Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah perilaku kekerasan adalah suatu keadaan

dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara

fisik,baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut

gaduh gelisa atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu

stersor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep,2010 ).

Perilaku kerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk

melukai seseorang,baik secara fisik maupun psikologis. Perilaku

kekerasan dapat dilakukan secara verbal ,diarahkan pada diri sendiri,orang

lain dan lingkungan (Keliat,2012).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk

melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Perilaku

kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang

lain, dan lingkungan. ( Dr. Budi Anna Keliat , 2012 ).

Perilaku kekerasan merupakan setatus rentang emosi dan ungkapan

perasaan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Orang lain yang

mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa “ ia”

tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau

diremehkan” (Damaiyanti, 2012 )

6
7

Resiko perilaku kekerasan adalah perilaku yang menyertai marah

dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk deskruktif dan

masih terkontrol (Yosep,2007)

Beberapa pengertian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan

bahwa perilaku kekersan adalah ungkapan emosi yang bercampur perasaan

frutasi dan benci atau marah yang di dasari keadaan emosi sebagai respon

terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang

mengakibatkan hilangnya kontrol kesadaran diri dimana individu bisa

berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat

membahayakan diri sendiri,orang lain dan lingkungan.

B. RENTANG RESPON EKSPRESI MARAH

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Gambar Rentang respon

marah (Yosep,2010)

Dari rentang marah dapat berbentuk adaptif dan maladaptif yang meliputi:

1. Asertif

Klien mampu mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang

lain dan memberikan kelegaan.


8

2. Frutasi

Klien gagal mencapai tujuan kepuasaan saat marah dan tidak

menemukan alternatifnya.

3. Pasif

Klien merasa tidak dapat mengungkapkan perasaanya tidak

berdaya dan menyerah.

4. Agresif

Klien mengekspresikan secara fisik,tapi masih

terkontrol,mendorong orang lain dengan ancaman.

5. Kekerasan

Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang control

disertai amuk,merusak lingkungan.

C. Etiologi

Menurut Stuart dan Laria ( 2001 ), dalam bukunya Damaiyanti 2012 faktor

penyebab terjadinya perilaku kekerasan yaitu :

a. Faktor predisposisi

1. Aspek biologis

Responsi fisiologis timbul karena kegiatan system saraf

otonom bereksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan

darah meningkat, takikardi, muka merah, pupul melebar,

pengeluaran urin meningkat. Ada gejala yang sama dengan

kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan


9

otot seperto radang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan

refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan

saat marah bertambah.

2. Aspek emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak

berdaya, jengkel, frutasi, dendam, ingin memukul orang lain,

mengamuk, bermusuhan, dan sakit hati, menyalahkan dan

menuntut.

3. Aspek intelektual

Sebagaimana besar pengalaman individu didapatkan melalui

proses intelktual, peran pasca indra sangat penting untuk

beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam

proses intektual sebagai salah satu pengalaman. Perawat perlu

mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab

kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan

diintegrasikan.

4. Aspek Sosial

Meliputi interkasi sosial, budaya, konsep rasa percaya ,

ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan

orang lain. Klien sering kali menyalurkan kemarahan dengan

mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa

sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang

berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat


10

mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang

laim, monal mengikuti aturan.

5. Aspek spiritual

Kepercayaan , nilai dan moral mempengaruhi hubungan

individu dengan lingkunganya. Hal yang bertentangan dengan

norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang

dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.

b. Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang mencentuskan perilaku kekerasan:

1. Ekspresi diri, ingin menunjukan ekstensi diri atau solidaritas

seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng

sekolah, perkenalan massal dan sebagainya.

2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhsn daar dan kondisi

sosial ekonomi

3. Kesulitan dalam mengkosumsi sesuatu dalam keluarga serta

tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah

cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik

4. Adanya riwayat perilakuanti sosial meliputi penyalah gunaan

obat dan alkohol dan tidak mampu mengontrol emosinya saat

menghadapi rasa frutasi

5. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan

pekerjaan, perubahan tahap perkembangan keluarga.

c. Penelian terhadap stresor


11

Penelian stresor melibatkan makna dan pemahaman dampak

dari situasi stres individu, itu mengcangkup kognitif, afektif,

fisiologis, perilaku dan respon sosial. Penelian adalah evaluasi

tentang pentingnya sebuah peristiwa dalam kaitanya dengan

kesejahteraan seseorang. Stresor mengansumsikan makna,

intensitas, dan pentingnya sebagi konsekuensi dari interpretasi

yang unik dan makna yang diberikan kepada orang yang

beresiko.

d. Sumber koping

Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan

ketrampilan, teknik defensif, dukungan soasil, dan motivasi.

