Anda di halaman 1dari 39

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Koping Individu Tidak Efektif

Di Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra


(BRSPP)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa I


Pembimbing :Ns. Sutejo, M.Kep., Sp.Kep.Jiwa

Disusun Oleh :
1. Fatma Laili Nugraheni P07120114013
2. Fina Siti Fatimah P07120114014
3. Nurmala Wulandari P07120114042
4. Firsta Putri Al Fadl P07120113051

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2016
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyalahgunaan Napza
Di Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra
(BRSPP)

Disusun Oleh :

1. Fatma Laili Nugraheni P07120114013


2. Fina Siti Fatimah P07120114014
3. Nurmala Wulandari P07120114042
4. Firsta Putri Al Fadl P07120113051

D III KEPERAWATAN

Telah mendapat persetujuan pada tanggal ___ Mei 2016

Oleh :

Mengetahui,

Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

( ) Ns. Sutejo, M.Kep., Sp.Kep. J


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat
yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama
otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis,
dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan
(dependensi) terhadap NAPZA
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan
sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah
dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku
psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi
karena kebutuhan biologik terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat
untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan
tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen, 1998)..
Penyalahgunaan Narkoba tahun anggaran 2014, jumlah penyalahguna narkoba
diperkirakan ada sebanyak 3,8 juta sampai 4,1 juta orang yang pernah memakai
narkoba dalam setahun terakhir (current users) pada kelompok usia 10-59 tahun di
tahun 2014 di Indonesia. Jadi, ada sekitar 1 dari 44 sampai 48 orang berusia 10-59
tahun masih atau pernah pakai narkoba pada tahun 2014. Angka tersebut terus
meningkat dengan merujuk hasil penelitian yang dilakukan Badan Narkotika Nasional
(BNN) dengan Puslitkes UI dan diperkirakan pengguna narkoba jumlah pengguna
narkoba mencapai 5,8 juta jiwa pada tahun 2015.Jenis narkoba yang paling banyak
disalahgunakan adalah ganja, shabu dan ekstasi.
Tindakan bagi penyalahgunaan NAPZA sudah diatur dalam Pasal 103 UU No.
35 Tahun 2009 yang berisi (1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika
dapat : Memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan
dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut terbukti
bersalah melakukan tidak pidana narkotika; atauMenetapkan untuk memerintahkan
yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika
pecandu Narkotika tesebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidan Narkotika.
(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika
sebagaimna dimaksud pada ayat (1) huru a diperhitungkan sebagai masa menjalanani
hukuman.
Tujuan dari rehabilitasi adalah pemulihan dan pengembangan pasien baik
fisik, mental, sosial dan spiritual.Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA
dapat mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi, mampu
menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA dan pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa
rendah dirinya.
Maka dari itu kami membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyalahgunaan NAPZA. Dalam hal ini kami dalam melakukan asuhan keperawatan
ini di tempat rehabilitasi NAPZA yaitu di Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyalahgunaan NAPZA?

C. Tujuan
Mengetahui tentang Asuhan Keperawatan Pasien dengan Penyalahgunaan NAPZA.
BAB II
DASAR TEORI

A. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan penggunaan NAPZA.

B. Definisi
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat
yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama
otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis,
dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta
ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.
Narkotik adalah obat-obatan yang bekerja pada susunan saraf pusat
dandigunakan sebagai analgesik (pengurang rasa sakit) pada bidang kedokteran.
Psikotropikaadalah obat-obatan yang efek utamanya pada aktivitas mental dan
perilaku, biasanya digunakanuntuk pengobatan gangguan kejiwaan. Bahan adiktif
adalah bahan yang apabila digunakandapat menimbulkan kecanduan atau
ketergantungan. Pemakai dapat merasa tenang, merasasegar, bersemangat,
menimbulkan efek halusinasi, dan memengaruhi suasana perasaanpemakai. Efek
inilah yang sering dimanfaatkan pemakai saat ia merasa kurang percaya diri,khawatir
tidak diakui sebagai kawan, melarikan diri dari permasalahan, atau bahkan
hanyauntuk sekedar rekreasi (bersenang-senang).
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan
sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah
dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku
psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi
karena kebutuhan biologik terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat
untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan
tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen, 1998).

C. Proses Terjadinya Masalah


Penyalahgunaan zat merupakan penggunaan zat secara terus menerus bahkan
sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah
dan sering dianggap penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada masalah psikososial
yang berhubungan dengan ketergantungan zat.
Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologik terhadap obat. Toleransi
adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala
putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen,
2000).
Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi
yang ringan sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku yang ditunjukkan
oleh pengguna NAPZA

 Eksperimental
Kondisi pengguna taraf awal yang disebabkan rasa ingin tahu dari remaja. Sesuai
kebutuhan pada masa tumbuh kembangnya, klien biasanya ingin mencari
pengalaman yang baru atau sering dikatakan taraf coba-coba.
 Rekresional
Pengguna zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman sebaya, misalnya pada
waktu pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun. Penggunaan ini
mempunyai tujuan rekreasi bersama teman-temanya.
 Situasional
Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya
sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri atau
mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat pada saat
sedang mempunyai masalah stres atau frustasi.
 Penyalahgunaan
Pengguna zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai digunakan secara rutin,
minimal 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku mengganggu fungsi dalam
peran di lingkungan sosial, pendidikan dan pekerjaan.
 Ketergantungan
Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan
psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma
putus zat (suatu kondisi dimana individu yang biasa menggunakan zat adiktif
secara rutin pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau
berhenti memakai, sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan
macam zat yang digunakan. Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari
individu yang mengalami peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencari tujuan
yang biasa diinginkan.

