioner
manajemen laba riil. IFRS telah mengurangi biaya diskresioner manajemen laba riil. Biaya
tambahan setelah adopsi IFRS telah menurun dibandingkan sebelum adopsi IFRS. Hasil ini
menunjukkan bahwa IFRS dapat menurunkan tingkat pengeluaran diskresioner. Ini menegaskan
harapan dari manfaat adopsi IFRS (Brown, 2011). Diharapkan kualitas laba akan meningkat
setelah adopsi IFRS. Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat pengeluaran diskresioner manajemen
laba riil telah berkurang dalam periode setelah adopsi IFRS.

Tabel 4 menunjukkan pengaruh positif dari komisaris independen pada biaya diskresioner
manajemen laba riil. Komisaris independen memperburuk manajemen untuk terlibat dalam biaya
diskresioner manajemen laba riil. Komisaris independen mungkin tidak secara efektif memantau
biaya diskresioner, karena berdampak positif pada biaya diskresioner. Namun pengujian hipotesis
pada kolom 6 menunjukkan bahwa komisaris independen tidak berpengaruh positif terhadap
biaya diskresioner manajemen laba riil. Oleh karena itu, komisaris independen mungkin tidak
mengurangi biaya diskresioner manajemen laba riil. Hasil ini menegaskan Kang dan Kim (2012)
yang menemukan bahwa direktur luar di Korea mungkin tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap biaya diskresioner manajemen laba riil.
Tabel 4: Pengaruh Penerapan IFRS dan Komisaris Independen terhadap Manajemen Laba Riil
REM_PC REM_PC REM_PC REM_DE REM_DE REM_DE REM_CF REM_CF REM_CF
c 2.2335 *** 2,2973 *** 2.1585 *** -2,3693 *** -2.2441 *** -2,0920 *** 2.0681 *** 2.0507 *** 2.0142 ***
(11,6798) (12.0035) (10.4520) (-21,2063) (-15,8992) (-14,3613) (6.4403) (6.2844) (6,1500)
IFRS 0,0026 0,0090 ** 0,0533 *** -0,0252 *** -0,0227 *** -0,0566 *** 0,0811 *** 0,0821 *** 0,0766 ***
(0,6543) (2.1212) (3.6554) (-7,2741) (-6.0352) (-4,0698) (8.8105) (8,9300) (3.4167)
D
IC -0,0027 *** -0,0024 *** 0,0013 *** 0,0003 0,0006 0,0004 od
dy
(-4,4242) (-3.8891) (4.0653) (0,7930) (0,9224) (0,5567)
Se
IFRS_IC -0,0011 *** 0,0009 *** 0,0001 tia
wa
(-2,9097) (2.5783) (0,1375) n,
Fa
SEBAGAI -0,0991 *** -0,1111 *** -0,0971 *** -0,0604 *** -0,0426 *** -0,0534 *** -0,0146 -0,0150 -0,0181 uzi
(-3.7002) (-3,9000) (-3,2580) (-4,7153) (-2.8008) (-3,5976) (-0,3352) (-0,3292) (-0.4077) ah
M
IO 0,0035 *** 0,0035 *** 0,0028 *** -0,0015 *** -0,0014 *** -0,0011 *** -0,0045 *** -0,0046 *** -0,0046 *** d
Ta
(7.8986) (8.1670) (4.9289) (-3,3034) (-2,8644) (-2,3224) (-3,7834) (-3,8436) (-3,8971) ib,
Li
Gr 0,0014 0,0007 0,0011 -0,0043 *** -0,0051 *** -0,0052 *** 0,0040 * 0,0040 * 0,0040 * an
(1,3161) (0,7279) (1,3113) (-4.3237) (-4,8835) (-4,9992) (1.9259) (1,9340) (1.9173) Ke
e
L_FS -0,1698 *** -0,1670 *** -0,1576 *** 0,1610 *** 0,1480 *** 0,1396 *** -0,1568 *** -0,1572 *** -0,1538 *** Ph
ua
(-12,0177) (-11,9298) (-10,4557) (19.2591) (14.0900) (13,0525) (-6,6893) (-6,6826) (-6,5090) ,
H
on
F-Stat 17,6990 *** 19,8297 *** 20.1102 *** 16,6930 *** 16,0476 *** 14,5191 *** 14,4540 *** 15.1203 *** 14,3397 *** g
Ko
Sesuaikan 0.8111 0.8293 0.8318 0.8025 0.7963 0.7790 0.7760 0.7849 0.7758
R2
REM_PC = biaya produksi manajemen laba riil, REM_DE = biaya diskresioner manajemen laba riil. REM_CF = arus kas manajemen laba riil, IFRS = variabel dummy 1
jika 2009 dan 2010 sebaliknya 0, IC = persentase komisaris independen, AS = ukuran perusahaan auditor, variabel dummy 1 jika diaudit oleh Big-4 dan 0 sebaliknya, IO =
kepemilikan institusional saham. G = pertumbuhan adalah rasio pasar terhadap buku ekuitas. FS = ukuran perusahaan dalam jutaan Rupiah. Angka dalam braket adalah t-
statistik.
***, **, * signifikan pada masing-masing 1%, 5%, 10%