Hubungan antara indinidu, keluarga, kelompok dan

masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber

koping lainya termasuk kesehatan dan energy, dukungan

spiritual, keyakinan positif, ketrampilan menyelesaikan

masalah dan sosial, sumber daya sosial dan material, dan

kesejahteraan fisik.
12

e. Mekanisme koping

Menurut Stuart dan Laria ( 2001), yang diikuti dari damaiyanti

2012, mekanisme koping yang dipaka pada klien marah untuk

melindungi diri antara lain :

1) Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti

yang mulai artinya di mata masyarakat untuk suatu

dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya

secara normal. Misalnya seseorang yang sedang

marah melampiaskan kemarahanya pada objek lain

seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan

sebagainya, tujuanya adalah untuk mengurangi

ketegangan akibat rasa marah.

2) Proyeksi, menyalahkan orang lain mengenai

kesukaranya atau keinginan yang tidak baik.

Misalnya seorang wanita muda yang

menyangkalnya bahwa ia mempunyai perasaan

sesksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik

menuduh bahwa temanya terseburt mencoba

merayu, mencumbunya.

3) Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan

atau membahayakan masuk ke dalam alam sadar.

Misalnya seseorang ank yang sangat benci pada

orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi


13

menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak

kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal

yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga

perasaan benci itu ditekanya dan akhirnya ia dapat

melupakanya.

4) Reaksi Formasi , yaitu mencegah keinginan yang

berbahaya bila diekspresikan dengan melebih-

lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan

menggunakanya sebagai rintangan. Misalnya

seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan

memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

5) Displacment, yaitu melepaskan perasaan yang

tertekan biasanya bermusuhan, pada objek yang

begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang

membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4

tahun marah karea ia baru saja mendapatkan

hukuman dari ibunya karena menggambat di

dinding kamarnya. Dia mulai bermmain perang-

perangan dengan temanya.


14

D. Manifestasi Klinis

Menurut Nita Fitria (2009), tanda dan gejala perilaku kekerasan

diantaranya adalah :

1. Fisik : Mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal,

rahang menutup, wajah memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.

2. Verbal : Mengecap, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara

dengan nada keras, kasar dan ketus.

3. Perilaku : Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau merusak

lingkungan amuk atau agresif.

4. Emosi : Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa

terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan mengamuk,

ingin berkelahi, menyalahkan, menuntut.

5. Intelektual : Mendominasi , cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan

tidak jarang mengeluarkan kata - kata bernada sarkasme.

6. Spiritual : Merasa diri berkuasa, merasa diri paling benar, keragu-

raguan, tidak bermoral dan kreatifitas terhambat.

7. Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan.

8. Perhatian : Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan

seksual.
15

E. Peran Perawat Dalam Perilaku Kekerasaan

Menurut (Farida Kusumawati dan Hartono 2010) perawat dapat

mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan

memanejemenkan perilaki agresif, intervensi tersebut dapat melalui

rentang intervensi keperawatan.

Setrategi Preventif Setrategi Antisipasif Setrategi Pengurung

Kesadaran diri Komunikasi Manajemen

Pendidikan klien Perubahan lingkungan Seclusion

Latihan asertif Tindakan psikofarmakolog Retrain

Keterangan gambar :

1) Kesadaran diri : Perawat harus meningkatkan kesadaran dirinya

dan melakukan supervisi dengan memisahkan masalah pribadi dan

masalah klien.

2) Pendidikan Klien : Pendidikan yang diberikan pada klien mengenai

cara komunikasi dan cara mengekspresikan marah yang tepat, serta

respons adaptif dan malaadaptif

3) Latiahn asertif : Kemampuan dasar perawat yang harus dimiliki

adalah berkomunikasi langsung dengan setiap orang, mengatakan


16

tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan, sangup melakukan

komplain, dan mengekspresikan penghargaan yang tepat.

4) Komunikasi : Strategi komunikasi terapeutik merupakan suatu

proses untukmembina hubungan terapeutik perawat dengan pasien

dan kualitas peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

kepada pasien. Karena komunikasi terapeutik memperhatikan

pasien secara holistik, meliputi aspek keselamatan, mengenai

penyebab dan mencari jalan terbaik atas permasalahan pasien. Juga

mengajarkan cara-cara yang dapat dipakai untuk mengepresikan

kemarahan yang dapat diterima semua pihak tanpa harus merusak.