D. Jenis-jenis NAPZA
1. Narkotika
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami maupun sintetis yang dapat
menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi hilang
rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungan
akan zat tersebut secara terus menerus. Contoh : ganja, heroin, kokain,
morfin, amfetamin dll.
Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah zat atau obat
berbahaya yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman yang sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan maupun perubahan
keasadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri
dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Golongan narkotika:
a. Narkotika Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta
mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, (Contoh :
heroin/putauw, kokain, ganja).
b. Narkotika Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin).
c. Narkotika Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan (Contoh : kodein).
2. Psikotropika
Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002 bahwa
psikotropika adalah zat atau obat, baik sintetis maupun semisintetis yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Zat yang tergolong dalam psikotropika yaitu stimulan yang membuat
saraf pusat menjadi sangat aktif karena merangsang saraf simpatis. Termasuk
dalam golongan ini adalah amphetamine, ektasy (metamfetamin) dan
fenfluramin. Amphetamin sering disebut juga speed, shabu-shabu, whiz dan
sulp. Golongan stimulan lainnya adalah halusinogen yang dapat mengubah
perasaan dan pikiran sehingga dapat terganggu. Sedative dan hipnotika
seperti barbiturat dan benzodiazepine merupakan golongan depresan yang
dapat mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran, ketergantungan
secara fisik dan psikologis bila digunakan dalam waktu lama.
3. Zat Adiktif
Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia dan biologi dalam bentuk
tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan
hidup secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat
karsinogenis, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi.
Zat adiktif : minuman keras (alkohol) yang meliputi golongan A (kadar
ethanol 1% sampai 5%) seperti bir, gren sand; minuman kerasa golongan B
(kadar ethanol > 5% sampai 20%) seperti anggur dan minuman malaga keras
golongan C (kadar ethanol > 20% sampai 55%) seperti brandy, wine, whisky.

E. Faktor Predisposisi
1. Faktor biologis
a. Genetic: tendensi keluarga
b. Infeksi pada organ otak
c. Penyakit kronis
2. Faktor psikologis
a. Gangguan kepribadian: anti sosial (resiko relatif 19,9%)
b. Harga diri rendah: depresi (resiko relatif: 18,8%), faktor social, ekonomi.
c. Disfungsi keluarga
d. Orang/ remaja yang memiliki perasaan tidak aman
e. Orang/ remaja yang memiliki ketrampilan pemecahan masalah yang
menyimpang
f. Orang/ remaja yang mengalami gangguan idetitas diri, kecenderungan
homoseksual, krisis identitas, menggunakan zat untuk menyatakan
kejantanannya.
g. Rasa bermusuhan dengan orang tua
3. Faktor sosial kultural
a. Masyarakat yang ambivalensi tentang penggunaan dan penyalahgunaan
zatadiktif: ganja, alkohol
b. Norma kebudayaan
c. Adiktif untuk upacara adat
d. Lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah yang terdapat banyak
pengedar (mudah didapat: resiko relatif 80 %)
e. Persepsi masyarakat terhadap pengunaan zat
f. Remaja yang lari dari rumah
g. Remaja dengan perilaku penyimpangan seksual dini
h. Orang/ remaja yang terkait dengan tindakan kriminal

Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa faktor


yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu faktor eksternal
dan faktor internal.
1. Faktor Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih
cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu
biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah.
Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh
ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas,
pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain
itu, kemampuan untuk memecahkan masalah secara adekuat berpengaruh
terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan cara
melarikan diri.
b. Inteligensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang
untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada
pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok usianya.
c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja menggunakan
narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan,
dan identitas dan kelabilan emosi; sementara pada usia yang lebih tua,
narkoba digunakan sebagai obat penenang.
d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri.
Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau
ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-teman sebayanya.
Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang utama.
e. Pemecahan Masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk
menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba
dapat menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa pada
permasalahan yang ada.

2. Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab
seseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim
UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun
1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi anggota
keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu :
1) Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami
ketergantungan narkoba.
2) Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari
pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu
(misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
3) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya
penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik
dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak,
maupun antar saudara.
4) Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang
tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti
apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau
demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri – tanpa diberi
kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya.
5) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut
anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus
dicapai dalam banyak hal.
6) Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan
dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering
berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu
cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi
seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat lebih
banyak dalam delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan
bahwa faktor-faktor sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada
keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-obatan, yang kemudian
mengakibatkan timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis. .
c. Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut
sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang sudah
menjadi tujuan pasar narkoba internasional, menyebabkan obat-obatan ini
mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melaporkan bahwa para
penjual narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah,
termasuk di Sekolah Dasar. Pengalaman feel good saat mencoba drugs
akan semakin memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan
dan akhirnya menjadi pecandu. Seseorang dapat menjadi pecandu karena
disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus atau secara bersamaan. Karena
ada juga faktor yang muncul secara beruntun akibat dari satu faktor
tertentu.

F. Tanda dan Gejala


Intoksikasi adalah gejala yang timbul saat mengkonsumsi napza. Sedangkan,
putus zat adalah gejala yang timbul saat mengurangi atau menghentikan
penggunaan napza.

1. Intoksikasi

Opiat Ganja Sedatif-Hipnotik Alkohol Amfetamine

Eforia Eforia Pengendalian diri  Mata merah Selalu


Mengantuk Mata merah berkurang  bicara cadel terdorong
Banyak tidur Mulut kering Jalan  Jalan untuk
Bicara cadel Banyak sempoyongan sempoyonga bergerak
Konstipasi bicara Mengantuk n Berkeringat
Penurunankesadaran dan tertawa Memperpanjang  Perubahan Gemetar
Nafsu makan tidur persepsi Cemas
meningkat Hilang  Penurunan Depresi
Gangguan kesadaran kemampuan Paranoid
persepsi menilai

2. Putus zat

Sedatif-
Opiat Ganja Alkohol Amfetamine
Hipnotik
Nyeri Jarang  Cemas  Cemas  Cemas
Mata dan ditemukan  Tangan  Depresi  Depresi
hidung berair gemetar  Muka merah  Kelelahan
Perasaan  Perubahan  Mudah marah  Energi
panas dingin persepsi  Tangan berkurang
Diare  Gangguan gemetar  Kebutuhan
Gelisah daya ingat  Mual muntah tidur
Tidak bisa  Tidak bisa  Tidak bisa meningkat
tidur tidur tidur

