Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

Oleh :

RISKA, S.Kep

19300013

PROGRAM STUDI ILMU NERS TAHAP PROFESI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG

2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS (DM)

A. DEFENISI
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai jawaban dari kuranganya
insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism lemak dan protein
(Mansjoer, 2017).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh
ketiadaan diktatorial insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin.Ulkus adalah
luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah ajal
jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit
tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu
gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer,
(Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes
Melllitus sebagai alasannya ialah utama morbiditas, mortalitas serta abnormalitas
penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan
plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah. Ulkus kaki Diabetes (UKD)
merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas jawaban Diabetes
Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius jawaban Diabetes,
(Andyagreeni, 2010).
B. KLASIFIKASI TIPE DM
Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group:
Classification and Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of
Glucosa Intolerance (Corwin, 2014):
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Melitus
• Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
• Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak
mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi risiko statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

C. ETIOLOGI
Penyebab dari diabetes melitus adalah (Brunner dan Suddarth, 2015):
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon gila dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seakan-akan sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai pola
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi
insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi
dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya
kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel.
Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat
reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan gila antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup
lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin
yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia
(Price,1995). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang
bekerjasama dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
3. Diabetes dengan Ulkus
a. Faktor endogen:
• Neuropati
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan
sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi syok dan
otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan fatwa darah,
produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
• Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
• Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada
pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan
fatwa darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya
gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
• Adanya hormone aterogenik
• Merokok
• Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
• Kaki dingin
• Nyeri nocturnal
• Tidak terabanya denyut nadi
• Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
• Kulit mengkilap
• Hilangnya rambut dari jari kaki
• Penebalan kuku
• Gangrene kecil atau luas.
b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi

D. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm,
lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-
90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam
tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar
pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan
adegan pilorus dari lambung. Bagian tubuh yang merupakan adegan utama
dari organ ini merentang ke arah limpa dengan adegan ekornya menyentuh
atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar
pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus (Tambayong, 2014).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
a. Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit.
b. Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bahu-
membahu membentuk organ endokrin yang mensekresikan
insulin. Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama,yaitu :
• Sel-sel A(alpha),jumlahnyasekitar20-40%, memproduksi glukagon yang
menjadi faktor hiperglikemik,suatu hormon yang mempunyai
“antiinsulin like activity “.
• Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.
• Sel-sel D(delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang
menghambat pelepasan insulin dan glukagon .

2. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas,
adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari penyerapan makanan
diintestin dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan
disimpan sebagai glikogen. Pada ketika ini kadar glukosa di vena porta lebih
tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah
lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi
dari vena porta. Makara hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan
normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa dalam
beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi
hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat
penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan
glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan
untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis.
Bila cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan lebih
aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang
dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis
beberapa hormon antara lain :
a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin.
Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah
dengan cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
a) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
b) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.
c) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
d) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
b. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk
suatu mekanisme counfer regulator yang mencegah timbulnya
hipoglikemia akibat pengaruh insulin.
E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), patofisiologi dari diabetes melitus ialah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi jawaban produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, jadinya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai jawaban dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme
protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia) jawaban menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses
ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
menyebabkan peningkatan produksi tubuh keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala ibarat
nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila
tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua dilema yang bekerjasama dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai jawaban
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe
II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka
awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur ( jikalau kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini
berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas
sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus
keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus bekerjasama dengan
hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai
vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada
tempat kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer
memungkinkan terjadinya syok berulang menyebabkan terjadinya kerusakan
jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar
dan akhirnya ruptur hingga permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya
iskemia dan penyembuhan luka gila manghalangi resolusi. Mikroorganisme
yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat
menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem
imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke
jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
Pathway Diabetes Melitus (DM)
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas
amis buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal,
penglihatan kabur
c. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, tempat akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan
dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati
menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli
menawarkan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri ketika istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan
kronik :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai jawaban dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah.
a. Hipoglikemia.
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 hingga 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi
koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk
memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang dilema ibarat impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : Tidak ada luka
2) Grade I : Kerusakan hanya hingga pada permukaan kulit
3) Grade II : Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : Terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki adegan distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai
3. Komplikasi jangka panjang dari diabetes