5) Perubahan lingkungan: Perawat mampu menyediakan berbagai

aktifitas untuk menimalkan / mengurangi perilaku klien yang tidak

sesuai.

6) Tindakan perilaku : Kontrak dengan klien untuk membicarakan

mengenai perilaku yang dapat diterima dan yang tidak.

7) Psikofarmakologi : Pemberian obat sesuai kalaborasi dan mampu

menjelaskan manfaat obat pada pasien dan keluarga.

8) Manajemen krisis: Bila pada waktu intervensi tidak berhasil, maka

perlu intervensi yang lebih aktif

9) Seclusion: Pengekangan fisik merupakan tindakan keperawatan

yang terakhir. Ada dua macam, pengekangan fisik secara mekanik

( menggunakan menset,sprei pengekangan ) atau isolasi (


17

menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat

keluar atas kemaunya sendiri ).

F. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Keliat, 2006 data yang perlu dikaji pada pasien dengan

perilaku kekerasan adalah:

a) Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami

gangguaan jiwa dimasa lalu, tanyakan klien/keluarga

bagaimana pengobatanya sebelumnya, tanyakan pada klien

apakah pernah melakukan, mengalami, dan menyaksikan

penganiyaan fisik, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam

keluarga dan tindakan kriminal.

b) Setatus mental

1) Aktifitas motorik

1. Lesu, tegang, gelisa yamg tampak jelas

2. Agitasi yaitu gerakan motorik yang menunjukan

kegelisaan

3. Tik yaitu gerak-gerakan kecil yang tidak terkontrol

pada otot muka.

4. Grimasen yaitu gerakan otot yang berubah-ubah dan

tidak dapat terkontrol oleh klien.


18

5. Tremor yaitu jari-jari tampak gemeteran ketika klien

mengulurkan tangan dan merentangkan jari-jari.

6. Kompulasi yaitu kegiatan yang dilakukan berulang-

ulang.

2) Interaksi selama wawancara

1. Bemusuhan , tidak kooperatif dan mudah

tersingung tampak jelas.

2. Kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan

bicara.

3. Defensive yaitu selalu berusaha

mempertahankan pendapat dan kebenaran

dirinya.

4. Curiga yaitu menunjukan sikap/perasaan tidak

percaya kepada orang lain.

3) Pembicaraan

Amati pembicaraan klien cepat, keras, gagap, membisu,

apatis, lambat, atau inkohoren: berpindah-pindah dari

satu kalimat lain yang tidak ada kaitanya.

4) Alam perasaan

Observasi keadaan penampilan klien apakah sedih,

khawatir, ketakutan, gembira berlebihan/putus asa.

c) Konsep diri

1) Citra diri
19

Tanyakan presepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh

yang disukai dan tidak disukai.

2) Identitas diri

Tanyakan setatus dan posisi sebelum dirawat, kepuasan

klien terhadap setatus dan posisinya sebagai laki-laki atau

peempuan, kepuasan klien terhadap setatus dan posisinya

disekolahan, tempat kerja dan masyarakat.

3) Peran

Tanyakan tugas atau peran yang diemban dalam keluarga,

kelompok, atau masyarakat, kemampuan klien dalam

melaksanakan tugas atau peran tersebut.

4) Ideal diri

Tanyakan harapan klien terhadap tubuh, posisi, setatus,

tugas atau peran, harapan klien terhadap penyakitnya.

5) Harga diri

Tanyakan tentang penelin terhadap diri sendiri dan

penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupanya.

2. Analisa data

Data –data yang mendukung dalam analisa data menurut ( Kliat 2006 )

1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Data Subjektif: Pasien mengatakan benci atau kesal pada

seseorang. Paien suka membentak dan menyerang orang yang


20

mengusiknya jika sedang kesal atau marah. Riwayat perilaku

kekerasan atau gangguan jiwaya.

Data Objektif:

Mata merah wajah agak merah. Nada suara tinggi dan keras, bicara

menguasai, berteriak, menjerit, memukul dirinya sendiri/orang lain.

Ekspresei marah saat membicarakan orang, pandangan tajam,

merusak dan melempar barang – barang. ( Stuart 2009).