G. Dampak Penyalahgunaan NAPZA


1. Heroin (putau)
Perilaku manipulatif, antisosial, hepatitis C, HIV-AIDS, kematian karena
over dosis
2. Benzodiazepam (pil BK, lexotan)
Hilangnya kesadaran, kurangnya pengendalian, perkelahian, tindak kejahatan
(menipu/mencuri/merampok sampai membunuh), sering tidak menyelesaikan
tugas, membolos, prestasi sekolah menurun, keluar dari sekolah.
3. Ganja (cimeng, gele’)
a. Gangguan persepsi (sepuluh menit dirasakan seperti satu jam, jarak 10
meter dipersepsikan sebagai jarak 100 meter
b. Sinestesia (saat mendengar musik, melihat warna-warna cemerlang
disekitarnya)
c. Sindroma amotivasional menurunnya kemampuan membaca, berbicara
dan berhitung; perhatian sekitar berkurang sampai tidak bereaksi
dipanggil; kurang semangat bersaing
d. Penyakit pada paru-paru.
4. Alkohol (bir, wiski, arak)
Gangguan lambung, penyakit hati, jantung, susunan saraf / otak, kemunduran
daya ingat, perubahan persepsi, koordinasi, penurunan kemampuan menilai,
kecelakaan, tindak kejahatan
5. Amfetamin (ekstasi, shabu-shabu)
Gangguan jantung, pernapasan, depresi, paranoid (perasaan terancam / curiga
yang dapat mengakibatkan timbulnya kekerasan pada diri sendiri atau orang
lain), kematiankarena perangsangan yang berlebihan pada susunan saraf
pusat (otak).

H. Penanggulangan
1. Pencegahan
a. Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA
b. Deteksi dini perubahan perilaku
c. Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan tidak
pada narkoba”

2. Pengobatan
a. Detoksifikasi tanpa substansi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat
yang mengalami gejala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan
gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus
zat tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan subsitusi
Putau dan heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin dan metadon. Substitusi bagi pengguna
sedaptif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya
diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis
secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi
dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik,
misalnya obat penghilang nyeri, rasa mual dan obat tidur atau sesuai
denga gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
3. Rehabilitasi
Tujuan : pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial dan
spiritual.

I. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan diri yang biasa digunakan:
1. Denial dari masalah
2. proyeksi merupakan tingkah laku untuk melepaskan diri dari tanggung jawab
3. Disosiasi merupakan proses dari penggunaan zat adiktif

J. Pohon Masalah

K. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul


1. Koping individu tidak efektif
2. Gangguan konsep diri: HDR
3. Koping keluarga tidak efektif
4. Gangguan sensori persepsi:Halusinasi
5. Gangguan proses fikir: Waham
6. Resiko perilaku kekerasan
No. Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1 Koping individu Setelah dilakukan Decision Making
tidak efektif tindakan keperawatan
1. Menginformasikan pasien
selama......x....jam
pasien mampu : alternatif atau solusi lain
penanganan
 Decision making 2. Memfasilitasi pasien untuk
 Role inhasment membuat keputusan
 Sosial support 3. Bantu pasien mengidentifikasi
Kriteria hasil : keuntungan, kerugian dari
a. Mengidentifikasi keadaan
pola koping yang Role Inhancement
efektif 4. Bantu pasien untuk identifikasi
b. Mengungkapkan bermacam-macam nilai
secara verbal kehidupan
tentang koping 5. Bantu pasien identifikasi strategi
yang efektif positif untuk mengatur pola nilai
c. Mengatakan yang dimiliki
penurunan stress Coping Enhancement
d. Klien mengatakan
menerima 6. Anjurkan pasien untuk
telah
keadaan nya mengidentifikasi gambaran
perubahan peran yang realistis
e. Mampu
mengidentifikasi 7. Gunakan pendekatan tenang dan
meyakinkan
strategi tentang
koping 8. Hindari pengambilan keputusan
pada saat pasien berada dalam
stress berat
9. Berikan informasi aktual yang
terkait dengan diagnosis, terapi
dan prognosis