51
5 IFRS Dan Manajemen Laba di Indonesia: Pengaruh Komisaris Independen

Interaksi antara IFRS dan komisaris independen berpengaruh positif terhadap biaya diskresioner
manajemen laba riil. Karena komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap biaya
diskresioner manajemen laba riil, maka mereka tidak mengurangi biaya diskresioner manajemen
laba riil pada periode setelah adopsi IFRS. Tingkat pengeluaran tambahan telah meningkat
setelah adopsi IFRS. Dengan demikian, IFRS memberikan fleksibilitas bagi manajemen untuk
terlibat dalam pengeluaran diskresioner. Hasil ini mendukung pengaruh interaksi antara IFRS dan
komisaris independen terhadap manajemen laba akrual.

Tabel 4 menunjukkan bahwa IFRS berpengaruh positif terhadap manajemen laba riil arus kas
dari operasi. Penerapan IFRS mungkin tidak mengurangi arus kas manajemen laba riil dari
operasi, tetapi memperburuknya. Manajemen lebih banyak terlibat dalam arus kas dari operasi
setelah penerapan IFRS. Hasil ini menunjukkan bahwa manajemen menggunakan aktivitas riil
atas arus kas dari operasi untuk melakukan manajemen laba. IFRS mendorong manajemen untuk
terlibat dalam aktivitas nyata untuk mencapai target laba.

Komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba riil arus kas dari
operasi. Komisaris independen mungkin tidak memantau secara ketat arus kas untuk aktivitas
operasi. Dengan demikian, komisaris independen tidak berpengaruh terhadap aktivitas riil arus
kas dari operasi. Hasil ini gagal memberikan bukti lebih lanjut untuk mendukung Kang dan Kim
(2012) yang menemukan bahwa direktur luar berpengaruh positif terhadap arus kas dari operasi.
Selanjutnya, interaksi antara IFRS dan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan
terhadap aktivitas riil arus kas dari operasi. Tidak ada perbedaan antara pengaruh komisaris
independen terhadap arus kas dari operasi sebelum dan sesudah adopsi IFRS.

Tabel 4 juga menunjukkan pengaruh variabel kontrol terhadap manajemen laba riil. Ukuran
auditor berpengaruh negatif pada manajemen laba riil: biaya produksi dan biaya diskresioner.
Kantor audit Big-4 telah memitigasi biaya produksi manajemen laba riil dan biaya diskresioner.
Namun, KAP big-4 tidak berpengaruh signifikan terhadap arus kas dari operasi. Kepemilikan
institusional berpengaruh positif terhadap biaya produksi manajemen laba riil. Kepemilikan
institusional cenderung mendorong manajer untuk terlibat dalam manajemen laba riil dengan
menggunakan aktivitas produksi. Di sisi lain, kepemilikan institusional memiliki efek negatif
pada pengeluaran diskresioner dan arus kas dari operasi. Kepemilikan institusional memitigasi
manajer untuk terlibat dalam manajemen laba riil melalui pengeluaran diskresioner dan arus kas
dari operasi. Pertumbuhan tidak berpengaruh signifikan terhadap biaya produksi, tetapi memiliki
pengaruh signifikan terhadap biaya diskresioner dan arus kas dari operasi. Ukuran perusahaan
berpengaruh negatif terhadap biaya produksi manajemen laba riil dan arus kas dari operasi.
Perusahaan yang lebih besar cenderung mengurangi biaya produksi manajemen laba riil dan arus
kas dari operasi. Namun, ukuran perusahaan memiliki efek positif pada biaya diskresioner.

5. DISKUSI

Studi ini menyelidiki pengaruh adopsi IFRS pada manajemen laba akrual dan riil. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa IFRS berpengaruh negatif terhadap manajemen laba akrual. Hasil
ini kuat pada manajemen laba akrual menggunakan Jones (1991) dan Jones yang dimodifikasi
(Dechow et al., 1995). Hasil ini menunjukkan bahwa IFRS memitigasi manajemen laba akrual.
Akrual
manajemen laba pada periode setelah adopsi IFRS lebih rendah dibandingkan sebelum adopsi
IFRS. Hasil ini mendukung harapan IFRS memberikan informasi yang lebih akurat (Ball, 2006)
dan meningkatkan kualitas laba perusahaan (Brown, 2011).