2. Resiko perilaku kekerasan

Data Subjektif:

Klien mengatakan jengkel dengan orang lain, mengungkapkan rasa

permusuhan yang mengancam, klien merasa tidak nyaman, klien

merasa tidak berdaya, ingin berkelahi, dendam.

Data Objektif:

Tangan mengepal, tubuh kaku, ketengangan otot seperti rahang

terkatuo, nada suara tinggi, waspada, pandangan tajam, reflek

cepat, aktifitas motorik meningkat, mondar mandir, merudak

secara langsung benda-benda yang berada dalam lingkungan,

menolak, muka marah, nafas pendek.

3. Harga diri rendah

Data Subjektif:

Mngungkapkan ketidak mampuan dalam meminta bantuan orang

lain dan mengungkapkan rasa malu serta tidak bisa jika diajak

melakukan seseutu. ( Videbeck. 2008 )


21

Data Objektif:

Tampal ketergantungan dengan orang lain, tampak sedih serta

tidak melakukan aktifitas yang seharusnya dapat dilakukan, wajah

tampak murung ( Keliat ,2006)

3.Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Resiko perilaku kekerasan

Ganguan konsep diri : harga diri rendah

Gambar 3. Pohon masalah pada masalah

reseiko perilaku kekerasan ( Kliat, 2006 )

4. Diagnosa keperawatan

Menurut keliat ( 2006), diagnosa meliputi:

1. Resiko perilaku kekerasan

2. Harga Diri Rendah

G. Perencanaan

Diagnosa 1: Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

berhubungan dengan perilaku kekerasan.


22

a Tujuan Umum

Klien tidak menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan dengan

melakukaan manajemen perilaku kekerasan.

b Tujuan Khusus

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Kriteria evaluasi :

1.1 Klien mau membalas salam

1.2 Klien mau berjabat tangan

1.3 Kllien mau menyebut nama

1.4 Klien mau tersenyum

1.5 Klien ada kontak mata

1.6 Klien mau mengetahui nama perawat

1.7 Klien mau menyediakan waktu untuk perawat

Intervensi Keperawatan :

1.1 Beri salam dan panggil nama klien

1.2 Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan

1.3 Jelaskan maksud hubungan interaksi

1.4 Jelaskan kontrak yang akan dibuat

1.5 Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati

1.6 Lakukan kontak singkat tetapi sering


23

Rasionalisasi :

Bina hubungan saling percaya merupakan landasan utama

hubungan selamanya.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

Kriteria Evaluasi :

1.1 Klien dapat mengungkapkan perasaanya

1.2 Klien dapat menyebutkan penyebab perasaan marah,

jengkel/ kesal ( diri sendiri, orang lain dan lingkungan).

Intervensi keperawatan :

1.1 Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan

perasaanya

1.2 Bantu klien dapat menyebutkan penyebab perasaanya.

Rasionalisasi :

Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya dapat

membantu mengurangi stress dan penyebab marah, jengkel/

kesal dapat diketahui.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda perilaku kekerasan

Kriteria evaluasi :

1.1 Klien dapt mengungkapkan tanda-tanda marah, jengkel/

kesal

1.2 Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah, jengkel/

kesal yang dialami


24

Intervensi keperawatan :

1.1 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami soal

marah, jengkel/ kesal.

1.2 Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien

1.3 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/ kesal

yang dialami klien.

Rasionalisasi :

1.1 Untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasakan saat

jengkel

1.2 Untuk mengetahui tanda-tanda klien jengkel/ kesal

1.3 Menarik kesimpulan bersama klien supaya kllien

mengetahui secara garis besar tanda- tanda marah /

kesal.

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan

Kriteria evaluasi:

1.1 Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang

biasa dilakukan klien.

1.2 Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan

yang biasa dilakukan

1.3 Klien mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan

masalah/ tidak
25

Intervensi:

1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan klien

1.2 Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan

1.3 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien

lakukan masalahnya selesai.

Rasionalisasi:

1.1 Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan

1.2 Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa

klien lakukan dan dengan bantuan perawat bisa

membedakan perilaku konstruktif dengan destruktif

1.3 Dapat membantu klien, dapat menggunakan cara

yang dapat menyelesaikan masalah.

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

Kriteria evaluasi:

Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.

Intervensi keperawatan:

1.1 Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang telah

dilakukan klien

1.2 Bersama klien simpulkan akibat cara yang digunakan

oleh klien.
26

1.3 Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara

baru yang sehat.

Rasionalisasi:

1.1 Membantu klien menilai perilaku kekerasan yang

dilakukan.