2 Gangguan konsep Setelah dilakukan Self Eksteem Enhanscement


diri: HDR tindakan keperawatan
1. Tunjukkan rasa percaya diri
selama......x....jam
terhadap kemampuan pasien
pasien mampu :
untuk mengatasi situasi
 Body image, 2. Dorong pasien mengidentifiksi
disirtubed kekuatan dirinya
 Coping, ineffective 3. Ajarkan ketrampilan perilaku
 Personal identity, yang positif melalui bermain
distrubed peran, model peran, diskusi
 Health behavior, 4. Dukung peningkatan tanggung
risk
 Self esteem jawab diri, jika diperlukan
situasional, low 5. Buat statement positif terhadap
Kriteria Hasil: pasien
6. Monitor frekuensi komunikasi
a. Adaptasi terhadap
verbal pasien yang negatif
ketunandayaan
7. Dukung pasien untuk menerima
fisik : respon
tantangan
adaptif klien
8. Kaji alasan – alasan untuk
terhadap tantangan
mengkritik atau menyalahkan diri
funsional penting
sendiri
akibat
9. Kolaborasi dengan sumber –
ketunandayaan
sumber lain (petugas dinas sosial,
fisik
perawat spesialis klinis, dan
b. Resolusi berduka :
layanan keagamaan)
penyesuaian
Body immage enchancement
dengan kehilangan
counseling
aktual atau
kehilangan yang 10. Menggunakan proses pertolongan
akan terjadi interaktif yang berfokus pada
c. Penyesuaian kebutuhan, masalah, atau
psikososial : perasaan pasien dan orang
perubahan hidup : terdekat untuk meningkatkan atau
respon psikososial mendukung koping, pemecahan
adaptif individu masalah.
terhadap perubahan
bermakna dalam
hidup
d. Menunjukkan
penilaian pribadi
tentang harga diri
e. Mengungkapkan
penerimaan diri
f. Komunikasi
terbuka
g. Mengatakan
optimisme tentang
masa depan
h. Menggunakan
strategi koping
efektif
3. Koping keluarga Setelah dilakukan Coping Enhancement
tidak efektif tindakan keperawatan
1. Dukungan pemberi asuhan:
selama......x....jam
menyediaakan informasi yang
pasien mampu :
penting, advokasi, dan dukungan
 Caregiver stressor yang dibutuhkan untuk
 Family coping, memfasilitasi perawatan primer
disable pasien selain dari profesi
 Patenting, Impaired kesehatan.
 Parental role, 2. Peningkatan koping: membantu
conflict pasien beradaptasi dengan
 Therapeutic presepsi stressor, perubahan, atau
regimen ancaman yang mengganggu
Management, pemenuhan tuntutan dan peran
Ineffective hidup.
Kriteria Hasil: 3. Dukungan emosi: memberi
penenangan, penerimaan, dan
a. Keluarga tidak
dorongan selama periode stress
mengalami
4. Promosi keterlibatan keluarga:
penurunan koping
memfasilitasi partisipasi keluarga
keluarga
dalam perawatan emosi dan fisik
b. Hubungan pasien
pasien
pemberi kesehatan
5. Mobilitas keluarga: penggunaan
adekuat
kekuatan keluarga untuk
c. Kesejahteraan
mempengaruhi kesehatan pasien
emosi pemberi
kearah yang positif
asuhan kesehatan
6. Pemeliharaan proses keluarga:
keluarga
meminimalkan dampak gangguan
d. Koping keluarga
proses keluarga
meningkat
7. Dukungan keluarga:
e. Normalisasi
meningkatkan nilai, minat dan
keluarga yang
tujuan keluarga
memuaskan
8. Panduan sistem kesehatan:
f. Perfoma yang baik
memfasilitasi lokal pasien dan
pemberi asuhan
penggunaan pelayanan kesehatan
langsung dan tidak
yang sesuai
langsung
9. Fasilitas pembelajaran:
meningkatkan kemampuan untuk
memproses dan memahami
informasi
10. Membantu orang tua dan
keluarga lain anka sakit kronis
atau yang mengalami
ketunandayaan kronis dalam
memberikan pengalaman hidup
normal untuk anak dan keluarga
mereka
11. Rawat rehat: memberikan
perawatan jangka pendek
4. Gangguan sensori Setelah dilakukan Pada Klien
persepsi: Halusinasi asuhan keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
selama ... x... jam,
halusinasi dapat 2. Bantu klien mengenal
terkontrol dan hilang. halusinasinya:
a. Isi halusinasi (apa yang dilihat
Kriteria hasil: atau didengar)
a. Klien dapat b. Waktu terjadinya halusinasi
membina hubungan c. Frekuensi terjadinya halusinasi
saling percaya d. Situasi yang menyebabkan
b. Klien dapat halusinasi timbul
mengenali halusinasi e. Perasaan atau respon klien saat
(isi, frekuensi, halusinasi muncul
waktu, situasi, dan 3. Latih klien cara mengontrol
respon) halusinasi
c. Klien dapat a. Menghardik halusinasi
mengontrol b. Bercakap-cakap dengan orang
halusinasinya lain
d. Klien mendapat c. Melakukan aktivitas yang
dukungan dari terjadwal
keluarga d. Menggunakan obat secara
e. Klien dapat mengikti teratur
program pengobatan
Pada Keluarga
secara optimal
1. Bina hubungan saling percaya
dengan keluarga
2. Jelaskan tentang masalah yang
dialami klien dan pentingnya
peran keluarga untuk mendukung
klien:
a. Pengertian halusinasi
b. Jenis halusinasi yang dialami
klien
c. Tanda dan gejala halusinasi
d. Proses terjadinya halusinasi
3. Latih keluarga cara merawat
klien
a. Cara berkomunikasi dengan
klien
b. Pemberian obat secara teratur
c. Pemberian aktivitas yang
terjadwal
d. Beritahu keluarga sumber-
sumber pelayanan kesehatan
yang terjangkau

5. Gangguan proses Setelah dilakukan Pada Klien


pikir: Waham asuhan keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
selama ... x... jam,
waham klien terkontrol 2. Tidak mendukung atau
membantah waham klien
Kriteria hasil: 3. Yakinkan klien berada dalam
a. Klien dapat keadaan yang aman dan
membina hubungan terlindungi
saling percaya 4. Observasi pengaruh waham
b. Klien dapat terhadap aktivitas sehari-hari
mengidentifikasi 5. Jika klien terus menerus
kemampuan yang membicarakan wahamnya
dimiliki dengarkan tanpa memberikan
c. Klien dapat dukungan atau menyangkal
mengidentifikasi sampai klien berhenti
kebutuhan yang membicarakannya
tidak terpenuhi 6. Berikan pujian bila penampilan
d. Klien dapat dan orientasi klien sesuai dengan
berhubungan realitas
dengan realitas Pada keluarga
e. Klien dapat
dukungan dari 1. Bina hubungan saling percaya
keluarga dengan keluarga
f. Klien dapat 2. Diskusikan dengan keluarga
menggunakan obat tentang waham yang dialami klien
dengan benar (gejala waham klien)
3. Diskusikan dengan keluarga
tentang:
a. Cara merawat klien waham di
rumah
b. Follow up dan keteraturan
pengobatan
c. Lingkungan yang tepat untuk
klien
4. Diskusikan dengan keluarga
tentang obat klien (nama obat,
dosis, frekuensi, efek samping,
akibat penghentian obat)
5. Diskusikan dengan keluarga
kondisi klien yang memerlukan
konsultasi segera
6. Beritahu/ajarkan keluarga sumber-
sumber pelayanan kesehatan yang
dapat dijangkau