Organ/jaringan yg Yg terjadi Komplikasi


terkena

Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk & Sirkulasi yg jelek


menyumbat arteri berukuran menyebabkan penyembuhan
besar atau sedang di jantung, luka yg jelek & bisa
otak, tungkai & penis. menyebabkan penyakit
Dinding pembuluh darah kecil jantung, stroke, gangren kaki &
mengalami kerusakan sehingga tangan, impoten & infeksi
pembuluh tidak dapat
mentransfer oksigen secara
normal & mengalami
kebocoran

Mata Terjadi kerusakan pada Gangguan penglihatan & pada


pembuluh darah kecil retina akhirnya bisa terjadi kebutaan

Ginjal · Penebalan pembuluh darah Fungsi ginjal yg buruk


ginjal Gagal ginjal
· Protein bocor ke dalam air
kemih
· Darah tidak disaring secara
normal

Saraf Kerusakan saraf karena · Kelemahan tungkai yg


glukosa tidak dimetabolisir terjadi secara tiba-tiba atau
secara normal & karena fatwa secara perlahan
darah berkurang · Berkurangnya rasa,
kesemutan & nyeri di tangan &
kaki
· Kerusakan saraf menahun

Sistem saraf Kerusakan pada saraf yg · Tekanan darah yg naik-turun


otonom mengendalikan tekanan darah · Kesulitan menelan &
& saluran pencernaan perubahan fungsi pencernaan
disertai serangan diare

Kulit Berkurangnya fatwa darah ke · Luka, infeksi dalam (ulkus


kulit & hilangnya rasa yg diabetikum)
menyebabkan cedera berulang · Penyembuhan luka yg
jelek

Darah Gangguan fungsi sel darah Mudah terkena infeksi,


putih terutama infeksi saluran kemih
& kulit

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5%
lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-
180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam
urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer:
carik celup memakai GOD.
3. Benda keton dalam urine: materi urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-
hidroksibutirat tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol,
HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet
cellantibody)

I. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Obat
1). Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
• Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
• Kerja OAD tingkat reseptor
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
• Biguanida pada tingkat prereseptor à ekstra pankreatik
(1). Menghambat penyerapan karbohidrat
(2). Menghambat glukoneogenesis di hati
(3). Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(4). Biguanida pada tingkat reseptor : (5). Meningkatkan jumlah
reseptor insulin
(6). Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek
intraseluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada ketika tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
2) Insulin dibutuhkan pada keadaan :
a) Penurunan berat tubuh yang cepat.
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c) Ketoasidosis diabetik.
d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

2. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain
dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan
mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan.
Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan
penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secaramekanik
yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin
dibutuhkan untuk kasus DM.Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan
utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Melitus adalah menormalkan
aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya
ialah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen
dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat tubuh merupakan dasar untuk menawarkan
semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar
glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
a) Jumlah sesuai kebutuhan
b) Jadwal diet ketat
c) Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah diubahsuaikan dengan
kandungan kalorinya.
(1) Diit DM I : 1100 kalori
(2) Diit DM II : 1300 kalori
(3) Diit DM III : 1500 kalori
(4) Diit DM IV : 1700 kalori
(5) Diit DM V : 1900 kalori
(6) Diit DM VI : 2100 kalori
(7) Diit DM VII : 2300 kalori
(8) Diit DM VIII: 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat tubuh normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau
diabetes komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus diubahsuaikan oleh
status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung
Percentage of relative body weight (BBR= berat tubuh normal) dengan rumus:
a. BB (Kg)
BBR = ------------------X 100 %
b. TB (cm) – 100
1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %
2) Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %
• Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
• Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
• Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
• Morbid : BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang dibutuhkan sehari-hari untuk penderita