1.2 Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan

diharapkan klien dapat mengubah perilaku destruktidf

menjadi konstruktif.

1.3 Agar klien dapat mempelajari perilaku konstruktif yang

lain.

6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon

terhadap kemarahan.

Kriteria evaluasi:

Klien dapat melakukan cara berespon terhdap kemarahan

secara konstruktif.

Intervensi:

1.1 Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara

baru yang sehat

1.2 Berikan pujian bila klien mengetahui cara lain yang

sehat.

1.3 Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.


27

a. Secara fisik: tarik nafas dalam saat kesal, memukul

kasur/ bantal, olah raga, melakukan pekerjaan yang

penuh tenaga.

b. Secara verbal: katakan pada perawat atau orang lain

c. Secara sosial: latihan asertif, manajemen PK.

d. Secara spiritual: anjurkan klien sembahyang, berdoa,/

ibadah lain

Rasionalisasi:

1.1 Dengan mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam

berespon terhadap kemarahan dapat membantu klien

menemukan cara yang baik untuk mengurangi

kekesalannya sehingga klien tidak stress lagi.

1.2 Reinforcement positif dapat memotivasi klien dan

meningkatkan harga dirinya.

1.3 Berdiskusi dengan klien untuk memilih cara yang lain

dan sesuai dengan kemampuan klien.

7. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku

kekerasan

Kriteria evaluasi:

1.1 Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku

kekerasan.

a. Fisik: tarik nafas dalam, olah raga, menyiram tanaman.

b. Verbal: mengatakan langsung denhan tidak menyakiti.


28

c. Spiritual : sembahyang, berdoa, ibadah lain

Intervensi keperawatan:

1.1 Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.

1.2 Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih

1.3 Bantu klien menstimulasi cara tersebut (role play).

1.4 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien

menstimulasi cara tersebut.

1.5 Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah

dipelajari saat marah.

Rasionalisasi:

1.1 Memberikan stimulasi kepada klien untuk menilai

respon perilaku kekerasan secara tepat

1.2Membantu klien dalam membuat keputusan untuk cara

yang telah dipilihnya dengan melihat manfaatnya.

1.4 Agar klien mengetahui cara marah yang konstruktif

1.5 Pujian dapat meningkatkan motifasi dan harga diri

klien.

1.6 Agar klien dapat melaksanakan cara yang telah

dipilihnya jika sedang kesal.

8. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku

kekerasan.

Kriteria evaluasi:

1.1 Keluarga klien dapat:


29

a. Menyebutkan cara merawat klien yang berperilaku

kekerasan

b. Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien

Intervensi keperawatan:

1.1 Identifikasi kemampuan keluarga klien dari sikap apa

yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.

1.2 Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.

1.3 Jelaskan cara-cara merawat klien.

1.4 Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.

1.5 Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah

melakukan demonstrasi.

Rasionalisasi:

1.1 Kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi akan

memungkinkan keluarga untuk melakukan penilaian

terhadap perilaku kekerasan

1.2 Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara

merawat klien sehingga keluarga terlibat dalam

perawatan klien.

1.3 Agar keluarga dapat klien dengan perilaku

kekerasannya

1.4 Agar keluarga mengetahui cara merawat klien melalui

demonstrasi yang dilihat keluarga secara langsung.


30

1.5 Mengeksplorasi perasaan keluarga setelah melakukan

demonstrasi.

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program

pengobatan)

Kriteria evaluasi:

1.1 klien dapat menyebutkan obat- obatan yang diminum

dan kegunaan (jenis, waktu, dosis, dan efek)

1.2 klien dapat minum obat sesuai program terapi

Intervensi keperawatan:

1.1 Jelaskan jenis- jenis obat yang diminum klien (pada

klien dan keluarga)

1.2 Diskusikan menfaat minum obat dan kerugian jika

berhenti minum obat tanpa seijin dokter

1.3 Jelaskan prinsip benar minum obat (nama, dosis, waktu,

cara minum).

1.4 Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.

1.5 Anjurkan klien melapor kepada perawat/ dokter bila

merasakan efek yang tidak menyenangkan.

1.6 Berikan pujian pada klien bila minum obat dengan

benar.

Rasionalisasi:

1.1 klien dan keluarga dapat mengetahui mana-mana obat

yang diminum oleh klien.


31

1.2 Klien dan keluarga dapat mengetahui kegunaan obat

yang dikonsumsi oleh klien.