6. Resiko perilaku Setelah dilakukan Behavior Management: Self Harm


kekerasan terhadap tindakan keperawatan
1. Dorong pasien untuk
diri sendiri selama......x....jam
pasien mampu : menungkapkan secara verbal
konsekuensi dari perubahan fisik
 Self mutilation dan emosi yang mempengaruhi
 Impuls Self Control konsep diri
Kriteria Hasil: 2. Pertahankan lingkungan dalam
a. Dapat menahan tingkat setimulus yang rendah
diri menciderai diri 3. Ciptakan lingkungan psikososial
sendiri 4. Kembangkan orientasi kenyataan
b. Intervensi awal 5. Singkirkan semua benda
untuk mencegah berbahaya
respon agresif 6. Lindungi klien dan keluarga dari
diperintahkan bahaya halusinasi
halusinasi 7. Tingkatkan peran serta keluarga
c. Pasien dapat pada tiap tahap perawatan dan
mengartikan jelaskan prinsip-prinsip tindakan
sentuhan sebagai pada halusinasi
ancaman 8. Salurkan perilaku merusak pada
d. Mencegah kegiatan fisik
kemungkinan 9. Lakukan fiksasi bila dilakukan
cidera pasien atau 10. Berikan obat-obatan anti psikotik
orang lain karena sesuai dengan yang dapat
adanya perintah menurunkan kecemasan dan
dari halusinasi menstabilkan mood dan
e. Perawat harus menurunkan stimulasi kekerasan
jujur pada pasien terhadap diri sendiri
sehingga pasien Impulse Cobtrol Training
menyadari suara 11. Ajarkan pasien penggunaan
itu tidak ada tindakan menenangkan diri (nafas
dalam)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 23 Mei 2016
Jam : 10.00 WIB
Oleh :
1. Fatma Laili Nugraheni
2. Fina Siti Fatimah
3. Nurmala Wulandari
4. Firsta Putri Alfadl
Metode : Wawancara
Sumber Data : Klien dan status klien

1. Informasi Umum
Inisial klien : Nn. An
Usia : 24 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku : Jawa Tionghoa
Bahasa dominan : Indonesia
Status perkawinan : Janda
Alamat : Babarsari
Tanggal masuk : 17 Maret 2016
Tanggal pengkajian : 23 Mei 2016
Ruang rawat : Isolasi
No. RM : 756/BRSPP/III/2016
Diagnosa medis :
Riwayat alergi : Tidak ada

2. Uraian Kasus
a. Biografi
Klien bernama Nn. An adalah seorang perempuan berumur 24 tahun. Klien
mengatakan bahwa awal penyebab dirinya terjerumus ke dalam narkoba adalah
karena keluarganya yang broken home. Klien sejak lahir tidak pernah mengenal ayah
kandungnya. Klien hanya tahu bahwa ayahnya pergi setelah adik terakhirnya lahir.
Kemudian, ibunya menikah kembali saat klien masih SD, dengan pria yang usianya
terpaut jauh dengan ibu kandung klien. Klien diajak ikut dengan ibunya namun klien
menolak karena tidak suka dengan ibunya karena menikah kembali dengan pria yang
lebih muda. Sejak saat itu ibu kandung klien memilih untuk meninggalkan klien dan
kedua adiknya di Jogja, sedangkan dia tinggal di Sumatera. Klien tinggal di Jogja
bersama dengan nenek dari ibunya dan kedua adiknya. Karena tidak ada yang
memberikan uang untuk biaya hidup, maka klien bekerja selama SMA sebagai SPG
rokok. Klien mengatakan saat kelas 2 SMA dia menikah karena hamil terlebih
dahulu dengan kakak kelasnya. Setelah lulus SMA klien kuliah di salah satu
perguruan tinggi swasta hingga semester 3 jurusan bahasa asing (bahasa Inggris).
Namun kuliahnya berhenti karena tidak ada biaya dan klien memutuskan untuk
bekerja di sebuah Cafe sebagai pelayan di salah satu Cafe di Bali. Saat bekerja di
Bali, klien memiliki teman yang rata-rata mereka menggunakan narkoba, karena
memang budaya di sana menggunakan narkoba adalah hal yang wajar. Mulai saat
itulah klien menggunakan narkoba.

b. Riwayat Penggunaan NAPZA


Pada tahun 2010 sampai sekarang klien mengkonsumsi alkohol sebanyak ½
botol sampai dengan klien mabuk. Pada tahun 2013 sampai dengan sekarang, klien
menggunakan shabu sebanyak 6-7 sedotan dari teman kuliah, efek yang dirasakan
yaitu membuat rileks. Shabu yang digunakan sekitar 0,5 gram sekali pemakaian.
Pada tahun 2015 sampai dengan sekarang klien menggunakan ekstasi ¼ - ½ butir.
Klien menggunakan ekstasi hanya di saat tertentu atau jika ada masalah dan efek
dari ekstasi hanya 1-2 jam. Klien menggunakan shabu dan ekstasi saat ada masalah
dalam keluarga atau pun dengan pacarnya. Terakhir klien menggunakan shabu pada
hari Sabtu, 23 Januari 2016 dan terakhir klien menggunakan ekstasi/inex pada hari
Selasa, 26 Januari 2016 sebanyak ¼ butir dengan cara diminum. Faktor penyebab
kambuh/relaps karena tidak mampu menahan sugest.

3. Keluhan Utama
Klien kadang-kadang merasa sedih karena merasa berbeda dari yang lain. Merasa
malu jika ada yang tahu dirinya pernah menjadi pengguna NAPZA.
4. Penampilan Umum dan Perilaku Motor
a. Fisik
Berat Badan : 50 kg
Tinggi badan : 158 cm
Tanda-tanda vital :
 TD : 110/70 MmHg
 RR : 24 kali/ menit
 Nadi : 88 kali/ menit
 Suhu : 36o C
Riwayat pengobatan fisik : -
Riwayat Penyakit : Hipotensi sejak SMP dan maag sejak SMA.
Hasil Pemeriksaan laboratorium/visum/dll : -
b. Tingkat Ansietas
Tingkat ansietas : Ringan
Perilaku yang ditunjukkan : Tenang, ramah, kooperatif
5. Keluarga
a. Genogram

Keterangan Gambar :
: Perempuan
: Laki-laki
: Cerai/putus hubungan
: meninggal
: orang yang tinggal serumah
: orang yang terdekat
: klien