DM yang bekerja biasa adalah:
1) Kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
2) Normal : BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa
oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melaksanakan pemantaunan kadar glukosa darah secara berdikari
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini ialah agar pasien dapat mempelajari keterampilan
dalam melaksanakan penatalaksanaan diabetes yang berdikari dan bisa
menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
Pendidikan kesehatan perawatan kaki
1. Hiegene kaki:
• Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan,
jangan digosok
• Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan ukiran
yang berlebih
• Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
• Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit
• Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
• Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki
direndam dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan
handuk atau dikikir jangan dikelupas.
2. Alas kaki yang tepat
3. Mencegah syok kaki
4. Berhenti merokok
5. Segera bertindak jikalau ada masalah
f. Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan
luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan kuat dalam proses
penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan
albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau
gangren dibutuhkan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%,
lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat menyebabkan
fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika
pada infeksi atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya
penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi
turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai
perawatan pasien secara total.
g. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi
weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, dingklik roda, sepatu yang
tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit
dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari.
Hal ini dibutuhkan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa
nyeri, sehingga akan terjadi syok berulang ditempat yang sama menyebabkan
basil masuk pada tempat luka.
h. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan
pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor

SOP PERAWATAN LUKA DM


A. TAHAP PRE INTERAKSI
1. Cek catatan medis dan perawatan
2. Kaji kebutuhan klien untuk administrasi nyeri farmakologi (analgetik) atau
nonfarmakologi ketika akan dilakukan perawatan luka.
3. Cuci tangan
Siapkan alat-alat:
a. Satu set perawatan luka steril/ kolam steril:
• Sarung tangan steril 1 pasang
• Pinset anatomis 2 buah
• Pinset chirurgis 1 buah
• Gunting jaringan 1 buah
• Kassa steril
• Kom berisi larutan pembersih (normal salin 0,9% sesuai order dokter)
b. Alat non steril:
• Sarung tangan bersih
• Kapas alkohol
• Korentang
• Perlak atau pengalas
• Bengkok
• Kom berisi Lysol 1%
• Gunting verban/ plester
• Verban
• Plester
• Schort
• Masker
• Obat sesuai acara medis
• Tempat sampah

B. TAHAP ORIENTASI
1. Siapkan dan dekatkan alat-alat erat pasien
2. Memberi salam, panggil klien serta mengenalkan diri
3. Menerangkan prosedur dan tujuan tindakan
4. Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya.

C. TAHAP KERJA
1. Cuci tangan
2. Jaga privasi klien
3. Gunakan schort, masker
4. Gunakan sarung tangan bersih sebagai proteksi
5. Tempatkan tempat sampah erat dengan kita
6. Atur posisi klien senyaman mungkin dan yang memudahkan dalam perawatan
luka
7. Pasang perlak dan pengalas di bawah pada adegan luka yang akan dirawat
8. Taruh bengkok erat dengan luka
9. Lepaskan plester, ikatan atau balutan dengan pinset, basahi plester dengan
kapas yang diolesi alcohol dan tarik plester perlahan sejajar pada kulit dan
mengarah pada balutan dengan menggunakan pinset anatomis. Bila balutan
lengket dengan luka maka basahi dengan dengan NS secukupnya.
10. Angkat balutan dan pertahankan permukaan kotor jauh dari penglihatan klien.
11. Buang balutan kotor pada bengkok
12. Inspeksi keadaan luka (tipe luka, derajat luka, tanda-tanda infeksi,pus)
13. Taruh pinset yang telah digunakan di cairan desinfektan dan lepaskan sarung
tangan bersih.
14. Gunakan teknik steril dalam membuka alat-alat steril dan menuangkan cairan
sesuai order.
15. Pakai sarung tangan steril dan ambil pinset anatomis dan chirurgis
16. Pegang pinset chirurgis pada tangan mayoritas dan anatomis pada tangan non
mayoritas untuk memegang kassa yang telah dibasahi dengan normal salin
0,9%.
17. Bersihkan luka menggunakan tangan dominant dengan gerakan satu arah
sirkuler (dalam ke luar) atau (atas ke bawah) dengan ganti kassa pada tiap
area.keluarkan pus dengan menekan area luka secara perlahan, pada jaringan
nekrosis dapat dilakukan debridement.
18. Keringakan luka dengan kassa kering
19. Beri obat pada area luka sesuai dengan order
20. Tutup luka dengan kassa kering sesuai dengan kebutuhan
21. Balut luka dengan verban
22. Pasang plester untuk fiksasi balutan
23. Buang kotoran pada bengkok pada tempat sampah dan bereskan alat
24. Lepaskan sarung tangan
25. Cuci tangan