1.3 Klien dan keluarga dapat mengetahui prinsip benar

agartidak terjadi kesalahan dalam mengkonsumsi obat.

1.4 Klien dapat memiliki kesadaran pentingnya minum obat

dan bersedia minum obat dengan kesadaran sendiri.

1.5 Mengetahui efek samping obat sedini mungkin

sehingga tindakan dapat dilakukan sesegera mungkin

untuk menghindari komplikasi.

1.6 Reinforcement positif dapat memotivasi keluarga dan

klien serta meningkatkan harga diri.


32

B. TEKNIK RELAKSASI

1. Pengertian

Teknik relaksasi nafas dalam adalah Teknik yang dapat digunakan semua

orang untuk menciptakan mekanisme batin dalam hati seseorang degan

membentuk pribadi baik, menghilangkan berbagai bentuk pikiran yang

kacau akibat ketidak berdayaan seseorang dalam mengendalikan ego yang

di milikinya. Menyelamatkan jiwa dan memberikan kesehatan bagi tubuh.

(Palupi Widyastuti, 2004 )

2. Tujuan Pokok teknik relaksasi nafas dalam

Untuk menahan terbentuknya respons setres, terutama dalam sistem saraf

dan hormon. Pada akhirnya, teknik relaksasi nafas dalam dapat membantu

mencegah atau meminimalkan gejala fisik akibat setres ketika tubuh bekerja

berlenihan dalam menyelesaikan masalah sehari-hari.

3. Manfaat teknik relekasi nafas dalam

a. Mampu meningkatkan kesehatan secara umum dengan mempelancar

proses metabolisme tubuh, laju denyut jantung, peredaran darah, dan

mengatasi berbagai macam problem penyakit.

b. Mendorong racun dan kotoran dalam darah keluar dari tubuh.

c. Menurunkan tingkat agrefitifitas dan perilaku-perilaku buruk

dampak setres sepeerti mengkosumsi alkohol serta obat-obatan terlarang.

d. Menurunkan tingkat egosentris sehingga hubungan intrapersonal ataupun

interpersonal menjadi lancar.


33

e. Mengurangi kecemasan.

f. Membuat seseorang merasa tenang dan nyaman.

4. Langkah-Langkah untuk memulai Pernafasan Diafragma

a. Posisikan tubuh secara nyaman

Untuk mendapatkan manfaat penuh, pelajari teknik ini dalam posisi yang

nyaman, baik posisi duduk yang releks mapun berbaring terlentang

dengan mata tertutup. Untuk mendapatkan efek yang optimal, longgarkan

pakaian di sekitar leher dan pinggang. Saat pertama, letakan tanggan

anda di atas perut dan rasakan naik-turunya perut anda pada setiap

pernafasan.

b. Konsentrasi

Teknik ini harus memeliki konstrasi penuh, kalu anda banyak pikiran ,

biarkan pikiran itu berlalu, dan fokuskan kembali perhatikan anda pada

pernafasan. Cara laim adalah dengan meletkan selembar kertas dan

pulpen di samping anda dan tiliskan pikiran yang muncul ketika itu,

kemudian buang dari kepala anda. Ulangi pernafasan seperti anda

meningkatkan konsentrasi dengan berfokus pada empat fase yang yang

berlainan dalam setiap nafas:

a. Fase 1:

Inspirasi, menarik udara ke dalam paru melalui saluran hidung atau

mulut.

b. Fase ll:

Beri sedikit jeda sebelum mengeluarkan udara dari paru.


34

c. Fase lll:

Ekshalasi, mengeluarkan nafas sebelum mulai menghirup nafasnya

udara tersebut.

d. Fase Lv:

Beri jeda setelah mengeluarkan nafas sebelum mulai menghirup nafas

kembali. Fase ini sebenarnya dapat terlihat ketika anda melebih-

lebihkan siklus pernafasan. Yaitu dengan menarik nafas yang dalam

dengan sangat pelan dan nyaman. Saat anda melakukan ini, cobalah

mengenali keempat fase tersebut dengan cara menyebutkan sewaktu

fase itu muncul.

c. Visualisasi:

Penggunaan imajinasi dalam pernafasan digframa dapat sangat

bemanfaat. Ada banyak imajinasi yang dapat digabungkan dengan teknik

pernafasaan. Latihan ini di akhiro menggunakan sebuah imajinasi yang

dapat membantu anda melkukan teknik Visualisasi.

Anda mungkin juga menyukai