Keterangan Genogram :
Klien tinggal serumah dengan kakak kandungnya. Orang tua klien sudah
bercerai sejak klien kelas 1 SD. Ibu klien menikah kembali dengan orang
Padang dan memiliki 1 anak. Klien menikah pada kelas 2 SMA dan cerai pada
tahun 2009. Klien memiliki 1 anak perempuan.
b. Tipe Keluarga : Single parent family
c. Pengambilan keputusan : Bersama-sama
d. Hubungan klien dengan kepala keluarga : Anak
e. Kebiasaan yang dilakukan bersama keluarga : Pasien mengatakan jarang
bertemu keluarga, ibunya acuh terhadap dirinya dan adik-adiknya. Tidak pernah
bertemu dengan ayah, ayah pergi tidak jelas pergi kemana.
f. Kegiatan yang dilakukan keluarga dalam masyarakat
6. Konsep Diri
a. Gambaran Diri
Klien mengatakan bahwa dia adalah seorang perempuan yang tidak memiliki
kelainan fisik dan memiliki anggota tubuh lengkap.
b. Identitas Diri
Klien bernama An usia 24 tahun, berasal dari Jogja, saat ini klien tinggal bersama
kakak klien yang berada di daerah Jogja. Klien adalah anak kedua dari 4
bersaudara. Klien menyatakan orang tuanya sudah bercerai, ayahnya dan ibunya
masih hidup, saat ini klien tidak mengetahui ayah klien tinggal dimana sedangkan
ibu klien tinggal di Sumatra bersama suaminya. Klien menyatakan sebelum
direhab, klien bekerja di salah satu Cafe yang berada di Bali.
c. Peran Diri
Klien merupakan tulang punggung keluarga.
d. Ideal Diri
Klien berharap setelah keluar dari BRSPP bisa diterima di masyarakat dan tempat
klien bekerja.
e. Harga Diri
Selama di rehabilitasi orang-orang di sekitar rumah klien tidak mengetahui.
Karena klien merasa dirinya malu jika orang-orang tahu kalau dirinya berada di
rehabiltasi narkoba. Selain itu klien takut jika nantinya akan dijauhi bahkan
dikucilkan dimasyarakat.

7. Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari


a. Pola Nutrisi
Klien mengatakan makan lebih teratur yaitu 3 x sehari satu porsi setiap kali
makan dengan nasi, lauk, dan sayur yang disediakan oleh BRSPP. Untuk
minumnya klien minum ± 1 liter per hari dan klien suka minum kopi.
b. Pola Kebersihan Diri
Klien mengatakan mandi 2 x sehari. Saat melakukan pengkajian tercium bau
badan klien yang harum. Saat dilakukan observasi kuku klien bersih, rambut
rapid an berwarna coklat, gigi bersih.
c. Pola Istirahat-Tidur
Klien mengatakan selama di BRSPP tidur malam ±8 jam dan klien mulai tidur
jam 10.00 WIB dan bangun jam 06.00 WIB. Klien tidak pernah tidur siang dan
tidak pernah mengalami susah tidur dimalam hari.
d. Pola Aktivitas-Mobilitas
Klien mengatakan melakukan kegiatan sehari-hari kadang-kadang sesuai dengan
jadwal yang telah dibuat dari BRSPP. Karena klien sudah dalam tahap re-entry
pada rehabilitasi maka klien dapat keluar masuk dari BRSPP dengan seizing dari
petugas. Klien sering mengisi acara seminar di luar BRSPP. Klien melakukan
aktivitas secara mandiri tanpa bantuan.

8. Riwayat Sosial
a. Pola sosial
1) Teman/orang terdekat
Klien mengatakan mempunyai beberapa teman yang benar-benar dekat
dengan klien di Jogja dan Bali. Namun saat klien bekerja di sebuah cafe di
Bali, ia ikut menggunakan narkoba karena teman-temannya.
Saat di BRSPP klien mengatakan ada 1 teman dekatnya, yaitu Sdr. K yang
sudah dianggap klien seperti kakak kandung sendiri.
2) Peran serta dalam kelompok
Aktif dalam kelompok terapi.
3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Tidak ada, pasien mampu berinteraksi dengan perawat dan residen lain.
Namun, terkadang klien merasa enggan berbicara pada beberapa orang
yang tidak terlalu dekat dengan pasien.
b. Obat-obatan yang dikonsumsi
1) Adakah obat herbal/obat lain yang dikonsumsi di luar resep
Tidak ada obat herbal/obat lain yang dikonsumsi di luar resep.
2) Obat-obatan yang dikonsumsi klien saat ini
Tidak ada obat-obatan yang dikonsumsi oleh klien.
3) Apakah klien menggunakan obat-obatan dan alkohol untuk mengatasi
masalahnya
Iya. Klien mengatakan saat dia mengalami konflik dengan ibu, adik, dan
putus dengan pacarnya, dia selalu mengkonsumsi shabu-shabu dan extasi.
Klien mengkonsumsi 2-3 sedot shabu-shabu dalam sekali pemakaian. Efek
yang dirasakan berupa euforia, badan terasa ringan, dan mata susah untuk
terbuka. Sedangkan ekstasi klien mengkonsumsi ¼ gram dalam sekali
pemakaian. Efek yang dirasakan berupa kepala terasa ringan dan beban
pikiran terasa hilang. Selain itu klien juga terkadang mengkonsumsi wine
atau bir, tetapi tidak pernah mengkonsumsi alkohol karena bau nya yang
dianggap tidak enak.
Namun saat di BRSPP sekarang, klien mengatakan tidak mengkonsumsi
obat-obatan atau alkohol dalam bentuk apapun.