Hasil ini memberikan bukti lebih lanjut untuk mendukung penelitian sebelumnya seperti
Dimitropoulos et al. (2013), Houqe et al. (2014), Houqe et al. (2012), Ismail et al. (2013), Liu et
al. (2011), Pelucio- Grecco et al. (2014) dan Zeghal et al. (2012) yang menemukan bahwa adopsi
IFRS mengurangi manajemen laba akrual. Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan Bryce et al.
(2015) dan Ahmed et al. (2013) Van Tendeloo dan Vanstraelen (2005) yang tidak menemukan
pengaruh signifikan IFRS terhadap manajemen laba akrual; dan Ahmed et al. (2013), Callao dan
Jarne (2010), Jeanjean dan Stolowy (2008) dan Kabir et al. (2010) yang menemukan peningkatan
manajemen laba akrual setelah adopsi IFRS. Mengikuti Ball (2006), Brown (2011) dan
Soderstrom and Sun (2007) yang berpendapat bahwa efektivitas adopsi IFRS tergantung pada
konteks kelembagaan,

Sebagian besar penelitian tentang pengaruh IFRS terhadap manajemen laba berfokus pada
manajemen laba akrual, kecuali Doukakis (2014), Ferentinou dan Anagnostopoulou (2016), Ho et
al. (2015) yang menyelidiki pengaruh IFRS pada manajemen laba akrual dan riil. Namun,
Doukakis (2014), Ferentinou dan Anagnostopoulou (2016), Ho et al. (2015) menganalisis
manajemen laba riil sebagai salah satu pengukuran tunggal. Seperti yang dikemukakan oleh
Cohen dan Zarowin (2010) dan Roychowdhury (2006), menganalisis manajemen laba riil sebagai
pengukuran tunggal mengarah pada penghitungan ganda atau mengimbangi satu pengukuran
dengan pengukuran lainnya, sehingga lebih tepat untuk menganalisis setiap komponen aktivitas
nyata secara terpisah seperti yang disarankan. oleh Roychowdhury (2006): biaya produksi, biaya
diskresioner dan arus kas dari operasi.

Penelitian sebelumnya memberikan hasil yang tidak meyakinkan, Doukakis (2014) menemukan
tidak ada perbedaan manajemen laba riil antara sebelum dan sesudah adopsi IFRS. Namun,
Ferentinou dan Anagnostopoulou (2016) dan Ho et al. (2015) menemukan peningkatan
manajemen laba riil setelah adopsi IFRS. Baik Ferentinou dan Anagnostopoulou (2016) dan Ho
et al. (2015) menemukan bahwa tingkat manajemen laba akrual menurun tetapi tingkat
manajemen laba riil mengalami peningkatan. Manajer cenderung beralih ke manajemen laba riil
setelah adopsi IFRS. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa manajer terlibat dalam
manajemen laba riil. Ada pengaruh signifikan dari adopsi IFRS terhadap manajemen laba riil:
biaya produksi, biaya diskresioner dan arus kas dari operasi. Ada peningkatan dalam manajemen
laba riil: biaya produksi dan arus kas dari operasi. Manajer terlibat dalam biaya produksi dan arus
kas dari operasi untuk meningkatkan pendapatan perusahaan. Namun, ada efek negatif dari
adopsi IFRS pada biaya diskresioner. Penurunan biaya diskresioner setelah adopsi IFRS.

Hasil penelitian memberikan bukti bahwa manajer terlibat dalam manajemen laba riil biaya
produksi dan arus kas dari operasi untuk mengelola laba. Namun, manajer tidak bergantung pada
biaya diskresioner untuk mengelola laba. Ini adalah kontribusi dari penelitian ini. Manajer
menggunakan kebijaksanaan mereka atas biaya produksi dan arus kas dari operasi setelah adopsi
IFRS untuk terlibat dalam manajemen laba. Studi ini mengkonfirmasi Ferentinou dan
Anagnostopoulou
(2016) dan Ho et al. (2015) bahwa manajer beralih ke manajemen laba riil setelah adopsi IFRS.
Hasil ini juga mengkonfirmasi argumen Graham et al. (2005) bahwa manajer lebih suka terlibat
dalam aktivitas nyata jika pemantauan aktivitas akrual ketat.