D. TAHAP TERMINASI
1. Evaluasi perasaan klien
2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Berikan reinforcement positif
4. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
5. Akhiri kegiatan

E. TAHAP DOKUMENTASI
Hari, tanggal, nama pasien, tindakan, keadaan luka, tanda tangan perawat.
Kaki Diabetik/ Diabetes

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat
kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien
degan diabetes melitus :
1. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melaksanakan acara dan koma
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung ibarat IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola
mata cekung.
3. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
4. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat tubuh menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan ibarat mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
6. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
7. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9. Seksualitas
Adanya peradangan pada tempat vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d biro injuri fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bekerjasama dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi bekerjasama dengan faktor
biologis.
3. Kerusakan integritas jaringan bekerjasama dengan faktor mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
4. Kerusakan mobilitas fisik bekerjasama dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi
aktifitas, penurunan kekuatan otot
5. Kurang pengetahuan bekerjasama dengan tidak mengenal (Familiar) dengan
sumber informasi.
6. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
7. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d penurunan berat badan
berlebih
8. PK : Infeksi

C. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut b/d biro Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
injuri fisik asuhan 1. Lakukan pegkajian nyeri secara
keperawatan, tingkat komprehensif termasuk lokasi,
kenyamanan klien karakteristik, durasi, frekuensi,
meningkat, dan kualitas dan ontro presipitasi.
dibuktikan dengan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
level nyeri: ketidaknyamanan.
klien dapat melaporkan 3. Gunakan teknik komunikasi
nyeri pada petugas, terapeutik untuk mengetahui
frekuensi nyeri, pengalaman nyeri klien
ekspresi wajah, dan sebelumnya.
menyatakan 4. Kontrol ontro lingkungan yang
kenyamanan fisik dan menghipnotis nyeri ibarat suhu
psikologis, TD 120/80 ruangan, pencahayaan, kebisingan.
mmHg, N: 60-100 5. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
x/mnt, RR: 16-20x/mnt 6. Pilih dan lakukan penanganan
Control nyeri (farmakologis/non
nyeri dibuktikan farmakologis)..
dengan klien 7. Ajarkan teknik non farmakologis
melaporkan gejala (relaksasi, distraksi dll) untuk
nyeri dan control nyeri. mengetasi nyeri..
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain wacana pemberian
analgetik tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan klien wacana
administrasi nyeri.
Administrasi analgetik :.
1. Cek acara pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik sempurna waktu
terutama ketika nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari asuhan keperawatan, 1. kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh bd klien 2. Kaji adanya alergi makanan.
ketidakmampuan mengambarkan status 3. Kaji makanan yang disukai oleh
tubuh nutrisi klien.
mengabsorbsi zat- adekuat dibuktikan 4. Kolaborasi dg andal gizi untuk
zat gizi dengan BB stabil tidak penyediaan nutrisi terpilih sesuai
bekerjasama terjadi mal nutrisi, dengan kebutuhan klien.
dengan faktor tingkat energi adekuat, 5. Anjurkan klien untuk meningkatkan
biologis. masukan nutrisi asupan nutrisinya.
adekuat 6. Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
7. Berikan informasi wacana
kebutuhan nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jikalau
memungkinkan.
2. Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6. Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, abuh dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan kalori.
3. Kerusakan Setelah dilakukan Wound care
integritas jaringan asuhan keperawatan, 1. Catat karakteristik luka:tentukan
bd faktor mekanik: Wound healing ukuran dan kedalaman luka, dan
perubahan meningkat pembagian terstruktur mengenai
sirkulasi, imobilitas dengan criteria: pengaruh ulcers
dan penurunan Luka mengecil dalam 2. Catat karakteristik cairan secret
sensabilitas ukuran dan yang keluar
(neuropati) peningkatan granulasi 3. Bersihkan dengan cairan anti
jaringan bakteri
4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
5. Lakukan nekrotomi K/P
6. Lakukan tampon yang sesuai
7. Dressing dengan kasa steril sesuai
kebutuhan
8. Lakukan pembalutan
9. Pertahankan tehnik dressing steril
ketika melaksanakan perawatan
luka
10. Amati setiap perubahan pada
balutan
11. Bandingkan dan catat setiap
adanya perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari
tekanan
4.. Kerusakan Setelah dilakukan Terapi Exercise : Pergerakan sendi
mobilitas fisik bd Asuhan keperawatan, 1. Pastikan keterbatasan gerak sendi
tidak nyaman dapat teridentifikasi yang dialami
nyeri, intoleransi Mobility level 2. Kolaborasi dengan fisioterapi
aktifitas, penurunan Joint movement: 3. Pastikan motivasi klien untuk
kekuatan otot aktif. mempertahankan pergerakan sendi
Self care:ADLs 4. Pastikan klien untuk
Dengan criteria hasil: mempertahankan pergerakan sendi
1. Aktivitas fisik 5. Pastikan klien bebas dari nyeri
meningkat sebelum diberikan latihan
2. ROM normal 6. Anjurkan ROM Exercise aktif:
3. Melaporkan jadual; keteraturan, Latih ROM
perasaan peningkatan pasif.
kekuatan kemampuan Exercise promotion
dalam bergerak 1. Bantu identifikasi acara latihan
4. Klien bisa yang sesuai
melaksanakan aktivitas 2. Diskusikan dan instruksikan pada
5. Kebersihan diri klien klien mengenai latihan yang tepat
terpenuhi walaupun Exercise terapi ambulasi
dibantu oleh perawat 1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di
atau keluarga tempat tidur sesuai toleransi
2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai
toleransi
3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu
Self care assistance:
Bathing/hygiene, dressing, feeding and
toileting.
1. Dorong keluarga untuk
berpartisipasi untuk kegiatan mandi
dan kebersihan diri, berpakaian,
makan dan toileting klien
2. Berikan perlindungan kebutuhan
sehari – hari hingga klien dapat
merawat secara mandiri
3. Monitor kebersihan kuku, kulit,
berpakaian , dietnya dan pola
eliminasinya.
4. Monitor kemampuan perawatan diri
klien dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari
5. Dorong klien melaksanakan acara
normal keseharian sesuai
kemampuan
6. Promosi acara sesuai usi
5. Kurang Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process
pengetahuan asuhan keperawatan, 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan
wacana penyakit pengetahuan klien keluarga wacana proses penyakit
dan perawatan nya meningkat. 2. Jelaskan wacana patofisiologi
Knowledge : Illness penyakit, tanda dan gejala serta
Care dg kriteria : penyebab yang mungkin
1. Tahu Diitnya 3. Sediakan informasi wacana kondisi
2. Proses penyakit klien
3. Konservasi energi 4. Siapkan keluarga atau orang-orang
4. Kontrol infeksi yang berarti dengan informasi
5. Pengobatan wacana perkembangan klien
6. Aktivitas yang 5. Sediakan informasi wacana
dianjurkan diagnosa klien
7. Prosedur 6. Diskusikan perubahan gaya hidup
pengobatan yang mungkin dibutuhkan untuk
8. Regimen/aturan mencegah komplikasi di masa
pengobatan yang akan datang dan atau kontrol
9. Sumber-sumber proses penyakit
kesehatan 7. Diskusikan wacana pilihan wacana
10. Manajemen terapi atau pengobatan
penyakit 8. Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
9. Dorong klien untuk menggali
pilihan-pilihan atau memperoleh
alternatif pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang
mungkin terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah
efek samping dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau
dukungan yang ada
13. Anjurkan klien untuk melaporkan
tanda dan gejala yang muncul pada
petugas kesehatan
14. Kolaborasi dg tim yang lain.
6. Defisit self care Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri
asuhan keperawatan, 1. Monitor kemampuan pasien
klien bisa Perawatan terhadap perawatan diri
diri 2. Monitor kebutuhan akan personal
Self care :Activity hygiene, berpakaian, toileting dan
Daly Living (ADL) makan
dengan indicator : 3. Beri perlindungan hingga klien
· Pasien dapat mempunyai kemapuan untuk
melaksanakan acara merawat diri
sehari-hari (makan, 4. Bantu klien dalam memenuhi
berpakaian, kebersihan, kebutuhannya.
toileting, ambulasi) 5. Anjurkan klien untuk melaksanakan
· Kebersihan diri acara sehari-hari sesuai
pasien terpenuhi kemampuannya
6. Pertahankan acara perawatan diri
secara rutin
7. Evaluasi kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
8. Berikan reinforcement atas
perjuangan yang dilakukan dalam
melaksanakan perawatan diri sehari
hari.
7. Resiko Blood Glucose Risk Hyperglikemia manajement :
ketidakstabilan ForUnstable 1. memantau kadar
kadar glukosa Diabetes self glukosadarah,sepertiyangditunjukkan
darah Management 2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ;
Kriteria hasil : kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit
Penerimaaan : kondisi dingin, lembab pucat, tachikardi, peka
kesehatan rangsang, gelisah, tidak sadar , bingung,
Kepatuhan Prilaku : ngantuk.
diet sehat 3. Jika klien dapat menelan berikan jus
Dapat mengontrol jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit
stress sampai kadar gula darah > 69 mg/dl
Dapat memanajemen 4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai
dan mencegah penyakit protokol
semakin parah 5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Tingkat pemahaman dietnya.
untuk dan pencegahan Managemen Hiperglikemia
komplikasi 1. Monitor GDR sesuai indikasi
Dapat meningkatkan 2. Monitor tanda dan gejala diabetik
istirahat ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,
Mengontrol prilaku pernafasan bau aseton, sakit kepala,
berat badan pernafasan kusmaul, anoreksia, mual
Pemahaman dan muntah, tachikardi, TD rendah,
maanajemen diabetes polyuria, polidypsia,poliphagia,
Status nutrisi adekuat keletihan, pandangan kabur atau kadar
0lahraga teratur Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika tanda
dan gejala Hiperglikemia menetap atau
memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi
hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250
mg/dl khususnya adanya keton pada
urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi
& irama, warna kulit, waktu pengisian
kapiler, nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan
8. PK : Infeksi Setelah dilakukan Pantau tanda dan gejala infeksi primer
asuhan keperawatan, & sekunder
perawat akan
1. Bersihkan lingkungan setelah
menangani /
mengurangi komplikasi dipakai pasien lain.
defesiensi imun 2. Batasi pengunjung bila perlu.
3. Intruksikan kepada keluarga untuk
mencuci tangan ketika kontak dan
sesudahnya.
4. Gunakan sabun anti miroba untuk
mencuci tangan.
5. Lakukan basuh tangan sebelum
dan sesudah tindakan keperawatan.
6. Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
7. Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
8. Lakukan perawatan luka dan
dresing infus setiap hari.
9. Amati keadaan luka dan sekitarnya
dari tanda – tanda meluasnya
infeksi
10. Tingkatkan intake nutrisi.dan
cairan
11. Berikan antibiotik sesuai program.
12. Monitor hitung granulosit dan
WBC.
13. Ambil kultur jikalau perlu dan
laporkan bila hasilnya positip.
14. Dorong istirahat yang cukup.
15. Dorong peningkatan mobilitas dan
latihan.
16. Ajarkan keluarga/klien wacana
tanda dan gejala infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
NANDA, 2015, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online]
cited 12 Februari 2012], avaible from URL: http://www.hyves.web.id/askep-
diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit
Erlangga

Anda mungkin juga menyukai