9. Status Mental dan Emosi


a. Penampilan
1) Cacat fisik
Tidak ada, klien tidak memiliki cacat fisik dari kepala sampai kaki.
Ekstremitas atas dan bawah lengkap dengan jumlah jari 5 tiap ektremitas.
2) Kontak mata
Ada, klien terlihat menatap perawat saat diajak bicara.
3) Pakaian
Pakaian yang digunakan klien bersih tetapi tidak sesuai dengan aturan yang
ada di BRSPP, karena untuk residen yang sudah berada pada tahap reentery
harus menggunakan pakaian yang sopan apabila bertemu dengan tamu.
4) Perawatan diri
Klien terlihat bersih dan rapi, walaupun hanya menggunakan pakaian
santai.
b. Tingkah laku
Sikap : Kooperatif dan ramah
Ekspresi wajah : Klien terlihat sumringah seperti tidak ada beban
c. Pola komunikasi
Jelas, koheren, banyak bicara/dominan.
d. Mood and afek
Senang : Klien terlihat tersenyum saat bercerita dan terkadang tertawa.
e. Proses pikir
Jelas, logis, mudah diikuti, relevan, dan arus cepat.
Memori jangka panjang dan jangka pendek utuh, klien dapat menceritakan
dengan jelas apa yang klien alami semenjak dia SD sampai sekarang dengan
bahasa yang jelas dan alur cerita runtut dan logis.
f. Persepsi
Klien mengatakan tidak pernah merasakan halusinasi.
10. Kultural dan Spiritual
a. Agama yang dianut
Nn An dilahirkan di keluarga yang beragama katolik. Tetapi pada saat kelas 2
SMA klien hamil diluar nikah dan menikah dengan kakak kelasnya dan
berpindah agama islam. Tetapi setelah bercerai klien pindah agama kembali ke
agama katolik. Klien hanya pergi beribadah digereja saat mengalami masalah
atau depresi.
b. Budaya yang diikuti
Apakah ada budaya klien yang mempengaruhi terjadinya masalah?
Ada. Budaya clubbing yang dilakukan klien membuat dirinya menggunakan
NAPZA karena teman-temannya di klub malam dan kafe tempat dia bekerja
juga menggunakan NAPZA.
c. Tingkat perkembangan saat ini
Di BRSPP saat ini klien berada dalam tahap re-entry, yaitu tahap terakhir dari
masa rehabilitasi. Rehabilitasi yang dijalani klien sudah berlangsung selama ± 2
bulan.
d. Kognitif
1) Orientasi realita
Klien dapat menjelaskan waktu, tempat, orang dan situasi yang ada.
2) Memori
Tidak ada gangguan dalam daya ingat.
3) Tingkat konsetrasi
Tingkat kemampuan konsentrasi dan berhitung klien baik.
11. Ide-ide Bunuh Diri
Tidak ada.

B. Analisa Data
Penyebab
No. Data (Symptom) Masalah (Problem)
(Etiologi)
1. DS : Koping Keluarga tidak
efektif
 Klien mengatakan bahwa
keluarganya mengalami broken
home
 Klien mengatakan bahwa selama
di balai rehabilitasi tidak ada
keluarga yang menjenguknya
 Klien mengatakan ibunya
bersikap acuh terhadap klien dan
saudara-saudaranya
DO :
 Pada saat menceritakan ibunya,
klien terlihat tidak antusias
2. DS : Koping Individu tidak
efektif
 Klien mengatakan kurang dalam
menjalankan ibadah, hanya
melaksanakan ibadah pada saat
ada masalah
 Klien mengatakan saat klien
memiliki masalah klien merasa
bingung harus bercerita dengan
siapa
 Klien mengatakan apabila dia
tidak bisa menyelesaikan
masalahnya dia akan mencari
teman yang mengajaknya
menggunakan narkoba dan ikut
memakai narkoba
 Klien mengatakan belum bisa
mendapatkan koping yang efektif
dalam menghadapi masalahnya
DO :
Pasien nampak belum mengerti
dengan strategi tentang koping
dalam menghadapi masalahnya

C. Diagnosa Keperawatan
1. Koping keluarga tidak efektif ditandai dengan
DS: klien mengatakan bahwa keluarganya mengalami broken home, klien mengatakan
bahwa selama di balai rehabilitasi tidak ada keluarga yang menjenguknya, klien
mengatakan ibunya bersikap acuh terhadap klien dan saudara-saudaranya.
DO: Pada saat menceritakan ibunya, klien terlihat tidak antusias
2. Koping individu tidak efektif ditandai dengan
DS: klien mengatakan kurang dalam menjalankan ibadah, hanya melaksanakan ibadah
pada saat ada masalah, klien mengatakan saat klien memiliki masalah klien merasa
bingung harus bercerita dengan siapa, Klien mengatakan apabila dia tidak bisa
menyelesaikan masalahnya dia akan mencari teman yang mengajanya menggunakan
narkoba dan ikut memakai narkoba
DO: Pasien nampak belum mengerti dengan strategi tentang koping dalam menghadapi
masalahnya
D. Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1. Hari/Tanggal: Senin, Hari/Tanggal: Senin, 23 Hari/Tanggal: Senin, 23 Mei 2016
23 Mei 2016 Mei 2016
Pukul: 10.30 WIB
Pukul: 10.30 WIB Pukul: 10.30 WIB
Coping Enhancement
Koping keluarga tidak Setelah dilakukan
1. Dukungan pemberi asuhan kepada 1. Menyediaakan informasi
efektif tindakan keperawatan
klien yang penting, advokasi,
selama 1 x interaksiklien
dan dukungan yang
mampu :
dibutuhkan untuk
 Caregiver stressor memfasilitasi perawatan
 Family coping, primer pasien selain dari
disable profesi kesehatan
 Patenting, Impaired 2. membantu pasien
2. Peningkatan koping
 Parental role, conflict beradaptasi dengan
presepsi stressor,
 Therapeutic regimen
perubahan, atau ancaman
Management,
yang mengganggu
Ineffective
pemenuhan tuntutan dan
Kriteria Hasil:
peran hidup.
g. Keluarga tidak 3. Dukungan emosi 3. memberi penenangan,
mengalami penurunan penerimaan, dan dorongan
koping keluarga 4. Promosi keterlibatan keluarga selama periode stress
4. memfasilitasi partisipasi
h. Hubungan pasien keluarga dalam perawatan
pemberi kesehatan 5. Mobilitas keluarga emosi dan fisik pasien
adekuat 5. penggunaan kekuatan
i. Kesejahteraan emosi keluarga untuk
pemberi asuhan mempengaruhi kesehatan
kesehatan keluarga 6. Pemeliharaan proses keluarga pasien kearah yang positif
j. Koping keluarga 6. meminimalkan dampak
gangguan proses keluarga
meningkat 7. Dukungan keluarga
7. meningkatkan nilai, minat
k. Normalisasi keluarga
dan tujuan keluarga
yang memuaskan 8. Panduan sistem kesehatan
8. memfasilitasi lokal pasien
l. Perfoma yang baik dan penggunaan
pemberi asuhan pelayanan kesehatan yang
langsung dan tidak 9. Fasilitas pembelajaran sesuai
langsung 9. meningkatkan
kemampuan untuk
10. Dilakukan tindakan Rawat rehat memproses dan
Nurmala memahami informasi
10. memberikan perawatan
Nurmala
jangka pendek