Lebih lanjut, studi ini menunjukkan bahwa komisaris independen di Indonesia secara efektif
memantau aktivitas akrual. Ada pengaruh negatif komisaris independen terhadap manajemen
laba akrual. Studi ini menegaskan ekspektasi bahwa komisaris independen adalah salah satu
mekanisme tata kelola perusahaan yang penting untuk memantau para manajer. Hasil ini
mendukung Siagian dan Tresnaningsih (2011) bahwa komisaris independen di Indonesia
memitigasi manajemen laba akrual. Komisaris independen juga berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba riil biaya produksi. Komisaris independen juga memantau dengan baik aktivitas
produksi untuk mengurangi manajemen laba riil. Hasil ini sejalan dengan Kang dan Kim (2012)
yang menemukan bahwa direktur independen memitigasi biaya produksi. Namun, komisaris
independen mungkin tidak mengurangi manajemen laba riil dari pengeluaran diskresioner dan
arus kas dari operasi. Dengan demikian, komisaris independen di Indonesia telah memitigasi
manajemen laba akrual dan biaya produksi.

Studi ini memberikan bukti bahwa efektivitas komisaris independen dalam memantau aktivitas
akrual kurang efektif pada periode setelah adopsi IFRS. Interaksi antara IFRS dan komisaris
independen berpengaruh positif terhadap manajemen laba akrual. Hasil ini menunjukkan bahwa
aktivitas pemantauan komisaris independen pada periode setelah adopsi IFRS mungkin tidak
sedekat periode sebelum adopsi IFRS. Hasil ini tidak mendukung Marra et al. (2011) yang
menemukan direktur independen menjadi lebih efektif setelah adopsi IFRS. Lebih lanjut,
penelitian ini memberikan bukti bahwa komisaris independen menjadi lebih efektif dalam
memantau biaya produksi. Komisaris independen memantau dengan cermat aktivitas produksi
pada periode setelah adopsi IFRS. Manajer beralih ke manajemen laba riil setelah adopsi IFRS.
Dengan demikian, komisaris independen memantau secara ketat kegiatan produksi. Namun,
komisaris independen mungkin tidak memantau secara efektif biaya diskresioner manajemen
laba riil dan arus kas dari operasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya diskresioner menurun setelah adopsi IFRS. Di sisi
lain, biaya produksi meningkat setelah penerapan IFRS. Studi ini menemukan bahwa perusahaan
secara aktif menggunakan aktivitas produksi untuk mengelola laba dan perusahaan
mengandalkan produksi berlebih untuk mencapai target laba. Ada dua efek penting dari produksi
berlebih. Pertama, akan menyediakan lebih banyak produk untuk memenuhi permintaan
pelanggan dan kedua, akan menurunkan harga pokok penjualan (Roychowdhury, 2006). Sebagai
contoh, PT Pupuk Indonesia kesulitan mencapai target pendapatan di tahun 2016 karena harga
pupuk di pasaran menurun. Oleh karena itu, manajemen berencana memproduksi lebih banyak
produk untuk mencapai target labanya. Hal ini mengindikasikan bahwa PT Pupuk Indonesia
memutuskan untuk menggunakan aktivitas riil untuk mengelola laba. Karena itu,

6. KESIMPULAN

Penelitian ini menyelidiki pengaruh adopsi IFRS terhadap manajemen laba dalam konteks
Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IFRS telah memitigasi manajemen laba akrual.
Namun,
manajer memilih untuk beralih ke aktivitas nyata untuk mengelola pendapatan. Biaya produksi
manajemen laba riil dan arus kas dari operasi telah meningkat setelah adopsi IFRS, meskipun
manajemen laba riil dari biaya diskresioner menurun setelah adopsi IFRS. Oleh karena itu,
manajer lebih memilih untuk mengelola biaya produksi dan arus kas dari operasi untuk
mengelola laba.

Komisaris independen memberikan bukti bahwa mereka secara efektif memantau manajemen
laba akrual dan manajemen laba riil biaya produksi. Terdapat pengaruh negatif komisaris
independen terhadap manajemen laba akrual dan manajemen laba riil terhadap biaya produksi.
Namun komisaris independen mungkin tidak mengurangi manajemen laba riil dari pengeluaran
diskresioner dan arus kas dari operasi. Selanjutnya, komisaris independen menjadi lebih efektif
untuk memantau manajemen laba riil biaya produksi setelah penerapan IFRS. Namun, komisaris
independen menjadi kurang efektif untuk memantau manajemen laba akrual dan pengeluaran
diskresioner manajemen laba riil dan arus kas dari operasi setelah adopsi IFRS.

Anda mungkin juga menyukai