Nurmala
Hari/Tanggal: Senin, Hari/Tanggal: Senin, 23 Hari/Tanggal: Senin, 23 Mei 2016
23 Mei 2016 Mei 2016
Pukul: 10.30 WIB
Pukul: 10.30 WIB Pukul: 10.30 WIB

Decision Making
Koping individu tidak Setelah dilakukan
1. Menginformasikan pasien 1. Mengetahui mekanisme
efektif tindakan keperawatan
alternatif atau solusi lain adaptif untuk menentukan
selama 1 x interaksiklien
penanganan intervensi mengubah pola
mampu :
koping
 Decision making 2. Memfasilitasi pasien untuk 2. Memberi kesempatan
 Role inhasment klien untuk mandiri dalam
membuat keputusan
 Sosial support pengambilan keputusan
Kriteria hasil : 3. Pengenalan terhadap
3. Bantu pasien mengidentifikasi
stressor merupakan
f. Mengidentifikasi pola keuntungan, kerugian dari keadaan langkah utama dalam
koping yang efektif mengubah respon klien
g. Mengungkapkan Role Inhancement terhadap stressor
secara verbal tentang 4. Menfasilitasi klien dalam
koping yang efektif 4. Bantu pasien untuk identifikasi mengetahui berbagai
h. Mengatakan bermacam-macam nilai kehidupan macam nilai kehidupan
penurunan stress dalam meningkatkan
i. Klien mengatakan 5. Bantu pasien identifikasi strategi koping dan mengurangi
telah menerima positif untuk mengatur pola nilai stress
keadaan nya yang dimiliki 5. Memfasilitasi klien dalam
j. Mampu Coping Enhancement mengatur koping yang
mengidentifikasi efektif
6. Anjurkan pasien untuk
strategi tentang
mengidentifikasi gambaran 6. Membantu klien dalam
koping
perubahan peran yang realistis mendapatkan informasi
dalam meningkatkan
7. Gunakan pendekatan tenang dan koping
meyakinkan 7. Agar pasien meraskan
kenyamanan serta perawat
Firsta mengetahui kebutuhan
dasar yang di inginkan
atau yang harus di
perhatikan pasien, agar
8. Hindari pengambilan keputusan mengembalikan energi
semangat pasien
pada saat pasien berada dalam
8. Pengambilan keputusan
stress berat
pada saat stress tidak
dapat memaksimalkan
solusi penyelesaian
9. Berikan informasi aktual yang masalah
terkait dengan diagnosis, terapi dan 9. Menginformasikan kepada
prognosis klien agar mau mematuhi
peraturan minum obat dan
Firsta dengan mendiskusikan
manfaat minum obat dapat
merangsang keinginan
klien untuk patuh terhasap
terapi dan tindakan yang
akan dilakukan

Firsta
Tindakan Keperawatan dan Catatan Perkembangan
IMPLEMENTASI
DIAGNOSIS TINDAKAN EVALUASI
KEPERAWATAN
Hari/Tanggal: Jumat, 27 Hari/Tanggal: Jumat, 27 Mei Hari/Tanggal: Jumat, 27 Mei
Mei 2016 2016 2016
Pukul: 11.30 WIB Pukul: 11.30 WIB Pukul: 11.30 WIB
Koping Individu tidak Decision Making
1. Menginformasikan
efektif S:
pasien alternatif atau
solusi lain penanganan  klien mengatakan bahwa
untuk kedepannya tidak
2. Memfasilitasi pasien
Fatma dan Fina untuk membuat tahu, apakah akan berlanjut
keputusan
untuk menggunakan shabu
3. Bantu pasien atau tidak.
mengidentifikasi
keuntungan, kerugian  Klien mengatakan bahwa
dari keadaan dia tahu akibat dari
pengunaan narkoba
O:
Fatma dan Fina
 Klien tampak bingung
 Klien kooperatif
A: Masalah belum tercapai
P: Anjurkan klien mengingat
anak dan neneknya jika timbul
keinginan untuk menggunakan
shabu kembali.

Fatma dan Fina


BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat
yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama
otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis,
dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan
(dependensi) terhadap NAPZA.
Dari proses asuhan keperawatan (pengkajian )yang sudah dilakukan dengan
klien penyalahgunaan NAPZA, maka dapat dirumuskan ada 2 diagnosa. Diagnosanya
yaitu koping keluarga tidak efektif dan koping individu tidak efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Ah. Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Anonim. 2010. Buku Pedoman Praktis Mengenai Penyalahgunaan Napza Bagi Petugas.
Diunduh dari https://agus34drajat.files.wordpress.com pada tanggal 24 Mei 2016.

Farizka Alfi Nur Rochma. 2013. Laporan Pendahuluan Gangguan Penggunaan Napza.
Diunduh dari https://www.scribd.com/ pada tanggal 24 Mei 2016.

Marlindawani Purba, Jenny. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah
Psikososial Dan Gangguan Jiwa. Diunduh dari http://usupress.usu.ac.id pada tanggal
24 Mei 2016.
Phadli. 2015. Jumlah Pengguna Narkoba di Indonesia. Diunduh dari
http://www.kompasiana.com pada tanggal 25 Mei 2016.

Puspasari, Retno. 2014. Asuhan Keperawatan dengan Penyalahgunaan NAPZA. Diunduh


dari http://retnopuspasari.blogspot.co.id pada tanggal 23 Mei 2016.

Riadi, Muchlisin. 2013. Pengertian dan Jenis NAPZA. Diunduh dari


http://www.kajianpustaka.com pada tanggal 23 Mei 2016.

Sutejo. 2015. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Penyalahgunaan Dan Ketergantungan


Narkoba(Napza). Power Point. Yogyakarta: Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

. 2016. Proses Asuhan Keperawatan Jiwa. Power Point. Yogyakarta: Poltekkes


Kemenkes Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai